Jumat, 22 Juli 2022

Suami Durhaka Kepada Istri

Didalam isi kandungan Al-Qur’an Surat An- Nisa’ ayat 34 disebutkan, bahwasannya kaum lelaki (suami) adalah pemimpin bagi kaum wanita (istrinya). Seorang suami dituntut untuk bisa mendidik, melindungi, serta selalu menegakkan kebenaran dalam kehidupan rumah tangganya. Rasulullah SAW pernah bersabda yang artinya “Yang terbaik dari kalian adalah yang terbaik akhlaknya atau perlakuannya terhadap istrinya.” (HR. Tirmidzi)

Akan tetapi tak jarang kita dengar dan saksikan hadirnya seorang suami yang mendurhakai istrinya. Daripada melindungi, mereka justru memilih tindakan atau perbuatan yang dalam islam digolongkan ke dalam perbuatan dzalim terhadap istri. Perbuatan-perbuatan tersebut di antaranya :

1. Menelantarkan untuk memberikan nafkah pada istri

Ciri-ciri suami durhaka terhadap suami yang pertama terdapat dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Muslim, Ahmad, dan Ath- Thabrani, Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda yang artinya: “Seseorang cukup dipandang berdosa bila ia menelantarkan belanja orang yang menjadi tanggung jawabnya.”

Hadist tersebut menggambarkan betapa berdosanya seorang suami yang melalaikan kewajibannya terhadap istri dan anaknya.

2. Melimpahkan tanggungjawab suami kepada istri

Suami adalah pemimpin bagi istri dan anak-anaknya. Ia berkewajiban untuk memberikan nafkah lahir dan batin bagi keluarganya. Lalu bagaimana jika suami melimpahkan kewajiban seperti mencari nafkah dan mengatur segala urusan rumah tangga kepada sang istri.  Hal ini tentu saja bertentangan dengan syariat islam, dan keluarga tersebut digolongkan menjadi keluarga yang tidak beruntung. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang artinya “Tidak akan beruntung suatu kaum yang dipimpin oleh seorang wanita.“ (HR.Ahmad, Bukhari, Tirmidzi, dan Nasa’i).

Jika tanggung jawab menjadi pemimpin diambil alih oleh istri, maka tentu saja kewibawaan suami akan hilang, dan hal itu bisa menjerumuskan istri pada perbuatan durhaka pada suami.

3. Tidak memberikan tempat tinggal yang layak kepada istri

Jika seorang suami memutuskan untuk menceraikan istrinya, maka ia berkewajiban untuk memberikan tempat tinggal yang aman dan layak kepada istri yang hendak diceraikan selama masa iddah. Kewajiban lain yang tidak boleh dilupakan suami adalah bahwa ia harus tetap memberikan nafkah kepada istri yang hendak ia cerai sebagaimana biasanya.

Hal ini sebagaimana Firman Allah SWT berikut : “Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, Maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu Maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan Maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.” (QS Ath- Thalaaq: 6)

4. Tidak mau melunasi mahar

Seorang suami yang ketika menikah memberikan mahar, akan tetapi mahar tersebut belum terlunasi dan bahkan suami tidak berniat untuk melunasinya, maka itu berarti suami telah menipu istrinya dan ia akan mempertanggungjawabkannya di akhirat. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang artinya:

“Siapa saja laki laki yang menikahi seorang perempuan dengan mahar sedikit atau banyak, tetapi dalam hatinya bermaksud tidak akan menunaikan apa yang menjadi hak perempuan itu, berarti ia telah mengacuhkannya. Bila ia mati sebelum menunaikan hak perempuan itu, kelak pada hari kiamat ia akan bertemu dengan Allah sebagai orang yang fasiq.” (HR.Thabarani)

5. Mengambil kembali mahar yang telah diberikan kepada istri tanpa adanya keridhoan dari sang istri

Islam memandang mahar suatu perkawinan dengan tujuan untuk menghormati kedudukan istri serta untuk pertanda  atau lambang kekuasaan seorang wanita atas laki-laki yang menikahinya. Seorang pria yang apabila ia berniat menceraikan istrinya lalu meminta atau mengambil kembali mahar yang telah diberikannya kepada sang istri tanpa adanya keridhoan dari istri, maka itu adalah perbuatan yang tercela, dan Allah SWT sangat tidak menyukai perbuatan tersebut.

6. Menuduh istri berzina tanpa adanya bukti yang kuat

Hal ini sebagaimana Firman Allah SWT berikut : “Dan orang-orang yang menuduh isterinya (berzina), padahal mereka tidak ada mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah, sesungguhnya dia adalah termasuk orang-orang yang benar. Dan (sumpah) yang kelima: bahwa la`nat Allah atasnya, jika dia termasuk orang-orang yang berdusta.” (QS. An- Nuur ayat 6-7)

6.Menganiaya serta merendahkan martabat istri

Rasulullah SAW melarang para suami untuk menyakiti serta menjelek-jelekkan, atau bahkan membanding-bandingkan istri dengan wanita lain dengan menggunakan kata-kata dan ucapan yang bertujuan untuk merendahkan martabat sang istri baik di hadapannya sendiri atau di hadapan orang lain.

Sebagaimana sabda Beliau SAW dalam sebuah hadist,

”Saya pernah datang kepada Rasulullah SAW, ’saya lalu bertanya: ’Ya Rosulullah, apa saja yang engkau perintahkan (untuk kami perbuat) terhadap istri-istri kami? ’Beliau bersabda: ‘janganlah kalian memukul dan janganlah kalian menjelek-jelekan mereka.” (HR. Abu Dawud)

7. Memeras dan mengajak istri untuk berbuat dosa

Ini salah satu hal yang tidak dibenarkan dalam islam. Seorang suami haruslah selalu berusaha menjadi pemimpin yang baik untuk istri dan anak-anaknya, seperti mengajari dan mengajak mereka untuk shalat, mengaji, atau melakukan hal-hal yang dapat memberikan motivasi bagi istri dan anak untuk beramal ibadah. Seorang suami yang memeras istri dan memaksanya untuk berbuat dosa, maka di akhirat kelak ia akan dimintai pertanggungjawaban dari Allah SWT atas apa yang pernah ia lakukan tersebut.

8. Selalu mencurigai dan berusaha mencari-cari kesalahan istri

Selalu curiga terhadap apa-apa yang diperbuat oleh istri adalah sifat kurang baik yang harus dihindari oleh para suami. Ketika seorang suami curiga kepada istrinya, maka ia akan selalu berusaha mencari-cari kesalahan istrinya tersebut. Hal itu akhirnya bisa menimbulkan pertengkaran di antara keduanya.

9. Menceraikan istri tanpa adanya alasan yang dibenarkan syar’i

Seorang suami yang sudah bosan dengan istri karena berbagai alasan seperti memiliki wanita idaman lain, bisa saja selalu berusaha mencari-cari jalan agar ia segera dapat bercerai dari istrinya. Misalnya saja dengan menuduh istri tanpa adanya bukti yang jelas.

Referensi Sebagai berikut ini ;