Secara hukum negara, pihak istri maupun suami bisa mengajukan perceraian ke pengadilan. Namun dalam Islam, tetap ada rambu-rambu yang perlu diamati. Salah satunya tentang khuluk. Khuluk menjadi bagian penting saat seorang istri memutuskan hendak meminta cerai pada suami.
1. Apa itu khuluk dalam proses cerai Islam?
sesudah turunnya syariat Islam, perempuan diberikan hak bicara. Salah satu kewenangan perempuan untuk menyuarakan suaranya di dalam bab nikah ialah berhak mengajukan khuluk atau biasa disebut juga sebagai ‘tebus talak’.
2. Hukum istri mengajukan khuluk
Khuluk ini memiliki legalitas hukum dalam Al-Quran sebagaimana yang disebutkan dalam Surat al-Baqarah ayat 229.
Khuluk secara syariat hukumnya boleh diajukan jika memenuhi persyaratan. Selain itu, dalam khuluk harus terjadi kesepakatan antara kedua belah pihak, baik suami maupun istri. Hal ini terutama yang berkaitan tentang nominal tebusan.
Kesepakatan ini sekaligus menunjukkan bahwa dalam akad khuluk, harus ada kerelaaan dari pihak suami untuk menerima tebusan. Selain itu, harus ada kesanggupan dari pihak istri juga untuk membayar tebusan tersebut.
Yang utama, nominal tebusan tidak boleh melebihi nominal maskawin pada saat pernikahan.
Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa hukum asal khuluk ini ialah mubah jika memenuhi persyaratan. Persyaratan tersebut di antaranya telah disebutkan oleh Imam Abu Ishak Ibrahim bin Ali bin Yusuf al-Fairuzzabadi al-Syairazi dalam al-Muhadzdzab fi Fiqh al-Imam al-Syafi’i (Damaskus: Dar al-Qalam, 1992), juz II, hal. 489.
“Apabila seorang perempuan benci terhadap suaminya karena penampilannya yang jelek, atau perlakuannya yang kurang baik, sementara ia takut tidak akan bisa memenuhi hak-hak suaminya, maka boleh baginya untuk mengajukan khuluk dengan membayar ganti rugi atau tebusan.”
3. Faktor lain khuluk yang perlu diketahui istri
Selain faktor yang disebutkan sebelumnya, ada juga motif lain dari khuluk yang bisa mengubah hukumnya. Salah satunya yakni apabila suami melalaikan hukum Allah SWT.
Misalnya seperti suami meninggalkan shalat atau ibadah lainnya. Apabila demikian maka hukum khuluk menjadi wajib.
Namun sebaliknya, apabila tidak ada motif atau alasan apa pun yang mendasarinya, maka khuluk hukumnya haram.
Sedikit berbeda dari talak, tidak ada rujuk dalam khuluk. Perbedaannya lagi adalah apabila talak haram dijatuhkan ketika istri sedang haid, maka dalam khuluk tetap sah dilangsungkan entah dalam keadaan suci ataupun haid.
4. Kapan istri haram meminta cerai dari suami?
Apabila hukum khuluk disebutkan menjadi wajib apabila suami melalaikan hukum Allah, maka hal yang sebaliknya pun berlaku. Khuluk menjadi haram jika seorang istri menggugat cerai suaminya yang jelas-jelas berahlak baik, saleh dan tidak ada perselisihan di antara kedua belah pihak.
Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW: “Semua wanita yang minta cerat [gugat cerai] kepada suaminya tanpa alasan, maka haram baginya aroma surga.” [HR Abu Daud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad].
5. Syarat dan rukun khuluk dalam proses cerai
Ada beberapa rukun khuluk yang perlu dipahami sebelum istri meminta cerai dari suami, berikut rangkumannya:
- Harus ada ijab atau pernyataan dari pihak suami atau wakilnya, jika suami memiliki gangguan jiwa
- Status keduanya masih suami dan istri alias belum pisah
- Ada ganti rugi dari pihak istri
- Ada lafal yang menunjukkan pengertian khuluk.
- Istri menerima khuluk tersebut sesuai dengan ijab yang dikemukakan suami.
Sementara itu, syarat khuluk sendiri di antaranya berstatus cakap hukum, yakni seorang akil baligh. Kemudian, ganti rugi khuluk yakni sesuatu yang bisa dijadikan mahar dalam pernikahan. Menurut jumhur ulama, ganti rugi khuluk itu bisa benda apa saja yang dapat dimiliki, baik sifatnya materi maupun manfaat atau piutang.
“Maka apabila kalian khawatir bahwa keduanya tidak dapat menegakkan aturan-aturan hukum Allah, maka tidaklah mereka berdosa mengambil bayaran (tebus talak) yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya (dan mengenai pengambilan suami akan bayaran itu).”
Secara definitif, khuluk adalah pengajuan talak oleh istri, sebagaimana diungkapkan oleh Mustafa al-Khin dan Musthafa al-Bugha dalam al-Fiqh al-Manhaji ‘ala Madzhab al-Imam al-Syâfi’i (Surabaya: Al-Fithrah, 2000), juz IV, hal. 127.
“Khuluk ialah talak yang dijatuhkan sebab keinginan dan desakan dari pihak istri, hal semacam itu disyariatkan dengan jalan khuluk, yakni pihak istri menyanggupi membayar seharga kesepakatan antara dirinya dengan suami, dengan (standar) mengikuti mahar yang telah diberikan.”