This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

Tampilkan postingan dengan label Memangnya Boleh. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Memangnya Boleh. Tampilkan semua postingan

Jumat, 26 Agustus 2022

Istri Minta Cerai Karena Tidak Bahagia, Memangnya Boleh

Istri Minta Cerai Karena Tidak Bahagia, Memangnya Boleh

Istri Minta Cerai Karena Tidak Bahagia, Memangnya Boleh. Perceraian tentu bukan hal yang diinginkan oleh tiap pasangan, baik suami maupun istri. Hal ini karena sebagian dari mereka berpikir “Kalau akhirnya akan bercerai, kenapa harus menikah (dengannya)?”

Namun, lain halnya ketika segala macam upaya sudah dilakukan tetapi tidak ada hasil yang didapatkan. Ketika seorang suami dirasa tidak dapat memberikan kebahagiaan atau setidaknya rasa nyaman terhadap istrinya, maka bolehkah istri minta cerai karena tidak bahagia?

Mengenal Aturan Tentang Perkawinan.  Alasan Perceraian

  1. Upaya perdamaian atau mediasi yang dilakukan oleh suami dan istri gagal, sehingga tidak mencapai suatu titik temu.
  2. Alasan permohonan perceraian sesuai dengan aturan yang berlaku, dalam hal ini salah satunya UUP itu tadi.
  3. Salah satu pihak (antara suami atau istri) berbuat zina, atau melakukan hal yang tidak seharusnya namun sulit untuk disembuhkan (misalnya mabuk dan judi);
  4. Salah satu pihak pergi tanpa izin atau menghilang tanpa alasan selama dua tahun berturut-turut;
  5. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara selama lima tahun atau lebih;
  6. Salah satu pihak melakukan perbuatan pidana, misalnya menganiaya atau perbuatan lain yang dapat membahayakan pihak lainnya;
  7. Salah satu pihak mengalami kekurangan fisik atau penyakit yang membuatnya tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/istri; dan
  8. Terjadinya pertengkaran atau selisih paham terus-menerus, sehingga dirasa kecil harapan untuk dapat rukun kembali.

Sebelum masuk pada bahasan yang lebih jauh lagi, mari kita cari tahu aturan yang berlaku terkait dengan seluk-beluk perkawinan.

Di Indonesia, ada beberapa Peraturan Perundang-undangan yang mengatur tentang perkawinan, salah satunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan atau bisa kita singkat dengan UU 1/1974 atau UUP. Selain itu, ada juga Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1975 (PP 9/1975) sebagai aturan pelaksana dari UUP.

Kita mungkin sudah tahu kalau perceraian itu salah satu penyebab putusnya suatu ikatan perkawinan. Dalam UUP sendiri disebutkan dua alasan lain (selain karena perceraian) yang menjadi pemutus ikatan perkawinan, yaitu karena peristiwa kematian dan Putusan dari Pengadilan.

Tapi tahukah bahwa UUP ternyata juga menyebutkan beberapa alasan suami atau istri dapat mengajukan permohonan untuk cerai?

Menurut UUP, perceraian hanya dapat dilakukan jika:

Dua alasan ini yang membuat suami atau istri tidak bisa langsung begitu saja bilang “Aku mau cerai sama kamu!”

Nah, apa saja sih alasan-alasan yang dimaksud?

Tepatnya dalam Pasal 39 UUP disebutkan bahwa ada enam hal yang dapat menjadi alasan untuk mengajukan permohonan perceraian:

Apabila salah satu alasan di atas dapat terpenuhi, maka suami atau istri boleh mengajukan permohonan perceraian ke pengadilan.


Bolehkah seorang istri minta cerai karena alasan tidak bahagia?

Sebelum menjawab pertanyaan di atas, mari kita lihat esensi dari pernikahan itu sendiri.

Dalam UUP tertulis jelas,

“Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”

Artinya, jika seorang laki-laki atau perempuan memutuskan untuk menikah, maka sudah seharusnya ia berharap agar ikatan pernikahan yang dilakukannya tersebut dapat berlangsung lama, langgeng, kekal. Rasanya hampir tidak ada orang yang menikah hanya untuk cerai.

Maka pada dasarnya, perceraian dapat dianggap sebagai opsi terakhir jikalau ikatan rumah-tangga yang dijalin benar-benar tidak lagi dapat diselamatkan.

Mungkin sebagian dari kita pernah mendengar kalimat “Bertahan demi anak”. Kalimat yang menunjukkan bahwa ada keinginan untuk pisah, namun karena ada anak (hasil dari perkawinan tersebut) maka ia memilih untuk mempertahankan rumah tangganya.

Berkaca dari kalimat tersebut, pada dasarnya kebahagiaan dalam suatu keluarga bukan hanya dilihat dari seberapa bahagianya anak. Hal ini dikarenakan, baik suami ataupun istri juga berhak untuk merasakan bahagia. Untuk itulah, ketika dalam pernikahan rasanya sudah tidak lagi mendatangkan rasa bahagia dalam diri salah satu atau kedua belah pihak, maka perceraianlah yang akhirnya menjadi solusi.

Dalam peraturan yang berlaku, apabila seorang istri minta cerai karena tidak bahagia sebenarnya diperbolehkan. Alasan ini berkaitan dengan poin keenam yang menyebutkan bahwa permohonan perceraian diajukan karena adanya pertengkaran atau selisih paham yang berkelanjutan hingga menyebabkan kecilnya harapan untuk dapat akur kembali.

Bagaimana jika permintaan tersebut diajukan saat tidak dalam keadaan bertengkar?

Diakui ataupun tidak, rasa tidak bahagia yang dialami seorang istri dapat menyebabkan dirinya merasa tak lagi nyaman, sekalipun berada di dekat suami bahkan anak. Ketidaknyamanan ini jika dibiarkan terus-menerus dapat menimbulkan cekcok, perselisihan, yang diawali dengan sikap tidak menjalankan dengan baik peran serta kewajibannya sebagai istri.

Namun penting untuk diingat, sekalipun ada seorang istri minta cerai dengan alasan tidak bahagia, ia harus mempertimbangkan secara matang mengenai dampak yang akan terjadi apabila perceraian benar-benar dikabulkan oleh Majelis Hakim. Salah satunya ialah tentang anak.

Istri yang minta cerai dengan alasan tidak bahagia bukan hanya memikirkan bagaimana kehidupan anak ke depannya atau dengan siapa ia akan tinggal. Akan tetapi, ia juga perlu memikirkan dari sisi anak itu sendiri.

Apakah ia rela jika kedua orang tuanya berpisah?

Apakah akan ada luka yang berbekas pada diri anak, yang mana luka ini tentu akan memberikan dampak pada masa depannya. Maka berpisahlah baik-baik, dengan catatan bahwa anak dapat menerimanya.

Sebagai contoh, bisa kita lihat pada perceraian antara Mawar Dhimas Febra Purwanti atau yang dikenal dengan sebutan Mawar AFI dengan suaminya beberapa bulan lalu.

Dalam beberapa sumber disebutkan bahwa salah satu alasan yang membuat Mawar AFI dengan suaminya bercerai adalah karena ia merasa tidak bahagia, meskipun hingga perceraian diputus oleh hakim ia memiliki tiga orang anak dari perkawinanannya.

Akhirnya, Pengadilan Agama menyetujui permohonan perceraian tersebut. Namun belum genap dua bulan berlalu, tanpa sadar perceraian yang terjadi justru berdampak pada anak-anaknya. Hal ini sebagaimana dikutip dalam laman cnnindonesia(dot)com.

Dengan demikian, perceraian antara Mawar AFI dengan sang suami menjadi salah satu kejadian yang dapat kita ambil pelajaran, yakni ketika seorang istri memang sudah merasa tidak bahagia dalam rumah tangga yang telah dibina, maka boleh baginya untuk mengajukan permohonan cerai. Namun pastikan beberapa hal, di antaranya:

Pertama, sebelumnya telah diskusi sebagai upaya mediasi namun tak kunjung mendapat titik terang.

Kedua, telah memikirkan dampak yang akan terjadi.

Ketiga, apabila ada anak di tengah-tengah keduanya maka pastikan ia mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Hal ini sebagai antisipasi akan hal buruk di kemudian hari.

Hukum istri meminta cerai adalah haram jika tanpa alasan syar'i. Sebab, dalam sebuah hadis Rasulullah SAW bersabda: “Siapa saja perempuan yang meminta (menuntut) cerai kepada suaminya tanpa alasan yang dibenarkan maka diharamkan bau surga atas perempuan tersebut,” (HR. Abu Dawud, Al-Tirmidzi, dan Ibnu Majah).