Penggunaan cryptocurrency sebagai mata uang hukumnya haram," ujar Ketua MUI Bidang Fatwa KH Asrorun Niam Sholeh, dikutip dari Tribunnews, Rabu (10/11/2021). MUI punya alasan sendiri dalam mengharamkan uang kripto. Salah satunya karena mata uang ini bersifar gharar yang memiliki sesuatu yang tidak pasti. Baca juga: Memahami Cara Kerja Bank Syariah yang Diklaim Bebas Riba dan Halal "Karena mengandung gharar, dharar, dan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 17 Tahun 2015," terang Asrorun. Ia bilang, mata uang kripto sebagai komoditas atau aset yang memenuhi syarat sebagai sil'ah dan memiliki underlying serta memiliki manfaat yang jelas sah untuk diperjualbelikan.
Syarat sil'ah secara syar’i, kata Asrorun, mencakup keberadaan wujud fisik, memiliki nilai, diketahui jumlahnya secara pasti, hak milik dan bisa diserahkan ke pembeli. "Cryptocurrency sebagai komoditi atau aset yang memenuhi syarat sebagai sil'ah dan memiliki underlying serta memiliki manfaat yang jelas sah untuk diperjualbelikan," kata Asrorun. Populer di Indonesia Dalam beberapa tahun terakhir, mata uang kripto atau cryptocurrency mengalami peningkatan popularitas di Indonesia.
Hal serupa pun terjadi di pasar internasional. Baca juga: Pinjaman Online Syariah Bebas Riba, Apa Saja Syaratnya? Di Tanah Air, berdasarkan data Kementerian Perdagangan (Kemendag), hingga akhir Mei 2021, jumlah investor aset kripto mencapai 6,5 juta orang. Jumlah tersebut meningkat lebih dari 50 persen bila dibandingkan dengan tahun 2020 yang sebanyak 4 juta orang. Mata uang kripto adalah aset digital yang dirancang untuk bekerja sebagai media pertukaran yang menggunakan kriptografi yang kuat untuk mengamankan transaksi keuangan, mengontrol penciptaan unit tambahan, dan memverifikasi transfer aset. Mata uang kripto yang paling terkenal adalah bitcoin.
Selain itu, ada pula cryptocurrency populer lainnya, seperti ethereum, litecoin, ripple, stellar, dogecoin, cardano, eos, dan tron. Kriptografi sendiri merupakan metode yang digunakan untuk melindungi informasi dan saluran komunikasi menggunakan kode. Penggunaan kriptografi tersebutlah yang membuat penggunaan mata uang kripto tidak bisa dimanipulasi.
Artinya, transaksi mata uang kripto tidak bisa dipalsukan. Pencatatan atas setiap transaksi mata uang kripto terpusat di dalam sebuah sistem yang disebut dengan teknologi blockchain. Di Indonesia, aturan mata uang kripto dikeluarkan oleh Badan Pengawasan Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan.
Hukum uang kripto menurut NU Jatim Pengurus Nahdlatul Ulama Jawa Timur (NU Jatim) sebelumnya juga sudah mengeluarkan fatwa haram terkait penggunaan uang kripto (hukum uang kripto). Ada beberapa alasan yang mendasarinya. Ketua PW LBM NU Jatim Ahmad Ahsyar Sofwan menjelaskan alasan utama pihaknya mengharamkan penggunaan uang kripto karena tidak memenuhi kaidah komoditas yang diperdagangkan. Baca juga: Rincian Biaya Admin Bank BCA, Saldo Minimal, dan Setoran Awal "Terkait cryptocurrency, NU Jatim sepakat itu bukan komoditas atau barang dagangan," jelas Ahsyar dikutip dari Live Streaming Kompas TV.
Menurut dia, uang kripto sama sekali tidak memenuhi syarat sebagai komoditas. Syarat tersebut yakni tidak memiliki wujud nyata alias bentuk fisik. "Jadi sebuah perdagangan harus barang, hanya fisik yang wujud yang nyata. Setelah ada sifat yang suci, yang bermanfaat, diserahterimakan, sementara kalau tidak ada barangnya bagaimana," beber Ahsyar. Syarat barang dagangan atau komoditas dengan wujud fisik, sambung Ahsyar, tak bisa ditoleransi dalam hukum syariah. Menurut NU Jatim, uang kripto hanya berwujud digital. Dasar fatwa haram lainnya terkait hukum uang kripto, NU Jatim juga berpedoman pada fatwa dari sejumlah ulama di berbagai negara serta kajian dari para ahli.