Sebagaimana maksud dari sabda Rasulullah SAW, kemuliaannya adalah karena Allah SWT sendiri yang mengistimewakannya dari bulan-bulan lainnya, di bulan Ramadhan Allah SWT akan menurunkan rahmat-Nya, sehingga ketaatan manusia akan diterima oleh Allah SWT (tho’ah Maqbulah), Allah SWT melipatkan gandakan pahala kebaikan (al-Hasanat mudho’afah), Allah SWT membuka ampunan-Nya seluas-luasnya (al-Dzunub al-Maqhfurah), Allah SWT meng-ijabah do’a hamba-hamba-Nya (al-Du’a Mustajabah) dan Allah SWT membukakan pintu surga-Nya, yakni syurga akan sangat merindukan hamba-hamba Allah SAW yang merindukan Ramadhan (al-Jannah Musyaqah Lahum).
Bulan Ramadhan adalah bulan yang disebut sebagai Syahrun Mubarak (bulan yang diberkati oleh Allah SWT), Syahr al-Rahmah (bulan yang penuh rahmat Allah SWT), Syahr al-Quran (bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Quran), Syahr al-Maghfirah (bulan yang penuh ampunan Allah SWT), Ramadhan bulan yang suci, sehingga semua orang beriman dapat menyucikan diri mereka dari lumpur dosa dan maksiat, dan Syahr al-Shiyam (bulan yang di dalamnya terdapat kewajiban bagi umat Islam untuk berpuasa), Allah SWT mewajibkan kepada orang-orang beriman untuk melaksanakan Ibadah khusus yaitu berpuasa selama 1 bulan penuh dengan tujuan agung pula, yaitu agar menjadi hamba Allah yang bertaqwa, firman Allah SWT: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”. (QS. Al-Baqarah: 183).
Dengan kedatangan bulan ramadhan tahun ini, tentunya kita sebagai Muslim tidak ingin melewatkannya begitu saja, kemudian ia berlalu tanpa meninggalkan bekas yang mendalam di dalam jiwa kita, pergi tanpa makna yang memberikan energi baru bagi jiwa kita untuk semakin menjadi hamba Allah SWT yang lebih baik. Dengan kedatangan tamu yang istimewa ini tentunya kita sebagai orang yang didatangi, akan malu jika tidak mempersiapkan apa-apa untuk menyambut tamu tersebut sedangkan kita sudah tahu bahwa tamu itu akan datang dan kita sudah berada bersama-samanya lagi.
Pesan spiritual dan pesan sosial dari do’a Malaikat Jibril ini adalah bahwa manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT (Hablum Minallah) tidak bisa melepaskan diri dari memperbaiki hubungannya dengan sesama manusia (Hablum Minannas). Maka kalimat Hablum Minallah Wa Hablumminannas, dirangkai dengan Waw huruf ‘Athof berarti bahwa antara dua variabel ini tidak bisa dipisahkan, manusia tidak bisa hanya mengambil Hablum Minallah dan mengabaikan Hablum Minannas, begitu pula sebaliknya manusia tidak bisa hanya menjalankan Hablum Minannas saja dengan meninggalkan Hablum Minallah. Dua variabel ini semuanya tercermin dari nilai-nilai Ramadhan, yang apabila disimpulkan merupakan bulan peningkatan keshalehan spiritual dan sekaligus peningkatan keshalehan sosial.
Maka persiapan pertama yang mesti dilakukan dalam menyambut dan mengawali Ramadhan adalah memperbaiki kualitas ukhuwah, menghubungkan tali silaturrahmi dan saling bermaaf-maafan. Selama 11 bulan pasca Ramadhan sebelumnya, manusia seolah-olah kembali bergumul dengan dosa dan kesalahan, kekeliruan dan kemaksiatan, maka Ramadhan seharusnya merupakan saat di mana manusia mengintrospeksi diri, dengan memohon ampun dan bertaubat kepada Allah SAW atas dosa dan kemaksiatan kepada Allah SWT dan meminta maaf kepada sesama manusia atas kesalahan dan kekeliruan yang diperbuat di antara sesama manusia. Di sinilah penentuan keberhasilan seseorang dalam memaknai kehadiran Ramadhan. Lalu bagaimanakah semestinya rumah setiap muslim mempersiapkan diri menyambut dan berada dalam suasana Ramadhan? Ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan untuk menyambut dan memuliakan bulan mulia ini agar Ramadhan kali ini benar-benar lebih berarti dan dapat menjadi Ramadhan yang terbaik dalam kehidupan kita.
Setiap umat Islam hendaknya Menyediakan waktu untuk muhasabah diri. Hendaklah setiap muslim yang menyambut dan memasuki bulan Ramadhan menghitung-hitung (muhasabah) amal dan dosa yang telah ia lakukan selama setahun. Apakah Ramadhannya tahun lalu telah memberikan kepadanya energi yang cukup untuk melalui sebelas bulan yang kini sudah berlalu?. Menghitung-hitung diri saat datangnya bulan Ramadhan menjadi sangat penting, sehingga setiap muslim akan mempunyai ‘azam yang lebih kuat lagi untuk berupaya menggunakan bulan Ramadhan kali ini hanyalah untuk kebaikan dan menggapai segala rahmat dan ampunan Allah yang ada di dalamnya. Allah SWT menegaskan di dalam surat Al-Hasyr : “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap jiwa melihat kepada dirinya apa yang telah ia persiapkan untuk hari esoknya, dan bertakwalah kepada Allah sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang kalian kerjakan. Dan janganlah kalian menjadi seperti orang-orang yang melupakan Allah sehingga Allah melupakan diri mereka, merekalah orang-orang yang fasik. (Al-Hasyr: 18-19)
Kemudian Memperbanyak istighfar dan taubat. Setiap anak Adam pasti pernah salah dalam kehidupannya. Iman yang selalu naik dan turun, perjalanan hidup yang banyak godaan dan ujian pasti akan membuat manusia pernah terpeleset sehingga terkotori oleh dosa, dan kotoran itu perlu dibersihkan. Maka istighfar dan taubat adalah pembersihnya. Untuk melakukan taubat seharusnya tidaklah menunggu sampai datangnya bulan Ramadhan, karena tidak ada yang menjamin seseorang bahwa ia akan sampai umurnya pada bulan Ramadhan berikutnya. Melakukan taubat dan memperbanyak istighfar sebelum dan selama bulan Ramadhan menjadi penting dilakukan oleh orang beriman, sehingga ketika datangnya bulan Ramadhan jiwanya sudah siap untuk menjalankan ibadah dan menggapai pahala dengan hati yang ringan, tanpa beban karena ia telah mempersiapkan jiwanya seutuhnya sebelum Ramadhan tiba.
Kemudian beliau juga menjelaskan bahwa ada 3 hal yang menghalangi seseorang untuk segera bertaubat. Pertama: yakni kata-kata “akan” (Attaswiif). Ungkapan keinginan tanpa melakukan hanya akan menjadikan seorang selalu menunda-nunda taubatnya, ia menyangka kalau ia masih muda, masih 30 tahun, masih 40 tahun, masih 50 tahun, bahkan ketika sampai 60 tahun ia masih sempat mengatakan nanti di bulan bulan Ramadhan aku akan bertaubat dengan sebenar-benarnya. Namun Allah SWT memanggilnya sebelum sempat ia bertaubat. Penyebab kedua adalah; Meremehkan maksiat, mengecilkan dosa, ia mengira bahwa apa yang ia lakukan hanyalah dosa kecil, padahal tidak ada dosa kecil ketika dilakukan secara terus menerus. Imam Bukhori dalam kitab shohihnya meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Orang beriman melihat dosanya seperti gunung, sedangkan orang munafik melihat dosanya seperti lalat yang menempel di hidungnya.” Seorang Salaf al-Sholih pernah mengatakan: “Janganlah engkau melihat kecilnya dosa, namun lihatlah kebesaran Zat yang engkau bermaksiat kepada-Nya”.
Penghalang ketiga dari melakukan taubat dengan segera adalah: Mudah bersandar dengan maaf dan ampunan dari Allah SWT. Dari sana setan masuk ke dalam hati manusia, sambil mengatakan bahwa “Allah Maha Pengampun” ia hanya melihat pada sisi keampunan dan kasih sayang Allah, namun melupakan bahwa Allah mempunyai sifat Maha keras siksa dan azab-Nya. Allah berfirman: “Haamiim, Diturunkan Kitab ini (Al-Quran) dari Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui, Yang Mengampuni dosa dan Menerima taubat lagi keras hukuman-Nya. Yang mempunyai karunia. Tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Hanya kepada-Nyalah kembali (semua makhluk)”. (QS. Ghofir 1-3). Jika seseorang selalu mencari-cari alasan dengan kemurahan ampunan dari Allah SWT saja maka akan membuat seseorang menunda-nunda taubatnya.
Kemudian, ketika berada di dalam bulan suci Ramadhan, setiap Muslim hendaknya melatih diri, anak-anak dan keluarganya dengan memperbanyak ibadah Ramadhan. Selain berpuasa, ibadah-ibadah yang disenangi oleh Rasulullah SAW yakni Qiyam al-Lail (sholat sunnah Tarawih, Tahajjud, Witir dan lain-lain), Qiroah al-Quran (membaca Al-Quran), bersedekah, i’tikaf fi al-Masjid (beriktikaf di masjid) dan lain sebagainya. Menghiasi rumah dengan bacaan ayat-ayat Al-Quran sehingga ada nuansa yang berbeda di rumah kita di saat bulan Ramadhan.
Secara etimologis, Ramadhan artinya bulan pembakaran. Sebagaimana karat yang menempel pada logam mulia, maka dengan berpuasa Ramadhan diharapkan berbagai dosa dan sifat-sifat buruk yang melekat pada diri seorang muslim akan rontok, menjadi bersih dan kembali ke posisi awal sebagai hamba Allah SWT yang fitri. Karenanya, setiap muslim yang melakukan puasa Ramadhan, di penghujungnya akan merayakan sebuah wisuda yang disebut Idul Fitri. Semoga setelah berpuasa selama Ramadhan setiap insan akan menemukan kembali jati dirinya yang fitri.
Dari Ramadhan setidaknya kita mendapat 4 pelajaran penting yang harus dipertahankan prestasinya dan dilestarikan dalam hidup sehari-hari oleh setiap pribadi beriman, sehingga menjadi pribadi yang selalu bersih dan fitri, pribadi yang menjaga diri dan keluarganya dari api neraka sehingga dengannya pula kelak akan lahir masyarakat yang bersih pula.
Pelajaran Pertama, Nilai-nilai Ramadhan yang harus dijaga adalah: Menjauhi harta yang haram. Selama Ramadhan kita telah berpuasa dari yang halal. Maka tidak ada alasan bagi kita untuk mengambil yang haram. Firman Allah SWT: “Katakanlah: “tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, Maka bertakwalah kepada Allah Hai orang-orang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Al-Maidah: 100). Dalam ayat ini Allah SWT menjelaskan bahwa harta haram itu sebagai al-khobits atau kotoran yang menjijikkan. Artinya seandainya harta haram itu Allah SWT perlihatkan berupa kotoran niscaya manusia yang berakal tidak akan mengambilnya. Karena yang khobits itu tidak akan pernah sama dengan ath-thayyib atau yang halal dan baik sekalipun jumlahnya jauh lebih sedikit. Karena yang khobits merusak tatanan kehidupan, sementara yang thayyib menumbuhkan dan menyebarkan kebaikan. Oleh sebab itu Allah SWT lalu perintahkan agar bertaqwa: fattaqullah yaa ulil albaab.
Pelajaran Kedua, Mengendalikan nafsu dari maksiat. Selama Ramadhan kita dilatih mengendalikan nafsu dari maksiat. Itu menunjukkan bahwa nafsu sebenarnya sangat lemah. Bahwa manusia bukan makhluk yang dikendalikan oleh nafsu, melainkan dialah yang mengendalikan nafsunya. Ia tidak boleh makan apa saja tanpa membedakan mana yang halal dan mana yang haram. Ia juga tidak boleh berbuat apa saja tanpa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Kita dapat menyaksikan di tengah masyarakat yang dikendalikan oleh nafsunya belaka, mereka menyebar makanan dan minuman haram, bahkan hal itu dianggap biasa. Bukan hanya itu, perzinaan dihalalkan tanpa merasa berdosa sedikitpun. Inilah masyarakat yang rapuh. Dalam surat An-Nazi’at ayat 40-41, Allah SWT menegaskan bahwa hanya dengan takut kepada Allah SWT secara jujur seseorang bisa mengendalikan nafsunya, “Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal (nya).” (QS. An-Nazi’at: 40-41).Ini menunjukkan bahwa dalam diri manusia ada dua kekuatan yang saling tarik menarik. Kekuatan nafsu dan kekuatan takut kepada Allah berupa iman. Bila takutnya kepada Allah lebih kuat, maka terkendalikanlah nafsu. Sebaliknya bila takutnya kepada Allah lebih lemah, maka nafsu akan lebih dominan. Bila nafsu yang dominan, maka ia utamakan dunia di atas akhirat. Bahkan ia berani mengorbankan akhiratnya demi dunia.
Pelajaran Ketiga, Menundukkan Syaithan. Kita telah membuktikan selama Ramadhan bahwa syaithan dijadikan lemah dan tidak berdaya. Kita menjumpai masjid-masjid menjadi ramai selama Ramadhan. Di berbagai tempat, rumah-rumah, kantor-kantor dan di pusat-pusat ibadah, terdengar suara mendengung orang-orang sedang membaca dan tadarus Al-Qur’an. Itu semua adalah bukti nyata bahwa syaithan sebenarnya sangat lemah. Dalam surat An-Nisa ayat 76 Allah menegaskan: “Sesungguhnya tipu daya setan itu sungguh lemah”. Maka tidak pantas orang-orang yang mengaku beriman kepada Allah SAW dan hari akhirat tetapi ia masih mengikuti ajakan dan bisikan-bisikan syaithan. Setan adalah musuh yang nyata. Dan ia selalu mempengaruhi seseorang agar keluar dari jalan yang lurus, dan meniti jalan yang sesat bersamanya menuju neraka (QS. Faathir: 6 dan QS. Al-Hijr: 39). Syaithan juga mengajak kepada permusuhan, melalui minuman khamr dan judi, bahkan syaithan berusaha menghalang-halangi seseorang agar tidak berdzikir kepada Allah SWT dan tidak melaksanakan shalat (QS. Al-Maidah: 9). Syaithan selalu menakut-nakuti dengan kemiskinan supaya seseorang tidak berinfaq, dan selalu mempengaruhi agar seseorang berbuat keji dan zina (QS. Al-Baqarah 268).
Pelajaran terakhir, yang dapat kita ambil selama belajar di bulan Ramadhan adalah: Meninggalkan dosa-dosa dan kemaksiatan. Ramadhan adalah bulan perjuangan menjauhi dosa-dosa. Dan setidaknya kita telah berhasil membuktikan selama Ramadhan untuk meninggalkan segala bentuk dosa dan kemaksiatan. Bahkan kita berusaha menjauhi sekecil apapun perbuatan yang sia-sia. Kita berusaha secara maksimal untuk menjadikan setiap detik yang kita lewati memberikan makna dan menjadi ibadah kepada Allah SWT. Setiap saat lidah kita basah dengan dzikir, jauh dari pembicaraan dusta dan kebohongan. Pandangan kita selalu tertuju kepada ayat-ayat Al Qur’an dan terjaga dari segala yang diharamkan. Langkah kaki kita senantiasa terhantar menuju masjid. Tangan kita banyak memberikan sedekah dan seterusnya.
Semua itu tentu saja harus kita rasakan dan kita dapatkan melalui Ramadhan dan nilai-nilainya akan terus kita implementasikan pasca Ramadhan dalam setiap gerak dan aktivitas sehari-hari, hatta selama kehidupan kita sampai akhir hayat kita. Mari kita jadikan bulan Ramadhan 1433 H ini sebagai bulan spiritual, bulan sosial, bulan ilmu dan bulan amal. Bulan yang menjanjikan beribu berkah, penuh ampunan, kasih sayang dan ridha Allah SWT.
Referensi : Meningkatkan Keshalehan Spiritual Dan Keshalehan Sosial Melalui Ramadhan