This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

Tampilkan postingan dengan label Begini Hukumnya dalam Islam. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Begini Hukumnya dalam Islam. Tampilkan semua postingan

Kamis, 08 September 2022

Dosa Ayah Tidak Menafkahi Anak, Begini Hukumnya dalam Islam

Dosa ayah tidak menafkahi anak memiliki hukum tersendiri dalam Islam. Kehadiran anak dalam keluarga sudah seharusnya disyukuri sebagai nikmat yang luar biasa. Karena, tidak semua orang tua bisa mendapatkan anugerah dan nikmat dari Allah SWT tersebut. Maka dari itu, sudah seharusnya anak yang masih membutuhkan orang tuanya dicukupi kebutuhannya untuk mendukung pertumbuhannya.  Dalam hal memberi nafkah kepada anak, dan juga keluarga, sosok seorang ayah berperan penting. Dalam Islam pun, memberi nafkah untuk anak menjadi salah satu tanggung jawab dari seorang ayah. Imam Syafi’i menjelaskan bahwa seorang ayah wajib memenuhi kebutuhan anak sejak menyusui, memberi nafkah, pakaian dan keperluan-keperluannya. Hal ini berdasarkan salah satu firman Allah SWT, yang artinya,  "Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada anak yang dilahirkan dengan cara ma’ruf." (QS. Al-Baqarah : 233). Namun, masih ada sosok ayah sebagai kepala keluarga tidak mau menafkahi anaknya. Tentu hal ini akan memunculkan dosa ayah tidak menafkahi anak. Dalam artikel kali ini, kami akan ulas lebih lanjut tentang bagaimana dosa ayah tidak menafkahi anak.   Dosa Ayah Tidak Menafkahi Anak Berkaitan dengan dosa ayah tidak menafkahi anak, aturan seorang suami memberi nafkah kepada keluarganya sebenarnya sudah dijelaskan dalam Pasal 80 ayat (4) Kompilasi Hukum Islam (“KHI”) yang dikutip dari laman hukumonline.com, yang mengatur bahwa sesuai dengan penghasilannya, suami menanggung: (1) Nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi istri; (2) Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan istri dan anak; dan (3) Biaya pendidikan bagi anak.  Ketentuan KHI tersebut berdasarkan surat dari Al Quran yang artinya berbunyi,  "Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki), telah memberikan nafkah dari hartanya. …" (QS. An-Nisa : 34). Tidak menafkahi anak tidak hanya akan mendapat ancaman pidana. Dalam Islam, karena memberikan nafkah sesuai kemampuan hukumnya adalah wajib seorang ayah, maka jika tidak dilaksanakan hukumnya yaitu dosa ayah tidak menafkahi anak.   Dalil Wajibnya Ayah Menafkahi Anak Berkaitan dengan dosa ayah tidak menafkahi anak, terdapat beberapa dalil yang dijadikan dasar sekaligus memperjelas kedudukan ayah sebagai sosok yang bertanggung jawab untuk menafkahi anaknya. Dilansir dari alkhoirot.net, berikut adalah dalil wajibnya ayah menafkahi anak:  Dalam Al Quran surat Al Quran Surat Al-Baqarah ayat 233, Allah SWT berfirman yang artinya:  "Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut (ma'ruf)." Kemudian dalam surat An-Nisa ayat 34 yang artinya,  "Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. …"  Dalam sebuah hadis sahih riwayat Bukahri dan Muslim, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah berkata pada Hindun binti 'Utbah, yang artinya,  "Ambillah secukupnya untukmu dan anakmu dengan cara yang baik." osa ayah tidak menafkahi anak juga Nabi shallallahu alaihi wasallam jelaskan dalam hadis riwayat Abu Daud yang artinya berbunyi,  "Hukumnya berdosa orang yang menyia-nyiakan orang-orang yang wajib dinafkahi."  Hadits ini merujuk pada anak istri yang hendak ditinggal pergi tanpa diberi nafkah.   Batas Memberi Nafkah pada Anak Apabila pasangan suami-istri telah bercerai, sosok ayah tetap menerima tanggung jawab dan kewajiban untuk menafkahi. Nafkah yang dimaksud termasuk kebutuhan anak, secara umum, seperti makanan, minuman, pakaian dan tempat tinggal, serta kebutuhan lain yang bersifat pokok. Namun, tidak selamanya ayah yang tidak menafkahi anaknya mendapat dosa ayah tidak menafkahi anak. Karena ada batasan bagi anak dalam menerima nafkah dari ayah atau orang tuanya. Kewajiban ayah menafkahi anaknya gugur jika sang anak telah mencapai usia dewasa, yang menurut ukuran negara dan KHI adalah usia 21 tahun.  Jika anak yang sudah dewasa itu miskin namun sehat secara fisik, sebagian ulama berpendapat bahwa tidak wajib bagi seorang ayah menafkahi karena anak tersebut dianggap telah mampu bekerja sendiri. Tapi, sebagian ulama yang lain berpendapan bahwa ayah tetap wajib menafkahi anaknya tersebut.  Namun, apabila anak tersebut kondisinya miskin dan memiliki fisik lemah atau cacar, maka Ibnu Taimiyah, kewajiban menafkahi tetap ada pada ayah.  Kewajiban ayah menafkahi anak juga bisa gugur jika sang anak menerima warisan atau memiliki harta atau usaha yang dapat mencukupi kebutuhan hidup dirinya sendiri. Hal ini sebagaimana yang telah disebutkan dalam kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah berikut,  "Kewajiban menafkahi anak ada empat syarat. Syarat pertama adalah mereka (anak-anak) harus dalam kondisi fakir, tidak punya harta maupun pekerjaan yang bisa mencukupi kebutuhan mereka sehingga tidak membutuhkan nafkah dari orang lain. Jika mereka memiliki harta atau pekerjaan, maka mereka tidak perlu diberi nafkah karena nafkah wajib berdasarkan muwasah atau kasih sayang, sementara orang yang mampu tidak perlu dikasihani." Dosa ayah tidak menafkahi anak memiliki hukum tersendiri dalam Islam. Kehadiran anak dalam keluarga sudah seharusnya disyukuri sebagai nikmat yang luar biasa. Karena, tidak semua orang tua bisa mendapatkan anugerah dan nikmat dari Allah SWT tersebut. Maka dari itu, sudah seharusnya anak yang masih membutuhkan orang tuanya dicukupi kebutuhannya untuk mendukung pertumbuhannya.  Dalam hal memberi nafkah kepada anak, dan juga keluarga, sosok seorang ayah berperan penting. Dalam Islam pun, memberi nafkah untuk anak menjadi salah satu tanggung jawab dari seorang ayah. Imam Syafi’i menjelaskan bahwa seorang ayah wajib memenuhi kebutuhan anak sejak menyusui, memberi nafkah, pakaian dan keperluan-keperluannya. Hal ini berdasarkan salah satu firman Allah SWT, yang artinya,  "Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada anak yang dilahirkan dengan cara ma’ruf." (QS. Al-Baqarah : 233). Namun, masih ada sosok ayah sebagai kepala keluarga tidak mau menafkahi anaknya. Tentu hal ini akan memunculkan dosa ayah tidak menafkahi anak. Dalam artikel kali ini, kami akan ulas lebih lanjut tentang bagaimana dosa ayah tidak menafkahi anak.   Dosa Ayah Tidak Menafkahi Anak Berkaitan dengan dosa ayah tidak menafkahi anak, aturan seorang suami memberi nafkah kepada keluarganya sebenarnya sudah dijelaskan dalam Pasal 80 ayat (4) Kompilasi Hukum Islam (“KHI”) yang dikutip dari laman hukumonline.com, yang mengatur bahwa sesuai dengan penghasilannya, suami menanggung: (1) Nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi istri; (2) Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan istri dan anak; dan (3) Biaya pendidikan bagi anak.  Ketentuan KHI tersebut berdasarkan surat dari Al Quran yang artinya berbunyi,  "Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki), telah memberikan nafkah dari hartanya. …" (QS. An-Nisa : 34). Tidak menafkahi anak tidak hanya akan mendapat ancaman pidana. Dalam Islam, karena memberikan nafkah sesuai kemampuan hukumnya adalah wajib seorang ayah, maka jika tidak dilaksanakan hukumnya yaitu dosa ayah tidak menafkahi anak.   Dalil Wajibnya Ayah Menafkahi Anak Berkaitan dengan dosa ayah tidak menafkahi anak, terdapat beberapa dalil yang dijadikan dasar sekaligus memperjelas kedudukan ayah sebagai sosok yang bertanggung jawab untuk menafkahi anaknya. Dilansir dari alkhoirot.net, berikut adalah dalil wajibnya ayah menafkahi anak:  Dalam Al Quran surat Al Quran Surat Al-Baqarah ayat 233, Allah SWT berfirman yang artinya:  "Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut (ma'ruf)." Kemudian dalam surat An-Nisa ayat 34 yang artinya,  "Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. …"  Dalam sebuah hadis sahih riwayat Bukahri dan Muslim, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah berkata pada Hindun binti 'Utbah, yang artinya,  "Ambillah secukupnya untukmu dan anakmu dengan cara yang baik." osa ayah tidak menafkahi anak juga Nabi shallallahu alaihi wasallam jelaskan dalam hadis riwayat Abu Daud yang artinya berbunyi,  "Hukumnya berdosa orang yang menyia-nyiakan orang-orang yang wajib dinafkahi."  Hadits ini merujuk pada anak istri yang hendak ditinggal pergi tanpa diberi nafkah.   Batas Memberi Nafkah pada Anak Apabila pasangan suami-istri telah bercerai, sosok ayah tetap menerima tanggung jawab dan kewajiban untuk menafkahi. Nafkah yang dimaksud termasuk kebutuhan anak, secara umum, seperti makanan, minuman, pakaian dan tempat tinggal, serta kebutuhan lain yang bersifat pokok. Namun, tidak selamanya ayah yang tidak menafkahi anaknya mendapat dosa ayah tidak menafkahi anak. Karena ada batasan bagi anak dalam menerima nafkah dari ayah atau orang tuanya. Kewajiban ayah menafkahi anaknya gugur jika sang anak telah mencapai usia dewasa, yang menurut ukuran negara dan KHI adalah usia 21 tahun.  Jika anak yang sudah dewasa itu miskin namun sehat secara fisik, sebagian ulama berpendapat bahwa tidak wajib bagi seorang ayah menafkahi karena anak tersebut dianggap telah mampu bekerja sendiri. Tapi, sebagian ulama yang lain berpendapan bahwa ayah tetap wajib menafkahi anaknya tersebut.  Namun, apabila anak tersebut kondisinya miskin dan memiliki fisik lemah atau cacar, maka Ibnu Taimiyah, kewajiban menafkahi tetap ada pada ayah.  Kewajiban ayah menafkahi anak juga bisa gugur jika sang anak menerima warisan atau memiliki harta atau usaha yang dapat mencukupi kebutuhan hidup dirinya sendiri. Hal ini sebagaimana yang telah disebutkan dalam kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah berikut,  "Kewajiban menafkahi anak ada empat syarat. Syarat pertama adalah mereka (anak-anak) harus dalam kondisi fakir, tidak punya harta maupun pekerjaan yang bisa mencukupi kebutuhan mereka sehingga tidak membutuhkan nafkah dari orang lain. Jika mereka memiliki harta atau pekerjaan, maka mereka tidak perlu diberi nafkah karena nafkah wajib berdasarkan muwasah atau kasih sayang, sementara orang yang mampu tidak perlu dikasihani."/Dosa ayah tidak menafkahi anak memiliki hukum tersendiri dalam Islam. Kehadiran anak dalam keluarga sudah seharusnya disyukuri sebagai nikmat yang luar biasa. Karena, tidak semua orang tua bisa mendapatkan anugerah dan nikmat dari Allah SWT tersebut. Maka dari itu, sudah seharusnya anak yang masih membutuhkan orang tuanya dicukupi kebutuhannya untuk mendukung pertumbuhannya.  Dalam hal memberi nafkah kepada anak, dan juga keluarga, sosok seorang ayah berperan penting. Dalam Islam pun, memberi nafkah untuk anak menjadi salah satu tanggung jawab dari seorang ayah. Imam Syafi’i menjelaskan bahwa seorang ayah wajib memenuhi kebutuhan anak sejak menyusui, memberi nafkah, pakaian dan keperluan-keperluannya. Hal ini berdasarkan salah satu firman Allah SWT, yang artinya,  "Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada anak yang dilahirkan dengan cara ma’ruf." (QS. Al-Baqarah : 233). Namun, masih ada sosok ayah sebagai kepala keluarga tidak mau menafkahi anaknya. Tentu hal ini akan memunculkan dosa ayah tidak menafkahi anak. Dalam artikel kali ini, kami akan ulas lebih lanjut tentang bagaimana dosa ayah tidak menafkahi anak.   Dosa Ayah Tidak Menafkahi Anak Berkaitan dengan dosa ayah tidak menafkahi anak, aturan seorang suami memberi nafkah kepada keluarganya sebenarnya sudah dijelaskan dalam Pasal 80 ayat (4) Kompilasi Hukum Islam (“KHI”) yang dikutip dari laman hukumonline.com, yang mengatur bahwa sesuai dengan penghasilannya, suami menanggung: (1) Nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi istri; (2) Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan istri dan anak; dan (3) Biaya pendidikan bagi anak.  Ketentuan KHI tersebut berdasarkan surat dari Al Quran yang artinya berbunyi,  "Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki), telah memberikan nafkah dari hartanya. …" (QS. An-Nisa : 34). Tidak menafkahi anak tidak hanya akan mendapat ancaman pidana. Dalam Islam, karena memberikan nafkah sesuai kemampuan hukumnya adalah wajib seorang ayah, maka jika tidak dilaksanakan hukumnya yaitu dosa ayah tidak menafkahi anak.   Dalil Wajibnya Ayah Menafkahi Anak Berkaitan dengan dosa ayah tidak menafkahi anak, terdapat beberapa dalil yang dijadikan dasar sekaligus memperjelas kedudukan ayah sebagai sosok yang bertanggung jawab untuk menafkahi anaknya. Dilansir dari alkhoirot.net, berikut adalah dalil wajibnya ayah menafkahi anak:  Dalam Al Quran surat Al Quran Surat Al-Baqarah ayat 233, Allah SWT berfirman yang artinya:  "Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut (ma'ruf)." Kemudian dalam surat An-Nisa ayat 34 yang artinya,  "Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. …"  Dalam sebuah hadis sahih riwayat Bukahri dan Muslim, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah berkata pada Hindun binti 'Utbah, yang artinya,  "Ambillah secukupnya untukmu dan anakmu dengan cara yang baik." osa ayah tidak menafkahi anak juga Nabi shallallahu alaihi wasallam jelaskan dalam hadis riwayat Abu Daud yang artinya berbunyi,  "Hukumnya berdosa orang yang menyia-nyiakan orang-orang yang wajib dinafkahi."  Hadits ini merujuk pada anak istri yang hendak ditinggal pergi tanpa diberi nafkah.   Batas Memberi Nafkah pada Anak Apabila pasangan suami-istri telah bercerai, sosok ayah tetap menerima tanggung jawab dan kewajiban untuk menafkahi. Nafkah yang dimaksud termasuk kebutuhan anak, secara umum, seperti makanan, minuman, pakaian dan tempat tinggal, serta kebutuhan lain yang bersifat pokok. Namun, tidak selamanya ayah yang tidak menafkahi anaknya mendapat dosa ayah tidak menafkahi anak. Karena ada batasan bagi anak dalam menerima nafkah dari ayah atau orang tuanya. Kewajiban ayah menafkahi anaknya gugur jika sang anak telah mencapai usia dewasa, yang menurut ukuran negara dan KHI adalah usia 21 tahun.  Jika anak yang sudah dewasa itu miskin namun sehat secara fisik, sebagian ulama berpendapat bahwa tidak wajib bagi seorang ayah menafkahi karena anak tersebut dianggap telah mampu bekerja sendiri. Tapi, sebagian ulama yang lain berpendapan bahwa ayah tetap wajib menafkahi anaknya tersebut.  Namun, apabila anak tersebut kondisinya miskin dan memiliki fisik lemah atau cacar, maka Ibnu Taimiyah, kewajiban menafkahi tetap ada pada ayah.  Kewajiban ayah menafkahi anak juga bisa gugur jika sang anak menerima warisan atau memiliki harta atau usaha yang dapat mencukupi kebutuhan hidup dirinya sendiri. Hal ini sebagaimana yang telah disebutkan dalam kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah berikut,  "Kewajiban menafkahi anak ada empat syarat. Syarat pertama adalah mereka (anak-anak) harus dalam kondisi fakir, tidak punya harta maupun pekerjaan yang bisa mencukupi kebutuhan mereka sehingga tidak membutuhkan nafkah dari orang lain. Jika mereka memiliki harta atau pekerjaan, maka mereka tidak perlu diberi nafkah karena nafkah wajib berdasarkan muwasah atau kasih sayang, sementara orang yang mampu tidak perlu dikasihani."
Dosa ayah tidak menafkahi anak memiliki hukum tersendiri dalam Islam. Kehadiran anak dalam keluarga sudah seharusnya disyukuri sebagai nikmat yang luar biasa. Karena, tidak semua orang tua bisa mendapatkan anugerah dan nikmat dari Allah SWT tersebut. Maka dari itu, sudah seharusnya anak yang masih membutuhkan orang tuanya dicukupi kebutuhannya untuk mendukung pertumbuhannya.

Dalam hal memberi nafkah kepada anak, dan juga keluarga, sosok seorang ayah berperan penting. Dalam Islam pun, memberi nafkah untuk anak menjadi salah satu tanggung jawab dari seorang ayah. Imam Syafi’i menjelaskan bahwa seorang ayah wajib memenuhi kebutuhan anak sejak menyusui, memberi nafkah, pakaian dan keperluan-keperluannya. Hal ini berdasarkan salah satu firman Allah SWT, yang artinya,

"Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada anak yang dilahirkan dengan cara ma’ruf." (QS. Al-Baqarah : 233). Namun, masih ada sosok ayah sebagai kepala keluarga tidak mau menafkahi anaknya. Tentu hal ini akan memunculkan dosa ayah tidak menafkahi anak. Dalam artikel kali ini, kami akan ulas lebih lanjut tentang bagaimana dosa ayah tidak menafkahi anak. 

Dosa ayah tidak menafkahi anak memiliki hukum tersendiri dalam Islam. Kehadiran anak dalam keluarga sudah seharusnya disyukuri sebagai nikmat yang luar biasa. Karena, tidak semua orang tua bisa mendapatkan anugerah dan nikmat dari Allah SWT tersebut. Maka dari itu, sudah seharusnya anak yang masih membutuhkan orang tuanya dicukupi kebutuhannya untuk mendukung pertumbuhannya.  Dalam hal memberi nafkah kepada anak, dan juga keluarga, sosok seorang ayah berperan penting. Dalam Islam pun, memberi nafkah untuk anak menjadi salah satu tanggung jawab dari seorang ayah. Imam Syafi’i menjelaskan bahwa seorang ayah wajib memenuhi kebutuhan anak sejak menyusui, memberi nafkah, pakaian dan keperluan-keperluannya. Hal ini berdasarkan salah satu firman Allah SWT, yang artinya,  "Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada anak yang dilahirkan dengan cara ma’ruf." (QS. Al-Baqarah : 233). Namun, masih ada sosok ayah sebagai kepala keluarga tidak mau menafkahi anaknya. Tentu hal ini akan memunculkan dosa ayah tidak menafkahi anak. Dalam artikel kali ini, kami akan ulas lebih lanjut tentang bagaimana dosa ayah tidak menafkahi anak.   Dosa Ayah Tidak Menafkahi Anak Berkaitan dengan dosa ayah tidak menafkahi anak, aturan seorang suami memberi nafkah kepada keluarganya sebenarnya sudah dijelaskan dalam Pasal 80 ayat (4) Kompilasi Hukum Islam (“KHI”) yang dikutip dari laman hukumonline.com, yang mengatur bahwa sesuai dengan penghasilannya, suami menanggung: (1) Nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi istri; (2) Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan istri dan anak; dan (3) Biaya pendidikan bagi anak.  Ketentuan KHI tersebut berdasarkan surat dari Al Quran yang artinya berbunyi,  "Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki), telah memberikan nafkah dari hartanya. …" (QS. An-Nisa : 34). Tidak menafkahi anak tidak hanya akan mendapat ancaman pidana. Dalam Islam, karena memberikan nafkah sesuai kemampuan hukumnya adalah wajib seorang ayah, maka jika tidak dilaksanakan hukumnya yaitu dosa ayah tidak menafkahi anak.   Dalil Wajibnya Ayah Menafkahi Anak Berkaitan dengan dosa ayah tidak menafkahi anak, terdapat beberapa dalil yang dijadikan dasar sekaligus memperjelas kedudukan ayah sebagai sosok yang bertanggung jawab untuk menafkahi anaknya. Dilansir dari alkhoirot.net, berikut adalah dalil wajibnya ayah menafkahi anak:  Dalam Al Quran surat Al Quran Surat Al-Baqarah ayat 233, Allah SWT berfirman yang artinya:  "Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut (ma'ruf)." Kemudian dalam surat An-Nisa ayat 34 yang artinya,  "Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. …"  Dalam sebuah hadis sahih riwayat Bukahri dan Muslim, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah berkata pada Hindun binti 'Utbah, yang artinya,  "Ambillah secukupnya untukmu dan anakmu dengan cara yang baik." osa ayah tidak menafkahi anak juga Nabi shallallahu alaihi wasallam jelaskan dalam hadis riwayat Abu Daud yang artinya berbunyi,  "Hukumnya berdosa orang yang menyia-nyiakan orang-orang yang wajib dinafkahi."  Hadits ini merujuk pada anak istri yang hendak ditinggal pergi tanpa diberi nafkah.   Batas Memberi Nafkah pada Anak Apabila pasangan suami-istri telah bercerai, sosok ayah tetap menerima tanggung jawab dan kewajiban untuk menafkahi. Nafkah yang dimaksud termasuk kebutuhan anak, secara umum, seperti makanan, minuman, pakaian dan tempat tinggal, serta kebutuhan lain yang bersifat pokok. Namun, tidak selamanya ayah yang tidak menafkahi anaknya mendapat dosa ayah tidak menafkahi anak. Karena ada batasan bagi anak dalam menerima nafkah dari ayah atau orang tuanya. Kewajiban ayah menafkahi anaknya gugur jika sang anak telah mencapai usia dewasa, yang menurut ukuran negara dan KHI adalah usia 21 tahun.  Jika anak yang sudah dewasa itu miskin namun sehat secara fisik, sebagian ulama berpendapat bahwa tidak wajib bagi seorang ayah menafkahi karena anak tersebut dianggap telah mampu bekerja sendiri. Tapi, sebagian ulama yang lain berpendapan bahwa ayah tetap wajib menafkahi anaknya tersebut.  Namun, apabila anak tersebut kondisinya miskin dan memiliki fisik lemah atau cacar, maka Ibnu Taimiyah, kewajiban menafkahi tetap ada pada ayah.  Kewajiban ayah menafkahi anak juga bisa gugur jika sang anak menerima warisan atau memiliki harta atau usaha yang dapat mencukupi kebutuhan hidup dirinya sendiri. Hal ini sebagaimana yang telah disebutkan dalam kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah berikut,  "Kewajiban menafkahi anak ada empat syarat. Syarat pertama adalah mereka (anak-anak) harus dalam kondisi fakir, tidak punya harta maupun pekerjaan yang bisa mencukupi kebutuhan mereka sehingga tidak membutuhkan nafkah dari orang lain. Jika mereka memiliki harta atau pekerjaan, maka mereka tidak perlu diberi nafkah karena nafkah wajib berdasarkan muwasah atau kasih sayang, sementara orang yang mampu tidak perlu dikasihani." Dosa ayah tidak menafkahi anak memiliki hukum tersendiri dalam Islam. Kehadiran anak dalam keluarga sudah seharusnya disyukuri sebagai nikmat yang luar biasa. Karena, tidak semua orang tua bisa mendapatkan anugerah dan nikmat dari Allah SWT tersebut. Maka dari itu, sudah seharusnya anak yang masih membutuhkan orang tuanya dicukupi kebutuhannya untuk mendukung pertumbuhannya.  Dalam hal memberi nafkah kepada anak, dan juga keluarga, sosok seorang ayah berperan penting. Dalam Islam pun, memberi nafkah untuk anak menjadi salah satu tanggung jawab dari seorang ayah. Imam Syafi’i menjelaskan bahwa seorang ayah wajib memenuhi kebutuhan anak sejak menyusui, memberi nafkah, pakaian dan keperluan-keperluannya. Hal ini berdasarkan salah satu firman Allah SWT, yang artinya,  "Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada anak yang dilahirkan dengan cara ma’ruf." (QS. Al-Baqarah : 233). Namun, masih ada sosok ayah sebagai kepala keluarga tidak mau menafkahi anaknya. Tentu hal ini akan memunculkan dosa ayah tidak menafkahi anak. Dalam artikel kali ini, kami akan ulas lebih lanjut tentang bagaimana dosa ayah tidak menafkahi anak.   Dosa Ayah Tidak Menafkahi Anak Berkaitan dengan dosa ayah tidak menafkahi anak, aturan seorang suami memberi nafkah kepada keluarganya sebenarnya sudah dijelaskan dalam Pasal 80 ayat (4) Kompilasi Hukum Islam (“KHI”) yang dikutip dari laman hukumonline.com, yang mengatur bahwa sesuai dengan penghasilannya, suami menanggung: (1) Nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi istri; (2) Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan istri dan anak; dan (3) Biaya pendidikan bagi anak.  Ketentuan KHI tersebut berdasarkan surat dari Al Quran yang artinya berbunyi,  "Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki), telah memberikan nafkah dari hartanya. …" (QS. An-Nisa : 34). Tidak menafkahi anak tidak hanya akan mendapat ancaman pidana. Dalam Islam, karena memberikan nafkah sesuai kemampuan hukumnya adalah wajib seorang ayah, maka jika tidak dilaksanakan hukumnya yaitu dosa ayah tidak menafkahi anak.   Dalil Wajibnya Ayah Menafkahi Anak Berkaitan dengan dosa ayah tidak menafkahi anak, terdapat beberapa dalil yang dijadikan dasar sekaligus memperjelas kedudukan ayah sebagai sosok yang bertanggung jawab untuk menafkahi anaknya. Dilansir dari alkhoirot.net, berikut adalah dalil wajibnya ayah menafkahi anak:  Dalam Al Quran surat Al Quran Surat Al-Baqarah ayat 233, Allah SWT berfirman yang artinya:  "Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut (ma'ruf)." Kemudian dalam surat An-Nisa ayat 34 yang artinya,  "Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. …"  Dalam sebuah hadis sahih riwayat Bukahri dan Muslim, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah berkata pada Hindun binti 'Utbah, yang artinya,  "Ambillah secukupnya untukmu dan anakmu dengan cara yang baik." osa ayah tidak menafkahi anak juga Nabi shallallahu alaihi wasallam jelaskan dalam hadis riwayat Abu Daud yang artinya berbunyi,  "Hukumnya berdosa orang yang menyia-nyiakan orang-orang yang wajib dinafkahi."  Hadits ini merujuk pada anak istri yang hendak ditinggal pergi tanpa diberi nafkah.   Batas Memberi Nafkah pada Anak Apabila pasangan suami-istri telah bercerai, sosok ayah tetap menerima tanggung jawab dan kewajiban untuk menafkahi. Nafkah yang dimaksud termasuk kebutuhan anak, secara umum, seperti makanan, minuman, pakaian dan tempat tinggal, serta kebutuhan lain yang bersifat pokok. Namun, tidak selamanya ayah yang tidak menafkahi anaknya mendapat dosa ayah tidak menafkahi anak. Karena ada batasan bagi anak dalam menerima nafkah dari ayah atau orang tuanya. Kewajiban ayah menafkahi anaknya gugur jika sang anak telah mencapai usia dewasa, yang menurut ukuran negara dan KHI adalah usia 21 tahun.  Jika anak yang sudah dewasa itu miskin namun sehat secara fisik, sebagian ulama berpendapat bahwa tidak wajib bagi seorang ayah menafkahi karena anak tersebut dianggap telah mampu bekerja sendiri. Tapi, sebagian ulama yang lain berpendapan bahwa ayah tetap wajib menafkahi anaknya tersebut.  Namun, apabila anak tersebut kondisinya miskin dan memiliki fisik lemah atau cacar, maka Ibnu Taimiyah, kewajiban menafkahi tetap ada pada ayah.  Kewajiban ayah menafkahi anak juga bisa gugur jika sang anak menerima warisan atau memiliki harta atau usaha yang dapat mencukupi kebutuhan hidup dirinya sendiri. Hal ini sebagaimana yang telah disebutkan dalam kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah berikut,  "Kewajiban menafkahi anak ada empat syarat. Syarat pertama adalah mereka (anak-anak) harus dalam kondisi fakir, tidak punya harta maupun pekerjaan yang bisa mencukupi kebutuhan mereka sehingga tidak membutuhkan nafkah dari orang lain. Jika mereka memiliki harta atau pekerjaan, maka mereka tidak perlu diberi nafkah karena nafkah wajib berdasarkan muwasah atau kasih sayang, sementara orang yang mampu tidak perlu dikasihani."

Dosa Ayah Tidak Menafkahi Anak

Berkaitan dengan dosa ayah tidak menafkahi anak, aturan seorang suami memberi nafkah kepada keluarganya sebenarnya sudah dijelaskan dalam Pasal 80 ayat (4) Kompilasi Hukum Islam (“KHI”) yang dikutip dari laman hukumonline.com, yang mengatur bahwa sesuai dengan penghasilannya, suami menanggung: (1) Nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi istri; (2) Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan istri dan anak; dan (3) Biaya pendidikan bagi anak.

Ketentuan KHI tersebut berdasarkan surat dari Al Quran yang artinya berbunyi,

"Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki), telah memberikan nafkah dari hartanya. …" (QS. An-Nisa : 34). Tidak menafkahi anak tidak hanya akan mendapat ancaman pidana. Dalam Islam, karena memberikan nafkah sesuai kemampuan hukumnya adalah wajib seorang ayah, maka jika tidak dilaksanakan hukumnya yaitu dosa ayah tidak menafkahi anak. 

Dalil Wajibnya Ayah Menafkahi Anak

Berkaitan dengan dosa ayah tidak menafkahi anak, terdapat beberapa dalil yang dijadikan dasar sekaligus memperjelas kedudukan ayah sebagai sosok yang bertanggung jawab untuk menafkahi anaknya. Dilansir dari alkhoirot.net, berikut adalah dalil wajibnya ayah menafkahi anak:

Dosa ayah tidak menafkahi anak memiliki hukum tersendiri dalam Islam. Kehadiran anak dalam keluarga sudah seharusnya disyukuri sebagai nikmat yang luar biasa. Karena, tidak semua orang tua bisa mendapatkan anugerah dan nikmat dari Allah SWT tersebut. Maka dari itu, sudah seharusnya anak yang masih membutuhkan orang tuanya dicukupi kebutuhannya untuk mendukung pertumbuhannya.  Dalam hal memberi nafkah kepada anak, dan juga keluarga, sosok seorang ayah berperan penting. Dalam Islam pun, memberi nafkah untuk anak menjadi salah satu tanggung jawab dari seorang ayah. Imam Syafi’i menjelaskan bahwa seorang ayah wajib memenuhi kebutuhan anak sejak menyusui, memberi nafkah, pakaian dan keperluan-keperluannya. Hal ini berdasarkan salah satu firman Allah SWT, yang artinya,  "Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada anak yang dilahirkan dengan cara ma’ruf." (QS. Al-Baqarah : 233). Namun, masih ada sosok ayah sebagai kepala keluarga tidak mau menafkahi anaknya. Tentu hal ini akan memunculkan dosa ayah tidak menafkahi anak. Dalam artikel kali ini, kami akan ulas lebih lanjut tentang bagaimana dosa ayah tidak menafkahi anak.   Dosa Ayah Tidak Menafkahi Anak Berkaitan dengan dosa ayah tidak menafkahi anak, aturan seorang suami memberi nafkah kepada keluarganya sebenarnya sudah dijelaskan dalam Pasal 80 ayat (4) Kompilasi Hukum Islam (“KHI”) yang dikutip dari laman hukumonline.com, yang mengatur bahwa sesuai dengan penghasilannya, suami menanggung: (1) Nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi istri; (2) Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan istri dan anak; dan (3) Biaya pendidikan bagi anak.  Ketentuan KHI tersebut berdasarkan surat dari Al Quran yang artinya berbunyi,  "Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki), telah memberikan nafkah dari hartanya. …" (QS. An-Nisa : 34). Tidak menafkahi anak tidak hanya akan mendapat ancaman pidana. Dalam Islam, karena memberikan nafkah sesuai kemampuan hukumnya adalah wajib seorang ayah, maka jika tidak dilaksanakan hukumnya yaitu dosa ayah tidak menafkahi anak.   Dalil Wajibnya Ayah Menafkahi Anak Berkaitan dengan dosa ayah tidak menafkahi anak, terdapat beberapa dalil yang dijadikan dasar sekaligus memperjelas kedudukan ayah sebagai sosok yang bertanggung jawab untuk menafkahi anaknya. Dilansir dari alkhoirot.net, berikut adalah dalil wajibnya ayah menafkahi anak:  Dalam Al Quran surat Al Quran Surat Al-Baqarah ayat 233, Allah SWT berfirman yang artinya:  "Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut (ma'ruf)." Kemudian dalam surat An-Nisa ayat 34 yang artinya,  "Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. …"  Dalam sebuah hadis sahih riwayat Bukahri dan Muslim, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah berkata pada Hindun binti 'Utbah, yang artinya,  "Ambillah secukupnya untukmu dan anakmu dengan cara yang baik." osa ayah tidak menafkahi anak juga Nabi shallallahu alaihi wasallam jelaskan dalam hadis riwayat Abu Daud yang artinya berbunyi,  "Hukumnya berdosa orang yang menyia-nyiakan orang-orang yang wajib dinafkahi."  Hadits ini merujuk pada anak istri yang hendak ditinggal pergi tanpa diberi nafkah.   Batas Memberi Nafkah pada Anak Apabila pasangan suami-istri telah bercerai, sosok ayah tetap menerima tanggung jawab dan kewajiban untuk menafkahi. Nafkah yang dimaksud termasuk kebutuhan anak, secara umum, seperti makanan, minuman, pakaian dan tempat tinggal, serta kebutuhan lain yang bersifat pokok. Namun, tidak selamanya ayah yang tidak menafkahi anaknya mendapat dosa ayah tidak menafkahi anak. Karena ada batasan bagi anak dalam menerima nafkah dari ayah atau orang tuanya. Kewajiban ayah menafkahi anaknya gugur jika sang anak telah mencapai usia dewasa, yang menurut ukuran negara dan KHI adalah usia 21 tahun.  Jika anak yang sudah dewasa itu miskin namun sehat secara fisik, sebagian ulama berpendapat bahwa tidak wajib bagi seorang ayah menafkahi karena anak tersebut dianggap telah mampu bekerja sendiri. Tapi, sebagian ulama yang lain berpendapan bahwa ayah tetap wajib menafkahi anaknya tersebut.  Namun, apabila anak tersebut kondisinya miskin dan memiliki fisik lemah atau cacar, maka Ibnu Taimiyah, kewajiban menafkahi tetap ada pada ayah.  Kewajiban ayah menafkahi anak juga bisa gugur jika sang anak menerima warisan atau memiliki harta atau usaha yang dapat mencukupi kebutuhan hidup dirinya sendiri. Hal ini sebagaimana yang telah disebutkan dalam kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah berikut,  "Kewajiban menafkahi anak ada empat syarat. Syarat pertama adalah mereka (anak-anak) harus dalam kondisi fakir, tidak punya harta maupun pekerjaan yang bisa mencukupi kebutuhan mereka sehingga tidak membutuhkan nafkah dari orang lain. Jika mereka memiliki harta atau pekerjaan, maka mereka tidak perlu diberi nafkah karena nafkah wajib berdasarkan muwasah atau kasih sayang, sementara orang yang mampu tidak perlu dikasihani." Dosa ayah tidak menafkahi anak memiliki hukum tersendiri dalam Islam. Kehadiran anak dalam keluarga sudah seharusnya disyukuri sebagai nikmat yang luar biasa. Karena, tidak semua orang tua bisa mendapatkan anugerah dan nikmat dari Allah SWT tersebut. Maka dari itu, sudah seharusnya anak yang masih membutuhkan orang tuanya dicukupi kebutuhannya untuk mendukung pertumbuhannya.  Dalam hal memberi nafkah kepada anak, dan juga keluarga, sosok seorang ayah berperan penting. Dalam Islam pun, memberi nafkah untuk anak menjadi salah satu tanggung jawab dari seorang ayah. Imam Syafi’i menjelaskan bahwa seorang ayah wajib memenuhi kebutuhan anak sejak menyusui, memberi nafkah, pakaian dan keperluan-keperluannya. Hal ini berdasarkan salah satu firman Allah SWT, yang artinya,  "Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada anak yang dilahirkan dengan cara ma’ruf." (QS. Al-Baqarah : 233). Namun, masih ada sosok ayah sebagai kepala keluarga tidak mau menafkahi anaknya. Tentu hal ini akan memunculkan dosa ayah tidak menafkahi anak. Dalam artikel kali ini, kami akan ulas lebih lanjut tentang bagaimana dosa ayah tidak menafkahi anak.   Dosa Ayah Tidak Menafkahi Anak Berkaitan dengan dosa ayah tidak menafkahi anak, aturan seorang suami memberi nafkah kepada keluarganya sebenarnya sudah dijelaskan dalam Pasal 80 ayat (4) Kompilasi Hukum Islam (“KHI”) yang dikutip dari laman hukumonline.com, yang mengatur bahwa sesuai dengan penghasilannya, suami menanggung: (1) Nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi istri; (2) Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan istri dan anak; dan (3) Biaya pendidikan bagi anak.  Ketentuan KHI tersebut berdasarkan surat dari Al Quran yang artinya berbunyi,  "Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki), telah memberikan nafkah dari hartanya. …" (QS. An-Nisa : 34). Tidak menafkahi anak tidak hanya akan mendapat ancaman pidana. Dalam Islam, karena memberikan nafkah sesuai kemampuan hukumnya adalah wajib seorang ayah, maka jika tidak dilaksanakan hukumnya yaitu dosa ayah tidak menafkahi anak.   Dalil Wajibnya Ayah Menafkahi Anak Berkaitan dengan dosa ayah tidak menafkahi anak, terdapat beberapa dalil yang dijadikan dasar sekaligus memperjelas kedudukan ayah sebagai sosok yang bertanggung jawab untuk menafkahi anaknya. Dilansir dari alkhoirot.net, berikut adalah dalil wajibnya ayah menafkahi anak:  Dalam Al Quran surat Al Quran Surat Al-Baqarah ayat 233, Allah SWT berfirman yang artinya:  "Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut (ma'ruf)." Kemudian dalam surat An-Nisa ayat 34 yang artinya,  "Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. …"  Dalam sebuah hadis sahih riwayat Bukahri dan Muslim, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah berkata pada Hindun binti 'Utbah, yang artinya,  "Ambillah secukupnya untukmu dan anakmu dengan cara yang baik." osa ayah tidak menafkahi anak juga Nabi shallallahu alaihi wasallam jelaskan dalam hadis riwayat Abu Daud yang artinya berbunyi,  "Hukumnya berdosa orang yang menyia-nyiakan orang-orang yang wajib dinafkahi."  Hadits ini merujuk pada anak istri yang hendak ditinggal pergi tanpa diberi nafkah.   Batas Memberi Nafkah pada Anak Apabila pasangan suami-istri telah bercerai, sosok ayah tetap menerima tanggung jawab dan kewajiban untuk menafkahi. Nafkah yang dimaksud termasuk kebutuhan anak, secara umum, seperti makanan, minuman, pakaian dan tempat tinggal, serta kebutuhan lain yang bersifat pokok. Namun, tidak selamanya ayah yang tidak menafkahi anaknya mendapat dosa ayah tidak menafkahi anak. Karena ada batasan bagi anak dalam menerima nafkah dari ayah atau orang tuanya. Kewajiban ayah menafkahi anaknya gugur jika sang anak telah mencapai usia dewasa, yang menurut ukuran negara dan KHI adalah usia 21 tahun.  Jika anak yang sudah dewasa itu miskin namun sehat secara fisik, sebagian ulama berpendapat bahwa tidak wajib bagi seorang ayah menafkahi karena anak tersebut dianggap telah mampu bekerja sendiri. Tapi, sebagian ulama yang lain berpendapan bahwa ayah tetap wajib menafkahi anaknya tersebut.  Namun, apabila anak tersebut kondisinya miskin dan memiliki fisik lemah atau cacar, maka Ibnu Taimiyah, kewajiban menafkahi tetap ada pada ayah.  Kewajiban ayah menafkahi anak juga bisa gugur jika sang anak menerima warisan atau memiliki harta atau usaha yang dapat mencukupi kebutuhan hidup dirinya sendiri. Hal ini sebagaimana yang telah disebutkan dalam kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah berikut,  "Kewajiban menafkahi anak ada empat syarat. Syarat pertama adalah mereka (anak-anak) harus dalam kondisi fakir, tidak punya harta maupun pekerjaan yang bisa mencukupi kebutuhan mereka sehingga tidak membutuhkan nafkah dari orang lain. Jika mereka memiliki harta atau pekerjaan, maka mereka tidak perlu diberi nafkah karena nafkah wajib berdasarkan muwasah atau kasih sayang, sementara orang yang mampu tidak perlu dikasihani."/Dosa ayah tidak menafkahi anak memiliki hukum tersendiri dalam Islam. Kehadiran anak dalam keluarga sudah seharusnya disyukuri sebagai nikmat yang luar biasa. Karena, tidak semua orang tua bisa mendapatkan anugerah dan nikmat dari Allah SWT tersebut. Maka dari itu, sudah seharusnya anak yang masih membutuhkan orang tuanya dicukupi kebutuhannya untuk mendukung pertumbuhannya.  Dalam hal memberi nafkah kepada anak, dan juga keluarga, sosok seorang ayah berperan penting. Dalam Islam pun, memberi nafkah untuk anak menjadi salah satu tanggung jawab dari seorang ayah. Imam Syafi’i menjelaskan bahwa seorang ayah wajib memenuhi kebutuhan anak sejak menyusui, memberi nafkah, pakaian dan keperluan-keperluannya. Hal ini berdasarkan salah satu firman Allah SWT, yang artinya,  "Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada anak yang dilahirkan dengan cara ma’ruf." (QS. Al-Baqarah : 233). Namun, masih ada sosok ayah sebagai kepala keluarga tidak mau menafkahi anaknya. Tentu hal ini akan memunculkan dosa ayah tidak menafkahi anak. Dalam artikel kali ini, kami akan ulas lebih lanjut tentang bagaimana dosa ayah tidak menafkahi anak.   Dosa Ayah Tidak Menafkahi Anak Berkaitan dengan dosa ayah tidak menafkahi anak, aturan seorang suami memberi nafkah kepada keluarganya sebenarnya sudah dijelaskan dalam Pasal 80 ayat (4) Kompilasi Hukum Islam (“KHI”) yang dikutip dari laman hukumonline.com, yang mengatur bahwa sesuai dengan penghasilannya, suami menanggung: (1) Nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi istri; (2) Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan istri dan anak; dan (3) Biaya pendidikan bagi anak.  Ketentuan KHI tersebut berdasarkan surat dari Al Quran yang artinya berbunyi,  "Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki), telah memberikan nafkah dari hartanya. …" (QS. An-Nisa : 34). Tidak menafkahi anak tidak hanya akan mendapat ancaman pidana. Dalam Islam, karena memberikan nafkah sesuai kemampuan hukumnya adalah wajib seorang ayah, maka jika tidak dilaksanakan hukumnya yaitu dosa ayah tidak menafkahi anak.   Dalil Wajibnya Ayah Menafkahi Anak Berkaitan dengan dosa ayah tidak menafkahi anak, terdapat beberapa dalil yang dijadikan dasar sekaligus memperjelas kedudukan ayah sebagai sosok yang bertanggung jawab untuk menafkahi anaknya. Dilansir dari alkhoirot.net, berikut adalah dalil wajibnya ayah menafkahi anak:  Dalam Al Quran surat Al Quran Surat Al-Baqarah ayat 233, Allah SWT berfirman yang artinya:  "Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut (ma'ruf)." Kemudian dalam surat An-Nisa ayat 34 yang artinya,  "Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. …"  Dalam sebuah hadis sahih riwayat Bukahri dan Muslim, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah berkata pada Hindun binti 'Utbah, yang artinya,  "Ambillah secukupnya untukmu dan anakmu dengan cara yang baik." osa ayah tidak menafkahi anak juga Nabi shallallahu alaihi wasallam jelaskan dalam hadis riwayat Abu Daud yang artinya berbunyi,  "Hukumnya berdosa orang yang menyia-nyiakan orang-orang yang wajib dinafkahi."  Hadits ini merujuk pada anak istri yang hendak ditinggal pergi tanpa diberi nafkah.   Batas Memberi Nafkah pada Anak Apabila pasangan suami-istri telah bercerai, sosok ayah tetap menerima tanggung jawab dan kewajiban untuk menafkahi. Nafkah yang dimaksud termasuk kebutuhan anak, secara umum, seperti makanan, minuman, pakaian dan tempat tinggal, serta kebutuhan lain yang bersifat pokok. Namun, tidak selamanya ayah yang tidak menafkahi anaknya mendapat dosa ayah tidak menafkahi anak. Karena ada batasan bagi anak dalam menerima nafkah dari ayah atau orang tuanya. Kewajiban ayah menafkahi anaknya gugur jika sang anak telah mencapai usia dewasa, yang menurut ukuran negara dan KHI adalah usia 21 tahun.  Jika anak yang sudah dewasa itu miskin namun sehat secara fisik, sebagian ulama berpendapat bahwa tidak wajib bagi seorang ayah menafkahi karena anak tersebut dianggap telah mampu bekerja sendiri. Tapi, sebagian ulama yang lain berpendapan bahwa ayah tetap wajib menafkahi anaknya tersebut.  Namun, apabila anak tersebut kondisinya miskin dan memiliki fisik lemah atau cacar, maka Ibnu Taimiyah, kewajiban menafkahi tetap ada pada ayah.  Kewajiban ayah menafkahi anak juga bisa gugur jika sang anak menerima warisan atau memiliki harta atau usaha yang dapat mencukupi kebutuhan hidup dirinya sendiri. Hal ini sebagaimana yang telah disebutkan dalam kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah berikut,  "Kewajiban menafkahi anak ada empat syarat. Syarat pertama adalah mereka (anak-anak) harus dalam kondisi fakir, tidak punya harta maupun pekerjaan yang bisa mencukupi kebutuhan mereka sehingga tidak membutuhkan nafkah dari orang lain. Jika mereka memiliki harta atau pekerjaan, maka mereka tidak perlu diberi nafkah karena nafkah wajib berdasarkan muwasah atau kasih sayang, sementara orang yang mampu tidak perlu dikasihani."Dosa ayah tidak menafkahi anak memiliki hukum tersendiri dalam Islam. Kehadiran anak dalam keluarga sudah seharusnya disyukuri sebagai nikmat yang luar biasa. Karena, tidak semua orang tua bisa mendapatkan anugerah dan nikmat dari Allah SWT tersebut. Maka dari itu, sudah seharusnya anak yang masih membutuhkan orang tuanya dicukupi kebutuhannya untuk mendukung pertumbuhannya. Dalam hal memberi nafkah kepada anak, dan juga keluarga, sosok seorang ayah berperan penting. Dalam Islam pun, memberi nafkah untuk anak menjadi salah satu tanggung jawab dari seorang ayah. Imam Syafi’i menjelaskan bahwa seorang ayah wajib memenuhi kebutuhan anak sejak menyusui, memberi nafkah, pakaian dan keperluan-keperluannya. Hal ini berdasarkan salah satu firman Allah SWT, yang artinya,  "Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada anak yang dilahirkan dengan cara ma’ruf." (QS. Al-Baqarah : 233). Namun, masih ada sosok ayah sebagai kepala keluarga tidak mau menafkahi anaknya. Tentu hal ini akan memunculkan dosa ayah tidak menafkahi anak. Dalam artikel kali ini, kami akan ulas lebih lanjut tentang bagaimana dosa ayah tidak menafkahi anak.   Dosa ayah tidak menafkahi anak memiliki hukum tersendiri dalam Islam. Kehadiran anak dalam keluarga sudah seharusnya disyukuri sebagai nikmat yang luar biasa. Karena, tidak semua orang tua bisa mendapatkan anugerah dan nikmat dari Allah SWT tersebut. Maka dari itu, sudah seharusnya anak yang masih membutuhkan orang tuanya dicukupi kebutuhannya untuk mendukung pertumbuhannya.  Dalam hal memberi nafkah kepada anak, dan juga keluarga, sosok seorang ayah berperan penting. Dalam Islam pun, memberi nafkah untuk anak menjadi salah satu tanggung jawab dari seorang ayah. Imam Syafi’i menjelaskan bahwa seorang ayah wajib memenuhi kebutuhan anak sejak menyusui, memberi nafkah, pakaian dan keperluan-keperluannya. Hal ini berdasarkan salah satu firman Allah SWT, yang artinya,  "Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada anak yang dilahirkan dengan cara ma’ruf." (QS. Al-Baqarah : 233). Namun, masih ada sosok ayah sebagai kepala keluarga tidak mau menafkahi anaknya. Tentu hal ini akan memunculkan dosa ayah tidak menafkahi anak. Dalam artikel kali ini, kami akan ulas lebih lanjut tentang bagaimana dosa ayah tidak menafkahi anak.   Dosa Ayah Tidak Menafkahi Anak Berkaitan dengan dosa ayah tidak menafkahi anak, aturan seorang suami memberi nafkah kepada keluarganya sebenarnya sudah dijelaskan dalam Pasal 80 ayat (4) Kompilasi Hukum Islam (“KHI”) yang dikutip dari laman hukumonline.com, yang mengatur bahwa sesuai dengan penghasilannya, suami menanggung: (1) Nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi istri; (2) Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan istri dan anak; dan (3) Biaya pendidikan bagi anak.  Ketentuan KHI tersebut berdasarkan surat dari Al Quran yang artinya berbunyi,  "Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki), telah memberikan nafkah dari hartanya. …" (QS. An-Nisa : 34). Tidak menafkahi anak tidak hanya akan mendapat ancaman pidana. Dalam Islam, karena memberikan nafkah sesuai kemampuan hukumnya adalah wajib seorang ayah, maka jika tidak dilaksanakan hukumnya yaitu dosa ayah tidak menafkahi anak.   Dalil Wajibnya Ayah Menafkahi Anak Berkaitan dengan dosa ayah tidak menafkahi anak, terdapat beberapa dalil yang dijadikan dasar sekaligus memperjelas kedudukan ayah sebagai sosok yang bertanggung jawab untuk menafkahi anaknya. Dilansir dari alkhoirot.net, berikut adalah dalil wajibnya ayah menafkahi anak:  Dalam Al Quran surat Al Quran Surat Al-Baqarah ayat 233, Allah SWT berfirman yang artinya:  "Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut (ma'ruf)." Kemudian dalam surat An-Nisa ayat 34 yang artinya,  "Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. …"  Dalam sebuah hadis sahih riwayat Bukahri dan Muslim, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah berkata pada Hindun binti 'Utbah, yang artinya,  "Ambillah secukupnya untukmu dan anakmu dengan cara yang baik." osa ayah tidak menafkahi anak juga Nabi shallallahu alaihi wasallam jelaskan dalam hadis riwayat Abu Daud yang artinya berbunyi,  "Hukumnya berdosa orang yang menyia-nyiakan orang-orang yang wajib dinafkahi."  Hadits ini merujuk pada anak istri yang hendak ditinggal pergi tanpa diberi nafkah.   Batas Memberi Nafkah pada Anak Apabila pasangan suami-istri telah bercerai, sosok ayah tetap menerima tanggung jawab dan kewajiban untuk menafkahi. Nafkah yang dimaksud termasuk kebutuhan anak, secara umum, seperti makanan, minuman, pakaian dan tempat tinggal, serta kebutuhan lain yang bersifat pokok. Namun, tidak selamanya ayah yang tidak menafkahi anaknya mendapat dosa ayah tidak menafkahi anak. Karena ada batasan bagi anak dalam menerima nafkah dari ayah atau orang tuanya. Kewajiban ayah menafkahi anaknya gugur jika sang anak telah mencapai usia dewasa, yang menurut ukuran negara dan KHI adalah usia 21 tahun.  Jika anak yang sudah dewasa itu miskin namun sehat secara fisik, sebagian ulama berpendapat bahwa tidak wajib bagi seorang ayah menafkahi karena anak tersebut dianggap telah mampu bekerja sendiri. Tapi, sebagian ulama yang lain berpendapan bahwa ayah tetap wajib menafkahi anaknya tersebut.  Namun, apabila anak tersebut kondisinya miskin dan memiliki fisik lemah atau cacar, maka Ibnu Taimiyah, kewajiban menafkahi tetap ada pada ayah.  Kewajiban ayah menafkahi anak juga bisa gugur jika sang anak menerima warisan atau memiliki harta atau usaha yang dapat mencukupi kebutuhan hidup dirinya sendiri. Hal ini sebagaimana yang telah disebutkan dalam kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah berikut,  "Kewajiban menafkahi anak ada empat syarat. Syarat pertama adalah mereka (anak-anak) harus dalam kondisi fakir, tidak punya harta maupun pekerjaan yang bisa mencukupi kebutuhan mereka sehingga tidak membutuhkan nafkah dari orang lain. Jika mereka memiliki harta atau pekerjaan, maka mereka tidak perlu diberi nafkah karena nafkah wajib berdasarkan muwasah atau kasih sayang, sementara orang yang mampu tidak perlu dikasihani." Dosa ayah tidak menafkahi anak memiliki hukum tersendiri dalam Islam. Kehadiran anak dalam keluarga sudah seharusnya disyukuri sebagai nikmat yang luar biasa. Karena, tidak semua orang tua bisa mendapatkan anugerah dan nikmat dari Allah SWT tersebut. Maka dari itu, sudah seharusnya anak yang masih membutuhkan orang tuanya dicukupi kebutuhannya untuk mendukung pertumbuhannya.  Dalam hal memberi nafkah kepada anak, dan juga keluarga, sosok seorang ayah berperan penting. Dalam Islam pun, memberi nafkah untuk anak menjadi salah satu tanggung jawab dari seorang ayah. Imam Syafi’i menjelaskan bahwa seorang ayah wajib memenuhi kebutuhan anak sejak menyusui, memberi nafkah, pakaian dan keperluan-keperluannya. Hal ini berdasarkan salah satu firman Allah SWT, yang artinya,  "Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada anak yang dilahirkan dengan cara ma’ruf." (QS. Al-Baqarah : 233). Namun, masih ada sosok ayah sebagai kepala keluarga tidak mau menafkahi anaknya. Tentu hal ini akan memunculkan dosa ayah tidak menafkahi anak. Dalam artikel kali ini, kami akan ulas lebih lanjut tentang bagaimana dosa ayah tidak menafkahi anak.   Dosa Ayah Tidak Menafkahi Anak Berkaitan dengan dosa ayah tidak menafkahi anak, aturan seorang suami memberi nafkah kepada keluarganya sebenarnya sudah dijelaskan dalam Pasal 80 ayat (4) Kompilasi Hukum Islam (“KHI”) yang dikutip dari laman hukumonline.com, yang mengatur bahwa sesuai dengan penghasilannya, suami menanggung: (1) Nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi istri; (2) Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan istri dan anak; dan (3) Biaya pendidikan bagi anak.  Ketentuan KHI tersebut berdasarkan surat dari Al Quran yang artinya berbunyi,  "Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki), telah memberikan nafkah dari hartanya. …" (QS. An-Nisa : 34). Tidak menafkahi anak tidak hanya akan mendapat ancaman pidana. Dalam Islam, karena memberikan nafkah sesuai kemampuan hukumnya adalah wajib seorang ayah, maka jika tidak dilaksanakan hukumnya yaitu dosa ayah tidak menafkahi anak.   Dalil Wajibnya Ayah Menafkahi Anak Berkaitan dengan dosa ayah tidak menafkahi anak, terdapat beberapa dalil yang dijadikan dasar sekaligus memperjelas kedudukan ayah sebagai sosok yang bertanggung jawab untuk menafkahi anaknya. Dilansir dari alkhoirot.net, berikut adalah dalil wajibnya ayah menafkahi anak:  Dalam Al Quran surat Al Quran Surat Al-Baqarah ayat 233, Allah SWT berfirman yang artinya:  "Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut (ma'ruf)." Kemudian dalam surat An-Nisa ayat 34 yang artinya,  "Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. …"  Dalam sebuah hadis sahih riwayat Bukahri dan Muslim, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah berkata pada Hindun binti 'Utbah, yang artinya,  "Ambillah secukupnya untukmu dan anakmu dengan cara yang baik." osa ayah tidak menafkahi anak juga Nabi shallallahu alaihi wasallam jelaskan dalam hadis riwayat Abu Daud yang artinya berbunyi,  "Hukumnya berdosa orang yang menyia-nyiakan orang-orang yang wajib dinafkahi."  Hadits ini merujuk pada anak istri yang hendak ditinggal pergi tanpa diberi nafkah.   Batas Memberi Nafkah pada Anak Apabila pasangan suami-istri telah bercerai, sosok ayah tetap menerima tanggung jawab dan kewajiban untuk menafkahi. Nafkah yang dimaksud termasuk kebutuhan anak, secara umum, seperti makanan, minuman, pakaian dan tempat tinggal, serta kebutuhan lain yang bersifat pokok. Namun, tidak selamanya ayah yang tidak menafkahi anaknya mendapat dosa ayah tidak menafkahi anak. Karena ada batasan bagi anak dalam menerima nafkah dari ayah atau orang tuanya. Kewajiban ayah menafkahi anaknya gugur jika sang anak telah mencapai usia dewasa, yang menurut ukuran negara dan KHI adalah usia 21 tahun.  Jika anak yang sudah dewasa itu miskin namun sehat secara fisik, sebagian ulama berpendapat bahwa tidak wajib bagi seorang ayah menafkahi karena anak tersebut dianggap telah mampu bekerja sendiri. Tapi, sebagian ulama yang lain berpendapan bahwa ayah tetap wajib menafkahi anaknya tersebut.  Namun, apabila anak tersebut kondisinya miskin dan memiliki fisik lemah atau cacar, maka Ibnu Taimiyah, kewajiban menafkahi tetap ada pada ayah.  Kewajiban ayah menafkahi anak juga bisa gugur jika sang anak menerima warisan atau memiliki harta atau usaha yang dapat mencukupi kebutuhan hidup dirinya sendiri. Hal ini sebagaimana yang telah disebutkan dalam kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah berikut,  "Kewajiban menafkahi anak ada empat syarat. Syarat pertama adalah mereka (anak-anak) harus dalam kondisi fakir, tidak punya harta maupun pekerjaan yang bisa mencukupi kebutuhan mereka sehingga tidak membutuhkan nafkah dari orang lain. Jika mereka memiliki harta atau pekerjaan, maka mereka tidak perlu diberi nafkah karena nafkah wajib berdasarkan muwasah atau kasih sayang, sementara orang yang mampu tidak perlu dikasihani." Dosa Ayah Tidak Menafkahi Anak Berkaitan dengan dosa ayah tidak menafkahi anak, aturan seorang suami memberi nafkah kepada keluarganya sebenarnya sudah dijelaskan dalam Pasal 80 ayat (4) Kompilasi Hukum Islam (“KHI”) yang dikutip dari laman hukumonline.com, yang mengatur bahwa sesuai dengan penghasilannya, suami menanggung: (1) Nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi istri; (2) Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan istri dan anak; dan (3) Biaya pendidikan bagi anak.  Ketentuan KHI tersebut berdasarkan surat dari Al Quran yang artinya berbunyi,  "Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki), telah memberikan nafkah dari hartanya. …" (QS. An-Nisa : 34). Tidak menafkahi anak tidak hanya akan mendapat ancaman pidana. Dalam Islam, karena memberikan nafkah sesuai kemampuan hukumnya adalah wajib seorang ayah, maka jika tidak dilaksanakan hukumnya yaitu dosa ayah tidak menafkahi anak.   Dalil Wajibnya Ayah Menafkahi Anak Berkaitan dengan dosa ayah tidak menafkahi anak, terdapat beberapa dalil yang dijadikan dasar sekaligus memperjelas kedudukan ayah sebagai sosok yang bertanggung jawab untuk menafkahi anaknya. Dilansir dari alkhoirot.net, berikut adalah dalil wajibnya ayah menafkahi anak:  Dosa ayah tidak menafkahi anak memiliki hukum tersendiri dalam Islam. Kehadiran anak dalam keluarga sudah seharusnya disyukuri sebagai nikmat yang luar biasa. Karena, tidak semua orang tua bisa mendapatkan anugerah dan nikmat dari Allah SWT tersebut. Maka dari itu, sudah seharusnya anak yang masih membutuhkan orang tuanya dicukupi kebutuhannya untuk mendukung pertumbuhannya.  Dalam hal memberi nafkah kepada anak, dan juga keluarga, sosok seorang ayah berperan penting. Dalam Islam pun, memberi nafkah untuk anak menjadi salah satu tanggung jawab dari seorang ayah. Imam Syafi’i menjelaskan bahwa seorang ayah wajib memenuhi kebutuhan anak sejak menyusui, memberi nafkah, pakaian dan keperluan-keperluannya. Hal ini berdasarkan salah satu firman Allah SWT, yang artinya,  "Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada anak yang dilahirkan dengan cara ma’ruf." (QS. Al-Baqarah : 233). Namun, masih ada sosok ayah sebagai kepala keluarga tidak mau menafkahi anaknya. Tentu hal ini akan memunculkan dosa ayah tidak menafkahi anak. Dalam artikel kali ini, kami akan ulas lebih lanjut tentang bagaimana dosa ayah tidak menafkahi anak.   Dosa Ayah Tidak Menafkahi Anak Berkaitan dengan dosa ayah tidak menafkahi anak, aturan seorang suami memberi nafkah kepada keluarganya sebenarnya sudah dijelaskan dalam Pasal 80 ayat (4) Kompilasi Hukum Islam (“KHI”) yang dikutip dari laman hukumonline.com, yang mengatur bahwa sesuai dengan penghasilannya, suami menanggung: (1) Nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi istri; (2) Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan istri dan anak; dan (3) Biaya pendidikan bagi anak.  Ketentuan KHI tersebut berdasarkan surat dari Al Quran yang artinya berbunyi,  "Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki), telah memberikan nafkah dari hartanya. …" (QS. An-Nisa : 34). Tidak menafkahi anak tidak hanya akan mendapat ancaman pidana. Dalam Islam, karena memberikan nafkah sesuai kemampuan hukumnya adalah wajib seorang ayah, maka jika tidak dilaksanakan hukumnya yaitu dosa ayah tidak menafkahi anak.   Dalil Wajibnya Ayah Menafkahi Anak Berkaitan dengan dosa ayah tidak menafkahi anak, terdapat beberapa dalil yang dijadikan dasar sekaligus memperjelas kedudukan ayah sebagai sosok yang bertanggung jawab untuk menafkahi anaknya. Dilansir dari alkhoirot.net, berikut adalah dalil wajibnya ayah menafkahi anak:  Dalam Al Quran surat Al Quran Surat Al-Baqarah ayat 233, Allah SWT berfirman yang artinya:  "Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut (ma'ruf)." Kemudian dalam surat An-Nisa ayat 34 yang artinya,  "Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. …"  Dalam sebuah hadis sahih riwayat Bukahri dan Muslim, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah berkata pada Hindun binti 'Utbah, yang artinya,  "Ambillah secukupnya untukmu dan anakmu dengan cara yang baik." osa ayah tidak menafkahi anak juga Nabi shallallahu alaihi wasallam jelaskan dalam hadis riwayat Abu Daud yang artinya berbunyi,  "Hukumnya berdosa orang yang menyia-nyiakan orang-orang yang wajib dinafkahi."  Hadits ini merujuk pada anak istri yang hendak ditinggal pergi tanpa diberi nafkah.   Batas Memberi Nafkah pada Anak Apabila pasangan suami-istri telah bercerai, sosok ayah tetap menerima tanggung jawab dan kewajiban untuk menafkahi. Nafkah yang dimaksud termasuk kebutuhan anak, secara umum, seperti makanan, minuman, pakaian dan tempat tinggal, serta kebutuhan lain yang bersifat pokok. Namun, tidak selamanya ayah yang tidak menafkahi anaknya mendapat dosa ayah tidak menafkahi anak. Karena ada batasan bagi anak dalam menerima nafkah dari ayah atau orang tuanya. Kewajiban ayah menafkahi anaknya gugur jika sang anak telah mencapai usia dewasa, yang menurut ukuran negara dan KHI adalah usia 21 tahun.  Jika anak yang sudah dewasa itu miskin namun sehat secara fisik, sebagian ulama berpendapat bahwa tidak wajib bagi seorang ayah menafkahi karena anak tersebut dianggap telah mampu bekerja sendiri. Tapi, sebagian ulama yang lain berpendapan bahwa ayah tetap wajib menafkahi anaknya tersebut.  Namun, apabila anak tersebut kondisinya miskin dan memiliki fisik lemah atau cacar, maka Ibnu Taimiyah, kewajiban menafkahi tetap ada pada ayah.  Kewajiban ayah menafkahi anak juga bisa gugur jika sang anak menerima warisan atau memiliki harta atau usaha yang dapat mencukupi kebutuhan hidup dirinya sendiri. Hal ini sebagaimana yang telah disebutkan dalam kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah berikut,  "Kewajiban menafkahi anak ada empat syarat. Syarat pertama adalah mereka (anak-anak) harus dalam kondisi fakir, tidak punya harta maupun pekerjaan yang bisa mencukupi kebutuhan mereka sehingga tidak membutuhkan nafkah dari orang lain. Jika mereka memiliki harta atau pekerjaan, maka mereka tidak perlu diberi nafkah karena nafkah wajib berdasarkan muwasah atau kasih sayang, sementara orang yang mampu tidak perlu dikasihani." Dosa ayah tidak menafkahi anak memiliki hukum tersendiri dalam Islam. Kehadiran anak dalam keluarga sudah seharusnya disyukuri sebagai nikmat yang luar biasa. Karena, tidak semua orang tua bisa mendapatkan anugerah dan nikmat dari Allah SWT tersebut. Maka dari itu, sudah seharusnya anak yang masih membutuhkan orang tuanya dicukupi kebutuhannya untuk mendukung pertumbuhannya.  Dalam hal memberi nafkah kepada anak, dan juga keluarga, sosok seorang ayah berperan penting. Dalam Islam pun, memberi nafkah untuk anak menjadi salah satu tanggung jawab dari seorang ayah. Imam Syafi’i menjelaskan bahwa seorang ayah wajib memenuhi kebutuhan anak sejak menyusui, memberi nafkah, pakaian dan keperluan-keperluannya. Hal ini berdasarkan salah satu firman Allah SWT, yang artinya,  "Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada anak yang dilahirkan dengan cara ma’ruf." (QS. Al-Baqarah : 233). Namun, masih ada sosok ayah sebagai kepala keluarga tidak mau menafkahi anaknya. Tentu hal ini akan memunculkan dosa ayah tidak menafkahi anak. Dalam artikel kali ini, kami akan ulas lebih lanjut tentang bagaimana dosa ayah tidak menafkahi anak.   Dosa Ayah Tidak Menafkahi Anak Berkaitan dengan dosa ayah tidak menafkahi anak, aturan seorang suami memberi nafkah kepada keluarganya sebenarnya sudah dijelaskan dalam Pasal 80 ayat (4) Kompilasi Hukum Islam (“KHI”) yang dikutip dari laman hukumonline.com, yang mengatur bahwa sesuai dengan penghasilannya, suami menanggung: (1) Nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi istri; (2) Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan istri dan anak; dan (3) Biaya pendidikan bagi anak.  Ketentuan KHI tersebut berdasarkan surat dari Al Quran yang artinya berbunyi,  "Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki), telah memberikan nafkah dari hartanya. …" (QS. An-Nisa : 34). Tidak menafkahi anak tidak hanya akan mendapat ancaman pidana. Dalam Islam, karena memberikan nafkah sesuai kemampuan hukumnya adalah wajib seorang ayah, maka jika tidak dilaksanakan hukumnya yaitu dosa ayah tidak menafkahi anak.   Dalil Wajibnya Ayah Menafkahi Anak Berkaitan dengan dosa ayah tidak menafkahi anak, terdapat beberapa dalil yang dijadikan dasar sekaligus memperjelas kedudukan ayah sebagai sosok yang bertanggung jawab untuk menafkahi anaknya. Dilansir dari alkhoirot.net, berikut adalah dalil wajibnya ayah menafkahi anak:  Dalam Al Quran surat Al Quran Surat Al-Baqarah ayat 233, Allah SWT berfirman yang artinya:  "Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut (ma'ruf)." Kemudian dalam surat An-Nisa ayat 34 yang artinya,  "Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. …"  Dalam sebuah hadis sahih riwayat Bukahri dan Muslim, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah berkata pada Hindun binti 'Utbah, yang artinya,  "Ambillah secukupnya untukmu dan anakmu dengan cara yang baik." osa ayah tidak menafkahi anak juga Nabi shallallahu alaihi wasallam jelaskan dalam hadis riwayat Abu Daud yang artinya berbunyi,  "Hukumnya berdosa orang yang menyia-nyiakan orang-orang yang wajib dinafkahi."  Hadits ini merujuk pada anak istri yang hendak ditinggal pergi tanpa diberi nafkah.   Batas Memberi Nafkah pada Anak Apabila pasangan suami-istri telah bercerai, sosok ayah tetap menerima tanggung jawab dan kewajiban untuk menafkahi. Nafkah yang dimaksud termasuk kebutuhan anak, secara umum, seperti makanan, minuman, pakaian dan tempat tinggal, serta kebutuhan lain yang bersifat pokok. Namun, tidak selamanya ayah yang tidak menafkahi anaknya mendapat dosa ayah tidak menafkahi anak. Karena ada batasan bagi anak dalam menerima nafkah dari ayah atau orang tuanya. Kewajiban ayah menafkahi anaknya gugur jika sang anak telah mencapai usia dewasa, yang menurut ukuran negara dan KHI adalah usia 21 tahun.  Jika anak yang sudah dewasa itu miskin namun sehat secara fisik, sebagian ulama berpendapat bahwa tidak wajib bagi seorang ayah menafkahi karena anak tersebut dianggap telah mampu bekerja sendiri. Tapi, sebagian ulama yang lain berpendapan bahwa ayah tetap wajib menafkahi anaknya tersebut.  Namun, apabila anak tersebut kondisinya miskin dan memiliki fisik lemah atau cacar, maka Ibnu Taimiyah, kewajiban menafkahi tetap ada pada ayah.  Kewajiban ayah menafkahi anak juga bisa gugur jika sang anak menerima warisan atau memiliki harta atau usaha yang dapat mencukupi kebutuhan hidup dirinya sendiri. Hal ini sebagaimana yang telah disebutkan dalam kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah berikut,  "Kewajiban menafkahi anak ada empat syarat. Syarat pertama adalah mereka (anak-anak) harus dalam kondisi fakir, tidak punya harta maupun pekerjaan yang bisa mencukupi kebutuhan mereka sehingga tidak membutuhkan nafkah dari orang lain. Jika mereka memiliki harta atau pekerjaan, maka mereka tidak perlu diberi nafkah karena nafkah wajib berdasarkan muwasah atau kasih sayang, sementara orang yang mampu tidak perlu dikasihani." Dalam Al Quran surat Al Quran Surat Al-Baqarah ayat 233, Allah SWT berfirman yang artinya:  "Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut (ma'ruf)." Kemudian dalam surat An-Nisa ayat 34 yang artinya,  "Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. …"  Dalam sebuah hadis sahih riwayat Bukahri dan Muslim, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah berkata pada Hindun binti 'Utbah, yang artinya,  "Ambillah secukupnya untukmu dan anakmu dengan cara yang baik." osa ayah tidak menafkahi anak juga Nabi shallallahu alaihi wasallam jelaskan dalam hadis riwayat Abu Daud yang artinya berbunyi,  "Hukumnya berdosa orang yang menyia-nyiakan orang-orang yang wajib dinafkahi."  Hadits ini merujuk pada anak istri yang hendak ditinggal pergi tanpa diberi nafkah.   Batas Memberi Nafkah pada Anak Apabila pasangan suami-istri telah bercerai, sosok ayah tetap menerima tanggung jawab dan kewajiban untuk menafkahi. Nafkah yang dimaksud termasuk kebutuhan anak, secara umum, seperti makanan, minuman, pakaian dan tempat tinggal, serta kebutuhan lain yang bersifat pokok. Namun, tidak selamanya ayah yang tidak menafkahi anaknya mendapat dosa ayah tidak menafkahi anak. Karena ada batasan bagi anak dalam menerima nafkah dari ayah atau orang tuanya. Kewajiban ayah menafkahi anaknya gugur jika sang anak telah mencapai usia dewasa, yang menurut ukuran negara dan KHI adalah usia 21 tahun.  Jika anak yang sudah dewasa itu miskin namun sehat secara fisik, sebagian ulama berpendapat bahwa tidak wajib bagi seorang ayah menafkahi karena anak tersebut dianggap telah mampu bekerja sendiri. Tapi, sebagian ulama yang lain berpendapan bahwa ayah tetap wajib menafkahi anaknya tersebut.  Namun, apabila anak tersebut kondisinya miskin dan memiliki fisik lemah atau cacar, maka Ibnu Taimiyah, kewajiban menafkahi tetap ada pada ayah.  Kewajiban ayah menafkahi anak juga bisa gugur jika sang anak menerima warisan atau memiliki harta atau usaha yang dapat mencukupi kebutuhan hidup dirinya sendiri. Hal ini sebagaimana yang telah disebutkan dalam kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah berikut,  "Kewajiban menafkahi anak ada empat syarat. Syarat pertama adalah mereka (anak-anak) harus dalam kondisi fakir, tidak punya harta maupun pekerjaan yang bisa mencukupi kebutuhan mereka sehingga tidak membutuhkan nafkah dari orang lain. Jika mereka memiliki harta atau pekerjaan, maka mereka tidak perlu diberi nafkah karena nafkah wajib berdasarkan muwasah atau kasih sayang, sementara orang yang mampu tidak perlu dikasihani."/ Dosa ayah tidak menafkahi anak memiliki hukum tersendiri dalam Islam. Kehadiran anak dalam keluarga sudah seharusnya disyukuri sebagai nikmat yang luar biasa. Karena, tidak semua orang tua bisa mendapatkan anugerah dan nikmat dari Allah SWT tersebut. Maka dari itu, sudah seharusnya anak yang masih membutuhkan orang tuanya dicukupi kebutuhannya untuk mendukung pertumbuhannya.  Dalam hal memberi nafkah kepada anak, dan juga keluarga, sosok seorang ayah berperan penting. Dalam Islam pun, memberi nafkah untuk anak menjadi salah satu tanggung jawab dari seorang ayah. Imam Syafi’i menjelaskan bahwa seorang ayah wajib memenuhi kebutuhan anak sejak menyusui, memberi nafkah, pakaian dan keperluan-keperluannya. Hal ini berdasarkan salah satu firman Allah SWT, yang artinya,  "Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada anak yang dilahirkan dengan cara ma’ruf." (QS. Al-Baqarah : 233). Namun, masih ada sosok ayah sebagai kepala keluarga tidak mau menafkahi anaknya. Tentu hal ini akan memunculkan dosa ayah tidak menafkahi anak. Dalam artikel kali ini, kami akan ulas lebih lanjut tentang bagaimana dosa ayah tidak menafkahi anak.   Dosa Ayah Tidak Menafkahi Anak Berkaitan dengan dosa ayah tidak menafkahi anak, aturan seorang suami memberi nafkah kepada keluarganya sebenarnya sudah dijelaskan dalam Pasal 80 ayat (4) Kompilasi Hukum Islam (“KHI”) yang dikutip dari laman hukumonline.com, yang mengatur bahwa sesuai dengan penghasilannya, suami menanggung: (1) Nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi istri; (2) Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan istri dan anak; dan (3) Biaya pendidikan bagi anak.  Ketentuan KHI tersebut berdasarkan surat dari Al Quran yang artinya berbunyi,  "Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki), telah memberikan nafkah dari hartanya. …" (QS. An-Nisa : 34). Tidak menafkahi anak tidak hanya akan mendapat ancaman pidana. Dalam Islam, karena memberikan nafkah sesuai kemampuan hukumnya adalah wajib seorang ayah, maka jika tidak dilaksanakan hukumnya yaitu dosa ayah tidak menafkahi anak.   Dalil Wajibnya Ayah Menafkahi Anak Berkaitan dengan dosa ayah tidak menafkahi anak, terdapat beberapa dalil yang dijadikan dasar sekaligus memperjelas kedudukan ayah sebagai sosok yang bertanggung jawab untuk menafkahi anaknya. Dilansir dari alkhoirot.net, berikut adalah dalil wajibnya ayah menafkahi anak:  Dalam Al Quran surat Al Quran Surat Al-Baqarah ayat 233, Allah SWT berfirman yang artinya:  "Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut (ma'ruf)." Kemudian dalam surat An-Nisa ayat 34 yang artinya,  "Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. …"  Dalam sebuah hadis sahih riwayat Bukahri dan Muslim, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah berkata pada Hindun binti 'Utbah, yang artinya,  "Ambillah secukupnya untukmu dan anakmu dengan cara yang baik." osa ayah tidak menafkahi anak juga Nabi shallallahu alaihi wasallam jelaskan dalam hadis riwayat Abu Daud yang artinya berbunyi,  "Hukumnya berdosa orang yang menyia-nyiakan orang-orang yang wajib dinafkahi."  Hadits ini merujuk pada anak istri yang hendak ditinggal pergi tanpa diberi nafkah.   Batas Memberi Nafkah pada Anak Apabila pasangan suami-istri telah bercerai, sosok ayah tetap menerima tanggung jawab dan kewajiban untuk menafkahi. Nafkah yang dimaksud termasuk kebutuhan anak, secara umum, seperti makanan, minuman, pakaian dan tempat tinggal, serta kebutuhan lain yang bersifat pokok. Namun, tidak selamanya ayah yang tidak menafkahi anaknya mendapat dosa ayah tidak menafkahi anak. Karena ada batasan bagi anak dalam menerima nafkah dari ayah atau orang tuanya. Kewajiban ayah menafkahi anaknya gugur jika sang anak telah mencapai usia dewasa, yang menurut ukuran negara dan KHI adalah usia 21 tahun.  Jika anak yang sudah dewasa itu miskin namun sehat secara fisik, sebagian ulama berpendapat bahwa tidak wajib bagi seorang ayah menafkahi karena anak tersebut dianggap telah mampu bekerja sendiri. Tapi, sebagian ulama yang lain berpendapan bahwa ayah tetap wajib menafkahi anaknya tersebut.  Namun, apabila anak tersebut kondisinya miskin dan memiliki fisik lemah atau cacar, maka Ibnu Taimiyah, kewajiban menafkahi tetap ada pada ayah.  Kewajiban ayah menafkahi anak juga bisa gugur jika sang anak menerima warisan atau memiliki harta atau usaha yang dapat mencukupi kebutuhan hidup dirinya sendiri. Hal ini sebagaimana yang telah disebutkan dalam kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah berikut,  "Kewajiban menafkahi anak ada empat syarat. Syarat pertama adalah mereka (anak-anak) harus dalam kondisi fakir, tidak punya harta maupun pekerjaan yang bisa mencukupi kebutuhan mereka sehingga tidak membutuhkan nafkah dari orang lain. Jika mereka memiliki harta atau pekerjaan, maka mereka tidak perlu diberi nafkah karena nafkah wajib berdasarkan muwasah atau kasih sayang, sementara orang yang mampu tidak perlu dikasihani." Dosa ayah tidak menafkahi anak memiliki hukum tersendiri dalam Islam. Kehadiran anak dalam keluarga sudah seharusnya disyukuri sebagai nikmat yang luar biasa. Karena, tidak semua orang tua bisa mendapatkan anugerah dan nikmat dari Allah SWT tersebut. Maka dari itu, sudah seharusnya anak yang masih membutuhkan orang tuanya dicukupi kebutuhannya untuk mendukung pertumbuhannya.  Dalam hal memberi nafkah kepada anak, dan juga keluarga, sosok seorang ayah berperan penting. Dalam Islam pun, memberi nafkah untuk anak menjadi salah satu tanggung jawab dari seorang ayah. Imam Syafi’i menjelaskan bahwa seorang ayah wajib memenuhi kebutuhan anak sejak menyusui, memberi nafkah, pakaian dan keperluan-keperluannya. Hal ini berdasarkan salah satu firman Allah SWT, yang artinya,  "Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada anak yang dilahirkan dengan cara ma’ruf." (QS. Al-Baqarah : 233). Namun, masih ada sosok ayah sebagai kepala keluarga tidak mau menafkahi anaknya. Tentu hal ini akan memunculkan dosa ayah tidak menafkahi anak. Dalam artikel kali ini, kami akan ulas lebih lanjut tentang bagaimana dosa ayah tidak menafkahi anak.   Dosa Ayah Tidak Menafkahi Anak Berkaitan dengan dosa ayah tidak menafkahi anak, aturan seorang suami memberi nafkah kepada keluarganya sebenarnya sudah dijelaskan dalam Pasal 80 ayat (4) Kompilasi Hukum Islam (“KHI”) yang dikutip dari laman hukumonline.com, yang mengatur bahwa sesuai dengan penghasilannya, suami menanggung: (1) Nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi istri; (2) Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan istri dan anak; dan (3) Biaya pendidikan bagi anak.  Ketentuan KHI tersebut berdasarkan surat dari Al Quran yang artinya berbunyi,  "Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki), telah memberikan nafkah dari hartanya. …" (QS. An-Nisa : 34). Tidak menafkahi anak tidak hanya akan mendapat ancaman pidana. Dalam Islam, karena memberikan nafkah sesuai kemampuan hukumnya adalah wajib seorang ayah, maka jika tidak dilaksanakan hukumnya yaitu dosa ayah tidak menafkahi anak.   Dalil Wajibnya Ayah Menafkahi Anak Berkaitan dengan dosa ayah tidak menafkahi anak, terdapat beberapa dalil yang dijadikan dasar sekaligus memperjelas kedudukan ayah sebagai sosok yang bertanggung jawab untuk menafkahi anaknya. Dilansir dari alkhoirot.net, berikut adalah dalil wajibnya ayah menafkahi anak:  Dalam Al Quran surat Al Quran Surat Al-Baqarah ayat 233, Allah SWT berfirman yang artinya:  "Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut (ma'ruf)." Kemudian dalam surat An-Nisa ayat 34 yang artinya,  "Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. …"  Dalam sebuah hadis sahih riwayat Bukahri dan Muslim, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah berkata pada Hindun binti 'Utbah, yang artinya,  "Ambillah secukupnya untukmu dan anakmu dengan cara yang baik." osa ayah tidak menafkahi anak juga Nabi shallallahu alaihi wasallam jelaskan dalam hadis riwayat Abu Daud yang artinya berbunyi,  "Hukumnya berdosa orang yang menyia-nyiakan orang-orang yang wajib dinafkahi."  Hadits ini merujuk pada anak istri yang hendak ditinggal pergi tanpa diberi nafkah.   Batas Memberi Nafkah pada Anak Apabila pasangan suami-istri telah bercerai, sosok ayah tetap menerima tanggung jawab dan kewajiban untuk menafkahi. Nafkah yang dimaksud termasuk kebutuhan anak, secara umum, seperti makanan, minuman, pakaian dan tempat tinggal, serta kebutuhan lain yang bersifat pokok. Namun, tidak selamanya ayah yang tidak menafkahi anaknya mendapat dosa ayah tidak menafkahi anak. Karena ada batasan bagi anak dalam menerima nafkah dari ayah atau orang tuanya. Kewajiban ayah menafkahi anaknya gugur jika sang anak telah mencapai usia dewasa, yang menurut ukuran negara dan KHI adalah usia 21 tahun.  Jika anak yang sudah dewasa itu miskin namun sehat secara fisik, sebagian ulama berpendapat bahwa tidak wajib bagi seorang ayah menafkahi karena anak tersebut dianggap telah mampu bekerja sendiri. Tapi, sebagian ulama yang lain berpendapan bahwa ayah tetap wajib menafkahi anaknya tersebut.  Namun, apabila anak tersebut kondisinya miskin dan memiliki fisik lemah atau cacar, maka Ibnu Taimiyah, kewajiban menafkahi tetap ada pada ayah.  Kewajiban ayah menafkahi anak juga bisa gugur jika sang anak menerima warisan atau memiliki harta atau usaha yang dapat mencukupi kebutuhan hidup dirinya sendiri. Hal ini sebagaimana yang telah disebutkan dalam kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah berikut,  "Kewajiban menafkahi anak ada empat syarat. Syarat pertama adalah mereka (anak-anak) harus dalam kondisi fakir, tidak punya harta maupun pekerjaan yang bisa mencukupi kebutuhan mereka sehingga tidak membutuhkan nafkah dari orang lain. Jika mereka memiliki harta atau pekerjaan, maka mereka tidak perlu diberi nafkah karena nafkah wajib berdasarkan muwasah atau kasih sayang, sementara orang yang mampu tidak perlu dikasihani."

Dalam Al Quran surat Al Quran Surat Al-Baqarah ayat 233, Allah SWT berfirman yang artinya:

"Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut (ma'ruf)." Kemudian dalam surat An-Nisa ayat 34 yang artinya,

"Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. …"

Dalam sebuah hadis sahih riwayat Bukahri dan Muslim, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah berkata pada Hindun binti 'Utbah, yang artinya,

"Ambillah secukupnya untukmu dan anakmu dengan cara yang baik." osa ayah tidak menafkahi anak juga Nabi shallallahu alaihi wasallam jelaskan dalam hadis riwayat Abu Daud yang artinya berbunyi,

"Hukumnya berdosa orang yang menyia-nyiakan orang-orang yang wajib dinafkahi."

Hadits ini merujuk pada anak istri yang hendak ditinggal pergi tanpa diberi nafkah. 

Batas Memberi Nafkah pada Anak

Apabila pasangan suami-istri telah bercerai, sosok ayah tetap menerima tanggung jawab dan kewajiban untuk menafkahi. Nafkah yang dimaksud termasuk kebutuhan anak, secara umum, seperti makanan, minuman, pakaian dan tempat tinggal, serta kebutuhan lain yang bersifat pokok. Namun, tidak selamanya ayah yang tidak menafkahi anaknya mendapat dosa ayah tidak menafkahi anak. Karena ada batasan bagi anak dalam menerima nafkah dari ayah atau orang tuanya. Kewajiban ayah menafkahi anaknya gugur jika sang anak telah mencapai usia dewasa, yang menurut ukuran negara dan KHI adalah usia 21 tahun.

Jika anak yang sudah dewasa itu miskin namun sehat secara fisik, sebagian ulama berpendapat bahwa tidak wajib bagi seorang ayah menafkahi karena anak tersebut dianggap telah mampu bekerja sendiri. Tapi, sebagian ulama yang lain berpendapan bahwa ayah tetap wajib menafkahi anaknya tersebut.

Namun, apabila anak tersebut kondisinya miskin dan memiliki fisik lemah atau cacar, maka Ibnu Taimiyah, kewajiban menafkahi tetap ada pada ayah.

Kewajiban ayah menafkahi anak juga bisa gugur jika sang anak menerima warisan atau memiliki harta atau usaha yang dapat mencukupi kebutuhan hidup dirinya sendiri. Hal ini sebagaimana yang telah disebutkan dalam kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah berikut,

"Kewajiban menafkahi anak ada empat syarat. Syarat pertama adalah mereka (anak-anak) harus dalam kondisi fakir, tidak punya harta maupun pekerjaan yang bisa mencukupi kebutuhan mereka sehingga tidak membutuhkan nafkah dari orang lain. Jika mereka memiliki harta atau pekerjaan, maka mereka tidak perlu diberi nafkah karena nafkah wajib berdasarkan muwasah atau kasih sayang, sementara orang yang mampu tidak perlu dikasihani."

Referensi : Dosa Ayah Tidak Menafkahi Anak, Begini Hukumnya dalam Islam