Apalagi setelah aku menikahi Atika (nama samaran), perempuan yang sedari semula aku perkenalkan kepada Jasmine sebagai sahabat dekatku. Perasaan benci yang seakan-akan telah membantu itu siap terlempar ke arahku sewaktu-waktu. Seolah-olah dia ingin sekali menunjukkan siapa sipengkhianat yang sebenarnya ... Akukah itu?? Entahlah, mungkin iya ..
Yang jelas, saat itu aku memang benar-benar terbakar api cemburu. Setelah beberapa kali memergoki sms mesra di hape Jasmine dari seseorang yang bernama Edo (sebut saja begitu), aku juga harus menyaksikan seorang pria perlente yang sedang berjalan keluar beriringan dengan istriku dari kantornya, siang itu. Aku tak tahu, mau kemana mereka. Karena sebelum masuk mobil warna silver yang rupanya milik pria itu, aku sudah menghadangnya lebih dulu.
Kutarik tangan istriku, kupaksa dia pulang denganku. Aku tak perduli dengan kilat mata bertanya dari orang-orang yang berada di sana. Bahkan serta merta aku berteriak, bahwa aku suami Jasmine kepada lelaki yang sepertinya mencoba menjelaskan sesuatu kepadaku. Aku tidak peduli !!!
Sesampai di rumah, kutampar Jasmine. Aku tak ingin mendengar kata-kata apapun darinya. Termasuk ribuan kalimat yang mengatakan bila aku salah paham. Aku tak peduli. Sumpah serapah, teriakan, amarah yang selama hari kupendam, kutumpahkan semua. Melihat aku yang bak 'kesetanan', Jasmine akhirnya terdiam dan hanya menangis. Karena semakin dia bicara, semakin aku akan memberondongnya dengan kata-kata sinis dan makian. Entah setan mana yang merasukiku. Hatiku begitu terbakar ...
Bahkan, tanpa sadar, aku mengatakan akan menceraikan dia dan menyuruhnya memilih pria itu!!! Duh ..apa yang telah aku lakukan?? Astaghfirullah ..apa yang telah kukatakan?? Sejenak, aku sendiri merasa kaget dengan kata-kata kasar dari mulutku. Tapi ego laki-lakiku, seakan-akan berupaya untuk tidak kelihatan bersalah atas sikapku itu. Jasmine sendiri kulihat tertegun dengan kalimatku. Namun, aku sendiri tidak menduga bila akhirnya dia akan mengatakan itu. Dia menantangku untuk menceraikan dia secara hukum dan menegaskan bahwa mulai hari itu, dia sudah bukan lagi istrinya. Karena aku (meski tanpa sadar) telah menalak dia !!
Aku tercekat. Namun, sekali lagi, api yang terlanjur membakar emosiku semakin berkobar oleh pernyataan itu. "Semakin aku tahu, memang itu yang kamu cari. Dengan begitu kau akan bisa bebas berhubungan dengan lelaki itu !!!" tuduhku membabi buta.
"Terserah, apa yang kamu katakan, aku tidak peduli. Aku sudah bukan istrimu lagi. Kelak kamu akan menyadari dan menyesal dengan tindakanmu hari ini. Kamu akan menyesal karena kamu telah melakukan kesalahan besar dengan fitnahan yang tidak manusiawi ini !!!" teriak Jasmine histeris.
Itulah yang kuingat saat-saat terakhir kebersamaanku dengan Jasmine sebagai sepasang suami istri. Cemburu itu benar-benar telah menelan semuanya ..kasih sayang, cinta, kesetiaan, indahnya hari-hari kami selama lima tahun menjalani bahtera rumah tangga dan dikaruniai seorang anak laki-laki kecil, sebut saja namanya Happy. Dan akhirnya harus aku akui semua kebenaran yang dikatakan Jasmine setelah dia benar-benar pergi dari kehidupanku. Setelah dia benar-benar meninggalkan rumah yang kami bangun dan tata bersama untuk kembali ke kota kelahirannya. Setelah dia benar-benar telah menukar rasa kasih sayang, cinta dan kesetiaannya dengan kebencian, sakit hati yang mendalam kepadaku ..
Bahkan mungkin atas dasar kebenciannya pula kepadaku, dia tidak mengatakan kepadaku kalau saat itu dia lagi hamil. Inilah yang paling membuatku merasa bersalah, di tambah lagi membiarkan dia menjadi single parent bagi putri keduaku yang lahir enam bulan kemudian setelah perceraiannya denganku !!
Meski aku cemburu dengan pria lain, tapi kata hati dan keyakinanku mengakui kalau putri kecil itu anakku, anak kami. Apalagi setelah dia lahir, satu kali aku sempat berkunjung ke rumah Jasmine dengan dalih ingin bertemu Happy, dan aku melihat begitu banyak kemiripan fisik putri kecil itu denganku. Matanya, hidungnya, semuanya seperti melihat sendiri sosok kecilku dulu. Tapi tiap kali pula Jasmine mengatakan bila itu adalah 'putri haram' nya dengan pria lain. Bahkan dia melarangku untuk menyentuh balita cantik yang dia beri nama selayaknya nama Angel' (bukan nama sebenarnya).. Duh ..
Benarkah dia 'putri haram' Jasmine dengan pria itu ..?? Tapi mengapa hingga hari inipun, Jasmine tidak pernah lagi terlihat dengan pria lain, termasuk pria yang kucemburui itu? Aku tak ingin bertanya. Karena pertanyaan apapun tentang masalalu yang mengingatkan dia pada masa pertengkaran hebat kami itu, akan membuatnya diam membisu. Jasmine bahkan hanya tersenyum sinis sewaktu aku ungkapkan penyesalanku ..
Aku tahu diri. Apalagi, hanya selang beberapa bulan setelah perceraian itu, bukan Jasmine yang menikah dengan pia itu, tapi ternyata malah aku yang menikahi Atika, perempuan yang selama ini aku kenalkan kepada Jasmine sebagai sahabat dekatku di kantor. Ya, awalnya, kami memang sahabat dekat, Atika yang masih single di usianya yang sudah kepala tiga sering curhat padaku. Curhat yang mengundang simpati kelakianku, apalagi makin lama aku merasakan bila dia tertarik bahkan jatuh cinta padaku. Entah dasar apa, mungkin karena masih ada sisa amarah, keinginan 'membalas dendam' atas perlakuan jasmine ... atau mungkin untuk memenuhi hasrat lelakiku setelah sekian lama tak tersentuh perempuan ..aku nekad menikahi Atika.
Tapi ternyata, aku tak bisa menipu diri sendiri. Aku ternyata masih mencintai Jasmine. Semakin hari, bukannya semakin hilang, malah semakin menjadi. Apalagi bila mengingat sikapku yang tidak adil, yang tidak memberikan kesempatan sama sekali kepada Jasmine untuk menjelaskan masalahnya saat itu. Siapa tahu, Jasmine memang benar .. Entahlah, karena setelah resmi bercerai, tidak pernah ada kontak lagi ..
Aku baru mengetahui keadaan Jasmine, justru setelah menikah dengan Atika. Rasa rindu dan penasaran yang tidak bisa kubendung, baik kepada Jasmine maupun Happy, membuatku nekad mengunjungi Jasmine di rumah orangtuanya di kota S yang bisa kutempuh hanya dengan beberapa jam perjalanan saja. Aku tidak peduli. Kalaupun nantinya suami Jasmine yang baru akan mengusir atau bahkan mengajak duel denganku, aku tak peduli !!!
Sesampai di halaman rumah mantan mertuaku itu, kebetulan keadaan sedang sepi. Rupanya orangtua Jasmine sedang tidak berada di rumah. Di situlah aku melihat bayi kecil itu ..seorang bayi perempuan yang tengah lelap di gendongan Jasmine yang hari itu kelihatan jauh lebih cantik dan segar.
Hatiku bergemuruh, bukan karena cemburu atau melihat orang lain di dalam sosok kecil itu. Aku seperti sedang bercermin dan mendapatkan bayangan wajah kecilku di situ. "Jasmine, itu anakku?" tanyaku. Jasmine nampak terkejut dan tidak menduga kedatanganku. Buru-buru dia berupaya menjauhkan bayi kecil itu dari jangkauanku dan meletakkannya di babby box. "Bukan. Itu anak haramku. Buat apa kamu ke sini?" tanyanya sinis.
Sungguh, aku tak bisa menahan perasaanku. Aku yakin, bahkan teramat yakin kalau itu anakku.Entah apa yang kufikirkan dan tengah berkecamuk di dadaku .. tiba-tiba aku ingin sekali menenggelamkan wajah cantik itu di dadaku, seperti waktu-waktu dulu. Aku tak bisa menguasai diri, serta merta kupeluk perempuan di depanku itu. Anehnya, dia hanya meronta sejenak, lalu membiarkan saja bibirku mengecup pipinya juga keningnya .. sedetik kemudia mendorongku hingga hampir terjatuh. "Pergi, pulanglah .." katanya sembari membenahi rambutnyanya. Wajahnya nampak memerah malu ..atau marah?
Aku sendiri tak menyangka dengan kejadian itu dan buru-buru minta maaf. Jasmine tak mau lagi melihatku. Berulangkali dia mengusirku. "Aku sudah bukan istrimu. Aku bukan istri siapa-siapa. Aku juga tidak butuh siapa-siapa. Angel juga tidak butuh ayahnya di pernikahannya kelak," katanya sembari menyuruhku segera keluar dari rumah itu.
Terus terang aku kaget dengan semua pengakuannya. Tapi aku berusaha mengerti. Aku merasa menjadi laki-laki yang telah gagal. Aku begitu limbung .. Aku yakin betul, Angel adalah anakku .. Dan satu hal yang aku tahu, meski tanpa harus ada penjelasan apapun, aku tahu bahwa Jasmine memiliki banyak kebenaran yang sudah tidak ingin lagi dia sampaikan kepadaku. Karena semua memang sudah terlambat !!!
Supaya tidak mengundang keributan, akupun terpaksa pulang. Tanpa pamitan karena Jasmine telah lebih dulu menutup pintu sesaat setelah aku keluar dari rumah. Tanpa sempat bertanya tentang kondisi Happy yang sudah setahun lebih kuabaikan ... tanpa tahu dimana dan sedang apa dia ketika aku datang .. Aku benar-benar galau, khawatir dan cemas ..
Dan dalam perjalanan pulang, fikiranku pun masih pula melayang kepada Atika yang mungkin tengah gundah menantiku di rumah. Apa yang harus kukatakan padanya .. apakah aku akan terus menyakitinya dengan mengungkapkan kejujuran atas perasaanku yang masih begitu mendalam kepada mantan istriku itu? Meski aku tahu .. dia akan selalu menerima dan menerima. Begitu mengerti dengan keadaan psikisku .. seperti janji yang dia ungkapkan saat mengungkapkan perasaan cintanya dan mau menjadi istriku sesaat setelah perceraianku dengan Jasmine saat itu ... Anganku, perasaanku semakin kacau karena sehari sebelum keberangkatanku ke rumah Jasmine, Atika mengatakan sudah telat datang bulan selama lima minggu