Menurut Arvan Pradiansyah ada 3 jenis mudik yaitu fisik, emosional dan spiritual. Mudik fisik berarti secara fisik kita kembali ke kampung, berada di tempat kelahiran dan dibesarkan. Biasanya akan muncul rasa senang, bernostalgia sehingga teringat kembali kejadian masa lalu saat bersama saudara-saudari, karib kerabat, teman sepermainan, tetangga dan warga kampung.
Nostalgia tersebut akan menumbuhkan rasa bahagia apalagi bertemu dengan orang tua, kakak adik dan karib kerabat, juga teman masa kecil. Berkumpul dan bercerita kejadian masa lalu yang lucu sehingga membuat tertawa dan gembira.
Inilah mudik emosional, muncul rasa puas dan bahagia. Seolah-olah waktu berhenti dan semua kejadian masa lalu baik suka dan duka menjadi indah. Ibarat lukisan, aneka warna hitam, putih merah dan biru semua berpadu membentuk gambar kehidupan yang mempesona. Pulang dari kampung balik lagi ke tempat bekerja terasa ada nuansa baru dalam hidup.
Ternyata, hidup di dunia ini hakikatnya juga perjalanan mudik ke tempat asal sejati yaitu Allah. Sebelumnya kita tidak ada, lalu Allah menciptakan ruh kita, kemudian mendiami rahim ibu sampai akhirnya lahir ke dunia. Siapa yang menciptakan ruh kita yang menjadikan kita ada? Dialah Allah. Kita berasal dari Allah.
Seiring dengan waktu, kita pun semua akan mati, meninggal dunia. Fisik kita dikebumikan, dan ruh kita melanjutkan perjalanan ke alam barzakh sampai akhirnya ke alam akhirat. Ruh kita akan kembali kepada Allah. Jadi kita semua berasal dari Allah dan akan kembali kepada Allah (inna lillahi wa inna ilaihi raji’un). Inilah mudik spiritual.
Agar mudik fisik berjalan aman dan lancar, kita harus hati hati dalam perjalanan, perhatikan rambu-rambu lalu lintas dan siapkan bekal yang cukup. Demikian pula dengan mudik spiritual. Agar mudik ke Allah juga selamat maka perlu hati-hati dalam menjalani hidup. Perhatikan dan ikuti rambu rambu kehidupan dan agama. Siapkan bekal berupa amal saleh dengan ibadah personal dan sosial.
Mudik fisik dan emosional bahagia tertingginya yaitu saat bertemu dengan kedua orang tua yang melahirkan dan membesarkan kita. Maka mudik spiritual bahagia tertingginya yaitu saat bertemu dengan Allah yang Menciptakan kita. Dialah asal sejati kita.
Apakah semua yang mudik pasti tiba ke kampung dan bertemu dengan kedua orangtuanya? Ternyata tidak karena banyak pemudik yang mengalami kecelakaan di perjalanan sampai meninggal dunia. Demikian pula perjalanan mudik ke Allah. Tidak semua dapat bertemu dengan Allah.
Ada syarat yang Allah sampaikan jika ingin bertemu dengan Dia kelak yaitu :
Dan barang siapa datang kepada Tuhannya dalam keadaan beriman, lagi sungguh-sungguh telah beramal shaleh, maka mereka itulah orang-orang yang memperoleh tempat-tempat yang tinggi (mulia),(Q.S. Thahaa : 75)
Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shaleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya”. (Q.S. Al Kahfi : 110)
Ternyata Allah akan menerima kita dan mengijinkan kita bertemu dengan-Nya bukan karena harta, pangkat dan jabatan kita. Tapi semua karena iman, amal shaleh dan keikhlasan dalam beramal.
Harta, pangkat, jabatan dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kebaikan dengan ikhlas semata-mata karena Allah bukan karena ingin pujian,dan penghargaan. Jika pun dapat pujian dan penghargaan anggap semua itu sebagai bonus. Yang penting adalah semua amal dan kerja yang dilakukan diniatkan semua untuk ibadah.
Referensi : Makna dari Mudik Sejati