This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

Tampilkan postingan dengan label Pria Lebih Rapuh Hadapi Perceraian Dibanding Wanita. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pria Lebih Rapuh Hadapi Perceraian Dibanding Wanita. Tampilkan semua postingan

Kamis, 25 Agustus 2022

Pria Lebih Rapuh Hadapi Perceraian Dibanding Wanita

Perceraian memang bukan jalan keluar untuk menyelesaikan masalah dalam pernikahan. Dan tentu saja tak ada orang yang mengharapkan perceraikan setelah menikah dan menemukan orang yang tepat dalam hidupnya. Namun sayangnya, cukup banyak orang yang terjebak dalam situasi tidak menyenangkan ini.  Ada banyak alasan yang bisa menyebabkan kenapa perceraian bisa terjadi. Dilansir dari Prevention, meski berpisah dengan pasangannya, pria sebenarnya memiliki beberapa hal yang ingin diketahui. Yuk, coba cari tahu berikut ini:  Proses Perceraian Lebih Melelahkan Dari penelitian yang dilakukan pada pria yang bercerai, mereka mengaku bahwa mereka berharap bahwa mereka tahu seperti apa rumitnya berpisah. Ini karena ketika akhirnya bercerai dan pikiran tentang bagimana leganya ia dan mantan istri ternyata masih membawa beban berat. Meski lega, untuk mendapatkan perasaan lega itu sendiri sulit, ada banyak hal yang perlu diurus. Misalnya hak asuh, pemisahan asset, dan jika perceraian itu secara baik-baik maka tak ada masalah. Jika perceraian ternyata melibatkan emosi antara dua belah pihak, prosesnya bahkan lebih rumit dan melelahkan dibanding merencanakan pernikahan.  Tentang Perasaan yang Masih Tertinggal Pasangan yang bercerai tentu pernah mengalami manisnya cinta. Ketika akhirnya memutuskan bercerai, para pria menyadari bahwa mereka tidak yakin tentang perasaan yang mereka rasakan. Apakah rasa cinta terhadap mantan istri sudah benar-benar pudar atau masih ada meski tak sebesar dulu. Sebelum mengalami hal ini usai resmi bercerai, mereka berharap bisa mengetahui tentang kemunculan perasaan semacam ini. Mitchell W. seperti dilansir dari Prevention mengaku bahwa ia mengetahui bahwa ia dan mantan istri memang bukan pasangan yang tepat untuk satu sama lain dan kalau pun bersama, mereka tidak akan mudah merasa bahagia. Namun mengetahui bahwa mantan istrinya menemui pria lain tetap terasa seperti pukulan kecil di hatinya. “Saya juga menemui wanita lain, namun tetap saja rasanya ada yang aneh memikirkan tentang mantan istri,” ujarnya.  Tidak Yakin Apakah Bercerai Adalah Jalan Keluar Seperti layaknya menikah, ada cukup banyak pertimbangan yang dibutuhkan ketika bercerai. Terkadang ada keraguan apakah bercerai itu adalah jalan keluar terbaik atau tidak. Karena ada keraguan sehingga mengambil keputusan ini pun butuh waktu. Pria yang bercerai, dilansir dari Prevention menyatakan bahwa keraguan atas hal ini terjawab ketika akhirnya ia merasa lebih bahagia ketika bercerai. Begitu juga dengan mantan istrinya dan kini hubungan mereka justru lebih baik.  Beban Finansial Jangka Panjang Dilansir dari Prevention, seorang pria menyatakan bahwa ia ragu bisa menikah lagi karena setelah bercerai, ia memiliki cukup banyak beban keuangan. Misalnya, saja tagihan kartu kredit atas nama pribadi yang digunakan pasangan, dan ternyata pasangan itu selingkuh. Tentu saja, rasanya tidak adil utnuk membayar tagihan itu sendiri. Lalu ketika, secara hukum mantan suami harus memberikan tunjangan atau membagi harta gono gini yang entah bagaimana akan terasa tidak adil. Belum lagi biaya sewa pengacara yang jumlahnya tidak sedikit. Mungkin jika mengetahui konsekuensi tentang bercerai, akan cukup banyak orang yang berpikir dua kali untuk melakukannya.  Anak-Anak Ternyata Baik-Baik Saja Terkadang pasangan “menunda” untuk bercerai atau memilih tetap bersama demi anak-anak. Kekhawatiran untuk membuat anak-anak kecewa menjadikan pasangan enggan bercerai. Padahal, anak-anak sebenarnya meski butuh perhatian namun juga mereka juga memiliki rasa pengertian yang besar. Tumbuh sambil melihat orang tuanya hidup tidak bahagia dan selalu bertengkar justru dapat membuat anak tidak bahagia. Tidak selalu anak dari broken home itu tumbuh menjadi anak yang pasif. Meski orang tua bercerai, sebenarnya keduanya tetap bisa memberikan kasih sayang kepada anak-anaknya.  Tidak Yakin Bisa Berkencan Lagi Seorang yang mengalami pengalaman buruk dalam membangun hubungan asmara, khususnya pernikahan, bisa jadi memiliki trauma. Setelah memutuskan untuk bercerai dari pasangan dan menjadi lajang kembali, keinginan untuk menjalin hubungan dengan orang lain bisa jadi butuh pertimbangan yang cukup sulit. Ini karena kebanyakan pria sebenarnya juga tidak tahu apakah ia bisa memiliki “keistimewaan” itu lagi.  Menjadi Duda Bahkan label ini akan terus terbawa hingga kapan pun. Seorang pria mengaku bahwa ia perceraian bukanlah hal yang ingin ia ceritakan kepada siapa pun. Namun teman dan bahkan orang yang dikencani terkadang memiliki ketertarikan dan keinginan untuk tahu mengenai hal ini. Tadinya, sebelum memutuskan untuk bercerai, pria tidak menganggap bahwa label tersebut “sulit” dibawa. Namun setelah menjalaninya, ternyata ada beban tak terlihat mengenai status “duda”.

Pria Lebih Rapuh Hadapi Perceraian Dibanding Wanita. Kasus-kasus perceraian memang masih menjadi topik yang menarik untuk dicermati. Perceraian jelas membawa dampak yang tidak ringan pada masing-masing pasangan, maupun bagi si buah hati. Bahkan perceraian pun bisa membawa efek pada pria. Benarkah pria menjadi lebih rapuh ketika menghadapi perceraian, dibandingkan wanita?

Kabar tentang perceraian yang mengejutkan datang dari pasangan artis Gading Marten (Gading) dan Gisella Anastasia (Gisel). Pasangan yang telah menikah selama 5 tahun ini dikabarkan akan bercerai setelah Gisel melayangkan gugatan cerai kepada Gading. Masyarakat pun dibuat sedih memikirkan nasib putri cantik semata wayang Gading dan Gisel, yakni Gempita Nora Marten atau akrab disapa Gempi.

Berbagai simpati pun berdatangan keluarga kecil ini terutama bagi si kecil Gempi. Tak hanya simpati untuk Gempi, beberapa artis seperti Tompi dan Astrid Tiar turut mengunggah foto ayah Gading, Roy Marten yang tengah memeluk putranya. Foto ini dianggap turut mewakili perasaan Gading yang tengah rapuh.

Menghadapi perceraian, siapa lebih kuat?

Bagi sebagian orang, terutama wanita, pria identik dengan stereotip tidak setia, tidak bisa menjalani hubungan monogami dan tidak berperasaan saat meninggalkan istri atau pasangannya. Nyatanya menurut penelitian yang dipublikasikan di Journal of Marriage and Family, wanita cenderung lebih “kuat” setelah menghadapai perceraian dibandingkan pria.

Wanita pun lebih banyak yang mengajukan cerai dibandingkan pria, seperti yang tengah dilakukan oleh Gisel pada Gading. Selain itu menurut jurnal tersebut, pria juga cenderung lebih bahagia saat menikah dibandingkan saat melajang.

Setelah bercerai, banyak dampak yang dialami bagi pria maupun wanita. Termasuk dampaknya bagi kesehatan. Namun dari berbagai penelitian disebutkan bahwa dampak kesehatan ini lebih besar dialami oleh pria dibanding wanita. Salah satu efek negatifnya adalah terjadi perubahan gaya hidup seperti merokok atau konsumsi alkohol.

Menurut studi yang dilansir di jurnal Social Science and Medicine pada tahun 2012, saat menikah istri cenderung mengajak dan menyemangati suami untuk hidup lebih sehat, seperti berhenti merokok, berhenti mengonsumsi alkohol atau berolahraga teratur. Namun setelah bercerai, pengaruh positif dari istri tak lagi didapatkan sehingga pria cenderung akan kembali pada kebiasaan hidup yang tidak sehat.

Pria ternyata lebih emosional

Sementara itu pada penelitian lain juga disebutkan bahwa pria cenderung bergantung secara emosional dengan istrinya. Pada penelitian tersebut dilakukan survei mengenai siapa yang akan diajak berdiskusi pertama kali saat sedang sedih, kecewa, marah atau depresi. Hasilnya 71% pria memilih istrinya, sementara hanya 39% wanita memilih suaminya.

Wanita yang sudah menikah cenderung memiliki dukungan emosional lebih baik dibanding pria seperti dari keluarga atau teman terdekatnya. Namun bukan berarti pria tidak memiliki dukungan emosional dari keluarga atau teman terdekat, tetapi karena pria cenderung sulit untuk mengungkapkan perasaannya atau bercerita mengenai masalahnya dengan orang lain.

Selain itu pria yang sudah menikah juga cenderung bergantung pada istri dalam menjadi kurang mandiri dalam melakukan kegiatan tertentu seperti mengepak perlengkapan, disiapkan sarapan atau makan dan masih banyak lagi. Akibatnya saat bercerai, pria menjadi lebih rapuh karena kehilangan sosok istri tempatnya selama ini bergantung.

Oleh karena itu, menurut studi yang dilansir di British Journal of Sociologytak heran pria cenderung lebih cepat ingin menemukan partner baru atau menikah lagi dibandingkan wanita. Sementara wanita cenderung trauma untuk menikah lagi. Hal tersebut dikarenakan pria cenderung lebih bergantung secara emosional dengan pasangannya, sehingga dorongan untuk menikah lagi juga lebih besar. Bahkan disebutkan juga bahwa pria yang memiliki dukungan sosial yang rendah-baik dari teman atau keluarga – cenderung akan menikah lagi.

Berkaca dari kasus Gading dan Gisel, perceraian memang tak hanya berat untuk pria, namun juga untuk wanita. Keduanya sama-sama akan mengalami dampak kesehatan dan emosional. Namun pada beberapa sisi, efek ini lebih berat dirasakan oleh pria karena pria cenderung lebih sedikit menerima dukungan sosial dari teman atau keluarga.

Referensi : Pria Lebih Rapuh Hadapi Perceraian Dibanding Wanita