Hukum Shalat 5 Waktu
Shalat merupakan rukun Islam kedua setelah syahadat, artinya shalat menjadi hal yang harus dilakukan setelah seorang muslim bersyahadat, terutama bagi muslim yang sudah aqil baligh

Sifat wajib shalat tersebut dibuktikan melalui hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari yang intinya adalah shalat dilakukan dengan cara berdiri. Bila berhalangan seperti kaki terluka atau sudah tua sehingga tidak kuat berdiri, maka bisa shalat sambil duduk. 

Apabila duduk juga tidak memungkinkan maka Allah memberikan keringanan untuk shalat dengan cara tiduran dengan menggerakkan anggota badan yang masih dapat digerakkan. 

Apabila kondisi sudah parah seperti mengalami stroke sehingga hanya bisa berkedip, maka diperbolehkan shalat menggunakan isyarat seperti kedipan mata, maupun hanya menggerakkan jari yang masih bisa digerakkan. 

Beberapa ulama di Indonesia bahkan berpendapat bahwa sebesar apapun dosa dan maksiat yang seorang muslim lakukan, hendaknya tetap melakukan shalat. Bahkan, para Pekerja Seks Komersil juga diwajibkan untuk bershalat meskipun pekerjaan utamanya adalah berzina. 


Hukum Ibadah Haji 
Sementara hukum menunaikan ibadah haji seperti yang sudah banyak dijelaskan oleh para ulama adalah  wajib, tetapi jika mampu. Mampu yang  dimaksud adalah mampu secara harta maupun fisik, karena biaya transportasi dari Indonesia ke Mekkah dan Madinah tidaklah murah. 

Selain biaya transportasi, umat muslim juga harus mengurus paspor dan menyiapkan bekal selama berada di sana. 

Orang-orang yang memiliki penyakit yang tidak memungkinkannya untuk bepergian juga tidak wajib beribadah haji, karena berhaji tidak seperti shalat yang bisa dilakukan dengan isyarat. Pernyataan para ulama tersebut didasari dari surat Ali-Imran ayat 97. 


Syarat Sah Ibadah 
Menurut Ustadz Rosyid Abu Rosyidah, terdapat 2 syarat sahnya ibadah (shalat, sedekah, haji, puasa, dan ibadah-ibadah lainnya), yaitu: 

1. Ikhlas karena Allah (bukan riya' atau niat menyombongkan diri di hadapan manusia). 

2. Sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad 
Shalallahu Alaihi Wassalam   (rukun-rukun atau tata caranya sesuai dengan yang diajarkan oleh Nabi Muhammad 
Shalallahu Alaihi Wassalam ). 

3. Jika salah satu syarat saja yang terpenuhi, maka amalan ibadah menjadi tertolak. 

Hukum Menikmati Harta Haram 
Allah telah memerintahkan hamba-Nya agar tidak menggunakan harta yang haram sesuai dengan surat Al-Baqarah ayat 188 yang memiliki makna: 

Umat muslim dilarang mengambil harta orang lain dengan cara yang salah. Serta tidak diperbolehkan memperkarakan harta tersebut ke pengadilan demi mendapatkan pembenaran supaya harta tersebut tetap bisa dinikmati, padahal sadar betul bahwa harta tersebut bukan haknya. 

Dari kandungan isi Surat Al-Baqarah di atas jelas sekali, bahwa Allah melarang umat muslim untuk  korupsi maupun perbuatan mencuri atau mengambil harta yang bukan haknya, termasuk menipu seperti memalsukan nota. 

Surat Al-Baqarah di atas diperkuat dengan surat Al-Maidah ayat 88 yang intinya adalah umat muslim tidak hanya harus memakan makanan yang zatnya itu sendiri halal, tetapi juga harus didapatkan dengan cara yang baik. 

Kesimpulan Haji dan Shalat Tidaklah Diterima karena Harta Haram
Dari hukum  shalat, ibadah haji, dan larangan memakan harta yang haram, Baitul Masail milik Nahdlatul Ulama atau NU mengeluarkan fatwa, bahwa meskipun harta yang didapatkan adalah haram, shalat dan haji tetap sah. Namun, ibadah tersebut tidak diterima oleh Allah  Subhanahu Wa Ta'ala . 

Jadi, apakah pernyataan haji dan shalat tidaklah diterima karena harta haram adalah benar? Haji dan shalat Anda tetap diterima, tetapi tidak mendapat pahala atau tidak diterima seperti halnya shalat dengan rasa riya’. 

Referensi : Haji dan Shalat Tidaklah Diterima Karena Harta Haram - Hukum dan Landasan Dalil