4 Ciri-ciri rezeki yang mendatangkan azab Allah Swt. Rezeki merupakan salah satu hal yang menjadi target setiap manusia untuk memperolehnya sebanyak - banyaknya. Seperti yang kita ketahui bersama mengenai perihal rezeki. Rezeki adalah hal yang sudah ditetapkan oleh Allah SWT sejak kita berada dalam kandungan ibu. Sedikit banyaknya rezeki yang kita peroleh dari Allah SWT sudah menjadi takdir yang ditetapkan untuk kita. Maka kita sebagai manusia yang merupakan hamba-Nya, mau tidak mau, pilihan terbaik adalah mensyukurinya.
Mirisnya, kebanyakan orang tidak bersyukur atas apa yang ditakdirkan untuk mereka. Mengeluh juga menyalahkan takdir, menjadi hal wajar bila mereka tidak mampu mensyukurinya. Dan lebih fatal lagi, mereka yang berputus asa atas rezeki, mereka memilih jalan yang salah untuk memperolehnya. Sehingga rezeki yang diperoleh demikian itu adalah rezeki yang mendatangkan azab Allah.
Islam tentunya sudah mengatur hukum halal haram dalam ajarannya. Hal ini agar umat pemeluknya mampu membedakan mana hal yang boleh dilakukan, dan tidak boleh dilakukan. Sehingga dalam hidupnya ia akan terjauhkan dari dosa. Perihal rezeki yang mendatangkan azab Allah SWT adalah rezeki yang cara memperolehnya dilakukan dengan cara yang tidak benar. Artinya seseorang itu dalam rangka memperoleh rezekinya ia banyak menyebabkan mudhorot entah itu bagi dirinya sendiri ataupun orang lain. Untuk menghindari hal ini, ada pemahaman mengenai ciri - ciri rezeki yang mendatangkan azab Allah SWT
Ciri - ciri rezeki yang mendatangkan azab Allah
Ciri yang pertama yakni rezeki yang diperoleh mudah menguap. Dalam istilah kekiniannya adalah uang panas. Seseorang yang bekerja keras pagi hingga petang berharap rezeki yang didapat akan dapat berguna bagi dirinya juga keluarganya. Namun sebelum ia gunakan untuk tujuannya, malah uang yang ia peroleh dari pekerjaannya justru tekor untuk urusan lain. Hingga berapapun uang hasil dari kerja kerasnya kadang tak sanggup untuk menutupi kebutuhannya sendiri. Bisa jadi rezekinya tidak berkah, dan Allah SWT menegurnya dengan cara seperti ini agar orang tersebut dapat bermuhasabah diri.
Ciri yang kedua yakni membawa penyakit. Rezeki hasil bekerja yang kita peroleh setiap harinya jika dilakukan dengan cara yang haram. Dan uang itu digunakan untuk makan sehingga hal haram ini akan masuk dalam tubuh kita. Kadang Allah SWT menegur kita dengan datangkan penyakit agar kita tahu, bahwa ada yang salah dengan cara kita memperoleh keberkahan rezeki dari-Nya.\
Ciri yang ketiga adalah tidak membawa ketenangan. Secara psikologis, harta juga dapat mempengaruhi manusia. Hati yang bersih akan merasa gelisah bilamana rezeki yang ia peroleh ada unsur keharamannya. Perihal gelisah ini adalah bentuk hidayah dan teguran dari Allah SWT agar kita menjauhkan diri dari hal haram.
Sedangkan ciri yang keempat adalah sulit dipakai untuk taat. Rezeki yang diperoleh dengan cara curang seperti korupsi, menipu dan lainnya akan sulit digunakan di jalan Allah misalnya sedekah. Mengapa demikian? Karena Allah SWT hanya menerima hal yang baik.
“Sesungguhnya Allah Maha baik, dan tidak menerima kecuali yang baik…” (HR. Bukhari Muslim).
HADIST ini menjelaskan bahwa harta yang berkah adalah harta yang disenangi Allah. Ia tidak harus banyak. Sedikit tapi berkah lebih baik daripada yang banyak tetapi tidak berkah. Untuk mendapatkan keberkahan harta harus halal. Karena Allah tidak mungkin memberkahi harta yang haram.
Allah SWT dalam surat Al Maidah ayat 100 menjelaskan bahwa tidaklah sama kwalitas antara harta haram dengan harta halal, sekalipun harta yang haram begitu menakjubkan banyaknya. Sekali lagi tidaklah sama antara harta halal dengan harta haram. Harta haram dalam ayat di atas, Allah sebut dengan istilah khabits.
Kata khabits menunjukkan sesuatu yang menjijikkan, seperti kotoran atau bangkai yang busuk dan tidak pantas untuk dikonsumsi karena akan merusak tubuh: secara fisik maupun mental. Tidak ada manusia yang mau memakan kotoran dan yang busuk. Sementara harta halal disebut dengan istilah thayyib, artinya baik, menyenangkan dan sangat membantu kesehatan fisik dan mental jika dikonsumsi.
Secara mentalitas dan psikologis harta mampu memengaruhi hati manusia. Harta haram apapun bentuknya yang diperoleh dari hasil mencuri, merampok, menipu, korupsi, illegal loging, riba, suap dan lain sebaginya, hanya akan menuntun pemiliknya untuk menjadi rakus dan kejam. Mengalami kebutaan hari nurani karena tidak mampu lagi membedakan mana harta yang baik dan tidak baik. Hanya hewanlah yang berperilaku demikian, memakan apa saja yang ada di hadapannya tanpa peduli siapa pemilik dari makanan tersebut.
Seorang yang terbiasa mengonsumsi harta haram jiwanya akan meronta-ronta. Merasa tidak tenang, tanpa diketahui sebabnya. Kegelisahan demi kegelisahan akan terus menyeretnya ke lembah yang semakin jauh dari Allah. Lama kelamaan ia tidak merasa lagi berdosa dengan kemaksiatan. Berkata bohong menjadi akhlaknya. Ia merasa tidak enak kalau tidak berbuat keji. Karenanya tidak mungkin harta haram -sedikit apalagi banyak- mengandung keberkahan. Allah sangat membenci harta haram dan pelakunya. Seorang yang terbiasa menikmati harta haram doanya tidak akan Allah terima: Rasulullah SAW pernah menceritakan bahwa ada seorang musafir, rambutnya kusut, pakaiannya kumal, menadahkan tangannya ke langit, memohon: “Yaa rabbi yaa rabbi, sementara pakaian dan makanannya haram, mana mungkin doanya diterima,” (HR. Muslim).
Banyak hikmah yang dapat kita ambil dari berbagai kejadian dalam kehidupan yang menunjukan harta telah menjadi musibah dan ujian bagi pemiliknya. Amat sangat mudah bagi Allah mengambil apa saja yang ada pada diri kita. Sebab semua yang kita miliki hari ini adalah titipan Nya belaka. Tidak ada gunanya menyombongkan diri memiliki uang yang banyak, harta benda, kendaraan dan keturunan yang cantik karena bagi Allah semua adalah titipan dan sekaligus ujian. Dengan kehendaknya Allah dapat membuat seseorang yang kaya raya menjadi bangkrut dengan menimpakan sakit yang mematikan. Hartanya tak mampu membantu dan habis dengan sendirinya. Orang yang pamer kendaraan mendapat ujian kecelakaan atau kendaraan tersebut rusak tanpa diketahui sebabnya. Ataupun memiliki anak cantik tetapi perbuatannya memalukan keluarga.
Dari harta yang haram juga menyebabkan doa seseorang ditolak, sedekahnya pun ditolak. Ibn Hibban terkait dengan hal ini meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda: “Orang yang mendapatkan hartanya dengan cara haram, lalu ia bersedekah dengannya, ia tidak akan mendapat pahala dan dosanya tetap harus ia tanggung.” Imam Adz Dzahaby menambahkan dalam riwayat lain: “Bahwa harta tersebut kelak akan dikumpulkan lalu dilemparkan ke dalam neraka Jahannam.” Maka tidak ada jalan lain untuk meraih keberkahan kecuali hanya dengan merebut harta halal sekalipun sedikit dan nampak tidak berarti.
Dalam Surah Al Maidah ayat 100 Allah menjelaskan bahwa tidaklah sama antara harta haram dan harta halal. Meskipun harta yang haram begitu menakjubkan banyaknya. Sebab turunnya ayat ini dikemukakan dalam suatu riwayat, ketika Nabi Muhammad SAW menjelaskan tentang haramnya arak, berdirilah seorang Badui dan berkata " Saya pernah menjadi pedagang arak dan saya menjadi kaya raya karenanya. Apakah kekayaan ku ini bermanfaat apabila saya gunakan taat pada Allah? Nabi menjawab "sesungguhnya Allah tidak menerima kecuali yang baik." Maka turunlah surah ini yang membenarkan ucapan Rasulullah SAW (diriwayatkan oleh Al Wahidi dan Al Ashbahani dalam kitab At Targhib, yang bersumber dari Jabir).
Apakah rezeki yang berkah itu? Rezeki yang berkah adalah rezeki yang bertambah dan mengandung manfaat dan kebaikan di dalamnya. Sementara rezeki yang tidak berkah adalah sebaliknya, bertambah tapi tidak memiliki manfaat atau kebaikan di dalamnya seperti berikut ini :
Mudah Menguap. Setiap hari bekerja siang dan malam dengan berharap imbalan berupa rezeki yang dipergunakan untuk menafkahi diri dan keluarga. Tapi kadang-kadang banyak yang selalu tekor belum habis bulan uang yang diperoleh sudah habis dan harus mengutang kiri kanan. Berapapun jumlah uang yang diterima selalu habis tak bersisa bahkan masih kekurangan. Jika kondisi keuangan kita seperti ini bisa jadi rezeki kita tidak berkah.
Membawa penyakit. Jika terlalu sering kena penyakit, kemungkinan rezeki kita tidak berkah. Rezeki yang diperoleh dari hasil bekerja dipergunakan untuk memberi makan tubuh yang memang kita perlukan untuk hidup. Makanan yang kita makan setiap hari akan menumbuhkan dan mengganti sel-sel tubuh yang rusak. Sari-sari makanan akan menjadi darah, otak, tulang belulang dan organ tubuh lainnya. Jika makanan yang dimakan sumbernya dari harta yang diperoleh secara haram akan mempengaruhi kondisi tubuh dan melemahkan daya tahan tubuh terhadap penyakit. Allah menyebut harta haram pada surah Al Maidah ayat 100 di atas sebagai Khabits, menunjukkan sesuatu yang menjijikkan seperti kotoran dan bangkai busuk serta tidak pantas untuk dikonsumsi karena akan merusak tubuh.
Tidak membawa ketenangan. Secara mentalitas dan psikologis harta mampu mempengaruhi hati manusia. Seseorang yang selalu merasa gelisah, was-was tanpa sebab kemungkinan rizki yang diperolehnya tidak berkah. Terkait dengan cara memperolehnya yang tidak memikirkan halal atau haram. Jika perolehan harta berasal dari hasil kerja yang tidak baik - syubhat, makruh, haram akan menuntun pemiliknya jadi rakus dan kejam, mengalami kebutaan hati nurani karena tidak mampu membedakan yang halal dan haram. Gelisah dan was-was jika perbuatannya di ketahui orang banyak tapi tidak takut padahal Allah melihat.
Sulit dipakai taat pada Allah. Seperti dikemukakan di atas bahwa rezeki haram tidak bisa dipakai untuk taat kepada Allah. Harta yang diperoleh dari hasil korupsi, menipu orang dipakai untuk membangun mesjid atau sedekah anak yatim tidak akan diterima Allah karena Allah hanya menerima yang baik. Apa jadinya harta yang banyak jika hanya mendorong kita ke neraka dan menjauhkan rahmat Allah? Mungkinkah tubuh yang memakan makanan haram, ditutupi pakaian haram mampu mempersembahkan nilai yang baik di sisi Allah SWT? Tentu tidak!
Semoga kita adalah bagian dari orang yang mendapatkan rezeki berkah. Janganlah kita berjalan dengan menyombongkan diri di muka bumi karena amat mudah bagi Allah untuk mengambil apa saja yang ada pada diri kita. Semua itu hanya titipan