Jumat, 29 Juli 2022

Jangan Menafkahi Anak Dengan Barang Haram Atau Barang Yang Didapat Dengan Cara-Cara Yang Haram

Jangan Menafkahi Anak Dengan Barang Haram Atau Barang Yang Didapat Dengan Cara-Cara Yang Haram. Pernahkah kita berfikir apakah pekerjaan yang kita lakukan selama ini untuk mencari uang itu halal? Apakah orang tua atau keluarga yang sangat mencintai kita merasakan hasil kerja anda yang selama ini kita lakukan melanggar ajaran agama. Coba kita renungkan sejenak betapa tersiksanya orang tua, anak, istri, keluarga kita, ketika mengetahui kalau selama ini uang yang kita berikan ternyata Haram.

Rasulullah saw bersabda, “Tidaklah tumbuh daging dari makanan haram, kecuali neraka lebih utama untuknya.” (HR At Tirmidzi). Makna yang terkandung dari hadist di atas ialah orang-orang yang memakan makanan atau minuman yang haram atau memakan sesuatu yang didapat dari cara-cara yang haram, maka kelak di akhirat nanti, tempat yang pantas untuknya adalah neraka.

Sedangkan di dunia, orang yang selalu memakan makanan atau minuman yang haram atau barang yang didapat dari cara-cara yang haram, maka jiwa orang tersebut akan apriori terhadap agama. Dampak berikutnya ialah, orang yang selalu makan barang haram akan rusak akhlak, aqidah, dan moralnya serta jauh dari rahmat Allah Swt. Oleh karena itu, jangan sekali-kali mencoba menafkahi anak dengan barang haram atau barang yang didapat dari cara-cara yang haram. Karena membina dan menumbuhkan jiwa keagamaan pada anak-anak atau manusia pada umumnya sangat berkaitan erat dengan makanan dan minuman yang masuk ke rongga perutnya.

Agama telah menetapkan larangan untuk mendapatkan nafkah dengan cara-cara yang dilarang oleh-Nya. Karena makanan atau minuman yang diperoleh dari cara-cara yang haram akan merusak akhlak dan jiwa seseorang serta menjauhkan orang tersebut dari berkah Allah Swt. Kewajiban kepala keluarga adalah menafkahi keluarga. Seorang kepala tangga diwajibkan mencari nafkah yang halal agar keluarganya tidak memakan sesuatu yang haram.

Sedangkan di era pandemik, mencari pekerjaan bukan perbuatan mudah. Tidak sedikit seseorang yang mengambil jalan pintas untuk menghidupi keluarganya. Lantas, bagaimana hukum memberni nafkah keluarga dengan penghasilan yang bersifat haram?

Seperti dilansir dari laman resminya, Darul Ifta menerima pertanyaan serupa dari seorang ibu muda. Dia sudah berpisah dari suaminya karena tahu dia meraup penghasilan dari perbuatan haram. Sedangkan ibu ini tidak memiliki penghasilan lain untuk menafkahi anak-anaknya, maka apakah salah jika dia menggunakan uang yang dikirim oleh suaminya?

Syeikh Mahmud Syalbi, Aminul Fatwa dari Darul Ifta Mesir menjawab, si ibu tidak berdosa. Meski status orang tua sudah pisah ranjang, kewajiban seorang ayah untuk menafkahi anak-anaknya tidak hilang. Alhamdulillah jika memang dia mencari nafkah dari pekerjaan yang halal, tetapi jika ternyata dia memberi nafkah anak-anaknya dari pekerjaan yang haram, hanya dia sendiri yang menangung dosa.

Syeikh Salbi juga menjelaskan, dalam kasus ini, selama si ibu belum memiliki penghasilan lain, boleh menggunakan uang yang dikirim dari mantan suaminya. Dia dan anak-anak tidak bakal berdosa lantaran memakan uang haram, tetapi dengan syarat si ibu sebagai orang tua tunggal berusaha sedemikian mungkin untuk tetap mencari penghasilan lain dan tidak bergantung kepada tunjangan dari mantan suaminya.

Dalam fatwa lain tentang kewajikan seorang ayah untuk menafkahi anak-anaknya, Dr. Ali Jum’ah, mantan mufti Republik Mesir dan anggota Dewan Kibarul Ulama, menjelaskan bahwa kewajiban nafkah tersebut tetap ada.

Kewajiban tersebut tidak hilang, meski dia sudah bercerai dan hak asuh anak ditanggung oleh sang istri. Selama anak-anaknya masih hidup, maka sang ayah juga tetap wajib menafkahinya.

Allah SWT berfirman,

وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ

“Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf.” (QS. Al-Baqarah: 233)

Maksud dari ayat di atas adalah, al-maulud lahu (ayah) wajib memberi nafkah kepada istri atau mantan istrinya agar istri atau mantan istrinya bisa memberi nafkah anak-anak mereka. Terlebih jika hak asuh anak jatuh ke pangkuan sang ibu.

Beliau juga mengutip dari sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari ra. dan hadits lain dari Aisyah ra. dengan sanad yang berbeda,

خُذِي ما يَكفِيكِ ووَلَدَكِ بالمَعرُوف

“Ambil apa yang cukup untukmu dan (berikanlah kepada) anak-anakmu dengan baik.”

Syeikh Ali Jum’ah juga menambahkan, Nabi SAW pernah menjelaskan, jika bukan karena kewajiban seorang ayah untuk menafkahi anak-anaknya, maka kita tidak diperbolehkan untuk mengambil sedikit pun dari hartanya. Harta setiap Muslim bersifat suci, artinya tidak boleh mengambil harta sesame Muslim kecuali dengan hak atau izin.

Kewajiban seorang ayah untuk menafkahi anak-anaknya juga bersyarat. Yang pertama, sang ayah harus mampu memiliki penghasilan yang lebih dari cukup untuk kebutuhan pribadi.

Kewajiban nafkah ini juga tidak hilang kecuali dalam keadaan sang ayah adalah seorang tunanetra yang lemah fisik dan akalnya, sehingga tidak ada kemungkinan untuk mencari pendapatan kecuali dengan bergantung kepada orang lain.

Syeikh berkata, “Jika dia berada dalam kondisi pailit dan tidak memiliki suatu pekerjaan, maka nafkah anak jatuh kepada sang kakek atau saudara-saudara ayahnya.”

Beliau juga menjelaskan, nafkah anak menjadi wajib terutama jika si anak belum memiliki pekerjaan atau disibukkan dengan suatu hal tertentu untuk mempersiapkan masa depannya, contohnya saat si anak sedang menempuh masa pendidikan.

Sebuah keluarga dipimpin oleh kepala rumah tangga yaitu suami. Suami memiliki kewajiban menafkahi anggota keluarganya dengan cara yang halal.

Penting sekali untuk memastikan bahwa nafkah keluarga yang diberikan suami tidak berasal dari yang haram.

Suami memliki tanggung jawab menjaga keluarganya dari siksaan api neraka. Inilah salah satu hal yang mendasar yang harus kepala rumah tangga ketahui.

Namun, terkadang yang terjadi, masih ada suami atau kepala rumah tangga yang tidak memusingkan hal tersebut dikarenakan mencari pekerjaan yang halal baginya sungguh sulit di zaman ini apalagi masa pandemi ini. 

Ustadz Syafiq Riza Basalamah mengenai suami yang memberikan nafkah dengan harta yang haram. Bila seorang suami memberikan nafkah kepada keluarganya dengan harta yang haram, walaupun istri dan anak tidak tahu, namun akan berpengaruh pada kehidupan anggota keluarganya.

"Kalau masalah berpengaruh pasti berpengaruh,"kata Ustadz Syafiq Riza Basalamah.

Namun Ustadz Syafiq Riza Basalamah mengatakan jika anak istri tidak tahu mengenai hal ini, maka mereka tidak dijatuhi dosa. Namun hal itu akan berdampak pada ketaatan anggota keluarga kepada Allah.

"Tapi harta haram itu jama'ah nanti jadi adzab buat orang tuanya. Anaknya sulit disuruh kepada ketaatan, karena makan yang haram," jelas Ustadz Syafiq Riza Basalamah.

Lebih lanjut Ustadz Syafiq Riza Basalamah juga menjelaskan akibat makan harta yang haram adalah tidak dikabulkannya doa. "Doanya mungkin nanti tidak dikabulkan, tapi tentunya bagi mereka yang tidak mengerti tidak akan mendapatkan hukuman dari Allah subhanahu wa ta'ala," papar Ustadz Syafiq Riza Basalamah.

Orang tua tetap akan diadzab karena anaknya. Bisa jadi karena harta haram tersebut anak menjadi penyebab adzab orang tuanya. 

Setiap orang tua pasti menginginkan anak yang sholih dan sholihah. Namun sebab diberikan harta yang haram, maka hal tersebut sulit dicapai.

"Daging mana saja yang tumbuh dari hasil yang haram, maka neraka yang lebih pantas untuk tempatnya," kata Ustadz Syafiq Riza Basalamah.

Maka sebagai orang tua, jangan sampai karena ingin menyenangkan istri dan anaknya maka menghalalkan segala cara bahkan sampai memberikan harta dengan cara yang haram.

Istri dan anak juga harus mengetahui asal pendapatan suaminya apakah dari yang halal atau yang haram.

Sebagai istri pun jangan banyak tuntutan kepada suami. Lihat kondisi suami Anda apakah mampu atau tidak. Jika tidak jangan memaksakan keadaan sehingga suami tak pikir panjang dan menggunakan cara yang haram untuk mencari nafkah. Nau'udzubillahi min dzalik.

Jadi, suami, istri, serta anak adalah tim dalam sebuah keluarga. Setiap anggota keluarga wajib untuk saling mengingatkan apalagi masalah ketaatan kepada Allah.

Sesungguhnya tujuan membentuk sebuah keluarga adalah jalan untuk menuju kampung akhirat yaitu surga. 

Penyesalan pasti akan di alami oleh seseorang yang telah melakukan suatu kesalahan, begitu pun dengan mereka yang memakan uang haram. Penyesalan yang benar ialah mereka yang akan mencari tau bagaimana cara menebus dosa memakan uang haram.

Tentu saja, menebus dosa memakan uang haram adalah bukti bahwa seseorang tersebut memilih untuk meninggalkan perbuatan tersebut. Perbuatan yang tidak sesuai dengan syari’at Islam dan moral.

Dalam hal ini, Buya Yahya berbicara tentang cara membersihkan diri dari harta haram yang sudah terlanjur dimakan dan sudah masuk ke dalam tubuh. Buya Yahya juga menjelskan jenis dari haram.

Kata beliau, haram ada 2 jenis, yaitu haram yang tidak memiliki hubungannya dengan orang lain dan haram yang memiliki hubungannya dengan orang lain.

Jenis haram pertama ini, jelas-jelas memakan sesuatu yang keharamannya sudah sangat jelas. Cara taubat dari jenis haram ini cukup dengan berhenti dari perbuatan tersebut.

Pernyataan Buya Yahya ini sudah dilansir oleh Portal Jember, yang berasal dari channel Youtube Al Bahjah. Beliau memberi contoh dalam video yang diunggah pada 19 Agustus 2021 tersebut dengan kebiasaan seseorang yang hobi makan hewan haram.

Kebiasaan itu tersadarkan ketika ia rutin mendatangi pengajian. Berhenti dari memakan hewan haram tersebut, adalah taubat yang di katakana oleh Buya Yahya dalam video tersebut.

Namun, cara ini tidak dapat dilakukan untuk jenis haram yang kedua. Sebab, jenis haram kedua yang memiliki hubungan dengan orang lain, seperti seseorang yang melakukan korupsi.

Nah, untuk jenis haram yang ini, Buya Yahya menjelaskan bahwa ada 2 cara taubatnya.

Apa saja itu?

Hal pertama yang perlu dilakukan oleh orang melakukan tersebut ialah mengganti apa yang sudah diambilnya. Seperti seseorang yang melakukan korupsi di kantornya sebesar 1 miliar, maka dia harus mengembalikan sejumlah yang diambilnya.

Dan langkah kedua ialah meminta maaf. Dalam contoh di atas, orang tersebut harus meminta maaf kepada kantor, dimana dia melakukan korupsi.

Buya Yahya juga menambahkan penjelasan mengenai cara pertama untuk jenis haram yang kedua ini, yaitu dalam mengganti apa yang sudah diambilnya dapat dilakukan dengan cara menyicil, jika memiliki kendala dalam mengembalikan secara penuh dalam satu waktu.

Penjelasan Buya Yahya di atas sesuai dan semakna dengan sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu oleh Bukhari.

Dikatakan dalam hadits tersebut bahwa seseorang yang telah berbuat dzalim kepada orang lain dan tidak meminta keridhoannya akan diambil darinya segala amal kebaikannya di dunia sebanyak kedzaliman yang diperbuatnya,

Tidak hanya itu, keburukan orang didzaliminya juga akan ditimpahkan kepadanya jika tidak ada lagi padanya kebaikan.

A. Hadit-hadits tentang Memakan Makanan Haram dan Cara Taubatnya

1. Hadits tentang memakan makanan haram

Haramnya sesuatu jelas karena terdapat penjelasan akan keharamannya, baik itu dalam al-Quran maupun yang terdapat dalam hadits. Begitu juga dengan melakukan perbuatan haram atau memakan sesuatu yang keharamannya sudah jelas.

Beirkut ini beberapa hadits yang menjelaskan tentang memakan sesuatu yang keharamannya sudah jelas, yaitu;

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh ad-Dailami dari Ibnu Mas’ud bahwasanya shalat seseorang yang memakan sesuatu yang haram tidak akan diterima selama 40 malam walaupun hanya sesuap.

Tidak hanya itu, doanya pun tidak akan diterima selama 40 pagi, dan juga nerakalah tempat kembali untuk setiap daging yang tumbuh darinya.

Akan tetapi, hadits di atas dibatas keshahihannya oleh Ibnu Hajar yang mengatakan bahwa hadits tersebut munkar. Hadits tersebut dikatakan munkar sebab periwayatkan tidak dikenal kecuali riwayat al Fadhl Ibnu Abdullah.

Selain Ibnu Hajar, Ibnu Taimiyah juga mengatakan bahwa hadits di atas termasuk hadits yang maudhu’ atau hadits palsu.

2. Hadits tentang taubat dari memakan makanan haram

Sebagaimana kita ketahui bahwa Allah memiliki nama al-gafur atau Yang Maha Pengampun dari sekian nama yang dimiliki-Nya. Pengampunan Allah terbuka untuk setiap hamba-Nya dan pintu taubat-Nya akan selalu terbuka selama nyawa belum tercabut dari jasanya.

Berikut ini yang menjelaskan Maha Pengampunnya Allah Subhanahu Wa Ta’ala, yaitu;

• HR Tirmidzi

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Umar, Rasulullah menyampaikan berita bahwa Allah akan menerima taubat hamba-Nya selama nyawa hamba-Nya tersebut belum mencapai tenggorokannya.

• HR Muslim

Allah akan membuka pintu taubatnya di malam hari untuk hamba-Nya yang berbuat dosa di siang harinya dan membuka pintu taubatt di siang hari untuk hamba-Nya yang berbuat dosa di malam hari.

Hal demikian akan terus berlanjut hingga matahari terbit dari barat atau hari kiamat datang. Demikianlah berita yang disampaikan oleh Rasulullah yang diriwayatkan dari Abu Musa al-Anshari.

B. Syarat-syarat Taubat dari Memakan Uang Haram

Ternyata, Taubat tidak hanya tinggal taubat saja. sebab taubat juga ada beberapa hal yang harus dipenuhi agar taubat yang dilakukan diterima oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Syarat-syarat ini akan menjadikan taubat tersebut menjadi taubat nasuhah atau taubat yang dilakukan dengan sungguh-sungguh.

Lalu, apa saja syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam taubat???

Berikut ini adalah syarat-syarat yang dijelaskan oleh Imam Nawawi dalam kitab Riyadhu Shalihin, yaitu;

1. Adanya penyesalan terhadap perbuatan yang dilakukan.

2. Meninggalkan amal perbuatan tersebut.

3. Tidak mengulangi dan melakukan lagi perbuatan tersebut di kemudian harinya. Hal ini harus dilakukan dengan kesungguhan.

4. Bila hal atau perbuatan tersebut berkaitan dengan orang lain, maka hendaklah diselesaikan dengan orang yang bersangkutan atau membebaslam diri dari hak manusia yang telah didzalimi.

Seperti harta yang telah dicuri, dikembalikan dan memintan maaf atau meminta untuk dihalalkan atas perbuatan dzalim yang dilakukan.

C. Cara Taubat dari memakan uang haram

Sebelum kita membahas caranya, kita akan menbagi menjadi 2 waktu, yaitu ketika baru memakannya dan sudah lama memakannya. Maka perhatikan penjelasan berikut ini;

1. Ketika baru memakannya dan mengetahui keharamannya

Dalam kasus ini, sahabat Abu Bakar Rhadiyallahu ‘Anhu mencontohkan cara taubat untuk makan haram yang baru dimakan dan mengetahui keharamannya.

Suatu hari, Abu bakar pulang dalam keadaan lapar dan budaknya menyajikan untuknya makanan. Karena rasa laparnya dan lupa, Abu bakar tidak menanyakan asal usul makanan tersebut.

Setelah beberapa suap, beliau ingat dan menanyakan asal makanan tersebut.

sang budak menjelaskan bahwa ketika jaman jahiliyyah dirinya pernah mengobati orang yang kerasukan dan dia sembuh, walau pada saat itu dirinya hanya berpura-pura.

Sang budak kemudian menyatakan bahwa makanan yang sudah beberapa suap dimakan oleh Abu Bakar tersebut adalah diberikan oleh keluarga orang yang pernah ditolongnya waktu itu.

Setelah mendengar penjelasan sang budak, Abu Bakar memasukkan jari tangannya kedalam mulutnya, kemudia beliau memuntahkan seluruh makanan dalam perutnya.

Apa yang dilakukan oleh sahabat Abu Bakar ini adalah cara taubat yang pertama dan ini adalah bentuk dari kewara’ atau kehati-hatian yang tertinggi.

Tindakan tersebut adalah suatu keharusan bagi kita ketika memakan sesuatu yang haram atau syubhat dan kita mengetahui dna menyadarinya.

Setelehnya kita beristigfar kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Baik itu dikarenakan haram atau syubhat zatnya atau cara mendapatnya.

2. Ketika sudah lama memakan makanan haram

Lalu bagaimana jika makanan tersebut sudah lama dimakan???

Bagaimana cara mensucikan diri setelah memakan makanan haram dan sudah lama terjadi?

Kita sebelumnya sudah membahas 4 syarat taubat dari memakan atau mengkonsumsi makanan haram yang telah dijelaskan oleh Imam Nawawi dalam kitab Riyadhush Shalihin.

Maka dengan demikian ada 4 cara untuk bertaubat dari memakan makanan haram yang sudah lama dimakan, yaitu;

• Tidak lagi mengkonsumsi atau memakan makanan haram tersebut alias meninggalkannya.

• Menyesali perbuatan dalam hal mengkonsumsi atau memakan makanan haram tersebut dan diikuti dengan memperbanyak istigfar atau meminta ampun kepada Allah Subahanahu Wa Ta’ala.

• Perbuatan dalam hal mengkonsumsi atau memakan makanan haram tersebut tidak lagi diulangi.

• Jika Perbuatan dalam hal mengkonsumsi atau memakan makanan haram tersebut berkaitan dengan orang lain. Seperti cara mendapatkannya, maka sudah seharusnya dikembalikan kepada orang yang memiliki ha katas apa yang diambil tersebut.

D. Balasan Allah dalam Bertaubat

Ada beberapa Ayat-ayat al-Quran yang menjelaskan balasan yang akan didapatkan oleh seseorang yang bertaubat dari memakan makanan haram, yaitu;

1. Ayat ke-70 surah al-Furqan

Dalam ayat ini Allah menjanjikan pengampunan untuk hamba-Nya yang bertaubat dari memakan makanan atau uang haram.

2. Ayat ke-31 surah an-Nur

Dalam ayat ini, Allah menjanjikan kepada mereka yang bertaubat akan keberuntungan yang akan didapatkan dari bertaubat atas makanan atau uang haram yang dikonsumsinya.

Demikianlah pemaparan kami mengenai cara menebus dosa memakan uang haram atau makanan haram.

Referensi Sebagai berikut ini ;