Kamis, 28 Juli 2022

4 Tanda Ini Bukti Allah Swt Murka Kepada Seorang Hamba

Ilustrasi : 4 Tanda Ini Bukti  Allah Swt Murka Kepada Seorang Hamba

4 Tanda Ini Bukti  Allah Swt Murka Kepada Seorang Hamba. Seorang Muslim bisa terjebak pada empat keadaan berikut ini yang membuatnya tidak sadar bahwa itu sebetulnya adalah wujud kemurkaan Allah SWT pada dirinya. Pertama, penyebab datangnya kebencian di muka bumi itu ialah karena perbuatan buruk atau pelanggaran yang dilakukan seorang hamba, hingga perbuatan tersebut menjadi gunjingan banyak orang atau orang lain merasakan dampaknya.

Hal ini didasarkan pada hadits riwayat Bukhari dan Muslim dari jalur Abu Hurairah RA. Nabi SAW bersabda: "Apabila Allah SWT mencintai seorang hamba-Nya, Dia memanggil Jibril bahwa sesungguhnya Allah SWT mencintai si Fulan, maka cintailah dia. Maka jibril mencintai hamba itu lalu Jibril berseru kepada penduduk langit, sesungguhnya Allah mencintai si Fulan, maka cintailah dia. Maka seluruh penduduk langit mencintai hamba itu, kemudian orang itu pun dijadikan bisa diterima oleh penduduk bumi."

Seorang Muslim bisa terjebak pada empat keadaan berikut ini yang membuatnya tidak sadar bahwa itu sebetulnya adalah wujud kemurkaan Allah SWT pada dirinya. Pertama, penyebab datangnya kebencian di muka bumi itu ialah karena perbuatan buruk atau pelanggaran yang dilakukan seorang hamba, hingga perbuatan tersebut menjadi gunjingan banyak orang atau orang lain merasakan dampaknya.

Dan jika Dia membenci seorang hamba, dia memanggil Jibril, dan berkata bahwa Allah SWT membenci hamba tersebut, jadi aku membencinya. Maka Jibril membencinya lalu berseru kepada penduduk langit, bahwa Allah SWT membenci hamba itu. Maka mereka membencinya. Kemudian hamba tersebut dibenci penduduk bumi.”

Kedua, wujud kemurkaan Allah SWT pada seorang hamba, yaitu hamba tersebut cenderung terus berada dalam cintanya kepada sesuatu yang dibenci Allah SWT, sama seperti saat dia membenci apa yang dicintai Allah SWT.

Ketiga, hamba tersebut selalu berada dalam kesesatan, ketidaktaatan dan dosa, dan bergerak di antara dosa dan dosa. Hamba ini tidak bertobat dari semua hal buruk itu dan mati untuknya.Keempat, tanda Allah SWT murka pada seorang hamba, yaitu hamba tersebut lalai dalam melaksanakan sholat wajib, tidak menjaganya atau melaksanakannya.Ini bentuk kelalaian dalam melaksanakan sholat lima waktu. Hak-hak Allah SWT dan hamba-hamba-Nya pun lenyap, sehingga menjadi tidak peduli terhadap nasib di dunia dan akhirat.

Jangan-jangan, Allah Sudah Tidak Peduli dengan Kita. Allah sudah tidak peduli dengan kita. Allah abaikan kita. Apa pun yang kita lakukan, hanya akan menambah buruk nasib kita. Hidup serba mudah bukan pertanda bahwa Allah meridhai kita. Begitu pun sebaliknya. Hidup serba susah bukan pertanda Allah murka dengan kita. Ridha dan murka Allah bergantung pada keikhlasan dan benarnya amal kita.

Betapa banyak orang yang Allah murkai, hidupnya begitu nyaman. Harta berlimpah. Kekuasaan di tangan. Semuanya serba ada dan mudah. Seolah Allah mengatakan pada orang ini, “Silakan puas-puasin duniamu. Di akhirat, kamu akan sengsara selamanya!”

Ya Allah, betapa kami berlindung dariMu dari apa yang digolongkan dalam ayat berikut ini.

“Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa.” (QS.Al An’am: 44).

Bayangkan jika kita salah memahami konteks ini. Bahwa, orang yang Allah ridhai adalah yang hidupnya nyaman. Dan kenyamanan dan kenikmatan inilah yang selalu menjadi patokan. Seolah tak ada tarikan nafas dalam hidup ini kecuali dalam rangka mengejar kenyamanan itu.

Kita pun menjadi super sibuk. Sibuk dalam rangka mencari fasilitas kenyamanan itu. Dan di waktu yang berbeda, kita pun sibuk pula dalam menikmati kenyamanan yang sudah di tangan.

Persepsi kita tentang hidup pun mulai berubah. Persepsi yang akhirnya menggeser apa yang penting dan apa yang tidak penting dalam hidup ini. Begitu pun dengan apa yang bernilai dan apa yang tidak memiliki arti sama sekali.Bayangkan tentang sebuah persepsi seseorang yang rumahnya tak jauh dari masjid. Kumandang azan terdengar jelas dari dalam rumahnya. Ia sehat. Segala sarana sangat memungkinkan dirinya untuk berhenti sejenak dari urusan dunia untuk kemudian singgah di masjid. Tidak dalam hitungan jam. Hanya lima sampai sepuluh menit saja.

Namun, hal itu menjadi berbeda dalam kalkulasi untung ruginya. Seolah dia berhujah, aku paham itu azan. Tapi kesibukanku saat ini jauh lebih penting dari apa pun. Waktu berakhir shalat kan masih lebih dari dua jam lagi. Dan sepertinya, shalat di rumah jauh lebih khusyuk daripada di masjid. Kesibukan apa sebenarnya yang ia maksudkan sehingga berat untuk berangkat ke masjid. Rupanya, ia sedang menyimak berita penting dari televisi. Atau, ia sedang menuntaskan tugas kantornya di rumah.

Itu pun masih tergolong “wajar”. Karena di persepsi yang lebih bawah lagi hujjahnya lebih parah. “Aduh, baru mau mulai tidur. Yah, lagi tanggung nih chatingnya.” Dan seterusnya. Satu hal yang jarang kita dengar tentang bahaya merasa sibuk ini. Sibuk dalam hal yang sebenarnya bisa ditunda. Sibuk yang sebenarnya jauh di bawah nilai ibadah. Sibuk yang jika tidak dikerjakan pun tidak akan berpengaruh apa-apa. Untuk urusan dunia, maupun akhirat.Yaitu, sebuah ungkapan nasihat dari seorang tabi’in yang merupakan guru dari para ulama ahlussunnah. Beliau adalah Hasan Al-Bashri, rahimahullah.

Beliau mengatakan,

من علامة إعراض الله تعالى عن العبد أن يجعل شغله فيمالا يعنيه

“Termasuk tanda bahwa Allah berpaling dari seorang hamba adalah Dia menjadikan si hamba sibuk pada hal-hal yang tidak bermanfaat baginya.”Kata kuncinya ada pada manfaat atau tidak. Jika iman sudah pada tingkat daya yang lemah, ilmu agama yang jauh dari memadai, sahabat yang hanya mengingatkan pada urusan dunia; kata ‘manfaat’ menjadi begitu bias.

Semua menjadi bergantung pada apa yang jelas terlihat. Jelas pula dirasakan. Dan, jelas hasilnya.Dalam hal jelas ini, urusan dunia jauh dirasakan lebih jelas dari apa pun tentang akhirat. Setan pun membimbingnya untuk lebih akrab lagi dengan keindahan dunia. Sementara urusan akhirat kian redup ditelan hiruk-pikuknya kesibukan.Semoga yang seperti itu bukan kita. Tapi jika itu yang terjadi, itulah pertanda bahwa Allah sudah tak lagi peduli dengan kita

Referensi Sebagai Berikut ini ;