Orang yang serius (jaad) adalah orang yang mengucapkan talak dengan ucapan dan benar-benar memaksudkan (meniatkan) untuk mentalak. Sedangkan orang yang bercanda (hazil) memaksudkan ucapan talaknya dengan ucapan, namun tidak benar-benar meniatkan untuk mentalak. Seperti ucapan ketika bercanda dengan istri, “Saya talak (ceraikan) kamu”. Padahal ucapan itu hanya bercanda atau main-main. Apakah talak dari orang yang bercanda sama dengan orang yang serius?.
Menurut mayoritas ulama, siapa yang mengucapkan kata “talak” (cerai) walau dalam keadaan bercanda atau main-main asalkan lafazh talak tersebut keluar shorih (tegas), maka talak tersebut jatuh jika yang mengucapkan talak tersebut baligh (dewasa) dan berakal. Sehingga tidak ada alasan jika ada yang berucap, “Saya kan hanya bergurau”, atau “Saya kan hanya main-main”. Meskipun ketika itu ia juga tidak berniat untuk mentalak istrinya.
Dalil yang mendukung pernyataan di atas adalah sebagai berikut:
“Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu mereka mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah mereka dengan cara yang ma’ruf, atau ceraikanlah mereka dengan cara yang ma’ruf (pula). Janganlah kamu rujuki mereka untuk memberi kemudharatan, karena dengan demikian kamu menganiaya mereka. Barangsiapa berbuat demikian, maka sungguh ia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. Janganlah kamu jadikan hukum-hukum Allah permainan, dan ingatlah nikmat Allah padamu, dan apa yang telah diturunkan Allah kepadamu yaitu Al Kitab dan Al Hikmah (As Sunnah)” (QS. Al Baqarah: 231).
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tiga perkara yang serius dan bercandanya sama-sama dianggap serius: (1) nikah, (2) talak, dan (3) rujuk”.
Bahkan para ulama sepakat akan sahnya talak dari orang yang bercanda, bergurau atau sekedar main-main, asalkan ia memaksudkan tegas dengan lafazh talak.
Ibnul Mundzir rahimahullah berkata, “Para ulama dari yang saya ketahui berijma’ (sepakat) bahwa talak yang diucapkan serius maupun bercanda adalah sama saja (tetap jatuh talak)”.
Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Orang yang mentalak dalam keadaan ridho, marah, serius maupun bercanda, talaknya teranggap”.
Ibnu Qudamah Al Maqdisi rahimahullah berkata, “Talak dengan ucapan tegas tidak diperlukan adanya niat. Bahkan talak tersebut jatuh walau tanpa disertai niat. Tidak ada beda pendapat dalam masalah ini. Karena yang teranggap di sini adalah ucapan dan itu sudah cukup walau tak ada niat sedikit pun selama lafazh talaknya tegas (shorih) seperti dalam jual beli, baik ucapan tadi hanyalah gurauan atau serius”.
Talak dalam keadaan bercanda dikatakan jatuh talak disebabkan karena talak adalah suatu perkara yang besar berkaitan dengan kehormatan wanita dan ia adalah manusia yang merupakan semulia-mulianya makhluk di sisi Allah. Sehingga tidak pantas seorang melanggar harga diri orang lain dengan bergurau.
Bahasan ini menunjukkan pula bagaimana kita harus menjaga lisan dengan baik. Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka berkatalah yang baik dan jika tidak maka diamlah”.
Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Pendapat yang mengatakan jatuhnya talak bagi orang bergurau ada manfaat di dalamnya. Hal ini akan meredam tingkah laku orang yang sering bercanda. Jika seseorang tahu bahwa bermain-main dengan talak dan semacamnya bisa teranggap, tentu ia tidak akan nekat bergurau seperti itu selamanya. Sebagian ulama ada yang berpendapat tidak teranggapnya talak dari orang yang bercanda. Pendapat ini lebih akan mengantarkan seseorang untuk bermain-main dengan ayat-ayat Allah”.
Semoga dengan mengetahui hal ini kita lebih hati-hati lagi dalam berucap, walau hanya sekedar bercanda atau bersandiwara dengan istri, maka tetap jatuh talak, meskipun itu hanya bercanda atau bergurau.
Zakat dari Harta yang Haram, Bagaimana Hukumnya. Umat Islam diwajibkan membayar zakat untuk harta yang dimiliki, apabila sudah memenuhi nishab atau ukuran tertentu.
Zakat selain bermakna tumbuh dan berkembang secara bahasa, juga bisa bermakna menyucikan. Hal ini terlihat dari surah ash-Syams ayat 9, Qad aflaha man zakkaha, (beruntunglah orang-orang yang menyucikan jiwa).
Lalu bagaimana hukum zakat dari harta yang haram? Ustadz Fauzi Ahmad Qosim dari Dompet Dhuafa menyebutkan, dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda:
“Tidaklah diterima shalat tanpa bersuci, tidak pula sedekah dari ghulul (harta haram)” (HR. Muslim no. 224)
Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam fatwa No 13 Tahun 2011 juga menegaskan bahwa harta haram tidak menjadi objek wajib zakat. Ketentuan Hukum dalam fatwa tersebut menyebutkan:
Zakat wajib ditunaikan dari harta yang halal, baik hartanya maupun cara perolehannya.
Harta haram tidak menjadi obyek wajib zakat.
Kewajiban bagi pemilik harta haram adalah bertaubat dan membebaskan tanggung jawab dirinya dari harta haram tersebut.
Cara bertaubat sebagaimana dimaksud angka 3 adalah sebagai berikut:
Meminta ampun kepada Allah, menyesali perbuatannya, dan ada keinginan kuat (‘azam) untuk tidak mengulangi perbuatannya;
Bagi harta yang haram karena didapat dengan cara mengambil sesuatu yang bukan haknya, seperti mencuri dan korupsi, maka harta tersebut harus dikembalikan seutuhnya kepada pemiliknya. Namun, jika pemiliknya tidak ditemukan, maka digunakan untuk kemaslahatan umum.
Bila harta tersebut adalah hasil usaha yang tidak halal, seperti perdagangan minuman keras dan bunga bank, maka hasil usaha tersebut (bukan pokok modal) secara keseluruhan harus digunakan untuk kemaslahatan Umum.
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu.” (QS. Al-Baqarah: 267).
Referensi : Zakat dari Harta yang Haram, Bagaimana Hukumnya?
Perceraian dalam Islam, Bagaimana Hukumnya?. Di dalam Islam menikah merupakan sunnah dari para Nabi untuk memiliki keturunan yang sholeh, menjaga kemaluan dan kehormatan dari perbuatan tercela, serta menjaga keberagaman secara umum.
Disebutkan dalam hadits:
Dari Abdullah bin Mas'ud ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda kepada kami, "Hai para pemuda! Barangsiapa di antara kamu sudah mampu kawin, maka kawinlah. Karena dia itu dapat menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Dan siapa yang belum mampu hendaklah dia berpuasa karena itu dapat menahan (HR. Bukhari Muslim).
"Perceraian dalam Islam, Bagaimana Hukumnya?" selengkapnya https://wolipop.detik.com/wedding-news/d-5157711/perceraian-dalam-islam-bagaimana-hukumnya.
Dalam kehidupan berumah tangga, perceraian atau talak menjadi kisah sedih dalam jalinan rumah tangga. Setiap rumah tangga pasti memiliki masalah. Namun sering disayangkan jika harus terjadi perceraian. Allah SWT menyarankan agar suami tidak mudah menjatuhkan kata talak pada istrinya walaupun ada perasaan tidak suka.
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak."
Dalam buku 'Merajut Rumah Tangga Bahagia' oleh A. Fatih Syuhud disebutkan sebuah hadits Rasulullah yang berbunyi:
"Perkara halal yang paling tidak disukai Allah adalah talak." (Hadits riwayat Ibnu Majah, Hakin, Nasai, Abu Dawud, Baihaqi.)
Sehingga dalam Islam tidak mengharamkan perceraian namun menjadi hal yang paling tidak disuka Allah SWT. Jika konflik dalam rumah tangga tidak dapat diselesaikan dan justru akan menimbulkan kesengsaraan tentu dalam situasi ini maka syari'ah membolehkan adanya perceraian seperti yang disebut dalam QS An-Nisa ayat 130 yang berbunyi:
Artinya: "Jika keduanya bercerai, maka Allah akan memberi kecukupan kepada masing-masingnya dari limpahan karunia-Nya. Dan adalah Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Bijaksana."
Jika mendapatkan kesulitan atau masalah dalam rumah tangga sebaiknya jangan langsung berpikir untuk cerai. Ust. Ahmad Zacky El-Syafa dan Faizah Ulfah Choiri dalam buku 'Halal Tapi Dibenci Allah: Seluk Beluk Talak/Cerai Menurut Ajaran Islam' menyebutkan doa menjadi kunci pembuka pintu rahmat dan alat penolak bala, baik sebelum terjadi maupun sesudah terjadi.
Sebuah hadits yang berasal dari Ibnu Umar menyatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda:
"Barangsiapa dibukakan baginya pintu doa, berarti telah dibukakan baginya pintu-pintu rahmat. Dan tidaklah Allah diminta sesuatu untuk diberikan-Nya yang lebih Dia cintai daripada Dia diminta untuk (memberi) kesehatan. Sungguh doa itu bermanfaat terhadap musibah baik yang telah menimpa maupun yang belum menimpa. Maka dari itu wahai hamba Allah, hendaklah kalian selalu berdoa." (HR. Timidzi).
Allah SWT juga berfirman dalam surat Al-Baqarah: 186:
Artinya: "Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran."
Sehingga bisa diambil kesimpulan bahwa perceraian hendaknya tidak dibuat mainan. Perlu dipikirkan segala kekurangan atau akibat negatif yang disebabkan karena perceraian seperti anak ataupun keluarga.
Referensi : Perceraian dalam Islam, Bagaimana Hukumnya?