وَلَا تَسُبُّوا الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ فَيَسُبُّوا اللَّهَ عَدْوًا بِغَيْرِ عِلْمٍ
“Janganlah kalian mencela tuhan-tuhan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka akan mencela Allah dengan melampui batas tabpa ilmu”. (QS. al-An’am: 108)
Imam Ibnu Katsir menjelaskan tafsir ayat ini:
يَقُولُ تَعَالَى نَاهِيًا لِرَسُولِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالْمُؤْمِنِينَ عَنْ سَبِّ آلِهَةِ الْمُشْرِكِينَ ، وَإِنْ كَانَ فِيهِ مَصْلَحَةٌ ، إِلَّا أَنَّهُ يَتَرَتَّبُ عَلَيْهِ مَفْسَدَةٌ أَعْظَمُ مِنْهَا، وَهِيَ مُقَابَلَةُ الْمُشْرِكِينَ بِسَبِّ إِلَهِ الْمُؤْمِنِينَ ، وَهُوَ اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ
“Allah melarang NabiNya dan kaum mukminin dari mencela tuhan-tuhan kaum musyrikin sekalipun hal itu mengandung kemaslahatan, namun itu bisa menimbulkan kerusakan yang lebih besar, yaitu orang-orang musyrikin akan membalas mencela Tuhannya kaum muslimin yaitu Allah, Dzat yang tidak ada Tuhan yang berhak diibadahi kecuali hanya Allah semata”. (Tafsir Al Quranil Adzim 3/314)
Dari ayat inilah, para ulama mengambil kaidah “Saddu Dzari’ah”. Syaikh Shiddiq Hasan Khon mengatakan: “Ayat ini merupakan dalil tentang kaidah saddu dzari’ah (membendung sarana menuju haram) dan menutup pintu syubhat”. (Nailul Marom Min Tafsiri Ayatil Ahkam 2/509).
Namun perlu diperhatikan bahwa larangan ayat ini adalah “mencela”. Adapun menjelaskan prinsip agama Islam seperti: Hanya agama Islam yang benar di sisi Allah, orang Yahudi dan Nashrani adalah kafir, Nabi Isa bukan Tuhan dan tidak disalib, di Setiap Salib ada jin, dan lain sebagainya, maka ini bukanlah termasuk celaan tetapi menjelaskan prinsip agama Islam. Maka harus dibedakan antara keduanya, jangan dicampuradukkan.
Perhatikan firman Allah:
وَقَالُوا اتَّخَذَ الرَّحْمَٰنُ وَلَدًا . لَّقَدْ جِئْتُمْ شَيْئًا إِدًّا . تَكَادُ السَّمَاوَاتُ يَتَفَطَّرْنَ مِنْهُ وَتَنشَقُّ الْأَرْضُ وَتَخِرُّ الْجِبَالُ هَدًّا . أَن دَعَوْا لِلرَّحْمَٰنِ وَلَدًا . وَمَا يَنبَغِي لِلرَّحْمَٰنِ أَن يَتَّخِذَ وَلَدًا
“Dan mereka berkata: ‘Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak’. Sesungguhnya kamu telah mendatangkan sesuatu perkara yang sangat mungkar. Hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu, dan bumi belah, dan gunung-gunung runtuh, karena mereka mendakwa Allah Yang Maha Pemurah mempunyai anak. Dan tidak layak bagi Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak” (QS. Maryam: 88-92)
Dan secara tegas Allah telah menyatakan “kafir” para penganut ajaran Trinitas tersebut dalam banyak ayat Al Quran, diantaranya:
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ ۖ وَقَالَ الْمَسِيحُ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اعْبُدُوا اللَّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ ۖ إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ ۖ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ
“Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya Allah ialah Al Masih putera Maryam”, padahal Al Masih (sendiri) berkata: “Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu”. Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun.” (QS. Al-Maidah: 72-73)
Menjelaskan kandungan Al Quran seperti ini bukanlah mencela sama sekali, sebab kalau itu dianggap mencela maka itu artinya orang-orang berilmu tidak boleh menyampaikan isi kandungan Al Quran hanya karena alasan menjaga perasaan orang-orang kafir agar tidak tersinggung!
Lagian, kalau hukum hanya menggunakan perasaan seperti ini maka ini akan memicu kekacauan, sebab nanti bisa saja banyak orang muslim yang tersinggung dengan kandungan kitab ajaran lain yang mengatakan bahwa umat Islam dianggap sebagai domba-domba tersesat!
Mari kita bersikap bijak dan adil dalam masalah ini sehingga kita bisa mengurai benang kusut yang coba diumbar oleh segelintir orang yang mengikuti hawa nafsu mereka dan mengadu domba di antara anak-anak bangsa. Lihatlah dimana kakimu berpihak.