This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

Tampilkan postingan dengan label Taubat Mereka yang Diterima Allah SWT dalam Surat An-Nisa. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Taubat Mereka yang Diterima Allah SWT dalam Surat An-Nisa. Tampilkan semua postingan

Senin, 03 Oktober 2022

Taubat Mereka yang Diterima Allah SWT dalam Al Qur'an Surat An-Nisa

3. Sisi Praktis dalam Taubat Jika dalam taubat ada sisi atau unsur pengetahuan; yang terwujudkan dalam ilmu tentang maqam Allah SWT dan kebesaran hak-Nya atas hamba-hamba-Nya, serta nikmat-nikmat-Nya yang banyak atas mereka pada satu segi, dan pada segi lain pengetahuan tentang bahaya kemaksiatan dan kesalahan serta pengaruhnya di dunia dan akhirat, serta ia akan menjadi penghalang antara manusia dan Rabbnya, dan akan menghalangi manusia untuk mencapai keberuntungan dan keselamatan yang dicarinya:  "Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga maka sungguh ia telah beruntung." (QS. Ali Imran: 185) Dalam taubat juga ada sisi atau unsur hati, emosi dan hasrat. Terwujudkan dalam penyesalan yang membakar kayu-kayu dosa. Air mata penyesalan yang mencuci kotoran kesalahan. Dan cahaya semangat dan tekad yang benar untuk tidak kembali melakukan kemaksiatan yang telah ia mintakan taubatnya, sebesar apapun godaan yang ia jumpai.  Dalam taubat juga terdapat sisi atau unsur praksis yang harus dijalankan, hingga hakikat taubat dapat dipenuhi, serta ia dapat memberikan hasilnya bagi jiwa dalam kehidupan.  Sisi praksis ini mempunyai dasar, dan darinya keluar dua cabang, atau barangkali beberapa cabang.  a. Meninggalkan Kemaksiatan Secepatnya Pokoknya adalah: meninggalkan kemaksiatan secepatnya. Suatu taubat tidak bermakna jika orang yang bertaubat itu masih tetap menjalankan kemaksiatan yang ia sesali itu, serta tiddak meinggalknanya; karena, kalau begitu, apa yang ia taubatkan, jadinya? Meninggalkan taubat itu dinilai sebagai pekerjaan, karena ia menahana diri dari kemaksiatan yang ia ingin lakukan, untuk tetap dalam ketaatan. Tidak diragukan lagi, menahan diri ini adalah pekerjaan, gerak tubuh, serta jihad fi sabilillah. Allah SWT berfirman:  "Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan ) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami." (QS. al 'Ankabut: 69). b. Istighfar Sedangkan dua cabang asal itui adalah, pertama: istighfar. Dengan pengertian, memintah maghfirah dan ampunan dari Allah SWT. Seperti dikatakan oleh bapak yang pertama, Adam, dan ibu yang pertama, Hawa; setelah keduanya makan pohon yang dilarang itu:  "Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi." (QS. al A'raaf: 23) Seluruh orang yang bertaubat amat membutuhkan untuk beristighfar, seperti diperintahkan oleh Al Quran dan sunnah serta dijelaskan oleh kaum salaf saleh.  Mengingat pentingnya istighfar, dan diulangnya perintah untuk istighfar itu, serta dorongan untuk melakukannya dalam al Quran dan hadits, maka kami akan khususkan suatu pasal tesendiri tentang hal itu.  c. Mengubah Lingkungan dan Teman Cabang kedua adalah: merubah lingkungan masyarakat yang penuh dengan kotoran, yang ia tempati saat ia melakukan kemaksiatan dan penyelewengan. Kemudian mencari lingkungan yang bersih dan suci yang bebas dari penyakit yang berbahaya. Yang kami maksud dengan penyakit-penyakit itui adalah: penyakit kesalahan, dosa dan penyelewengan. Dan ini lebih berbahaya dari penyakit badan, dan lebih cepat pengaruhnya.  Jika pengaruh penyakit anggota badan berbahaya bagi seorang individu, maka bahaya penyelewengan dan kemaksiatan mengancam individu dan masyarakat secara bersamaan. Ia tidak hanya bahaya bagi materi yang tangible (terindera) saja, namun juga terhadap sisi maknawi dan etika (yang intangible). Ia tidak hanya berbahaya bagi dunia saja, namun juga terhadap dunia dan akhirat secara bersamaan.  Ini artinya, orang yang bertaubat hendaknya meninggalkan teman-temannya yang jahat yang mengajaknya untuk melakukan kemaksiatan dan menarik kakinya ke arah itu. Yang membuat ia terjatuh seperti mereka. Sehingga ia kemudian turut meminum minuman keras, berjudi, menggunakan obat bius, memperjual belikan barang yang haram, menerima sogokan, jatuh dalam tipu daya wanita, bekerja dengan musuh sebagai mata-mata, atau meninggalkan shalat serta mengikuti syahwat... dan macam-macam kesalahan lainnya. Oleh karena itu, ia harus mengganti teman-teman yang jahat itu dengan teman-teman yang baik. Yang dengan melihat mereka saja ia akan mengingat Allah SWT, pembicaraan mereka mengajak kepada ketaatan kepada Allah SWT , dan perbuatan mereka menunjukkan kepada jalan Allah SWT.  Orang yang bertaubat harus meninggalkan menemani "tukang tiup api" untuk kemudian memilih teman "tukang jual minyak wangi", seperti diajarkan oleh pengajar yang pertama, Rasulullah Saw.  Pengaruh teman dan shabat bagi manusia amat besar, seperti diungkapkan oleh para bijak bestari dan para penyair dari semenjak dahulu kala. Hingga ada penyair yang berkata:  "Tentang seseorang maka janganlah tanyakan dirinya sendiri, namun tanyakan temannya Karena setiap teman dengan temannya adalah sama. " dan penyair lain berkata:  "Hati-hatilah dan jangan temani orang yang pencela, karena ia akan menularkan seperti orang sehat tertularkan orang berpenyakit kusta." Teman ada dua macam: teman yang membawa engkau menuju surga, dan teman yang menjerumuskan engkau ke dalam neraka. Al Quran telah menceritakan kepada kita akan bahaya teman jenis terakhir ini. Karena ia dapat menyesatkan dan menghalangi dari jalan Allah. Dan mungkin korban-korban mereka baru diketahui di akhirat nanti, ketika tabir kegaiban telah dibuka, dan manusia melihat hakikat sejara jelas. Allah berfirman:  "Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang-orang yang zalim menggigit dua tangannya, seraya berkata: "Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul". Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si fulan itu teman akrab (ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al Qur'an ketika Al Qur'an itu telah datang kepadaku. Dan adalah syaitan itu tidak mau menolong manusia." (QS. al Furqan: 27-29). Oleh karena itu, kita melihat seluruh teman di dunia menjadi musuh di akhirat. Masing-masing mencela yang lain, dan satu orang melaknat temannya yang lain, serta mereka saling membebaskan diri dari masing-masing. Seluruh mereka berkata kepada sahabatnya: engkaulah yang telah menyesatkan dan membuatku sesat. Kecuali ada satu jenis teman dan kekasih yang tetap saling mencintai, yaitu orang-orang yang taqwa, yang takut kepada Rabb mereka, dan azab yang buruk. Allah SWT berfirman:  "Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa." (QS. az-Zukhruf: 67) Dari sini, sebagian ahli suluk dari kalangan salaf memperingatkan untuk mengganti sahabat. Ketika ia berkata, "taubat adalah: menyesal dengan hati, bertekad untuk meninggalkan maksiat, meminta ampunan dengan lisan, menjauhkan maksiat dengan badan, serta menjauhi teman-teman yang buruk." Ini adalah pandangan pendidikan yang benar dan telah teruji. Inilah yang telah diperingatkan oleh al Qusyairi dan ia menasehati orang yang taubat untuk memulai dengan perbuatan ini, yaitu menjauhi teman-teman yang buruk. Merekalah yang mendorongnya untuk menggagalkan niatnya untuk bertaubat, serta menganggu tekadnya untuk melakukan ketaatan. [Risalah Qusyairiah : 1/255.].  Ini diperkuat oleh hadits sahih: yaitu hadits yang berbicara tentang orang yang telah membunuh seratus orang, kemudian ia bertanya siapa orang yang paling pandai di dunia. Kemudian ia diberitahukan untuk menemui seorang alim ia berkata kepadanya: bahwa ia telah membunuh seratus orang, maka apakah ia masih mempunyai kesempatan untuk bertaubat? Orang alim itu menjawab: ya, siapa yang yang menghalangi orang untuk bertaubat? Pergilah engkau ke daerah ini dan ini, karena di sana terdapat orang-orang yang menyembah Allah SWT, maka beribadahlah kepada Allah SWT bersama mereka, dan jangan engkau kembali ke kampungmu, karena ia adalah kampung yang buruk... hadits. [Hadits itu muttafaq alaih dari Abi Sa'id al Khudri. Disebutkan oleh al Mundziri dalam Targhib wa Tarhib. Lihatlah : al Muntaqa (1936) dan telah disebutkan hadits ini dengan lengkap pada halaman sebelumnya.].  d. Mengiringi Perbuatan Buruk dengan Perbuatan Baik Ini adalah cabang lain yang menyempurnakan dua cabang itu dan memperkuat taubat. Yaitu: mengiringi keburukan dengan kebaikan, sehingga dapat menghapus pengaruhnya dan membersihkan kotorannya. Inilah yang diperintahkan oleh Rasulullah Saw kepada Abu Dzarr r.a. ketika beliau mewasiatkan kepadanya dengan wasiat yang agung ini, dan bersabda:  "Bertakwalah di manapun engkau berada, dan ikutilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik niscaya ia akan menghapusnya, dan pergaulilah manusia dengan akhlak yang baik." [Hadits diriwayatkan oleh Ahmad dan Tirmizi dari Abi Dzar. Tirmizi berkata: hadits ini hasan sahih. Dan Al Hakim mensahihkannya atas syarat Bukhari dan Muslim, dan disetujui oleh Adz Dzahabi dan Al Baihaqi dalam Asy-Syu'ab. Dan Ahmad serta Tirmizi dan Al Baihaqi juga Thabrani meriwayatkannya pula Mu'adz. Adz Dzahabi berkata dalam kitab Muhadz-dzab: sanadnya adalah hasan. (Al Faidl: 1/121)] Yang dimaksud adalah: seorang muslim, jika ia melakukan maksiat, hendaknya segera mengiringinya dengan kebaikan. Seperti shalat, shadaqah, puasa, perbuatan yang baik, istighfar, dzikr, tasbih dan lainnya, dari macam-macam perbuatan yang baik. Seperti firman Allah SWT :  "Dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk." [QS. Huud: 114] Ibnu Arabi berkata: kebaikan akan menghapus keburukan, baik sebelumnya atau setelahnya. Pelaksanaan kebaikan setelah keburukan itu lebih baik, karena perbuatan itu lahir dari hati, dan berpengaruh dengannya. Maka jika ia melakukan kebaikan, itu menunjukkan hatinya yang baik. Dan jika ia melakukan perbuatan yang baik, itu timbul dari pilihan hati, sehingga menghapus keburukan yang dilakukan sebelumnya. Pengertian literer sabda beliau: 'tamhuha' "akan menghapusnya", artinya dosa itu akan lenyap dari catatan. Ada yang berpendapat: maksudnya adalah, tidak diancam dengan hukuman atas dosanya itu. [Lihatlah: Faidlul Qadir: 1/120]  Jika kesalahannya itu adalah membicarakan keburukan orang lain di hadapan seesorang tertentu, maka kebaikan itu adalah memuji orang tadi dihadapan orang yang diajak berghibah sebelumnya, atau ia beristighfar kepada Allah SWT baginya.  Jika keburukannya itu adalah mencela seseorang di hadapan manusia, maka kebaikannya itu adalah menghormatinya, memuliakannya serta menyebutnya dengan kebaikan.  Orang yang kejahatannya adalah membaca buku-buku yang buruk, maka kebaikannya adalah membaca al Quran, kitab hadits serta ilmu-ilmu Islam. Orang yang keburukannya adalah menghardik kedua orang tua, maka kebaikannya itu adalah dengan berlaku sebaik-sebaiknya dengan keduanya dan memuliakannya serta berbuat baik kepadanya, terutama saat mereka dalam usia lanjut.  Orang yang keburukannya adalah memutuskan silaturahmi, serta berbuat buruk kepada saudara, maka kebaikannya adalah berbuat baik kepada mereka serta berusaha menjaga persaudaraan, walaupun mereka memutuskannya, dan memberi mereka walaupun mereka belum pernah memberi.  Jika keburukannya adalah duduk dalam tempat hiburan, main-main dan melakukan yang haram, maka kebaikannya itu adalah duduk di tempat kebaikan, dzikr dan ilmu yang bermanfaat.  Jika keburukannya itu adalah bekerja di koran yang memusuhi Islam dan para da'inya, maka kebaikannya itu adalah bekerja di koran yang melawan musuh-musuh Islam itu, dengan menyebarkan berita yang jujur, serta pendapat yang lurus.  Jika keburukannya adalah mengarang kitab yang menyesatkan, serta mengajak kepada kemungkaran dalam perkataan dan perbuatan, menyebarakan pemikiran yang menyesatkan serta mengajak kepada syahwat, maka kebaikannya itu adalah mengarang kitab yang melawan kecenderungan itu, mengajak kepada kebaikan, memerintahkan kepada yang ma'ruf, serta melarang dari kemunkaran.  Barang siapa yang kebaikannya adalah menyebarkan nyanyian yang merangsang, serta mengundang nafsu yang rendah dengan segala cara, maka kebaikannya adalah menyebarkan kebaikan, serta mengajak kepada sifat malu dan menjaga kehormatan diri.  Barangsiapa keburukannya adalah menzhalimi manusia, memusuhi orang-orang lemah, serta mengganggu kehormatan mereka dan hak-hak material atau immaterial mereka, maka kebaikan mereka itu adalah berusaha menegakkan keadilan, berlaku jujur kepada orang yang zhalim, membela orang-orang yang lemah, dan berusaha memperjuangkan hak-hak mereka.  Jika keburukannya adalah bergabung dengan kelompok penguasa yang despotis dan mendukung kebohongan mereka, serta membantu mereka menjalankan kezaliman mereka terhadap rakyat, maka kebaikannya adalah membantah orang-orang yang zalim itu sedapat mungkin, serta membuka kebobrokan mereka di hadapan massa, membongkar kelakuan buruk mereka serta korupsi yang mereka lakukan, sehingga manusia menjauh dari mereka.  Inilah kebaikan yang dapat menghapuskan dosa orang yang melakukan keburukan semampu ia lakukan. Yaitu dengan melawannya, menghilangkan pengaruhnya, serta membersihkan diri dari pengaruhnya. Yaitu dengan meniti jalan yang berlawanan dari perbuatan buruk itu, seperti dijelaskan oleh imam Al Ghazali. Karena orang yang sakit diobati dengan lawannya penyakit itu.  Seluruh kezaliman yang naik ke hati dengan kemaksiatan, maka ia tidak dapat dihapuskan kecuali dengan cahaya yang naik dengan perbuatan baik, yang berlawanan dengan perbuatan buruk itu. Yang berlawanan adalah yang berpasangan (baik-buruk). Demikianlah hendaknya, seluruh keburukan dihapuskan dengan kebaikan yang sejenisnya, semampu mungkin. Cara seperti ini dalam menghapus keburukan, lebih dipercaya dan lebih diyakini dari pada secara terus menerus menjalankan suatu macam ibadah tertentu saja, meskipun itu juga pada gilirannya akan menghapus dosanya.  Cara penghapusan dosa dengan lawannya ini, diperkuat oleh syari'ah. Yaitu al Quran mewajibkan dalam kasus pembunuhan karena kealpaan dengan membebaskan budak. Karena perbudakan adalah semacam kematian seseorang, karena ia tidak mempunyai kebebasan. Dengan membebaskan budak maka terdapat penghidupan maknawi di dalamnya. Karena manusia tidak mungkin menghidupkan orang secara material dan langsung, maka ia dapat menghidupkannya secara maknawi, yaitu dengan membebaskannya. Taubat Mereka yang Diterima Allah SWT dalam Al Qur'an Surat  An-Nisa. Tidak semua taubat umat manusia akan diterima Allah SWT. Lantas taubat siapakah yang akan diterima?  Alquran surat an-Nisa’ ayat 17 menjelaskan tentang taubat yang akan diterima Allah SWT.   إِنَّمَا التَّوْبَةُ عَلَى اللَّهِ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السُّوءَ بِجَهَالَةٍ ثُمَّ يَتُوبُونَ مِنْ قَرِيبٍ فَأُولَٰئِكَ يَتُوبُ اللَّهُ عَلَيْهِمْ ۗ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا   “Sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah taubat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan, yang kemudian mereka bertaubat dengan segera, maka mereka itulah yang diterima Allah taubatnya, dan Allah Mahamengetahui lagi Mahabijaksana.”   Syekh Muhammad bin Shalih Asy-Syawi, dalam Nafahat al-Makkiyah, sebagaimana dikutip dari tafsirweb, menjelaskan bahwa taubat dari Allah SWT terhadap hamba-hamba-Nya ada dua macam. Pertama, taufik dari-Nya untuk melakukan taubat itu sendiri. Kedua, penerimaan-Nya akan taubat tersebut setelah dilakukan sang hamba.     Syekh Shalih Asy-Syawi menjelaskan, Allah mengabarkan bahwa taubat yang hanya berhak dialamatkan kepada Allah adalah haq yang hanya Allah peruntukkan bagi diri-Nya sebagai kebaikan dan anugerah dari-Nya bagi orang yang melakukan perbuatan dosa.   Yaitu kemaksiatan lantaran kejahilan, yaitu kebodohan dirinya akibat perbuatan itu dan konsekuensi kemurkaan serta siksaan Allah terhadapnya.  Kebodohannya akan hasil dari perbuatannya itu berupa berkurangnya atau hilangnya iman darinya. Maka setiap pelaku kemaksiatan terhadap Allah adalah jahil dengan kondisi seperti itu walaupun dia mengetahui akan keharamannya. Bahkan mengetahui keharaman sesuatu adalah syarat suatu kemaksiatan yang mendapat hukuman karenanya, yang kemudian mereka bertaubat dengan segera.  Kemungkinan maknanya adalah mereka bertaubat sebelum menyaksikan kematian, karena Allah menerima taubat seorang hamba apabila dia bertaubat sebelum ada kepastian bahwa dia akan mati. Sedangkan setelah hadirnya kematian, maka tidaklah akan diterima suatu taubat pun dari pelaku kemaksiatan dan tidak akan diterima pula keimanan dari orang kafir.  Sebagaimana Allah berfirman tentang Firaun:    حَتَّىٰ إِذَا أَدْرَكَهُ الْغَرَقُ قَالَ آمَنْتُ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا الَّذِي آمَنَتْ بِهِ بَنُو إِسْرَائِيلَ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِينَ   "Hingga bila Firaun itu telah hampir tenggelam, berkatalah dia, 'saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Rabb Yang dipercayai oleh Bani Israil dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).”(QS Yunus: 90)     Allah berfirman di sini, "dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan" yaitu kemaksiatan-kemaksiatan selain kekufuran, "hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan, sesungguhnya saya bertaubat sekarang, dan tidak pula (diterima taubatnya) orang-orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran bagi orang-orang itu telah kami sediakan siksa yang pedih."   Yang demikian itu karena taubat dalam kondisi seperti itu adalah taubat yang terpaksa yang tidak berguna bagi pelakunya. Padahal sesungguhnya yang bermanfaat itu hanyalah taubat pilihan atau kesadaran.   Kemungkinan juga makna firman-Nya "dengan segera" yaitu segera setelah perbuatan dosa tersebut yang mengharuskan adanya taubat, maka maknanya adalah bahwa barang siapa yang bersegera dalam menarik diri sejak timbulnya dosa dan berserah diri kepada Allah serta menyesali perbuatan itu maka sesungguhnya Allah akan mengampuni dosanya.   Berbeda dengan orang yang terus menerus dengan dosanya dan berkelanjutan dengan aib-aibnya itu hingga menjadi sebuah sifat yang menempel pada dirinya, maka sesungguhnya akan sulit baginya untuk bertaubat secara total bahkan biasanya ia tidak mendapatkan taufik taubat.  Serta tidak dimudahkan kepada sebab-sebabnya seperti seseorang yang melakukan perbuatan dosa atas ilmu yang jelas dan keyakinan yang dibarengi dengan sikap meremehkan pengawasan Allah terhadapnya. Maka sesungguhnya ia telah menutup pintu rahmat bagi dirinya sendiri.   Memang benar bahwa Allah terkadang memberikan taufik kepada hamba-Nya yang selalu melakukan dosa dan maksiat dengan kesengajaan dan keyakinan menuju taubat yang berguna, Allah akan menghapus dengan taubat itu apa-apa yang telah lalu berupa dosa-dosa dan kejahatan-kejahatannya. Akan tetapi rahmat dan taufik itu lebih dekat pada orang yang pertama, oleh karena itulah Allah menutup ayat pertama tersebut dengan firman-Nya.  "Dan Allah Mahamengetahui Mahabijaksana" dan di antara ilmu Allah bahwa Dia mengetahui orang yang benar dalam taubat dan orang yang berdusta, dan akan membalas setiap dari kedua orang tersebut sesuai dengan hak keduanya menurut hikmah-Nya.   Di antara hikmah-Nya adalah Allah akan memberikan taufik kepada orang yang hikmah dan rahmat-Nya menghendaki orang tersebut kepada taubat. Allah akan menghinakan orang yang hikmah dan keadilan-Nya menghendaki tidak memberi taufik kepadanya.  , 3. Sisi Praktis dalam Taubat Jika dalam taubat ada sisi atau unsur pengetahuan; yang terwujudkan dalam ilmu tentang maqam Allah SWT dan kebesaran hak-Nya atas hamba-hamba-Nya, serta nikmat-nikmat-Nya yang banyak atas mereka pada satu segi, dan pada segi lain pengetahuan tentang bahaya kemaksiatan dan kesalahan serta pengaruhnya di dunia dan akhirat, serta ia akan menjadi penghalang antara manusia dan Rabbnya, dan akan menghalangi manusia untuk mencapai keberuntungan dan keselamatan yang dicarinya:  "Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga maka sungguh ia telah beruntung." (QS. Ali Imran: 185) Dalam taubat juga ada sisi atau unsur hati, emosi dan hasrat. Terwujudkan dalam penyesalan yang membakar kayu-kayu dosa. Air mata penyesalan yang mencuci kotoran kesalahan. Dan cahaya semangat dan tekad yang benar untuk tidak kembali melakukan kemaksiatan yang telah ia mintakan taubatnya, sebesar apapun godaan yang ia jumpai.  Dalam taubat juga terdapat sisi atau unsur praksis yang harus dijalankan, hingga hakikat taubat dapat dipenuhi, serta ia dapat memberikan hasilnya bagi jiwa dalam kehidupan.  Sisi praksis ini mempunyai dasar, dan darinya keluar dua cabang, atau barangkali beberapa cabang.  a. Meninggalkan Kemaksiatan Secepatnya Pokoknya adalah: meninggalkan kemaksiatan secepatnya. Suatu taubat tidak bermakna jika orang yang bertaubat itu masih tetap menjalankan kemaksiatan yang ia sesali itu, serta tiddak meinggalknanya; karena, kalau begitu, apa yang ia taubatkan, jadinya? Meninggalkan taubat itu dinilai sebagai pekerjaan, karena ia menahana diri dari kemaksiatan yang ia ingin lakukan, untuk tetap dalam ketaatan. Tidak diragukan lagi, menahan diri ini adalah pekerjaan, gerak tubuh, serta jihad fi sabilillah. Allah SWT berfirman:  "Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan ) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami." (QS. al 'Ankabut: 69). b. Istighfar Sedangkan dua cabang asal itui adalah, pertama: istighfar. Dengan pengertian, memintah maghfirah dan ampunan dari Allah SWT. Seperti dikatakan oleh bapak yang pertama, Adam, dan ibu yang pertama, Hawa; setelah keduanya makan pohon yang dilarang itu:  "Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi." (QS. al A'raaf: 23) Seluruh orang yang bertaubat amat membutuhkan untuk beristighfar, seperti diperintahkan oleh Al Quran dan sunnah serta dijelaskan oleh kaum salaf saleh.  Mengingat pentingnya istighfar, dan diulangnya perintah untuk istighfar itu, serta dorongan untuk melakukannya dalam al Quran dan hadits, maka kami akan khususkan suatu pasal tesendiri tentang hal itu.  c. Mengubah Lingkungan dan Teman Cabang kedua adalah: merubah lingkungan masyarakat yang penuh dengan kotoran, yang ia tempati saat ia melakukan kemaksiatan dan penyelewengan. Kemudian mencari lingkungan yang bersih dan suci yang bebas dari penyakit yang berbahaya. Yang kami maksud dengan penyakit-penyakit itui adalah: penyakit kesalahan, dosa dan penyelewengan. Dan ini lebih berbahaya dari penyakit badan, dan lebih cepat pengaruhnya.  Jika pengaruh penyakit anggota badan berbahaya bagi seorang individu, maka bahaya penyelewengan dan kemaksiatan mengancam individu dan masyarakat secara bersamaan. Ia tidak hanya bahaya bagi materi yang tangible (terindera) saja, namun juga terhadap sisi maknawi dan etika (yang intangible). Ia tidak hanya berbahaya bagi dunia saja, namun juga terhadap dunia dan akhirat secara bersamaan.  Ini artinya, orang yang bertaubat hendaknya meninggalkan teman-temannya yang jahat yang mengajaknya untuk melakukan kemaksiatan dan menarik kakinya ke arah itu. Yang membuat ia terjatuh seperti mereka. Sehingga ia kemudian turut meminum minuman keras, berjudi, menggunakan obat bius, memperjual belikan barang yang haram, menerima sogokan, jatuh dalam tipu daya wanita, bekerja dengan musuh sebagai mata-mata, atau meninggalkan shalat serta mengikuti syahwat... dan macam-macam kesalahan lainnya. Oleh karena itu, ia harus mengganti teman-teman yang jahat itu dengan teman-teman yang baik. Yang dengan melihat mereka saja ia akan mengingat Allah SWT, pembicaraan mereka mengajak kepada ketaatan kepada Allah SWT , dan perbuatan mereka menunjukkan kepada jalan Allah SWT.  Orang yang bertaubat harus meninggalkan menemani "tukang tiup api" untuk kemudian memilih teman "tukang jual minyak wangi", seperti diajarkan oleh pengajar yang pertama, Rasulullah Saw.  Pengaruh teman dan shabat bagi manusia amat besar, seperti diungkapkan oleh para bijak bestari dan para penyair dari semenjak dahulu kala. Hingga ada penyair yang berkata:  "Tentang seseorang maka janganlah tanyakan dirinya sendiri, namun tanyakan temannya Karena setiap teman dengan temannya adalah sama. " dan penyair lain berkata:  "Hati-hatilah dan jangan temani orang yang pencela, karena ia akan menularkan seperti orang sehat tertularkan orang berpenyakit kusta." Teman ada dua macam: teman yang membawa engkau menuju surga, dan teman yang menjerumuskan engkau ke dalam neraka. Al Quran telah menceritakan kepada kita akan bahaya teman jenis terakhir ini. Karena ia dapat menyesatkan dan menghalangi dari jalan Allah. Dan mungkin korban-korban mereka baru diketahui di akhirat nanti, ketika tabir kegaiban telah dibuka, dan manusia melihat hakikat sejara jelas. Allah berfirman:  "Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang-orang yang zalim menggigit dua tangannya, seraya berkata: "Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul". Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si fulan itu teman akrab (ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al Qur'an ketika Al Qur'an itu telah datang kepadaku. Dan adalah syaitan itu tidak mau menolong manusia." (QS. al Furqan: 27-29). Oleh karena itu, kita melihat seluruh teman di dunia menjadi musuh di akhirat. Masing-masing mencela yang lain, dan satu orang melaknat temannya yang lain, serta mereka saling membebaskan diri dari masing-masing. Seluruh mereka berkata kepada sahabatnya: engkaulah yang telah menyesatkan dan membuatku sesat. Kecuali ada satu jenis teman dan kekasih yang tetap saling mencintai, yaitu orang-orang yang taqwa, yang takut kepada Rabb mereka, dan azab yang buruk. Allah SWT berfirman:  "Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa." (QS. az-Zukhruf: 67) Dari sini, sebagian ahli suluk dari kalangan salaf memperingatkan untuk mengganti sahabat. Ketika ia berkata, "taubat adalah: menyesal dengan hati, bertekad untuk meninggalkan maksiat, meminta ampunan dengan lisan, menjauhkan maksiat dengan badan, serta menjauhi teman-teman yang buruk." Ini adalah pandangan pendidikan yang benar dan telah teruji. Inilah yang telah diperingatkan oleh al Qusyairi dan ia menasehati orang yang taubat untuk memulai dengan perbuatan ini, yaitu menjauhi teman-teman yang buruk. Merekalah yang mendorongnya untuk menggagalkan niatnya untuk bertaubat, serta menganggu tekadnya untuk melakukan ketaatan. [Risalah Qusyairiah : 1/255.].  Ini diperkuat oleh hadits sahih: yaitu hadits yang berbicara tentang orang yang telah membunuh seratus orang, kemudian ia bertanya siapa orang yang paling pandai di dunia. Kemudian ia diberitahukan untuk menemui seorang alim ia berkata kepadanya: bahwa ia telah membunuh seratus orang, maka apakah ia masih mempunyai kesempatan untuk bertaubat? Orang alim itu menjawab: ya, siapa yang yang menghalangi orang untuk bertaubat? Pergilah engkau ke daerah ini dan ini, karena di sana terdapat orang-orang yang menyembah Allah SWT, maka beribadahlah kepada Allah SWT bersama mereka, dan jangan engkau kembali ke kampungmu, karena ia adalah kampung yang buruk... hadits. [Hadits itu muttafaq alaih dari Abi Sa'id al Khudri. Disebutkan oleh al Mundziri dalam Targhib wa Tarhib. Lihatlah : al Muntaqa (1936) dan telah disebutkan hadits ini dengan lengkap pada halaman sebelumnya.].  d. Mengiringi Perbuatan Buruk dengan Perbuatan Baik Ini adalah cabang lain yang menyempurnakan dua cabang itu dan memperkuat taubat. Yaitu: mengiringi keburukan dengan kebaikan, sehingga dapat menghapus pengaruhnya dan membersihkan kotorannya. Inilah yang diperintahkan oleh Rasulullah Saw kepada Abu Dzarr r.a. ketika beliau mewasiatkan kepadanya dengan wasiat yang agung ini, dan bersabda:  "Bertakwalah di manapun engkau berada, dan ikutilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik niscaya ia akan menghapusnya, dan pergaulilah manusia dengan akhlak yang baik." [Hadits diriwayatkan oleh Ahmad dan Tirmizi dari Abi Dzar. Tirmizi berkata: hadits ini hasan sahih. Dan Al Hakim mensahihkannya atas syarat Bukhari dan Muslim, dan disetujui oleh Adz Dzahabi dan Al Baihaqi dalam Asy-Syu'ab. Dan Ahmad serta Tirmizi dan Al Baihaqi juga Thabrani meriwayatkannya pula Mu'adz. Adz Dzahabi berkata dalam kitab Muhadz-dzab: sanadnya adalah hasan. (Al Faidl: 1/121)] Yang dimaksud adalah: seorang muslim, jika ia melakukan maksiat, hendaknya segera mengiringinya dengan kebaikan. Seperti shalat, shadaqah, puasa, perbuatan yang baik, istighfar, dzikr, tasbih dan lainnya, dari macam-macam perbuatan yang baik. Seperti firman Allah SWT :  "Dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk." [QS. Huud: 114] Ibnu Arabi berkata: kebaikan akan menghapus keburukan, baik sebelumnya atau setelahnya. Pelaksanaan kebaikan setelah keburukan itu lebih baik, karena perbuatan itu lahir dari hati, dan berpengaruh dengannya. Maka jika ia melakukan kebaikan, itu menunjukkan hatinya yang baik. Dan jika ia melakukan perbuatan yang baik, itu timbul dari pilihan hati, sehingga menghapus keburukan yang dilakukan sebelumnya. Pengertian literer sabda beliau: 'tamhuha' "akan menghapusnya", artinya dosa itu akan lenyap dari catatan. Ada yang berpendapat: maksudnya adalah, tidak diancam dengan hukuman atas dosanya itu. [Lihatlah: Faidlul Qadir: 1/120]  Jika kesalahannya itu adalah membicarakan keburukan orang lain di hadapan seesorang tertentu, maka kebaikan itu adalah memuji orang tadi dihadapan orang yang diajak berghibah sebelumnya, atau ia beristighfar kepada Allah SWT baginya.  Jika keburukannya itu adalah mencela seseorang di hadapan manusia, maka kebaikannya itu adalah menghormatinya, memuliakannya serta menyebutnya dengan kebaikan.  Orang yang kejahatannya adalah membaca buku-buku yang buruk, maka kebaikannya adalah membaca al Quran, kitab hadits serta ilmu-ilmu Islam. Orang yang keburukannya adalah menghardik kedua orang tua, maka kebaikannya itu adalah dengan berlaku sebaik-sebaiknya dengan keduanya dan memuliakannya serta berbuat baik kepadanya, terutama saat mereka dalam usia lanjut.  Orang yang keburukannya adalah memutuskan silaturahmi, serta berbuat buruk kepada saudara, maka kebaikannya adalah berbuat baik kepada mereka serta berusaha menjaga persaudaraan, walaupun mereka memutuskannya, dan memberi mereka walaupun mereka belum pernah memberi.  Jika keburukannya adalah duduk dalam tempat hiburan, main-main dan melakukan yang haram, maka kebaikannya itu adalah duduk di tempat kebaikan, dzikr dan ilmu yang bermanfaat.  Jika keburukannya itu adalah bekerja di koran yang memusuhi Islam dan para da'inya, maka kebaikannya itu adalah bekerja di koran yang melawan musuh-musuh Islam itu, dengan menyebarkan berita yang jujur, serta pendapat yang lurus.  Jika keburukannya adalah mengarang kitab yang menyesatkan, serta mengajak kepada kemungkaran dalam perkataan dan perbuatan, menyebarakan pemikiran yang menyesatkan serta mengajak kepada syahwat, maka kebaikannya itu adalah mengarang kitab yang melawan kecenderungan itu, mengajak kepada kebaikan, memerintahkan kepada yang ma'ruf, serta melarang dari kemunkaran.  Barang siapa yang kebaikannya adalah menyebarkan nyanyian yang merangsang, serta mengundang nafsu yang rendah dengan segala cara, maka kebaikannya adalah menyebarkan kebaikan, serta mengajak kepada sifat malu dan menjaga kehormatan diri.  Barangsiapa keburukannya adalah menzhalimi manusia, memusuhi orang-orang lemah, serta mengganggu kehormatan mereka dan hak-hak material atau immaterial mereka, maka kebaikan mereka itu adalah berusaha menegakkan keadilan, berlaku jujur kepada orang yang zhalim, membela orang-orang yang lemah, dan berusaha memperjuangkan hak-hak mereka.  Jika keburukannya adalah bergabung dengan kelompok penguasa yang despotis dan mendukung kebohongan mereka, serta membantu mereka menjalankan kezaliman mereka terhadap rakyat, maka kebaikannya adalah membantah orang-orang yang zalim itu sedapat mungkin, serta membuka kebobrokan mereka di hadapan massa, membongkar kelakuan buruk mereka serta korupsi yang mereka lakukan, sehingga manusia menjauh dari mereka.  Inilah kebaikan yang dapat menghapuskan dosa orang yang melakukan keburukan semampu ia lakukan. Yaitu dengan melawannya, menghilangkan pengaruhnya, serta membersihkan diri dari pengaruhnya. Yaitu dengan meniti jalan yang berlawanan dari perbuatan buruk itu, seperti dijelaskan oleh imam Al Ghazali. Karena orang yang sakit diobati dengan lawannya penyakit itu.  Seluruh kezaliman yang naik ke hati dengan kemaksiatan, maka ia tidak dapat dihapuskan kecuali dengan cahaya yang naik dengan perbuatan baik, yang berlawanan dengan perbuatan buruk itu. Yang berlawanan adalah yang berpasangan (baik-buruk). Demikianlah hendaknya, seluruh keburukan dihapuskan dengan kebaikan yang sejenisnya, semampu mungkin. Cara seperti ini dalam menghapus keburukan, lebih dipercaya dan lebih diyakini dari pada secara terus menerus menjalankan suatu macam ibadah tertentu saja, meskipun itu juga pada gilirannya akan menghapus dosanya.  Cara penghapusan dosa dengan lawannya ini, diperkuat oleh syari'ah. Yaitu al Quran mewajibkan dalam kasus pembunuhan karena kealpaan dengan membebaskan budak. Karena perbudakan adalah semacam kematian seseorang, karena ia tidak mempunyai kebebasan. Dengan membebaskan budak maka terdapat penghidupan maknawi di dalamnya. Karena manusia tidak mungkin menghidupkan orang secara material dan langsung, maka ia dapat menghidupkannya secara maknawi, yaitu dengan membebaskannya.

Taubat Mereka yang Diterima Allah SWT dalam Al Qur'an Surat  An-Nisa. Tidak semua taubat umat manusia akan diterima Allah SWT. Lantas taubat siapakah yang akan diterima?  Alquran surat an-Nisa’ ayat 17 menjelaskan tentang taubat yang akan diterima Allah SWT.

 إِنَّمَا التَّوْبَةُ عَلَى اللَّهِ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السُّوءَ بِجَهَالَةٍ ثُمَّ يَتُوبُونَ مِنْ قَرِيبٍ فَأُولَٰئِكَ يَتُوبُ اللَّهُ عَلَيْهِمْ ۗ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا  

“Sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah taubat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan, yang kemudian mereka bertaubat dengan segera, maka mereka itulah yang diterima Allah taubatnya, dan Allah Mahamengetahui lagi Mahabijaksana.” 

Syekh Muhammad bin Shalih Asy-Syawi, dalam Nafahat al-Makkiyah, sebagaimana dikutip dari tafsirweb, menjelaskan bahwa taubat dari Allah SWT terhadap hamba-hamba-Nya ada dua macam. Pertama, taufik dari-Nya untuk melakukan taubat itu sendiri. Kedua, penerimaan-Nya akan taubat tersebut setelah dilakukan sang hamba.   

Syekh Shalih Asy-Syawi menjelaskan, Allah mengabarkan bahwa taubat yang hanya berhak dialamatkan kepada Allah adalah haq yang hanya Allah peruntukkan bagi diri-Nya sebagai kebaikan dan anugerah dari-Nya bagi orang yang melakukan perbuatan dosa. 

Yaitu kemaksiatan lantaran kejahilan, yaitu kebodohan dirinya akibat perbuatan itu dan konsekuensi kemurkaan serta siksaan Allah terhadapnya.

Kebodohannya akan hasil dari perbuatannya itu berupa berkurangnya atau hilangnya iman darinya. Maka setiap pelaku kemaksiatan terhadap Allah adalah jahil dengan kondisi seperti itu walaupun dia mengetahui akan keharamannya. Bahkan mengetahui keharaman sesuatu adalah syarat suatu kemaksiatan yang mendapat hukuman karenanya, yang kemudian mereka bertaubat dengan segera.

Kemungkinan maknanya adalah mereka bertaubat sebelum menyaksikan kematian, karena Allah menerima taubat seorang hamba apabila dia bertaubat sebelum ada kepastian bahwa dia akan mati. Sedangkan setelah hadirnya kematian, maka tidaklah akan diterima suatu taubat pun dari pelaku kemaksiatan dan tidak akan diterima pula keimanan dari orang kafir.  Sebagaimana Allah berfirman tentang Firaun:  

حَتَّىٰ إِذَا أَدْرَكَهُ الْغَرَقُ قَالَ آمَنْتُ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا الَّذِي آمَنَتْ بِهِ بَنُو إِسْرَائِيلَ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِينَ 

"Hingga bila Firaun itu telah hampir tenggelam, berkatalah dia, 'saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Rabb Yang dipercayai oleh Bani Israil dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).”(QS Yunus: 90)   

Allah berfirman di sini, "dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan" yaitu kemaksiatan-kemaksiatan selain kekufuran, "hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan, sesungguhnya saya bertaubat sekarang, dan tidak pula (diterima taubatnya) orang-orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran bagi orang-orang itu telah kami sediakan siksa yang pedih." 

Yang demikian itu karena taubat dalam kondisi seperti itu adalah taubat yang terpaksa yang tidak berguna bagi pelakunya. Padahal sesungguhnya yang bermanfaat itu hanyalah taubat pilihan atau kesadaran. 

Kemungkinan juga makna firman-Nya "dengan segera" yaitu segera setelah perbuatan dosa tersebut yang mengharuskan adanya taubat, maka maknanya adalah bahwa barang siapa yang bersegera dalam menarik diri sejak timbulnya dosa dan berserah diri kepada Allah serta menyesali perbuatan itu maka sesungguhnya Allah akan mengampuni dosanya. 

Berbeda dengan orang yang terus menerus dengan dosanya dan berkelanjutan dengan aib-aibnya itu hingga menjadi sebuah sifat yang menempel pada dirinya, maka sesungguhnya akan sulit baginya untuk bertaubat secara total bahkan biasanya ia tidak mendapatkan taufik taubat.

Serta tidak dimudahkan kepada sebab-sebabnya seperti seseorang yang melakukan perbuatan dosa atas ilmu yang jelas dan keyakinan yang dibarengi dengan sikap meremehkan pengawasan Allah terhadapnya. Maka sesungguhnya ia telah menutup pintu rahmat bagi dirinya sendiri. 

Memang benar bahwa Allah terkadang memberikan taufik kepada hamba-Nya yang selalu melakukan dosa dan maksiat dengan kesengajaan dan keyakinan menuju taubat yang berguna, Allah akan menghapus dengan taubat itu apa-apa yang telah lalu berupa dosa-dosa dan kejahatan-kejahatannya. Akan tetapi rahmat dan taufik itu lebih dekat pada orang yang pertama, oleh karena itulah Allah menutup ayat pertama tersebut dengan firman-Nya.

"Dan Allah Mahamengetahui Mahabijaksana" dan di antara ilmu Allah bahwa Dia mengetahui orang yang benar dalam taubat dan orang yang berdusta, dan akan membalas setiap dari kedua orang tersebut sesuai dengan hak keduanya menurut hikmah-Nya. 

Di antara hikmah-Nya adalah Allah akan memberikan taufik kepada orang yang hikmah dan rahmat-Nya menghendaki orang tersebut kepada taubat. Allah akan menghinakan orang yang hikmah dan keadilan-Nya menghendaki tidak memberi taufik kepadanya.