This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

Tampilkan postingan dengan label Antara Kerja dan Mendidik Anak Menurut Islam. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Antara Kerja dan Mendidik Anak Menurut Islam. Tampilkan semua postingan

Kamis, 15 September 2022

Antara Kerja dan Mendidik Anak Menurut Islam

Pertanyaan.  Al-Hamdulillah, saya dan suami selalu mengikuti kajian. Namun ada sedikit yang mengganjal dalam hati tentang suami saya yang terlalu banyak tidur. Saya tahu, mungkin ia kelelahan karena kerja dalam shif 3. Akan tetapi, bila sedang kebagian shif 2 dan 3, seharian di rumah tidur terus. Dia bangun hanya untuk shalat saja.    Saya sebagai istri ingin, mumpung suami sedang ada di rumah, memanfaatkan waktu tersebut untuk ikut mengajari anak-anak membaca Al-Qur`an atau mengontrol pelajaran sekolah mereka. Atau berdiskusi dengan saya tentang masalah apa saja. Saya ingin mengungkapkan ini secara langsung kepada suami, tetapi takut. Suami saya berlangganan Majalah As-Sunnah.    Semoga jawaban dari Redaksi membuat suami berhasil memenej waktunya dengan baik. Jazakumullahu khairan katsiran.    Jawaban.  Dari pertanyaan di atas, ada dua permasalahan mendasar. Pertama, tanggung jawab suami mencari nafkah. Kedua, tanggung jawab pendidikan anak dan keluarga.    Pertama: Memang tak dapat dipungkiri, mencari nafkah sudah menjadi kewajiban suami untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga, terutama anak dan istri. Suami tidak boleh membiarkan keluarganya tanpa ada yang bertanggung jawab memberi makan dan minum. Sebagaimana dalam hadits Mu’awiyah Radhiyallahu anhu tatkala bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Dia bertanya: “Ya, Rasulullah! Apa hak seorang istri yang berhak ia peroleh dari suaminya?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Engkau beri makan dia apa yang engkau makan . . .”. [HR Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad dan an-Nasâ`i].    Kedua : Kebanyakan orang yang justru terjerumus di dalamnya, sementara itu ia tidak menyadarinya sebagai sebuah kesalahan yang dapat mengakibatkan terjadinya keretakan hubungan antara suami dengan istri, demikian pula dengan anak-anak yang semestinya sangat memerlukan perhatian dari ayahnya. Hanya saja, seorang istri janganlah serta merta langsung menegur suaminya begitu saja mengenai kewajiban yang harus ditunaikannya.    Ada dua hal pokok yang perlu menjadi pertimbangan jika seorang istri ingin mengajak bicara suami guna memecahkan masalah yang ia hadapi.    1. Waktu yang tepat. Seorang istri, janganlah mengajak bicara suami ketika ia baru pulang dari kerja atau dari bepergian. Karena ia masih kecapaian dan memerlukan istirahat.    2. Kondisi atau waktu yang tepat. Yakni dengan memperhatikan kondisi atau situasi yang tepat ketika akan mengajak berdiskusi dengan suami. Perlu diingat, hati manusia memiliki dua kondisi yang saling berlawanan arah. Jika salah dalam memilih, maka bukan solusi yang didapat; bahkan bisa menimbulkan masalah baru, sehingga masalah menjadi semakin pelik dan rumit. Suasana hati yang ceria dan tiada beban, akan dapat mendukung keberhasilan pemecahan masalah. Sebaliknya, kondisi hati yang sedang gundah dan kacau, ia tidak akan dapat menyelesaikan masalah. Kondisi hati semacam ini pernah disampaikan oleh Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu, ia berkata:    Baca Juga  Pengaruh Lingkungan Terhadap Pendidikan Anak  إِنَّ لِلْقُلُوْبِ لَنَشَاطًا وَإِقْبَالاً، وَإِنَّ لَهاَ لَتَوْلِيَةً وَإِدبَارًا… (رواه الدارمي)    Sesungguhnya, hati itu terkadang timbul semangat dan mau menerima, dan ada kalanya pula ia berpaling dan menolak. [HR ad-Dârimi].    Jika istri melihat kondisi suami telah siap untuk mendengar dan menerima saran, masukan, kritik, sekaligus mau diajak berdiskusi, maka mulailah pembicaraan ke arah yang diinginkan. Iringi dengan doa dan memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar sang suami dimudahkan dan dibukakan hatinya, serta mau mengerti kewajiban dan amanah yang harus dipikul bersama.    1. Ingatkan kembali sang suami mengenai tanggung jawab dan amanah yang harus ia tunaikan. Kewajibannya bukan hanya sekedar mencari nafkah, namun juga memiliki tanggung jawab secara bersama mengemban amanah dalam mentarbiyah (mendidik) si buah hati. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:    كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُوْلٌ عَضنْ رَعِيَّتِهِ فَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ …. متفق عليه    Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah tentang kepemimpinannya. Seorang suami adalah pemimpin di rumahnya, dan akan dimintai pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya. [Muttafaqun ‘alaihi].[1]    2. Bahwasanya anak mempunyai hak yang harus dipenuhi. Salah satunya ialah pendidikan, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :    وَإِنَّ لِوَلَدِكَ عَلَيْكَ حَقٌّ    .. dan sesungguhnya anakmu mempunyai hak atas kamu. [HR Muslim]    Selain hak nafkah, pendidikan dan perhatian juga menjadi hak anak yang harus di penuhi.    3. Ajak dan mintalah pendapat suami mengenai cara mengontrol perkembangan pendidikan anak, terlebih dalam hal agama (diniyah), baik akidah, ibadah, akhlak maupun Al-Qur`ân. Karena perlu pula diingat, tanggung jawab memantau perkembangan mental, pendidikan dan moral anak bukan hanya tanggung jawab istri, namun juga menjadi tugas suami yang harus dipikul bersama. Ingatlah, pengaruh tarbiyah yang diberikan orang tua terhadap anak sangat besar. Orang tualah yang memegang kendali dan paling berperan dalam membentuk karakter maupun perilaku anak. Kedua orang tua mempunyai andil yang sangat besar. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:    مَامِنْ مَوْلُوْدٍ إِلاَّ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ    Tidaklah setiap anak kecuali dilahirkan di atas fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi. [Muttafaqun ‘alaihi].    4. Menurut para ahli, secara psikis, perhatian yang diberikan orang tua kepada anak walaupun hanya sebentar, ia bisa berpengaruh pada pembentukan kecerdasan anak.    5. Berikan pula perhatian kepada anak. Ingatkan, bahwa pahala yang besar akan didapatkan orang tua yang telah mendidik anak dan berbuat baik kepada anaknya. Sempatkan untuk duduk bersama anak walau hanya sesaat, namun sering. Ini bisa dilakukan untuk bercengkerama dan mendidik sambil menanyakan hasil dan perkembangan belajarnya. Jangan sampai timbul kesan seolah sebagai anak tidak mempunyai ayah yang mau memperhatikannya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda memberi kabar gembira bagi orang tua yang mau mendidik anak-anaknya dengan baik:    Baca Juga  Hukum Memukul Anak Murid Untuk Tujuan Mendidik  مَنِ ابْتُلِيَ مِنَ الْبَنَاتِ بِشَيْئٍ فَأَحْسَنَ إِلَيْهِنَّ كُنَّ لَهُ سِتْرًا مِنَ النَّارِ متفق عليه    Barang siapa diuji dengan beberapa anak perempuan lalu dia berbuat baik kepada mereka, maka anak-anaknya tersebut akan menjadi penghalang baginya dari api neraka. [Muttafqun ‘alaihi].    6. Istri perlu pendamping yang bisa memotivasi, mendidik, sekaligus menjadi qudwah (teladan), sehingga bisa dijadikan tepmpat berlindung ketika ada masalah. Kepemimpinan seorang suami yang baik bisa membuat istri merasa aman, tetap merasa ada pelindung, dan pemimpin yang bisa membimbingnya.    الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ ۚ    Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.[an-Nisâ`/4:34].    7. Ingatlah, anak shâlih mendapatkan manfaat dari keshalihan orang tua. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.    وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْءٍ ۚ كُلُّ امْرِئٍ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ    Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya. [ath-Thûr/52:21].    Semoga Allah Azza wa Jalla senantiasa membimbing kita ke jalan yang benar. (Ustadz Muhammad Qasim).    [Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 04/Tahun XII/1429H/2008M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]  _______  Footnote  [1]. Hadits tersebut lengkapnya adalah sbb:    حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ عَنْ مَالِكٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ عَلَيْهِمْ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ وَالْعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ    Ibn umar Radhiyllahu anhuma berkata : Saya telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannnya. Seorang kepala negara akan diminta pertanggungjawaban perihal rakyat yang dipimpinnya. Seorang suami akan ditanya perihal keluarga yang dipimpinnya. Seorang isteri yang memelihara rumah tangga suaminya akan ditanya perihal tanggungjawab dan tugasnya. Bahkan seorang pembantu/pekerja rumah tangga yang bertugas memelihara barang milik majikannya juga akan ditanya dari hal yang dipimpinnya. Dan kamu sekalian pemimpin dan akan ditanya (diminta pertanggungan jawab) dari hal hal yang dipimpinnya.  Referensi : Antara Kerja dan Mendidik Anak Menurut Islam

Pertanyaan.

Al-Hamdulillah, saya dan suami selalu mengikuti kajian. Namun ada sedikit yang mengganjal dalam hati tentang suami saya yang terlalu banyak tidur. Saya tahu, mungkin ia kelelahan karena kerja dalam shif 3. Akan tetapi, bila sedang kebagian shif 2 dan 3, seharian di rumah tidur terus. Dia bangun hanya untuk shalat saja.


Saya sebagai istri ingin, mumpung suami sedang ada di rumah, memanfaatkan waktu tersebut untuk ikut mengajari anak-anak membaca Al-Qur`an atau mengontrol pelajaran sekolah mereka. Atau berdiskusi dengan saya tentang masalah apa saja. Saya ingin mengungkapkan ini secara langsung kepada suami, tetapi takut. Suami saya berlangganan Majalah As-Sunnah.

Pertanyaan.  Al-Hamdulillah, saya dan suami selalu mengikuti kajian. Namun ada sedikit yang mengganjal dalam hati tentang suami saya yang terlalu banyak tidur. Saya tahu, mungkin ia kelelahan karena kerja dalam shif 3. Akan tetapi, bila sedang kebagian shif 2 dan 3, seharian di rumah tidur terus. Dia bangun hanya untuk shalat saja.    Saya sebagai istri ingin, mumpung suami sedang ada di rumah, memanfaatkan waktu tersebut untuk ikut mengajari anak-anak membaca Al-Qur`an atau mengontrol pelajaran sekolah mereka. Atau berdiskusi dengan saya tentang masalah apa saja. Saya ingin mengungkapkan ini secara langsung kepada suami, tetapi takut. Suami saya berlangganan Majalah As-Sunnah.    Semoga jawaban dari Redaksi membuat suami berhasil memenej waktunya dengan baik. Jazakumullahu khairan katsiran.    Jawaban.  Dari pertanyaan di atas, ada dua permasalahan mendasar. Pertama, tanggung jawab suami mencari nafkah. Kedua, tanggung jawab pendidikan anak dan keluarga.    Pertama: Memang tak dapat dipungkiri, mencari nafkah sudah menjadi kewajiban suami untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga, terutama anak dan istri. Suami tidak boleh membiarkan keluarganya tanpa ada yang bertanggung jawab memberi makan dan minum. Sebagaimana dalam hadits Mu’awiyah Radhiyallahu anhu tatkala bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Dia bertanya: “Ya, Rasulullah! Apa hak seorang istri yang berhak ia peroleh dari suaminya?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Engkau beri makan dia apa yang engkau makan . . .”. [HR Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad dan an-Nasâ`i].    Kedua : Kebanyakan orang yang justru terjerumus di dalamnya, sementara itu ia tidak menyadarinya sebagai sebuah kesalahan yang dapat mengakibatkan terjadinya keretakan hubungan antara suami dengan istri, demikian pula dengan anak-anak yang semestinya sangat memerlukan perhatian dari ayahnya. Hanya saja, seorang istri janganlah serta merta langsung menegur suaminya begitu saja mengenai kewajiban yang harus ditunaikannya.    Ada dua hal pokok yang perlu menjadi pertimbangan jika seorang istri ingin mengajak bicara suami guna memecahkan masalah yang ia hadapi.    1. Waktu yang tepat. Seorang istri, janganlah mengajak bicara suami ketika ia baru pulang dari kerja atau dari bepergian. Karena ia masih kecapaian dan memerlukan istirahat.    2. Kondisi atau waktu yang tepat. Yakni dengan memperhatikan kondisi atau situasi yang tepat ketika akan mengajak berdiskusi dengan suami. Perlu diingat, hati manusia memiliki dua kondisi yang saling berlawanan arah. Jika salah dalam memilih, maka bukan solusi yang didapat; bahkan bisa menimbulkan masalah baru, sehingga masalah menjadi semakin pelik dan rumit. Suasana hati yang ceria dan tiada beban, akan dapat mendukung keberhasilan pemecahan masalah. Sebaliknya, kondisi hati yang sedang gundah dan kacau, ia tidak akan dapat menyelesaikan masalah. Kondisi hati semacam ini pernah disampaikan oleh Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu, ia berkata:    Baca Juga  Pengaruh Lingkungan Terhadap Pendidikan Anak  إِنَّ لِلْقُلُوْبِ لَنَشَاطًا وَإِقْبَالاً، وَإِنَّ لَهاَ لَتَوْلِيَةً وَإِدبَارًا… (رواه الدارمي)    Sesungguhnya, hati itu terkadang timbul semangat dan mau menerima, dan ada kalanya pula ia berpaling dan menolak. [HR ad-Dârimi].    Jika istri melihat kondisi suami telah siap untuk mendengar dan menerima saran, masukan, kritik, sekaligus mau diajak berdiskusi, maka mulailah pembicaraan ke arah yang diinginkan. Iringi dengan doa dan memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar sang suami dimudahkan dan dibukakan hatinya, serta mau mengerti kewajiban dan amanah yang harus dipikul bersama.    1. Ingatkan kembali sang suami mengenai tanggung jawab dan amanah yang harus ia tunaikan. Kewajibannya bukan hanya sekedar mencari nafkah, namun juga memiliki tanggung jawab secara bersama mengemban amanah dalam mentarbiyah (mendidik) si buah hati. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:    كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُوْلٌ عَضنْ رَعِيَّتِهِ فَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ …. متفق عليه    Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah tentang kepemimpinannya. Seorang suami adalah pemimpin di rumahnya, dan akan dimintai pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya. [Muttafaqun ‘alaihi].[1]    2. Bahwasanya anak mempunyai hak yang harus dipenuhi. Salah satunya ialah pendidikan, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :    وَإِنَّ لِوَلَدِكَ عَلَيْكَ حَقٌّ    .. dan sesungguhnya anakmu mempunyai hak atas kamu. [HR Muslim]    Selain hak nafkah, pendidikan dan perhatian juga menjadi hak anak yang harus di penuhi.    3. Ajak dan mintalah pendapat suami mengenai cara mengontrol perkembangan pendidikan anak, terlebih dalam hal agama (diniyah), baik akidah, ibadah, akhlak maupun Al-Qur`ân. Karena perlu pula diingat, tanggung jawab memantau perkembangan mental, pendidikan dan moral anak bukan hanya tanggung jawab istri, namun juga menjadi tugas suami yang harus dipikul bersama. Ingatlah, pengaruh tarbiyah yang diberikan orang tua terhadap anak sangat besar. Orang tualah yang memegang kendali dan paling berperan dalam membentuk karakter maupun perilaku anak. Kedua orang tua mempunyai andil yang sangat besar. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:    مَامِنْ مَوْلُوْدٍ إِلاَّ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ    Tidaklah setiap anak kecuali dilahirkan di atas fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi. [Muttafaqun ‘alaihi].    4. Menurut para ahli, secara psikis, perhatian yang diberikan orang tua kepada anak walaupun hanya sebentar, ia bisa berpengaruh pada pembentukan kecerdasan anak.    5. Berikan pula perhatian kepada anak. Ingatkan, bahwa pahala yang besar akan didapatkan orang tua yang telah mendidik anak dan berbuat baik kepada anaknya. Sempatkan untuk duduk bersama anak walau hanya sesaat, namun sering. Ini bisa dilakukan untuk bercengkerama dan mendidik sambil menanyakan hasil dan perkembangan belajarnya. Jangan sampai timbul kesan seolah sebagai anak tidak mempunyai ayah yang mau memperhatikannya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda memberi kabar gembira bagi orang tua yang mau mendidik anak-anaknya dengan baik:    Baca Juga  Hukum Memukul Anak Murid Untuk Tujuan Mendidik  مَنِ ابْتُلِيَ مِنَ الْبَنَاتِ بِشَيْئٍ فَأَحْسَنَ إِلَيْهِنَّ كُنَّ لَهُ سِتْرًا مِنَ النَّارِ متفق عليه    Barang siapa diuji dengan beberapa anak perempuan lalu dia berbuat baik kepada mereka, maka anak-anaknya tersebut akan menjadi penghalang baginya dari api neraka. [Muttafqun ‘alaihi].    6. Istri perlu pendamping yang bisa memotivasi, mendidik, sekaligus menjadi qudwah (teladan), sehingga bisa dijadikan tepmpat berlindung ketika ada masalah. Kepemimpinan seorang suami yang baik bisa membuat istri merasa aman, tetap merasa ada pelindung, dan pemimpin yang bisa membimbingnya.    الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ ۚ    Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.[an-Nisâ`/4:34].    7. Ingatlah, anak shâlih mendapatkan manfaat dari keshalihan orang tua. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.    وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْءٍ ۚ كُلُّ امْرِئٍ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ    Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya. [ath-Thûr/52:21].    Semoga Allah Azza wa Jalla senantiasa membimbing kita ke jalan yang benar. (Ustadz Muhammad Qasim).    [Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 04/Tahun XII/1429H/2008M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]  _______  Footnote  [1]. Hadits tersebut lengkapnya adalah sbb:    حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ عَنْ مَالِكٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ عَلَيْهِمْ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ وَالْعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ    Ibn umar Radhiyllahu anhuma berkata : Saya telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannnya. Seorang kepala negara akan diminta pertanggungjawaban perihal rakyat yang dipimpinnya. Seorang suami akan ditanya perihal keluarga yang dipimpinnya. Seorang isteri yang memelihara rumah tangga suaminya akan ditanya perihal tanggungjawab dan tugasnya. Bahkan seorang pembantu/pekerja rumah tangga yang bertugas memelihara barang milik majikannya juga akan ditanya dari hal yang dipimpinnya. Dan kamu sekalian pemimpin dan akan ditanya (diminta pertanggungan jawab) dari hal hal yang dipimpinnya.  Referensi : Antara Kerja dan Mendidik Anak Menurut Islam Pertanyaan.  Al-Hamdulillah, saya dan suami selalu mengikuti kajian. Namun ada sedikit yang mengganjal dalam hati tentang suami saya yang terlalu banyak tidur. Saya tahu, mungkin ia kelelahan karena kerja dalam shif 3. Akan tetapi, bila sedang kebagian shif 2 dan 3, seharian di rumah tidur terus. Dia bangun hanya untuk shalat saja.    Saya sebagai istri ingin, mumpung suami sedang ada di rumah, memanfaatkan waktu tersebut untuk ikut mengajari anak-anak membaca Al-Qur`an atau mengontrol pelajaran sekolah mereka. Atau berdiskusi dengan saya tentang masalah apa saja. Saya ingin mengungkapkan ini secara langsung kepada suami, tetapi takut. Suami saya berlangganan Majalah As-Sunnah.      Semoga jawaban dari Redaksi membuat suami berhasil memenej waktunya dengan baik. Jazakumullahu khairan katsiran.    Jawaban.  Dari pertanyaan di atas, ada dua permasalahan mendasar. Pertama, tanggung jawab suami mencari nafkah. Kedua, tanggung jawab pendidikan anak dan keluarga.    Pertama: Memang tak dapat dipungkiri, mencari nafkah sudah menjadi kewajiban suami untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga, terutama anak dan istri. Suami tidak boleh membiarkan keluarganya tanpa ada yang bertanggung jawab memberi makan dan minum. Sebagaimana dalam hadits Mu’awiyah Radhiyallahu anhu tatkala bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Dia bertanya: “Ya, Rasulullah! Apa hak seorang istri yang berhak ia peroleh dari suaminya?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Engkau beri makan dia apa yang engkau makan . . .”. [HR Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad dan an-Nasâ`i].    Kedua : Kebanyakan orang yang justru terjerumus di dalamnya, sementara itu ia tidak menyadarinya sebagai sebuah kesalahan yang dapat mengakibatkan terjadinya keretakan hubungan antara suami dengan istri, demikian pula dengan anak-anak yang semestinya sangat memerlukan perhatian dari ayahnya. Hanya saja, seorang istri janganlah serta merta langsung menegur suaminya begitu saja mengenai kewajiban yang harus ditunaikannya.    Ada dua hal pokok yang perlu menjadi pertimbangan jika seorang istri ingin mengajak bicara suami guna memecahkan masalah yang ia hadapi.    1. Waktu yang tepat. Seorang istri, janganlah mengajak bicara suami ketika ia baru pulang dari kerja atau dari bepergian. Karena ia masih kecapaian dan memerlukan istirahat.    2. Kondisi atau waktu yang tepat. Yakni dengan memperhatikan kondisi atau situasi yang tepat ketika akan mengajak berdiskusi dengan suami. Perlu diingat, hati manusia memiliki dua kondisi yang saling berlawanan arah. Jika salah dalam memilih, maka bukan solusi yang didapat; bahkan bisa menimbulkan masalah baru, sehingga masalah menjadi semakin pelik dan rumit. Suasana hati yang ceria dan tiada beban, akan dapat mendukung keberhasilan pemecahan masalah. Sebaliknya, kondisi hati yang sedang gundah dan kacau, ia tidak akan dapat menyelesaikan masalah. Kondisi hati semacam ini pernah disampaikan oleh Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu, ia berkata:    Baca Juga  Pengaruh Lingkungan Terhadap Pendidikan Anak  إِنَّ لِلْقُلُوْبِ لَنَشَاطًا وَإِقْبَالاً، وَإِنَّ لَهاَ لَتَوْلِيَةً وَإِدبَارًا… (رواه الدارمي)    Sesungguhnya, hati itu terkadang timbul semangat dan mau menerima, dan ada kalanya pula ia berpaling dan menolak. [HR ad-Dârimi].    Jika istri melihat kondisi suami telah siap untuk mendengar dan menerima saran, masukan, kritik, sekaligus mau diajak berdiskusi, maka mulailah pembicaraan ke arah yang diinginkan. Iringi dengan doa dan memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar sang suami dimudahkan dan dibukakan hatinya, serta mau mengerti kewajiban dan amanah yang harus dipikul bersama.    1. Ingatkan kembali sang suami mengenai tanggung jawab dan amanah yang harus ia tunaikan. Kewajibannya bukan hanya sekedar mencari nafkah, namun juga memiliki tanggung jawab secara bersama mengemban amanah dalam mentarbiyah (mendidik) si buah hati. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:    كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُوْلٌ عَضنْ رَعِيَّتِهِ فَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ …. متفق عليه    Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah tentang kepemimpinannya. Seorang suami adalah pemimpin di rumahnya, dan akan dimintai pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya. [Muttafaqun ‘alaihi].[1]    2. Bahwasanya anak mempunyai hak yang harus dipenuhi. Salah satunya ialah pendidikan, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :    وَإِنَّ لِوَلَدِكَ عَلَيْكَ حَقٌّ    .. dan sesungguhnya anakmu mempunyai hak atas kamu. [HR Muslim]    Selain hak nafkah, pendidikan dan perhatian juga menjadi hak anak yang harus di penuhi.    3. Ajak dan mintalah pendapat suami mengenai cara mengontrol perkembangan pendidikan anak, terlebih dalam hal agama (diniyah), baik akidah, ibadah, akhlak maupun Al-Qur`ân. Karena perlu pula diingat, tanggung jawab memantau perkembangan mental, pendidikan dan moral anak bukan hanya tanggung jawab istri, namun juga menjadi tugas suami yang harus dipikul bersama. Ingatlah, pengaruh tarbiyah yang diberikan orang tua terhadap anak sangat besar. Orang tualah yang memegang kendali dan paling berperan dalam membentuk karakter maupun perilaku anak. Kedua orang tua mempunyai andil yang sangat besar. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:    مَامِنْ مَوْلُوْدٍ إِلاَّ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ    Tidaklah setiap anak kecuali dilahirkan di atas fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi. [Muttafaqun ‘alaihi].    4. Menurut para ahli, secara psikis, perhatian yang diberikan orang tua kepada anak walaupun hanya sebentar, ia bisa berpengaruh pada pembentukan kecerdasan anak.    5. Berikan pula perhatian kepada anak. Ingatkan, bahwa pahala yang besar akan didapatkan orang tua yang telah mendidik anak dan berbuat baik kepada anaknya. Sempatkan untuk duduk bersama anak walau hanya sesaat, namun sering. Ini bisa dilakukan untuk bercengkerama dan mendidik sambil menanyakan hasil dan perkembangan belajarnya. Jangan sampai timbul kesan seolah sebagai anak tidak mempunyai ayah yang mau memperhatikannya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda memberi kabar gembira bagi orang tua yang mau mendidik anak-anaknya dengan baik:    Baca Juga  Hukum Memukul Anak Murid Untuk Tujuan Mendidik  مَنِ ابْتُلِيَ مِنَ الْبَنَاتِ بِشَيْئٍ فَأَحْسَنَ إِلَيْهِنَّ كُنَّ لَهُ سِتْرًا مِنَ النَّارِ متفق عليه    Barang siapa diuji dengan beberapa anak perempuan lalu dia berbuat baik kepada mereka, maka anak-anaknya tersebut akan menjadi penghalang baginya dari api neraka. [Muttafqun ‘alaihi].    6. Istri perlu pendamping yang bisa memotivasi, mendidik, sekaligus menjadi qudwah (teladan), sehingga bisa dijadikan tepmpat berlindung ketika ada masalah. Kepemimpinan seorang suami yang baik bisa membuat istri merasa aman, tetap merasa ada pelindung, dan pemimpin yang bisa membimbingnya.    الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ ۚ    Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.[an-Nisâ`/4:34].    7. Ingatlah, anak shâlih mendapatkan manfaat dari keshalihan orang tua. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.    وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْءٍ ۚ كُلُّ امْرِئٍ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ    Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya. [ath-Thûr/52:21].    Semoga Allah Azza wa Jalla senantiasa membimbing kita ke jalan yang benar. (Ustadz Muhammad Qasim).    [Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 04/Tahun XII/1429H/2008M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]  _______  Footnote  [1]. Hadits tersebut lengkapnya adalah sbb:    حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ عَنْ مَالِكٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ عَلَيْهِمْ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ وَالْعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ    Ibn umar Radhiyllahu anhuma berkata : Saya telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannnya. Seorang kepala negara akan diminta pertanggungjawaban perihal rakyat yang dipimpinnya. Seorang suami akan ditanya perihal keluarga yang dipimpinnya. Seorang isteri yang memelihara rumah tangga suaminya akan ditanya perihal tanggungjawab dan tugasnya. Bahkan seorang pembantu/pekerja rumah tangga yang bertugas memelihara barang milik majikannya juga akan ditanya dari hal yang dipimpinnya. Dan kamu sekalian pemimpin dan akan ditanya (diminta pertanggungan jawab) dari hal hal yang dipimpinnya.  Referensi : Antara Kerja dan Mendidik Anak Menurut Islam

Semoga jawaban dari Redaksi membuat suami berhasil memenej waktunya dengan baik. Jazakumullahu khairan katsiran.

Jawaban.

Dari pertanyaan di atas, ada dua permasalahan mendasar. Pertama, tanggung jawab suami mencari nafkah. Kedua, tanggung jawab pendidikan anak dan keluarga.

Pertama: Memang tak dapat dipungkiri, mencari nafkah sudah menjadi kewajiban suami untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga, terutama anak dan istri. Suami tidak boleh membiarkan keluarganya tanpa ada yang bertanggung jawab memberi makan dan minum. Sebagaimana dalam hadits Mu’awiyah Radhiyallahu anhu tatkala bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Dia bertanya: “Ya, Rasulullah! Apa hak seorang istri yang berhak ia peroleh dari suaminya?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Engkau beri makan dia apa yang engkau makan . . .”. [HR Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad dan an-Nasâ`i].

Pertanyaan.  Al-Hamdulillah, saya dan suami selalu mengikuti kajian. Namun ada sedikit yang mengganjal dalam hati tentang suami saya yang terlalu banyak tidur. Saya tahu, mungkin ia kelelahan karena kerja dalam shif 3. Akan tetapi, bila sedang kebagian shif 2 dan 3, seharian di rumah tidur terus. Dia bangun hanya untuk shalat saja.    Saya sebagai istri ingin, mumpung suami sedang ada di rumah, memanfaatkan waktu tersebut untuk ikut mengajari anak-anak membaca Al-Qur`an atau mengontrol pelajaran sekolah mereka. Atau berdiskusi dengan saya tentang masalah apa saja. Saya ingin mengungkapkan ini secara langsung kepada suami, tetapi takut. Suami saya berlangganan Majalah As-Sunnah.    Semoga jawaban dari Redaksi membuat suami berhasil memenej waktunya dengan baik. Jazakumullahu khairan katsiran.    Jawaban.  Dari pertanyaan di atas, ada dua permasalahan mendasar. Pertama, tanggung jawab suami mencari nafkah. Kedua, tanggung jawab pendidikan anak dan keluarga.    Pertama: Memang tak dapat dipungkiri, mencari nafkah sudah menjadi kewajiban suami untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga, terutama anak dan istri. Suami tidak boleh membiarkan keluarganya tanpa ada yang bertanggung jawab memberi makan dan minum. Sebagaimana dalam hadits Mu’awiyah Radhiyallahu anhu tatkala bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Dia bertanya: “Ya, Rasulullah! Apa hak seorang istri yang berhak ia peroleh dari suaminya?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Engkau beri makan dia apa yang engkau makan . . .”. [HR Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad dan an-Nasâ`i].    Kedua : Kebanyakan orang yang justru terjerumus di dalamnya, sementara itu ia tidak menyadarinya sebagai sebuah kesalahan yang dapat mengakibatkan terjadinya keretakan hubungan antara suami dengan istri, demikian pula dengan anak-anak yang semestinya sangat memerlukan perhatian dari ayahnya. Hanya saja, seorang istri janganlah serta merta langsung menegur suaminya begitu saja mengenai kewajiban yang harus ditunaikannya.    Ada dua hal pokok yang perlu menjadi pertimbangan jika seorang istri ingin mengajak bicara suami guna memecahkan masalah yang ia hadapi.    1. Waktu yang tepat. Seorang istri, janganlah mengajak bicara suami ketika ia baru pulang dari kerja atau dari bepergian. Karena ia masih kecapaian dan memerlukan istirahat.    2. Kondisi atau waktu yang tepat. Yakni dengan memperhatikan kondisi atau situasi yang tepat ketika akan mengajak berdiskusi dengan suami. Perlu diingat, hati manusia memiliki dua kondisi yang saling berlawanan arah. Jika salah dalam memilih, maka bukan solusi yang didapat; bahkan bisa menimbulkan masalah baru, sehingga masalah menjadi semakin pelik dan rumit. Suasana hati yang ceria dan tiada beban, akan dapat mendukung keberhasilan pemecahan masalah. Sebaliknya, kondisi hati yang sedang gundah dan kacau, ia tidak akan dapat menyelesaikan masalah. Kondisi hati semacam ini pernah disampaikan oleh Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu, ia berkata:    Baca Juga  Pengaruh Lingkungan Terhadap Pendidikan Anak  إِنَّ لِلْقُلُوْبِ لَنَشَاطًا وَإِقْبَالاً، وَإِنَّ لَهاَ لَتَوْلِيَةً وَإِدبَارًا… (رواه الدارمي)    Sesungguhnya, hati itu terkadang timbul semangat dan mau menerima, dan ada kalanya pula ia berpaling dan menolak. [HR ad-Dârimi].    Jika istri melihat kondisi suami telah siap untuk mendengar dan menerima saran, masukan, kritik, sekaligus mau diajak berdiskusi, maka mulailah pembicaraan ke arah yang diinginkan. Iringi dengan doa dan memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar sang suami dimudahkan dan dibukakan hatinya, serta mau mengerti kewajiban dan amanah yang harus dipikul bersama.    1. Ingatkan kembali sang suami mengenai tanggung jawab dan amanah yang harus ia tunaikan. Kewajibannya bukan hanya sekedar mencari nafkah, namun juga memiliki tanggung jawab secara bersama mengemban amanah dalam mentarbiyah (mendidik) si buah hati. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:    كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُوْلٌ عَضنْ رَعِيَّتِهِ فَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ …. متفق عليه    Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah tentang kepemimpinannya. Seorang suami adalah pemimpin di rumahnya, dan akan dimintai pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya. [Muttafaqun ‘alaihi].[1]    2. Bahwasanya anak mempunyai hak yang harus dipenuhi. Salah satunya ialah pendidikan, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :    وَإِنَّ لِوَلَدِكَ عَلَيْكَ حَقٌّ    .. dan sesungguhnya anakmu mempunyai hak atas kamu. [HR Muslim]    Selain hak nafkah, pendidikan dan perhatian juga menjadi hak anak yang harus di penuhi.    3. Ajak dan mintalah pendapat suami mengenai cara mengontrol perkembangan pendidikan anak, terlebih dalam hal agama (diniyah), baik akidah, ibadah, akhlak maupun Al-Qur`ân. Karena perlu pula diingat, tanggung jawab memantau perkembangan mental, pendidikan dan moral anak bukan hanya tanggung jawab istri, namun juga menjadi tugas suami yang harus dipikul bersama. Ingatlah, pengaruh tarbiyah yang diberikan orang tua terhadap anak sangat besar. Orang tualah yang memegang kendali dan paling berperan dalam membentuk karakter maupun perilaku anak. Kedua orang tua mempunyai andil yang sangat besar. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:    مَامِنْ مَوْلُوْدٍ إِلاَّ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ    Tidaklah setiap anak kecuali dilahirkan di atas fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi. [Muttafaqun ‘alaihi].    4. Menurut para ahli, secara psikis, perhatian yang diberikan orang tua kepada anak walaupun hanya sebentar, ia bisa berpengaruh pada pembentukan kecerdasan anak.    5. Berikan pula perhatian kepada anak. Ingatkan, bahwa pahala yang besar akan didapatkan orang tua yang telah mendidik anak dan berbuat baik kepada anaknya. Sempatkan untuk duduk bersama anak walau hanya sesaat, namun sering. Ini bisa dilakukan untuk bercengkerama dan mendidik sambil menanyakan hasil dan perkembangan belajarnya. Jangan sampai timbul kesan seolah sebagai anak tidak mempunyai ayah yang mau memperhatikannya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda memberi kabar gembira bagi orang tua yang mau mendidik anak-anaknya dengan baik:    Baca Juga  Hukum Memukul Anak Murid Untuk Tujuan Mendidik  مَنِ ابْتُلِيَ مِنَ الْبَنَاتِ بِشَيْئٍ فَأَحْسَنَ إِلَيْهِنَّ كُنَّ لَهُ سِتْرًا مِنَ النَّارِ متفق عليه    Barang siapa diuji dengan beberapa anak perempuan lalu dia berbuat baik kepada mereka, maka anak-anaknya tersebut akan menjadi penghalang baginya dari api neraka. [Muttafqun ‘alaihi].    6. Istri perlu pendamping yang bisa memotivasi, mendidik, sekaligus menjadi qudwah (teladan), sehingga bisa dijadikan tepmpat berlindung ketika ada masalah. Kepemimpinan seorang suami yang baik bisa membuat istri merasa aman, tetap merasa ada pelindung, dan pemimpin yang bisa membimbingnya.    الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ ۚ    Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.[an-Nisâ`/4:34].    7. Ingatlah, anak shâlih mendapatkan manfaat dari keshalihan orang tua. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.    وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْءٍ ۚ كُلُّ امْرِئٍ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ    Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya. [ath-Thûr/52:21].    Semoga Allah Azza wa Jalla senantiasa membimbing kita ke jalan yang benar. (Ustadz Muhammad Qasim).    [Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 04/Tahun XII/1429H/2008M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]  _______  Footnote  [1]. Hadits tersebut lengkapnya adalah sbb:    حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ عَنْ مَالِكٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ عَلَيْهِمْ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ وَالْعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ    Ibn umar Radhiyllahu anhuma berkata : Saya telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannnya. Seorang kepala negara akan diminta pertanggungjawaban perihal rakyat yang dipimpinnya. Seorang suami akan ditanya perihal keluarga yang dipimpinnya. Seorang isteri yang memelihara rumah tangga suaminya akan ditanya perihal tanggungjawab dan tugasnya. Bahkan seorang pembantu/pekerja rumah tangga yang bertugas memelihara barang milik majikannya juga akan ditanya dari hal yang dipimpinnya. Dan kamu sekalian pemimpin dan akan ditanya (diminta pertanggungan jawab) dari hal hal yang dipimpinnya.  Referensi : Antara Kerja dan Mendidik Anak Menurut Islam Pertanyaan.  Al-Hamdulillah, saya dan suami selalu mengikuti kajian. Namun ada sedikit yang mengganjal dalam hati tentang suami saya yang terlalu banyak tidur. Saya tahu, mungkin ia kelelahan karena kerja dalam shif 3. Akan tetapi, bila sedang kebagian shif 2 dan 3, seharian di rumah tidur terus. Dia bangun hanya untuk shalat saja.    Saya sebagai istri ingin, mumpung suami sedang ada di rumah, memanfaatkan waktu tersebut untuk ikut mengajari anak-anak membaca Al-Qur`an atau mengontrol pelajaran sekolah mereka. Atau berdiskusi dengan saya tentang masalah apa saja. Saya ingin mengungkapkan ini secara langsung kepada suami, tetapi takut. Suami saya berlangganan Majalah As-Sunnah.      Semoga jawaban dari Redaksi membuat suami berhasil memenej waktunya dengan baik. Jazakumullahu khairan katsiran.    Jawaban.  Dari pertanyaan di atas, ada dua permasalahan mendasar. Pertama, tanggung jawab suami mencari nafkah. Kedua, tanggung jawab pendidikan anak dan keluarga.    Pertama: Memang tak dapat dipungkiri, mencari nafkah sudah menjadi kewajiban suami untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga, terutama anak dan istri. Suami tidak boleh membiarkan keluarganya tanpa ada yang bertanggung jawab memberi makan dan minum. Sebagaimana dalam hadits Mu’awiyah Radhiyallahu anhu tatkala bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Dia bertanya: “Ya, Rasulullah! Apa hak seorang istri yang berhak ia peroleh dari suaminya?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Engkau beri makan dia apa yang engkau makan . . .”. [HR Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad dan an-Nasâ`i].    Kedua : Kebanyakan orang yang justru terjerumus di dalamnya, sementara itu ia tidak menyadarinya sebagai sebuah kesalahan yang dapat mengakibatkan terjadinya keretakan hubungan antara suami dengan istri, demikian pula dengan anak-anak yang semestinya sangat memerlukan perhatian dari ayahnya. Hanya saja, seorang istri janganlah serta merta langsung menegur suaminya begitu saja mengenai kewajiban yang harus ditunaikannya.    Ada dua hal pokok yang perlu menjadi pertimbangan jika seorang istri ingin mengajak bicara suami guna memecahkan masalah yang ia hadapi.    1. Waktu yang tepat. Seorang istri, janganlah mengajak bicara suami ketika ia baru pulang dari kerja atau dari bepergian. Karena ia masih kecapaian dan memerlukan istirahat.    2. Kondisi atau waktu yang tepat. Yakni dengan memperhatikan kondisi atau situasi yang tepat ketika akan mengajak berdiskusi dengan suami. Perlu diingat, hati manusia memiliki dua kondisi yang saling berlawanan arah. Jika salah dalam memilih, maka bukan solusi yang didapat; bahkan bisa menimbulkan masalah baru, sehingga masalah menjadi semakin pelik dan rumit. Suasana hati yang ceria dan tiada beban, akan dapat mendukung keberhasilan pemecahan masalah. Sebaliknya, kondisi hati yang sedang gundah dan kacau, ia tidak akan dapat menyelesaikan masalah. Kondisi hati semacam ini pernah disampaikan oleh Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu, ia berkata:    Baca Juga  Pengaruh Lingkungan Terhadap Pendidikan Anak  إِنَّ لِلْقُلُوْبِ لَنَشَاطًا وَإِقْبَالاً، وَإِنَّ لَهاَ لَتَوْلِيَةً وَإِدبَارًا… (رواه الدارمي)    Sesungguhnya, hati itu terkadang timbul semangat dan mau menerima, dan ada kalanya pula ia berpaling dan menolak. [HR ad-Dârimi].    Jika istri melihat kondisi suami telah siap untuk mendengar dan menerima saran, masukan, kritik, sekaligus mau diajak berdiskusi, maka mulailah pembicaraan ke arah yang diinginkan. Iringi dengan doa dan memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar sang suami dimudahkan dan dibukakan hatinya, serta mau mengerti kewajiban dan amanah yang harus dipikul bersama.    1. Ingatkan kembali sang suami mengenai tanggung jawab dan amanah yang harus ia tunaikan. Kewajibannya bukan hanya sekedar mencari nafkah, namun juga memiliki tanggung jawab secara bersama mengemban amanah dalam mentarbiyah (mendidik) si buah hati. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:    كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُوْلٌ عَضنْ رَعِيَّتِهِ فَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ …. متفق عليه    Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah tentang kepemimpinannya. Seorang suami adalah pemimpin di rumahnya, dan akan dimintai pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya. [Muttafaqun ‘alaihi].[1]    2. Bahwasanya anak mempunyai hak yang harus dipenuhi. Salah satunya ialah pendidikan, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :    وَإِنَّ لِوَلَدِكَ عَلَيْكَ حَقٌّ    .. dan sesungguhnya anakmu mempunyai hak atas kamu. [HR Muslim]    Selain hak nafkah, pendidikan dan perhatian juga menjadi hak anak yang harus di penuhi.    3. Ajak dan mintalah pendapat suami mengenai cara mengontrol perkembangan pendidikan anak, terlebih dalam hal agama (diniyah), baik akidah, ibadah, akhlak maupun Al-Qur`ân. Karena perlu pula diingat, tanggung jawab memantau perkembangan mental, pendidikan dan moral anak bukan hanya tanggung jawab istri, namun juga menjadi tugas suami yang harus dipikul bersama. Ingatlah, pengaruh tarbiyah yang diberikan orang tua terhadap anak sangat besar. Orang tualah yang memegang kendali dan paling berperan dalam membentuk karakter maupun perilaku anak. Kedua orang tua mempunyai andil yang sangat besar. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:    مَامِنْ مَوْلُوْدٍ إِلاَّ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ    Tidaklah setiap anak kecuali dilahirkan di atas fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi. [Muttafaqun ‘alaihi].    4. Menurut para ahli, secara psikis, perhatian yang diberikan orang tua kepada anak walaupun hanya sebentar, ia bisa berpengaruh pada pembentukan kecerdasan anak.    5. Berikan pula perhatian kepada anak. Ingatkan, bahwa pahala yang besar akan didapatkan orang tua yang telah mendidik anak dan berbuat baik kepada anaknya. Sempatkan untuk duduk bersama anak walau hanya sesaat, namun sering. Ini bisa dilakukan untuk bercengkerama dan mendidik sambil menanyakan hasil dan perkembangan belajarnya. Jangan sampai timbul kesan seolah sebagai anak tidak mempunyai ayah yang mau memperhatikannya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda memberi kabar gembira bagi orang tua yang mau mendidik anak-anaknya dengan baik:    Baca Juga  Hukum Memukul Anak Murid Untuk Tujuan Mendidik  مَنِ ابْتُلِيَ مِنَ الْبَنَاتِ بِشَيْئٍ فَأَحْسَنَ إِلَيْهِنَّ كُنَّ لَهُ سِتْرًا مِنَ النَّارِ متفق عليه    Barang siapa diuji dengan beberapa anak perempuan lalu dia berbuat baik kepada mereka, maka anak-anaknya tersebut akan menjadi penghalang baginya dari api neraka. [Muttafqun ‘alaihi].    6. Istri perlu pendamping yang bisa memotivasi, mendidik, sekaligus menjadi qudwah (teladan), sehingga bisa dijadikan tepmpat berlindung ketika ada masalah. Kepemimpinan seorang suami yang baik bisa membuat istri merasa aman, tetap merasa ada pelindung, dan pemimpin yang bisa membimbingnya.    الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ ۚ    Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.[an-Nisâ`/4:34].    7. Ingatlah, anak shâlih mendapatkan manfaat dari keshalihan orang tua. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.    وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْءٍ ۚ كُلُّ امْرِئٍ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ    Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya. [ath-Thûr/52:21].    Semoga Allah Azza wa Jalla senantiasa membimbing kita ke jalan yang benar. (Ustadz Muhammad Qasim).    [Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 04/Tahun XII/1429H/2008M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]  _______  Footnote  [1]. Hadits tersebut lengkapnya adalah sbb:    حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ عَنْ مَالِكٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ عَلَيْهِمْ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ وَالْعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ    Ibn umar Radhiyllahu anhuma berkata : Saya telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannnya. Seorang kepala negara akan diminta pertanggungjawaban perihal rakyat yang dipimpinnya. Seorang suami akan ditanya perihal keluarga yang dipimpinnya. Seorang isteri yang memelihara rumah tangga suaminya akan ditanya perihal tanggungjawab dan tugasnya. Bahkan seorang pembantu/pekerja rumah tangga yang bertugas memelihara barang milik majikannya juga akan ditanya dari hal yang dipimpinnya. Dan kamu sekalian pemimpin dan akan ditanya (diminta pertanggungan jawab) dari hal hal yang dipimpinnya.  Referensi : Antara Kerja dan Mendidik Anak Menurut Islam

Kedua : Kebanyakan orang yang justru terjerumus di dalamnya, sementara itu ia tidak menyadarinya sebagai sebuah kesalahan yang dapat mengakibatkan terjadinya keretakan hubungan antara suami dengan istri, demikian pula dengan anak-anak yang semestinya sangat memerlukan perhatian dari ayahnya. Hanya saja, seorang istri janganlah serta merta langsung menegur suaminya begitu saja mengenai kewajiban yang harus ditunaikannya.

Ada dua hal pokok yang perlu menjadi pertimbangan jika seorang istri ingin mengajak bicara suami guna memecahkan masalah yang ia hadapi.

1. Waktu yang tepat. Seorang istri, janganlah mengajak bicara suami ketika ia baru pulang dari kerja atau dari bepergian. Karena ia masih kecapaian dan memerlukan istirahat.

Pertanyaan.  Al-Hamdulillah, saya dan suami selalu mengikuti kajian. Namun ada sedikit yang mengganjal dalam hati tentang suami saya yang terlalu banyak tidur. Saya tahu, mungkin ia kelelahan karena kerja dalam shif 3. Akan tetapi, bila sedang kebagian shif 2 dan 3, seharian di rumah tidur terus. Dia bangun hanya untuk shalat saja.    Saya sebagai istri ingin, mumpung suami sedang ada di rumah, memanfaatkan waktu tersebut untuk ikut mengajari anak-anak membaca Al-Qur`an atau mengontrol pelajaran sekolah mereka. Atau berdiskusi dengan saya tentang masalah apa saja. Saya ingin mengungkapkan ini secara langsung kepada suami, tetapi takut. Suami saya berlangganan Majalah As-Sunnah.    Semoga jawaban dari Redaksi membuat suami berhasil memenej waktunya dengan baik. Jazakumullahu khairan katsiran.    Jawaban.  Dari pertanyaan di atas, ada dua permasalahan mendasar. Pertama, tanggung jawab suami mencari nafkah. Kedua, tanggung jawab pendidikan anak dan keluarga.    Pertama: Memang tak dapat dipungkiri, mencari nafkah sudah menjadi kewajiban suami untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga, terutama anak dan istri. Suami tidak boleh membiarkan keluarganya tanpa ada yang bertanggung jawab memberi makan dan minum. Sebagaimana dalam hadits Mu’awiyah Radhiyallahu anhu tatkala bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Dia bertanya: “Ya, Rasulullah! Apa hak seorang istri yang berhak ia peroleh dari suaminya?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Engkau beri makan dia apa yang engkau makan . . .”. [HR Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad dan an-Nasâ`i].    Kedua : Kebanyakan orang yang justru terjerumus di dalamnya, sementara itu ia tidak menyadarinya sebagai sebuah kesalahan yang dapat mengakibatkan terjadinya keretakan hubungan antara suami dengan istri, demikian pula dengan anak-anak yang semestinya sangat memerlukan perhatian dari ayahnya. Hanya saja, seorang istri janganlah serta merta langsung menegur suaminya begitu saja mengenai kewajiban yang harus ditunaikannya.    Ada dua hal pokok yang perlu menjadi pertimbangan jika seorang istri ingin mengajak bicara suami guna memecahkan masalah yang ia hadapi.    1. Waktu yang tepat. Seorang istri, janganlah mengajak bicara suami ketika ia baru pulang dari kerja atau dari bepergian. Karena ia masih kecapaian dan memerlukan istirahat.    2. Kondisi atau waktu yang tepat. Yakni dengan memperhatikan kondisi atau situasi yang tepat ketika akan mengajak berdiskusi dengan suami. Perlu diingat, hati manusia memiliki dua kondisi yang saling berlawanan arah. Jika salah dalam memilih, maka bukan solusi yang didapat; bahkan bisa menimbulkan masalah baru, sehingga masalah menjadi semakin pelik dan rumit. Suasana hati yang ceria dan tiada beban, akan dapat mendukung keberhasilan pemecahan masalah. Sebaliknya, kondisi hati yang sedang gundah dan kacau, ia tidak akan dapat menyelesaikan masalah. Kondisi hati semacam ini pernah disampaikan oleh Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu, ia berkata:    Baca Juga  Pengaruh Lingkungan Terhadap Pendidikan Anak  إِنَّ لِلْقُلُوْبِ لَنَشَاطًا وَإِقْبَالاً، وَإِنَّ لَهاَ لَتَوْلِيَةً وَإِدبَارًا… (رواه الدارمي)    Sesungguhnya, hati itu terkadang timbul semangat dan mau menerima, dan ada kalanya pula ia berpaling dan menolak. [HR ad-Dârimi].    Jika istri melihat kondisi suami telah siap untuk mendengar dan menerima saran, masukan, kritik, sekaligus mau diajak berdiskusi, maka mulailah pembicaraan ke arah yang diinginkan. Iringi dengan doa dan memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar sang suami dimudahkan dan dibukakan hatinya, serta mau mengerti kewajiban dan amanah yang harus dipikul bersama.    1. Ingatkan kembali sang suami mengenai tanggung jawab dan amanah yang harus ia tunaikan. Kewajibannya bukan hanya sekedar mencari nafkah, namun juga memiliki tanggung jawab secara bersama mengemban amanah dalam mentarbiyah (mendidik) si buah hati. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:    كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُوْلٌ عَضنْ رَعِيَّتِهِ فَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ …. متفق عليه    Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah tentang kepemimpinannya. Seorang suami adalah pemimpin di rumahnya, dan akan dimintai pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya. [Muttafaqun ‘alaihi].[1]    2. Bahwasanya anak mempunyai hak yang harus dipenuhi. Salah satunya ialah pendidikan, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :    وَإِنَّ لِوَلَدِكَ عَلَيْكَ حَقٌّ    .. dan sesungguhnya anakmu mempunyai hak atas kamu. [HR Muslim]    Selain hak nafkah, pendidikan dan perhatian juga menjadi hak anak yang harus di penuhi.    3. Ajak dan mintalah pendapat suami mengenai cara mengontrol perkembangan pendidikan anak, terlebih dalam hal agama (diniyah), baik akidah, ibadah, akhlak maupun Al-Qur`ân. Karena perlu pula diingat, tanggung jawab memantau perkembangan mental, pendidikan dan moral anak bukan hanya tanggung jawab istri, namun juga menjadi tugas suami yang harus dipikul bersama. Ingatlah, pengaruh tarbiyah yang diberikan orang tua terhadap anak sangat besar. Orang tualah yang memegang kendali dan paling berperan dalam membentuk karakter maupun perilaku anak. Kedua orang tua mempunyai andil yang sangat besar. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:    مَامِنْ مَوْلُوْدٍ إِلاَّ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ    Tidaklah setiap anak kecuali dilahirkan di atas fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi. [Muttafaqun ‘alaihi].    4. Menurut para ahli, secara psikis, perhatian yang diberikan orang tua kepada anak walaupun hanya sebentar, ia bisa berpengaruh pada pembentukan kecerdasan anak.    5. Berikan pula perhatian kepada anak. Ingatkan, bahwa pahala yang besar akan didapatkan orang tua yang telah mendidik anak dan berbuat baik kepada anaknya. Sempatkan untuk duduk bersama anak walau hanya sesaat, namun sering. Ini bisa dilakukan untuk bercengkerama dan mendidik sambil menanyakan hasil dan perkembangan belajarnya. Jangan sampai timbul kesan seolah sebagai anak tidak mempunyai ayah yang mau memperhatikannya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda memberi kabar gembira bagi orang tua yang mau mendidik anak-anaknya dengan baik:    Baca Juga  Hukum Memukul Anak Murid Untuk Tujuan Mendidik  مَنِ ابْتُلِيَ مِنَ الْبَنَاتِ بِشَيْئٍ فَأَحْسَنَ إِلَيْهِنَّ كُنَّ لَهُ سِتْرًا مِنَ النَّارِ متفق عليه    Barang siapa diuji dengan beberapa anak perempuan lalu dia berbuat baik kepada mereka, maka anak-anaknya tersebut akan menjadi penghalang baginya dari api neraka. [Muttafqun ‘alaihi].    6. Istri perlu pendamping yang bisa memotivasi, mendidik, sekaligus menjadi qudwah (teladan), sehingga bisa dijadikan tepmpat berlindung ketika ada masalah. Kepemimpinan seorang suami yang baik bisa membuat istri merasa aman, tetap merasa ada pelindung, dan pemimpin yang bisa membimbingnya.    الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ ۚ    Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.[an-Nisâ`/4:34].    7. Ingatlah, anak shâlih mendapatkan manfaat dari keshalihan orang tua. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.    وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْءٍ ۚ كُلُّ امْرِئٍ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ    Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya. [ath-Thûr/52:21].    Semoga Allah Azza wa Jalla senantiasa membimbing kita ke jalan yang benar. (Ustadz Muhammad Qasim).    [Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 04/Tahun XII/1429H/2008M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]  _______  Footnote  [1]. Hadits tersebut lengkapnya adalah sbb:    حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ عَنْ مَالِكٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ عَلَيْهِمْ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ وَالْعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ    Ibn umar Radhiyllahu anhuma berkata : Saya telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannnya. Seorang kepala negara akan diminta pertanggungjawaban perihal rakyat yang dipimpinnya. Seorang suami akan ditanya perihal keluarga yang dipimpinnya. Seorang isteri yang memelihara rumah tangga suaminya akan ditanya perihal tanggungjawab dan tugasnya. Bahkan seorang pembantu/pekerja rumah tangga yang bertugas memelihara barang milik majikannya juga akan ditanya dari hal yang dipimpinnya. Dan kamu sekalian pemimpin dan akan ditanya (diminta pertanggungan jawab) dari hal hal yang dipimpinnya.  Referensi : Antara Kerja dan Mendidik Anak Menurut Islam Pertanyaan.  Al-Hamdulillah, saya dan suami selalu mengikuti kajian. Namun ada sedikit yang mengganjal dalam hati tentang suami saya yang terlalu banyak tidur. Saya tahu, mungkin ia kelelahan karena kerja dalam shif 3. Akan tetapi, bila sedang kebagian shif 2 dan 3, seharian di rumah tidur terus. Dia bangun hanya untuk shalat saja.    Saya sebagai istri ingin, mumpung suami sedang ada di rumah, memanfaatkan waktu tersebut untuk ikut mengajari anak-anak membaca Al-Qur`an atau mengontrol pelajaran sekolah mereka. Atau berdiskusi dengan saya tentang masalah apa saja. Saya ingin mengungkapkan ini secara langsung kepada suami, tetapi takut. Suami saya berlangganan Majalah As-Sunnah.      Semoga jawaban dari Redaksi membuat suami berhasil memenej waktunya dengan baik. Jazakumullahu khairan katsiran.    Jawaban.  Dari pertanyaan di atas, ada dua permasalahan mendasar. Pertama, tanggung jawab suami mencari nafkah. Kedua, tanggung jawab pendidikan anak dan keluarga.    Pertama: Memang tak dapat dipungkiri, mencari nafkah sudah menjadi kewajiban suami untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga, terutama anak dan istri. Suami tidak boleh membiarkan keluarganya tanpa ada yang bertanggung jawab memberi makan dan minum. Sebagaimana dalam hadits Mu’awiyah Radhiyallahu anhu tatkala bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Dia bertanya: “Ya, Rasulullah! Apa hak seorang istri yang berhak ia peroleh dari suaminya?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Engkau beri makan dia apa yang engkau makan . . .”. [HR Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad dan an-Nasâ`i].    Kedua : Kebanyakan orang yang justru terjerumus di dalamnya, sementara itu ia tidak menyadarinya sebagai sebuah kesalahan yang dapat mengakibatkan terjadinya keretakan hubungan antara suami dengan istri, demikian pula dengan anak-anak yang semestinya sangat memerlukan perhatian dari ayahnya. Hanya saja, seorang istri janganlah serta merta langsung menegur suaminya begitu saja mengenai kewajiban yang harus ditunaikannya.    Ada dua hal pokok yang perlu menjadi pertimbangan jika seorang istri ingin mengajak bicara suami guna memecahkan masalah yang ia hadapi.    1. Waktu yang tepat. Seorang istri, janganlah mengajak bicara suami ketika ia baru pulang dari kerja atau dari bepergian. Karena ia masih kecapaian dan memerlukan istirahat.    2. Kondisi atau waktu yang tepat. Yakni dengan memperhatikan kondisi atau situasi yang tepat ketika akan mengajak berdiskusi dengan suami. Perlu diingat, hati manusia memiliki dua kondisi yang saling berlawanan arah. Jika salah dalam memilih, maka bukan solusi yang didapat; bahkan bisa menimbulkan masalah baru, sehingga masalah menjadi semakin pelik dan rumit. Suasana hati yang ceria dan tiada beban, akan dapat mendukung keberhasilan pemecahan masalah. Sebaliknya, kondisi hati yang sedang gundah dan kacau, ia tidak akan dapat menyelesaikan masalah. Kondisi hati semacam ini pernah disampaikan oleh Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu, ia berkata:    Baca Juga  Pengaruh Lingkungan Terhadap Pendidikan Anak  إِنَّ لِلْقُلُوْبِ لَنَشَاطًا وَإِقْبَالاً، وَإِنَّ لَهاَ لَتَوْلِيَةً وَإِدبَارًا… (رواه الدارمي)    Sesungguhnya, hati itu terkadang timbul semangat dan mau menerima, dan ada kalanya pula ia berpaling dan menolak. [HR ad-Dârimi].    Jika istri melihat kondisi suami telah siap untuk mendengar dan menerima saran, masukan, kritik, sekaligus mau diajak berdiskusi, maka mulailah pembicaraan ke arah yang diinginkan. Iringi dengan doa dan memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar sang suami dimudahkan dan dibukakan hatinya, serta mau mengerti kewajiban dan amanah yang harus dipikul bersama.    1. Ingatkan kembali sang suami mengenai tanggung jawab dan amanah yang harus ia tunaikan. Kewajibannya bukan hanya sekedar mencari nafkah, namun juga memiliki tanggung jawab secara bersama mengemban amanah dalam mentarbiyah (mendidik) si buah hati. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:    كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُوْلٌ عَضنْ رَعِيَّتِهِ فَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ …. متفق عليه    Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah tentang kepemimpinannya. Seorang suami adalah pemimpin di rumahnya, dan akan dimintai pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya. [Muttafaqun ‘alaihi].[1]    2. Bahwasanya anak mempunyai hak yang harus dipenuhi. Salah satunya ialah pendidikan, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :    وَإِنَّ لِوَلَدِكَ عَلَيْكَ حَقٌّ    .. dan sesungguhnya anakmu mempunyai hak atas kamu. [HR Muslim]    Selain hak nafkah, pendidikan dan perhatian juga menjadi hak anak yang harus di penuhi.    3. Ajak dan mintalah pendapat suami mengenai cara mengontrol perkembangan pendidikan anak, terlebih dalam hal agama (diniyah), baik akidah, ibadah, akhlak maupun Al-Qur`ân. Karena perlu pula diingat, tanggung jawab memantau perkembangan mental, pendidikan dan moral anak bukan hanya tanggung jawab istri, namun juga menjadi tugas suami yang harus dipikul bersama. Ingatlah, pengaruh tarbiyah yang diberikan orang tua terhadap anak sangat besar. Orang tualah yang memegang kendali dan paling berperan dalam membentuk karakter maupun perilaku anak. Kedua orang tua mempunyai andil yang sangat besar. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:    مَامِنْ مَوْلُوْدٍ إِلاَّ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ    Tidaklah setiap anak kecuali dilahirkan di atas fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi. [Muttafaqun ‘alaihi].    4. Menurut para ahli, secara psikis, perhatian yang diberikan orang tua kepada anak walaupun hanya sebentar, ia bisa berpengaruh pada pembentukan kecerdasan anak.    5. Berikan pula perhatian kepada anak. Ingatkan, bahwa pahala yang besar akan didapatkan orang tua yang telah mendidik anak dan berbuat baik kepada anaknya. Sempatkan untuk duduk bersama anak walau hanya sesaat, namun sering. Ini bisa dilakukan untuk bercengkerama dan mendidik sambil menanyakan hasil dan perkembangan belajarnya. Jangan sampai timbul kesan seolah sebagai anak tidak mempunyai ayah yang mau memperhatikannya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda memberi kabar gembira bagi orang tua yang mau mendidik anak-anaknya dengan baik:    Baca Juga  Hukum Memukul Anak Murid Untuk Tujuan Mendidik  مَنِ ابْتُلِيَ مِنَ الْبَنَاتِ بِشَيْئٍ فَأَحْسَنَ إِلَيْهِنَّ كُنَّ لَهُ سِتْرًا مِنَ النَّارِ متفق عليه    Barang siapa diuji dengan beberapa anak perempuan lalu dia berbuat baik kepada mereka, maka anak-anaknya tersebut akan menjadi penghalang baginya dari api neraka. [Muttafqun ‘alaihi].    6. Istri perlu pendamping yang bisa memotivasi, mendidik, sekaligus menjadi qudwah (teladan), sehingga bisa dijadikan tepmpat berlindung ketika ada masalah. Kepemimpinan seorang suami yang baik bisa membuat istri merasa aman, tetap merasa ada pelindung, dan pemimpin yang bisa membimbingnya.    الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ ۚ    Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.[an-Nisâ`/4:34].    7. Ingatlah, anak shâlih mendapatkan manfaat dari keshalihan orang tua. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.    وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْءٍ ۚ كُلُّ امْرِئٍ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ    Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya. [ath-Thûr/52:21].    Semoga Allah Azza wa Jalla senantiasa membimbing kita ke jalan yang benar. (Ustadz Muhammad Qasim).    [Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 04/Tahun XII/1429H/2008M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]  _______  Footnote  [1]. Hadits tersebut lengkapnya adalah sbb:    حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ عَنْ مَالِكٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ عَلَيْهِمْ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ وَالْعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ    Ibn umar Radhiyllahu anhuma berkata : Saya telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannnya. Seorang kepala negara akan diminta pertanggungjawaban perihal rakyat yang dipimpinnya. Seorang suami akan ditanya perihal keluarga yang dipimpinnya. Seorang isteri yang memelihara rumah tangga suaminya akan ditanya perihal tanggungjawab dan tugasnya. Bahkan seorang pembantu/pekerja rumah tangga yang bertugas memelihara barang milik majikannya juga akan ditanya dari hal yang dipimpinnya. Dan kamu sekalian pemimpin dan akan ditanya (diminta pertanggungan jawab) dari hal hal yang dipimpinnya.  Referensi : Antara Kerja dan Mendidik Anak Menurut Islam

2. Kondisi atau waktu yang tepat. Yakni dengan memperhatikan kondisi atau situasi yang tepat ketika akan mengajak berdiskusi dengan suami. Perlu diingat, hati manusia memiliki dua kondisi yang saling berlawanan arah. Jika salah dalam memilih, maka bukan solusi yang didapat; bahkan bisa menimbulkan masalah baru, sehingga masalah menjadi semakin pelik dan rumit. Suasana hati yang ceria dan tiada beban, akan dapat mendukung keberhasilan pemecahan masalah. Sebaliknya, kondisi hati yang sedang gundah dan kacau, ia tidak akan dapat menyelesaikan masalah. Kondisi hati semacam ini pernah disampaikan oleh Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu, ia berkata:

إِنَّ لِلْقُلُوْبِ لَنَشَاطًا وَإِقْبَالاً، وَإِنَّ لَهاَ لَتَوْلِيَةً وَإِدبَارًا… (رواه الدارمي)

Sesungguhnya, hati itu terkadang timbul semangat dan mau menerima, dan ada kalanya pula ia berpaling dan menolak. [HR ad-Dârimi].

Jika istri melihat kondisi suami telah siap untuk mendengar dan menerima saran, masukan, kritik, sekaligus mau diajak berdiskusi, maka mulailah pembicaraan ke arah yang diinginkan. Iringi dengan doa dan memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar sang suami dimudahkan dan dibukakan hatinya, serta mau mengerti kewajiban dan amanah yang harus dipikul bersama.

Pertanyaan.  Al-Hamdulillah, saya dan suami selalu mengikuti kajian. Namun ada sedikit yang mengganjal dalam hati tentang suami saya yang terlalu banyak tidur. Saya tahu, mungkin ia kelelahan karena kerja dalam shif 3. Akan tetapi, bila sedang kebagian shif 2 dan 3, seharian di rumah tidur terus. Dia bangun hanya untuk shalat saja.    Saya sebagai istri ingin, mumpung suami sedang ada di rumah, memanfaatkan waktu tersebut untuk ikut mengajari anak-anak membaca Al-Qur`an atau mengontrol pelajaran sekolah mereka. Atau berdiskusi dengan saya tentang masalah apa saja. Saya ingin mengungkapkan ini secara langsung kepada suami, tetapi takut. Suami saya berlangganan Majalah As-Sunnah.    Semoga jawaban dari Redaksi membuat suami berhasil memenej waktunya dengan baik. Jazakumullahu khairan katsiran.    Jawaban.  Dari pertanyaan di atas, ada dua permasalahan mendasar. Pertama, tanggung jawab suami mencari nafkah. Kedua, tanggung jawab pendidikan anak dan keluarga.    Pertama: Memang tak dapat dipungkiri, mencari nafkah sudah menjadi kewajiban suami untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga, terutama anak dan istri. Suami tidak boleh membiarkan keluarganya tanpa ada yang bertanggung jawab memberi makan dan minum. Sebagaimana dalam hadits Mu’awiyah Radhiyallahu anhu tatkala bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Dia bertanya: “Ya, Rasulullah! Apa hak seorang istri yang berhak ia peroleh dari suaminya?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Engkau beri makan dia apa yang engkau makan . . .”. [HR Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad dan an-Nasâ`i].    Kedua : Kebanyakan orang yang justru terjerumus di dalamnya, sementara itu ia tidak menyadarinya sebagai sebuah kesalahan yang dapat mengakibatkan terjadinya keretakan hubungan antara suami dengan istri, demikian pula dengan anak-anak yang semestinya sangat memerlukan perhatian dari ayahnya. Hanya saja, seorang istri janganlah serta merta langsung menegur suaminya begitu saja mengenai kewajiban yang harus ditunaikannya.    Ada dua hal pokok yang perlu menjadi pertimbangan jika seorang istri ingin mengajak bicara suami guna memecahkan masalah yang ia hadapi.    1. Waktu yang tepat. Seorang istri, janganlah mengajak bicara suami ketika ia baru pulang dari kerja atau dari bepergian. Karena ia masih kecapaian dan memerlukan istirahat.    2. Kondisi atau waktu yang tepat. Yakni dengan memperhatikan kondisi atau situasi yang tepat ketika akan mengajak berdiskusi dengan suami. Perlu diingat, hati manusia memiliki dua kondisi yang saling berlawanan arah. Jika salah dalam memilih, maka bukan solusi yang didapat; bahkan bisa menimbulkan masalah baru, sehingga masalah menjadi semakin pelik dan rumit. Suasana hati yang ceria dan tiada beban, akan dapat mendukung keberhasilan pemecahan masalah. Sebaliknya, kondisi hati yang sedang gundah dan kacau, ia tidak akan dapat menyelesaikan masalah. Kondisi hati semacam ini pernah disampaikan oleh Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu, ia berkata:    Baca Juga  Pengaruh Lingkungan Terhadap Pendidikan Anak  إِنَّ لِلْقُلُوْبِ لَنَشَاطًا وَإِقْبَالاً، وَإِنَّ لَهاَ لَتَوْلِيَةً وَإِدبَارًا… (رواه الدارمي)    Sesungguhnya, hati itu terkadang timbul semangat dan mau menerima, dan ada kalanya pula ia berpaling dan menolak. [HR ad-Dârimi].    Jika istri melihat kondisi suami telah siap untuk mendengar dan menerima saran, masukan, kritik, sekaligus mau diajak berdiskusi, maka mulailah pembicaraan ke arah yang diinginkan. Iringi dengan doa dan memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar sang suami dimudahkan dan dibukakan hatinya, serta mau mengerti kewajiban dan amanah yang harus dipikul bersama.    1. Ingatkan kembali sang suami mengenai tanggung jawab dan amanah yang harus ia tunaikan. Kewajibannya bukan hanya sekedar mencari nafkah, namun juga memiliki tanggung jawab secara bersama mengemban amanah dalam mentarbiyah (mendidik) si buah hati. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:    كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُوْلٌ عَضنْ رَعِيَّتِهِ فَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ …. متفق عليه    Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah tentang kepemimpinannya. Seorang suami adalah pemimpin di rumahnya, dan akan dimintai pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya. [Muttafaqun ‘alaihi].[1]    2. Bahwasanya anak mempunyai hak yang harus dipenuhi. Salah satunya ialah pendidikan, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :    وَإِنَّ لِوَلَدِكَ عَلَيْكَ حَقٌّ    .. dan sesungguhnya anakmu mempunyai hak atas kamu. [HR Muslim]    Selain hak nafkah, pendidikan dan perhatian juga menjadi hak anak yang harus di penuhi.    3. Ajak dan mintalah pendapat suami mengenai cara mengontrol perkembangan pendidikan anak, terlebih dalam hal agama (diniyah), baik akidah, ibadah, akhlak maupun Al-Qur`ân. Karena perlu pula diingat, tanggung jawab memantau perkembangan mental, pendidikan dan moral anak bukan hanya tanggung jawab istri, namun juga menjadi tugas suami yang harus dipikul bersama. Ingatlah, pengaruh tarbiyah yang diberikan orang tua terhadap anak sangat besar. Orang tualah yang memegang kendali dan paling berperan dalam membentuk karakter maupun perilaku anak. Kedua orang tua mempunyai andil yang sangat besar. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:    مَامِنْ مَوْلُوْدٍ إِلاَّ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ    Tidaklah setiap anak kecuali dilahirkan di atas fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi. [Muttafaqun ‘alaihi].    4. Menurut para ahli, secara psikis, perhatian yang diberikan orang tua kepada anak walaupun hanya sebentar, ia bisa berpengaruh pada pembentukan kecerdasan anak.    5. Berikan pula perhatian kepada anak. Ingatkan, bahwa pahala yang besar akan didapatkan orang tua yang telah mendidik anak dan berbuat baik kepada anaknya. Sempatkan untuk duduk bersama anak walau hanya sesaat, namun sering. Ini bisa dilakukan untuk bercengkerama dan mendidik sambil menanyakan hasil dan perkembangan belajarnya. Jangan sampai timbul kesan seolah sebagai anak tidak mempunyai ayah yang mau memperhatikannya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda memberi kabar gembira bagi orang tua yang mau mendidik anak-anaknya dengan baik:    Baca Juga  Hukum Memukul Anak Murid Untuk Tujuan Mendidik  مَنِ ابْتُلِيَ مِنَ الْبَنَاتِ بِشَيْئٍ فَأَحْسَنَ إِلَيْهِنَّ كُنَّ لَهُ سِتْرًا مِنَ النَّارِ متفق عليه    Barang siapa diuji dengan beberapa anak perempuan lalu dia berbuat baik kepada mereka, maka anak-anaknya tersebut akan menjadi penghalang baginya dari api neraka. [Muttafqun ‘alaihi].    6. Istri perlu pendamping yang bisa memotivasi, mendidik, sekaligus menjadi qudwah (teladan), sehingga bisa dijadikan tepmpat berlindung ketika ada masalah. Kepemimpinan seorang suami yang baik bisa membuat istri merasa aman, tetap merasa ada pelindung, dan pemimpin yang bisa membimbingnya.    الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ ۚ    Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.[an-Nisâ`/4:34].    7. Ingatlah, anak shâlih mendapatkan manfaat dari keshalihan orang tua. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.    وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْءٍ ۚ كُلُّ امْرِئٍ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ    Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya. [ath-Thûr/52:21].    Semoga Allah Azza wa Jalla senantiasa membimbing kita ke jalan yang benar. (Ustadz Muhammad Qasim).    [Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 04/Tahun XII/1429H/2008M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]  _______  Footnote  [1]. Hadits tersebut lengkapnya adalah sbb:    حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ عَنْ مَالِكٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ عَلَيْهِمْ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ وَالْعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ    Ibn umar Radhiyllahu anhuma berkata : Saya telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannnya. Seorang kepala negara akan diminta pertanggungjawaban perihal rakyat yang dipimpinnya. Seorang suami akan ditanya perihal keluarga yang dipimpinnya. Seorang isteri yang memelihara rumah tangga suaminya akan ditanya perihal tanggungjawab dan tugasnya. Bahkan seorang pembantu/pekerja rumah tangga yang bertugas memelihara barang milik majikannya juga akan ditanya dari hal yang dipimpinnya. Dan kamu sekalian pemimpin dan akan ditanya (diminta pertanggungan jawab) dari hal hal yang dipimpinnya.  Referensi : Antara Kerja dan Mendidik Anak Menurut Islam Pertanyaan.  Al-Hamdulillah, saya dan suami selalu mengikuti kajian. Namun ada sedikit yang mengganjal dalam hati tentang suami saya yang terlalu banyak tidur. Saya tahu, mungkin ia kelelahan karena kerja dalam shif 3. Akan tetapi, bila sedang kebagian shif 2 dan 3, seharian di rumah tidur terus. Dia bangun hanya untuk shalat saja.    Saya sebagai istri ingin, mumpung suami sedang ada di rumah, memanfaatkan waktu tersebut untuk ikut mengajari anak-anak membaca Al-Qur`an atau mengontrol pelajaran sekolah mereka. Atau berdiskusi dengan saya tentang masalah apa saja. Saya ingin mengungkapkan ini secara langsung kepada suami, tetapi takut. Suami saya berlangganan Majalah As-Sunnah.      Semoga jawaban dari Redaksi membuat suami berhasil memenej waktunya dengan baik. Jazakumullahu khairan katsiran.    Jawaban.  Dari pertanyaan di atas, ada dua permasalahan mendasar. Pertama, tanggung jawab suami mencari nafkah. Kedua, tanggung jawab pendidikan anak dan keluarga.    Pertama: Memang tak dapat dipungkiri, mencari nafkah sudah menjadi kewajiban suami untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga, terutama anak dan istri. Suami tidak boleh membiarkan keluarganya tanpa ada yang bertanggung jawab memberi makan dan minum. Sebagaimana dalam hadits Mu’awiyah Radhiyallahu anhu tatkala bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Dia bertanya: “Ya, Rasulullah! Apa hak seorang istri yang berhak ia peroleh dari suaminya?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Engkau beri makan dia apa yang engkau makan . . .”. [HR Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad dan an-Nasâ`i].    Kedua : Kebanyakan orang yang justru terjerumus di dalamnya, sementara itu ia tidak menyadarinya sebagai sebuah kesalahan yang dapat mengakibatkan terjadinya keretakan hubungan antara suami dengan istri, demikian pula dengan anak-anak yang semestinya sangat memerlukan perhatian dari ayahnya. Hanya saja, seorang istri janganlah serta merta langsung menegur suaminya begitu saja mengenai kewajiban yang harus ditunaikannya.    Ada dua hal pokok yang perlu menjadi pertimbangan jika seorang istri ingin mengajak bicara suami guna memecahkan masalah yang ia hadapi.    1. Waktu yang tepat. Seorang istri, janganlah mengajak bicara suami ketika ia baru pulang dari kerja atau dari bepergian. Karena ia masih kecapaian dan memerlukan istirahat.    2. Kondisi atau waktu yang tepat. Yakni dengan memperhatikan kondisi atau situasi yang tepat ketika akan mengajak berdiskusi dengan suami. Perlu diingat, hati manusia memiliki dua kondisi yang saling berlawanan arah. Jika salah dalam memilih, maka bukan solusi yang didapat; bahkan bisa menimbulkan masalah baru, sehingga masalah menjadi semakin pelik dan rumit. Suasana hati yang ceria dan tiada beban, akan dapat mendukung keberhasilan pemecahan masalah. Sebaliknya, kondisi hati yang sedang gundah dan kacau, ia tidak akan dapat menyelesaikan masalah. Kondisi hati semacam ini pernah disampaikan oleh Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu, ia berkata:    Baca Juga  Pengaruh Lingkungan Terhadap Pendidikan Anak  إِنَّ لِلْقُلُوْبِ لَنَشَاطًا وَإِقْبَالاً، وَإِنَّ لَهاَ لَتَوْلِيَةً وَإِدبَارًا… (رواه الدارمي)    Sesungguhnya, hati itu terkadang timbul semangat dan mau menerima, dan ada kalanya pula ia berpaling dan menolak. [HR ad-Dârimi].    Jika istri melihat kondisi suami telah siap untuk mendengar dan menerima saran, masukan, kritik, sekaligus mau diajak berdiskusi, maka mulailah pembicaraan ke arah yang diinginkan. Iringi dengan doa dan memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar sang suami dimudahkan dan dibukakan hatinya, serta mau mengerti kewajiban dan amanah yang harus dipikul bersama.    1. Ingatkan kembali sang suami mengenai tanggung jawab dan amanah yang harus ia tunaikan. Kewajibannya bukan hanya sekedar mencari nafkah, namun juga memiliki tanggung jawab secara bersama mengemban amanah dalam mentarbiyah (mendidik) si buah hati. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:    كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُوْلٌ عَضنْ رَعِيَّتِهِ فَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ …. متفق عليه    Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah tentang kepemimpinannya. Seorang suami adalah pemimpin di rumahnya, dan akan dimintai pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya. [Muttafaqun ‘alaihi].[1]    2. Bahwasanya anak mempunyai hak yang harus dipenuhi. Salah satunya ialah pendidikan, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :    وَإِنَّ لِوَلَدِكَ عَلَيْكَ حَقٌّ    .. dan sesungguhnya anakmu mempunyai hak atas kamu. [HR Muslim]    Selain hak nafkah, pendidikan dan perhatian juga menjadi hak anak yang harus di penuhi.    3. Ajak dan mintalah pendapat suami mengenai cara mengontrol perkembangan pendidikan anak, terlebih dalam hal agama (diniyah), baik akidah, ibadah, akhlak maupun Al-Qur`ân. Karena perlu pula diingat, tanggung jawab memantau perkembangan mental, pendidikan dan moral anak bukan hanya tanggung jawab istri, namun juga menjadi tugas suami yang harus dipikul bersama. Ingatlah, pengaruh tarbiyah yang diberikan orang tua terhadap anak sangat besar. Orang tualah yang memegang kendali dan paling berperan dalam membentuk karakter maupun perilaku anak. Kedua orang tua mempunyai andil yang sangat besar. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:    مَامِنْ مَوْلُوْدٍ إِلاَّ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ    Tidaklah setiap anak kecuali dilahirkan di atas fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi. [Muttafaqun ‘alaihi].    4. Menurut para ahli, secara psikis, perhatian yang diberikan orang tua kepada anak walaupun hanya sebentar, ia bisa berpengaruh pada pembentukan kecerdasan anak.    5. Berikan pula perhatian kepada anak. Ingatkan, bahwa pahala yang besar akan didapatkan orang tua yang telah mendidik anak dan berbuat baik kepada anaknya. Sempatkan untuk duduk bersama anak walau hanya sesaat, namun sering. Ini bisa dilakukan untuk bercengkerama dan mendidik sambil menanyakan hasil dan perkembangan belajarnya. Jangan sampai timbul kesan seolah sebagai anak tidak mempunyai ayah yang mau memperhatikannya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda memberi kabar gembira bagi orang tua yang mau mendidik anak-anaknya dengan baik:    Baca Juga  Hukum Memukul Anak Murid Untuk Tujuan Mendidik  مَنِ ابْتُلِيَ مِنَ الْبَنَاتِ بِشَيْئٍ فَأَحْسَنَ إِلَيْهِنَّ كُنَّ لَهُ سِتْرًا مِنَ النَّارِ متفق عليه    Barang siapa diuji dengan beberapa anak perempuan lalu dia berbuat baik kepada mereka, maka anak-anaknya tersebut akan menjadi penghalang baginya dari api neraka. [Muttafqun ‘alaihi].    6. Istri perlu pendamping yang bisa memotivasi, mendidik, sekaligus menjadi qudwah (teladan), sehingga bisa dijadikan tepmpat berlindung ketika ada masalah. Kepemimpinan seorang suami yang baik bisa membuat istri merasa aman, tetap merasa ada pelindung, dan pemimpin yang bisa membimbingnya.    الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ ۚ    Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.[an-Nisâ`/4:34].    7. Ingatlah, anak shâlih mendapatkan manfaat dari keshalihan orang tua. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.    وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْءٍ ۚ كُلُّ امْرِئٍ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ    Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya. [ath-Thûr/52:21].    Semoga Allah Azza wa Jalla senantiasa membimbing kita ke jalan yang benar. (Ustadz Muhammad Qasim).    [Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 04/Tahun XII/1429H/2008M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]  _______  Footnote  [1]. Hadits tersebut lengkapnya adalah sbb:    حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ عَنْ مَالِكٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ عَلَيْهِمْ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ وَالْعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ    Ibn umar Radhiyllahu anhuma berkata : Saya telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannnya. Seorang kepala negara akan diminta pertanggungjawaban perihal rakyat yang dipimpinnya. Seorang suami akan ditanya perihal keluarga yang dipimpinnya. Seorang isteri yang memelihara rumah tangga suaminya akan ditanya perihal tanggungjawab dan tugasnya. Bahkan seorang pembantu/pekerja rumah tangga yang bertugas memelihara barang milik majikannya juga akan ditanya dari hal yang dipimpinnya. Dan kamu sekalian pemimpin dan akan ditanya (diminta pertanggungan jawab) dari hal hal yang dipimpinnya.  Referensi : Antara Kerja dan Mendidik Anak Menurut Islam

1. Ingatkan kembali sang suami mengenai tanggung jawab dan amanah yang harus ia tunaikan. Kewajibannya bukan hanya sekedar mencari nafkah, namun juga memiliki tanggung jawab secara bersama mengemban amanah dalam mentarbiyah (mendidik) si buah hati. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُوْلٌ عَضنْ رَعِيَّتِهِ فَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ …. متفق عليه

Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah tentang kepemimpinannya. Seorang suami adalah pemimpin di rumahnya, dan akan dimintai pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya. [Muttafaqun ‘alaihi].[1]

2. Bahwasanya anak mempunyai hak yang harus dipenuhi. Salah satunya ialah pendidikan, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

وَإِنَّ لِوَلَدِكَ عَلَيْكَ حَقٌّ

.. dan sesungguhnya anakmu mempunyai hak atas kamu. [HR Muslim]

Selain hak nafkah, pendidikan dan perhatian juga menjadi hak anak yang harus di penuhi.

3. Ajak dan mintalah pendapat suami mengenai cara mengontrol perkembangan pendidikan anak, terlebih dalam hal agama (diniyah), baik akidah, ibadah, akhlak maupun Al-Qur`ân. Karena perlu pula diingat, tanggung jawab memantau perkembangan mental, pendidikan dan moral anak bukan hanya tanggung jawab istri, namun juga menjadi tugas suami yang harus dipikul bersama. Ingatlah, pengaruh tarbiyah yang diberikan orang tua terhadap anak sangat besar. Orang tualah yang memegang kendali dan paling berperan dalam membentuk karakter maupun perilaku anak. Kedua orang tua mempunyai andil yang sangat besar. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَامِنْ مَوْلُوْدٍ إِلاَّ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ

Tidaklah setiap anak kecuali dilahirkan di atas fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi. [Muttafaqun ‘alaihi].

Pertanyaan.  Al-Hamdulillah, saya dan suami selalu mengikuti kajian. Namun ada sedikit yang mengganjal dalam hati tentang suami saya yang terlalu banyak tidur. Saya tahu, mungkin ia kelelahan karena kerja dalam shif 3. Akan tetapi, bila sedang kebagian shif 2 dan 3, seharian di rumah tidur terus. Dia bangun hanya untuk shalat saja.    Saya sebagai istri ingin, mumpung suami sedang ada di rumah, memanfaatkan waktu tersebut untuk ikut mengajari anak-anak membaca Al-Qur`an atau mengontrol pelajaran sekolah mereka. Atau berdiskusi dengan saya tentang masalah apa saja. Saya ingin mengungkapkan ini secara langsung kepada suami, tetapi takut. Suami saya berlangganan Majalah As-Sunnah.    Semoga jawaban dari Redaksi membuat suami berhasil memenej waktunya dengan baik. Jazakumullahu khairan katsiran.    Jawaban.  Dari pertanyaan di atas, ada dua permasalahan mendasar. Pertama, tanggung jawab suami mencari nafkah. Kedua, tanggung jawab pendidikan anak dan keluarga.    Pertama: Memang tak dapat dipungkiri, mencari nafkah sudah menjadi kewajiban suami untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga, terutama anak dan istri. Suami tidak boleh membiarkan keluarganya tanpa ada yang bertanggung jawab memberi makan dan minum. Sebagaimana dalam hadits Mu’awiyah Radhiyallahu anhu tatkala bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Dia bertanya: “Ya, Rasulullah! Apa hak seorang istri yang berhak ia peroleh dari suaminya?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Engkau beri makan dia apa yang engkau makan . . .”. [HR Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad dan an-Nasâ`i].    Kedua : Kebanyakan orang yang justru terjerumus di dalamnya, sementara itu ia tidak menyadarinya sebagai sebuah kesalahan yang dapat mengakibatkan terjadinya keretakan hubungan antara suami dengan istri, demikian pula dengan anak-anak yang semestinya sangat memerlukan perhatian dari ayahnya. Hanya saja, seorang istri janganlah serta merta langsung menegur suaminya begitu saja mengenai kewajiban yang harus ditunaikannya.    Ada dua hal pokok yang perlu menjadi pertimbangan jika seorang istri ingin mengajak bicara suami guna memecahkan masalah yang ia hadapi.    1. Waktu yang tepat. Seorang istri, janganlah mengajak bicara suami ketika ia baru pulang dari kerja atau dari bepergian. Karena ia masih kecapaian dan memerlukan istirahat.    2. Kondisi atau waktu yang tepat. Yakni dengan memperhatikan kondisi atau situasi yang tepat ketika akan mengajak berdiskusi dengan suami. Perlu diingat, hati manusia memiliki dua kondisi yang saling berlawanan arah. Jika salah dalam memilih, maka bukan solusi yang didapat; bahkan bisa menimbulkan masalah baru, sehingga masalah menjadi semakin pelik dan rumit. Suasana hati yang ceria dan tiada beban, akan dapat mendukung keberhasilan pemecahan masalah. Sebaliknya, kondisi hati yang sedang gundah dan kacau, ia tidak akan dapat menyelesaikan masalah. Kondisi hati semacam ini pernah disampaikan oleh Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu, ia berkata:    Baca Juga  Pengaruh Lingkungan Terhadap Pendidikan Anak  إِنَّ لِلْقُلُوْبِ لَنَشَاطًا وَإِقْبَالاً، وَإِنَّ لَهاَ لَتَوْلِيَةً وَإِدبَارًا… (رواه الدارمي)    Sesungguhnya, hati itu terkadang timbul semangat dan mau menerima, dan ada kalanya pula ia berpaling dan menolak. [HR ad-Dârimi].    Jika istri melihat kondisi suami telah siap untuk mendengar dan menerima saran, masukan, kritik, sekaligus mau diajak berdiskusi, maka mulailah pembicaraan ke arah yang diinginkan. Iringi dengan doa dan memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar sang suami dimudahkan dan dibukakan hatinya, serta mau mengerti kewajiban dan amanah yang harus dipikul bersama.    1. Ingatkan kembali sang suami mengenai tanggung jawab dan amanah yang harus ia tunaikan. Kewajibannya bukan hanya sekedar mencari nafkah, namun juga memiliki tanggung jawab secara bersama mengemban amanah dalam mentarbiyah (mendidik) si buah hati. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:    كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُوْلٌ عَضنْ رَعِيَّتِهِ فَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ …. متفق عليه    Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah tentang kepemimpinannya. Seorang suami adalah pemimpin di rumahnya, dan akan dimintai pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya. [Muttafaqun ‘alaihi].[1]    2. Bahwasanya anak mempunyai hak yang harus dipenuhi. Salah satunya ialah pendidikan, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :    وَإِنَّ لِوَلَدِكَ عَلَيْكَ حَقٌّ    .. dan sesungguhnya anakmu mempunyai hak atas kamu. [HR Muslim]    Selain hak nafkah, pendidikan dan perhatian juga menjadi hak anak yang harus di penuhi.    3. Ajak dan mintalah pendapat suami mengenai cara mengontrol perkembangan pendidikan anak, terlebih dalam hal agama (diniyah), baik akidah, ibadah, akhlak maupun Al-Qur`ân. Karena perlu pula diingat, tanggung jawab memantau perkembangan mental, pendidikan dan moral anak bukan hanya tanggung jawab istri, namun juga menjadi tugas suami yang harus dipikul bersama. Ingatlah, pengaruh tarbiyah yang diberikan orang tua terhadap anak sangat besar. Orang tualah yang memegang kendali dan paling berperan dalam membentuk karakter maupun perilaku anak. Kedua orang tua mempunyai andil yang sangat besar. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:    مَامِنْ مَوْلُوْدٍ إِلاَّ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ    Tidaklah setiap anak kecuali dilahirkan di atas fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi. [Muttafaqun ‘alaihi].    4. Menurut para ahli, secara psikis, perhatian yang diberikan orang tua kepada anak walaupun hanya sebentar, ia bisa berpengaruh pada pembentukan kecerdasan anak.    5. Berikan pula perhatian kepada anak. Ingatkan, bahwa pahala yang besar akan didapatkan orang tua yang telah mendidik anak dan berbuat baik kepada anaknya. Sempatkan untuk duduk bersama anak walau hanya sesaat, namun sering. Ini bisa dilakukan untuk bercengkerama dan mendidik sambil menanyakan hasil dan perkembangan belajarnya. Jangan sampai timbul kesan seolah sebagai anak tidak mempunyai ayah yang mau memperhatikannya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda memberi kabar gembira bagi orang tua yang mau mendidik anak-anaknya dengan baik:    Baca Juga  Hukum Memukul Anak Murid Untuk Tujuan Mendidik  مَنِ ابْتُلِيَ مِنَ الْبَنَاتِ بِشَيْئٍ فَأَحْسَنَ إِلَيْهِنَّ كُنَّ لَهُ سِتْرًا مِنَ النَّارِ متفق عليه    Barang siapa diuji dengan beberapa anak perempuan lalu dia berbuat baik kepada mereka, maka anak-anaknya tersebut akan menjadi penghalang baginya dari api neraka. [Muttafqun ‘alaihi].    6. Istri perlu pendamping yang bisa memotivasi, mendidik, sekaligus menjadi qudwah (teladan), sehingga bisa dijadikan tepmpat berlindung ketika ada masalah. Kepemimpinan seorang suami yang baik bisa membuat istri merasa aman, tetap merasa ada pelindung, dan pemimpin yang bisa membimbingnya.    الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ ۚ    Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.[an-Nisâ`/4:34].    7. Ingatlah, anak shâlih mendapatkan manfaat dari keshalihan orang tua. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.    وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْءٍ ۚ كُلُّ امْرِئٍ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ    Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya. [ath-Thûr/52:21].    Semoga Allah Azza wa Jalla senantiasa membimbing kita ke jalan yang benar. (Ustadz Muhammad Qasim).    [Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 04/Tahun XII/1429H/2008M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]  _______  Footnote  [1]. Hadits tersebut lengkapnya adalah sbb:    حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ عَنْ مَالِكٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ عَلَيْهِمْ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ وَالْعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ    Ibn umar Radhiyllahu anhuma berkata : Saya telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannnya. Seorang kepala negara akan diminta pertanggungjawaban perihal rakyat yang dipimpinnya. Seorang suami akan ditanya perihal keluarga yang dipimpinnya. Seorang isteri yang memelihara rumah tangga suaminya akan ditanya perihal tanggungjawab dan tugasnya. Bahkan seorang pembantu/pekerja rumah tangga yang bertugas memelihara barang milik majikannya juga akan ditanya dari hal yang dipimpinnya. Dan kamu sekalian pemimpin dan akan ditanya (diminta pertanggungan jawab) dari hal hal yang dipimpinnya.  Referensi : Antara Kerja dan Mendidik Anak Menurut Islam Pertanyaan.  Al-Hamdulillah, saya dan suami selalu mengikuti kajian. Namun ada sedikit yang mengganjal dalam hati tentang suami saya yang terlalu banyak tidur. Saya tahu, mungkin ia kelelahan karena kerja dalam shif 3. Akan tetapi, bila sedang kebagian shif 2 dan 3, seharian di rumah tidur terus. Dia bangun hanya untuk shalat saja.    Saya sebagai istri ingin, mumpung suami sedang ada di rumah, memanfaatkan waktu tersebut untuk ikut mengajari anak-anak membaca Al-Qur`an atau mengontrol pelajaran sekolah mereka. Atau berdiskusi dengan saya tentang masalah apa saja. Saya ingin mengungkapkan ini secara langsung kepada suami, tetapi takut. Suami saya berlangganan Majalah As-Sunnah.      Semoga jawaban dari Redaksi membuat suami berhasil memenej waktunya dengan baik. Jazakumullahu khairan katsiran.    Jawaban.  Dari pertanyaan di atas, ada dua permasalahan mendasar. Pertama, tanggung jawab suami mencari nafkah. Kedua, tanggung jawab pendidikan anak dan keluarga.    Pertama: Memang tak dapat dipungkiri, mencari nafkah sudah menjadi kewajiban suami untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga, terutama anak dan istri. Suami tidak boleh membiarkan keluarganya tanpa ada yang bertanggung jawab memberi makan dan minum. Sebagaimana dalam hadits Mu’awiyah Radhiyallahu anhu tatkala bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Dia bertanya: “Ya, Rasulullah! Apa hak seorang istri yang berhak ia peroleh dari suaminya?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Engkau beri makan dia apa yang engkau makan . . .”. [HR Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad dan an-Nasâ`i].    Kedua : Kebanyakan orang yang justru terjerumus di dalamnya, sementara itu ia tidak menyadarinya sebagai sebuah kesalahan yang dapat mengakibatkan terjadinya keretakan hubungan antara suami dengan istri, demikian pula dengan anak-anak yang semestinya sangat memerlukan perhatian dari ayahnya. Hanya saja, seorang istri janganlah serta merta langsung menegur suaminya begitu saja mengenai kewajiban yang harus ditunaikannya.    Ada dua hal pokok yang perlu menjadi pertimbangan jika seorang istri ingin mengajak bicara suami guna memecahkan masalah yang ia hadapi.    1. Waktu yang tepat. Seorang istri, janganlah mengajak bicara suami ketika ia baru pulang dari kerja atau dari bepergian. Karena ia masih kecapaian dan memerlukan istirahat.    2. Kondisi atau waktu yang tepat. Yakni dengan memperhatikan kondisi atau situasi yang tepat ketika akan mengajak berdiskusi dengan suami. Perlu diingat, hati manusia memiliki dua kondisi yang saling berlawanan arah. Jika salah dalam memilih, maka bukan solusi yang didapat; bahkan bisa menimbulkan masalah baru, sehingga masalah menjadi semakin pelik dan rumit. Suasana hati yang ceria dan tiada beban, akan dapat mendukung keberhasilan pemecahan masalah. Sebaliknya, kondisi hati yang sedang gundah dan kacau, ia tidak akan dapat menyelesaikan masalah. Kondisi hati semacam ini pernah disampaikan oleh Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu, ia berkata:    Baca Juga  Pengaruh Lingkungan Terhadap Pendidikan Anak  إِنَّ لِلْقُلُوْبِ لَنَشَاطًا وَإِقْبَالاً، وَإِنَّ لَهاَ لَتَوْلِيَةً وَإِدبَارًا… (رواه الدارمي)    Sesungguhnya, hati itu terkadang timbul semangat dan mau menerima, dan ada kalanya pula ia berpaling dan menolak. [HR ad-Dârimi].    Jika istri melihat kondisi suami telah siap untuk mendengar dan menerima saran, masukan, kritik, sekaligus mau diajak berdiskusi, maka mulailah pembicaraan ke arah yang diinginkan. Iringi dengan doa dan memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar sang suami dimudahkan dan dibukakan hatinya, serta mau mengerti kewajiban dan amanah yang harus dipikul bersama.    1. Ingatkan kembali sang suami mengenai tanggung jawab dan amanah yang harus ia tunaikan. Kewajibannya bukan hanya sekedar mencari nafkah, namun juga memiliki tanggung jawab secara bersama mengemban amanah dalam mentarbiyah (mendidik) si buah hati. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:    كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُوْلٌ عَضنْ رَعِيَّتِهِ فَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ …. متفق عليه    Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah tentang kepemimpinannya. Seorang suami adalah pemimpin di rumahnya, dan akan dimintai pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya. [Muttafaqun ‘alaihi].[1]    2. Bahwasanya anak mempunyai hak yang harus dipenuhi. Salah satunya ialah pendidikan, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :    وَإِنَّ لِوَلَدِكَ عَلَيْكَ حَقٌّ    .. dan sesungguhnya anakmu mempunyai hak atas kamu. [HR Muslim]    Selain hak nafkah, pendidikan dan perhatian juga menjadi hak anak yang harus di penuhi.    3. Ajak dan mintalah pendapat suami mengenai cara mengontrol perkembangan pendidikan anak, terlebih dalam hal agama (diniyah), baik akidah, ibadah, akhlak maupun Al-Qur`ân. Karena perlu pula diingat, tanggung jawab memantau perkembangan mental, pendidikan dan moral anak bukan hanya tanggung jawab istri, namun juga menjadi tugas suami yang harus dipikul bersama. Ingatlah, pengaruh tarbiyah yang diberikan orang tua terhadap anak sangat besar. Orang tualah yang memegang kendali dan paling berperan dalam membentuk karakter maupun perilaku anak. Kedua orang tua mempunyai andil yang sangat besar. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:    مَامِنْ مَوْلُوْدٍ إِلاَّ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ    Tidaklah setiap anak kecuali dilahirkan di atas fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi. [Muttafaqun ‘alaihi].    4. Menurut para ahli, secara psikis, perhatian yang diberikan orang tua kepada anak walaupun hanya sebentar, ia bisa berpengaruh pada pembentukan kecerdasan anak.    5. Berikan pula perhatian kepada anak. Ingatkan, bahwa pahala yang besar akan didapatkan orang tua yang telah mendidik anak dan berbuat baik kepada anaknya. Sempatkan untuk duduk bersama anak walau hanya sesaat, namun sering. Ini bisa dilakukan untuk bercengkerama dan mendidik sambil menanyakan hasil dan perkembangan belajarnya. Jangan sampai timbul kesan seolah sebagai anak tidak mempunyai ayah yang mau memperhatikannya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda memberi kabar gembira bagi orang tua yang mau mendidik anak-anaknya dengan baik:    Baca Juga  Hukum Memukul Anak Murid Untuk Tujuan Mendidik  مَنِ ابْتُلِيَ مِنَ الْبَنَاتِ بِشَيْئٍ فَأَحْسَنَ إِلَيْهِنَّ كُنَّ لَهُ سِتْرًا مِنَ النَّارِ متفق عليه    Barang siapa diuji dengan beberapa anak perempuan lalu dia berbuat baik kepada mereka, maka anak-anaknya tersebut akan menjadi penghalang baginya dari api neraka. [Muttafqun ‘alaihi].    6. Istri perlu pendamping yang bisa memotivasi, mendidik, sekaligus menjadi qudwah (teladan), sehingga bisa dijadikan tepmpat berlindung ketika ada masalah. Kepemimpinan seorang suami yang baik bisa membuat istri merasa aman, tetap merasa ada pelindung, dan pemimpin yang bisa membimbingnya.    الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ ۚ    Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.[an-Nisâ`/4:34].    7. Ingatlah, anak shâlih mendapatkan manfaat dari keshalihan orang tua. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.    وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْءٍ ۚ كُلُّ امْرِئٍ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ    Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya. [ath-Thûr/52:21].    Semoga Allah Azza wa Jalla senantiasa membimbing kita ke jalan yang benar. (Ustadz Muhammad Qasim).    [Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 04/Tahun XII/1429H/2008M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]  _______  Footnote  [1]. Hadits tersebut lengkapnya adalah sbb:    حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ عَنْ مَالِكٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ عَلَيْهِمْ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ وَالْعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ    Ibn umar Radhiyllahu anhuma berkata : Saya telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannnya. Seorang kepala negara akan diminta pertanggungjawaban perihal rakyat yang dipimpinnya. Seorang suami akan ditanya perihal keluarga yang dipimpinnya. Seorang isteri yang memelihara rumah tangga suaminya akan ditanya perihal tanggungjawab dan tugasnya. Bahkan seorang pembantu/pekerja rumah tangga yang bertugas memelihara barang milik majikannya juga akan ditanya dari hal yang dipimpinnya. Dan kamu sekalian pemimpin dan akan ditanya (diminta pertanggungan jawab) dari hal hal yang dipimpinnya.  Referensi : Antara Kerja dan Mendidik Anak Menurut Islam

4. Menurut para ahli, secara psikis, perhatian yang diberikan orang tua kepada anak walaupun hanya sebentar, ia bisa berpengaruh pada pembentukan kecerdasan anak.

5. Berikan pula perhatian kepada anak. Ingatkan, bahwa pahala yang besar akan didapatkan orang tua yang telah mendidik anak dan berbuat baik kepada anaknya. Sempatkan untuk duduk bersama anak walau hanya sesaat, namun sering. Ini bisa dilakukan untuk bercengkerama dan mendidik sambil menanyakan hasil dan perkembangan belajarnya. Jangan sampai timbul kesan seolah sebagai anak tidak mempunyai ayah yang mau memperhatikannya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda memberi kabar gembira bagi orang tua yang mau mendidik anak-anaknya dengan baik:

مَنِ ابْتُلِيَ مِنَ الْبَنَاتِ بِشَيْئٍ فَأَحْسَنَ إِلَيْهِنَّ كُنَّ لَهُ سِتْرًا مِنَ النَّارِ متفق عليه

Barang siapa diuji dengan beberapa anak perempuan lalu dia berbuat baik kepada mereka, maka anak-anaknya tersebut akan menjadi penghalang baginya dari api neraka. [Muttafqun ‘alaihi].

6. Istri perlu pendamping yang bisa memotivasi, mendidik, sekaligus menjadi qudwah (teladan), sehingga bisa dijadikan tepmpat berlindung ketika ada masalah. Kepemimpinan seorang suami yang baik bisa membuat istri merasa aman, tetap merasa ada pelindung, dan pemimpin yang bisa membimbingnya.

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ ۚ

Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.[an-Nisâ`/4:34].

Pertanyaan.  Al-Hamdulillah, saya dan suami selalu mengikuti kajian. Namun ada sedikit yang mengganjal dalam hati tentang suami saya yang terlalu banyak tidur. Saya tahu, mungkin ia kelelahan karena kerja dalam shif 3. Akan tetapi, bila sedang kebagian shif 2 dan 3, seharian di rumah tidur terus. Dia bangun hanya untuk shalat saja.    Saya sebagai istri ingin, mumpung suami sedang ada di rumah, memanfaatkan waktu tersebut untuk ikut mengajari anak-anak membaca Al-Qur`an atau mengontrol pelajaran sekolah mereka. Atau berdiskusi dengan saya tentang masalah apa saja. Saya ingin mengungkapkan ini secara langsung kepada suami, tetapi takut. Suami saya berlangganan Majalah As-Sunnah.    Semoga jawaban dari Redaksi membuat suami berhasil memenej waktunya dengan baik. Jazakumullahu khairan katsiran.    Jawaban.  Dari pertanyaan di atas, ada dua permasalahan mendasar. Pertama, tanggung jawab suami mencari nafkah. Kedua, tanggung jawab pendidikan anak dan keluarga.    Pertama: Memang tak dapat dipungkiri, mencari nafkah sudah menjadi kewajiban suami untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga, terutama anak dan istri. Suami tidak boleh membiarkan keluarganya tanpa ada yang bertanggung jawab memberi makan dan minum. Sebagaimana dalam hadits Mu’awiyah Radhiyallahu anhu tatkala bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Dia bertanya: “Ya, Rasulullah! Apa hak seorang istri yang berhak ia peroleh dari suaminya?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Engkau beri makan dia apa yang engkau makan . . .”. [HR Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad dan an-Nasâ`i].    Kedua : Kebanyakan orang yang justru terjerumus di dalamnya, sementara itu ia tidak menyadarinya sebagai sebuah kesalahan yang dapat mengakibatkan terjadinya keretakan hubungan antara suami dengan istri, demikian pula dengan anak-anak yang semestinya sangat memerlukan perhatian dari ayahnya. Hanya saja, seorang istri janganlah serta merta langsung menegur suaminya begitu saja mengenai kewajiban yang harus ditunaikannya.    Ada dua hal pokok yang perlu menjadi pertimbangan jika seorang istri ingin mengajak bicara suami guna memecahkan masalah yang ia hadapi.    1. Waktu yang tepat. Seorang istri, janganlah mengajak bicara suami ketika ia baru pulang dari kerja atau dari bepergian. Karena ia masih kecapaian dan memerlukan istirahat.    2. Kondisi atau waktu yang tepat. Yakni dengan memperhatikan kondisi atau situasi yang tepat ketika akan mengajak berdiskusi dengan suami. Perlu diingat, hati manusia memiliki dua kondisi yang saling berlawanan arah. Jika salah dalam memilih, maka bukan solusi yang didapat; bahkan bisa menimbulkan masalah baru, sehingga masalah menjadi semakin pelik dan rumit. Suasana hati yang ceria dan tiada beban, akan dapat mendukung keberhasilan pemecahan masalah. Sebaliknya, kondisi hati yang sedang gundah dan kacau, ia tidak akan dapat menyelesaikan masalah. Kondisi hati semacam ini pernah disampaikan oleh Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu, ia berkata:    Baca Juga  Pengaruh Lingkungan Terhadap Pendidikan Anak  إِنَّ لِلْقُلُوْبِ لَنَشَاطًا وَإِقْبَالاً، وَإِنَّ لَهاَ لَتَوْلِيَةً وَإِدبَارًا… (رواه الدارمي)    Sesungguhnya, hati itu terkadang timbul semangat dan mau menerima, dan ada kalanya pula ia berpaling dan menolak. [HR ad-Dârimi].    Jika istri melihat kondisi suami telah siap untuk mendengar dan menerima saran, masukan, kritik, sekaligus mau diajak berdiskusi, maka mulailah pembicaraan ke arah yang diinginkan. Iringi dengan doa dan memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar sang suami dimudahkan dan dibukakan hatinya, serta mau mengerti kewajiban dan amanah yang harus dipikul bersama.    1. Ingatkan kembali sang suami mengenai tanggung jawab dan amanah yang harus ia tunaikan. Kewajibannya bukan hanya sekedar mencari nafkah, namun juga memiliki tanggung jawab secara bersama mengemban amanah dalam mentarbiyah (mendidik) si buah hati. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:    كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُوْلٌ عَضنْ رَعِيَّتِهِ فَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ …. متفق عليه    Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah tentang kepemimpinannya. Seorang suami adalah pemimpin di rumahnya, dan akan dimintai pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya. [Muttafaqun ‘alaihi].[1]    2. Bahwasanya anak mempunyai hak yang harus dipenuhi. Salah satunya ialah pendidikan, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :    وَإِنَّ لِوَلَدِكَ عَلَيْكَ حَقٌّ    .. dan sesungguhnya anakmu mempunyai hak atas kamu. [HR Muslim]    Selain hak nafkah, pendidikan dan perhatian juga menjadi hak anak yang harus di penuhi.    3. Ajak dan mintalah pendapat suami mengenai cara mengontrol perkembangan pendidikan anak, terlebih dalam hal agama (diniyah), baik akidah, ibadah, akhlak maupun Al-Qur`ân. Karena perlu pula diingat, tanggung jawab memantau perkembangan mental, pendidikan dan moral anak bukan hanya tanggung jawab istri, namun juga menjadi tugas suami yang harus dipikul bersama. Ingatlah, pengaruh tarbiyah yang diberikan orang tua terhadap anak sangat besar. Orang tualah yang memegang kendali dan paling berperan dalam membentuk karakter maupun perilaku anak. Kedua orang tua mempunyai andil yang sangat besar. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:    مَامِنْ مَوْلُوْدٍ إِلاَّ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ    Tidaklah setiap anak kecuali dilahirkan di atas fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi. [Muttafaqun ‘alaihi].    4. Menurut para ahli, secara psikis, perhatian yang diberikan orang tua kepada anak walaupun hanya sebentar, ia bisa berpengaruh pada pembentukan kecerdasan anak.    5. Berikan pula perhatian kepada anak. Ingatkan, bahwa pahala yang besar akan didapatkan orang tua yang telah mendidik anak dan berbuat baik kepada anaknya. Sempatkan untuk duduk bersama anak walau hanya sesaat, namun sering. Ini bisa dilakukan untuk bercengkerama dan mendidik sambil menanyakan hasil dan perkembangan belajarnya. Jangan sampai timbul kesan seolah sebagai anak tidak mempunyai ayah yang mau memperhatikannya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda memberi kabar gembira bagi orang tua yang mau mendidik anak-anaknya dengan baik:    Baca Juga  Hukum Memukul Anak Murid Untuk Tujuan Mendidik  مَنِ ابْتُلِيَ مِنَ الْبَنَاتِ بِشَيْئٍ فَأَحْسَنَ إِلَيْهِنَّ كُنَّ لَهُ سِتْرًا مِنَ النَّارِ متفق عليه    Barang siapa diuji dengan beberapa anak perempuan lalu dia berbuat baik kepada mereka, maka anak-anaknya tersebut akan menjadi penghalang baginya dari api neraka. [Muttafqun ‘alaihi].    6. Istri perlu pendamping yang bisa memotivasi, mendidik, sekaligus menjadi qudwah (teladan), sehingga bisa dijadikan tepmpat berlindung ketika ada masalah. Kepemimpinan seorang suami yang baik bisa membuat istri merasa aman, tetap merasa ada pelindung, dan pemimpin yang bisa membimbingnya.    الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ ۚ    Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.[an-Nisâ`/4:34].    7. Ingatlah, anak shâlih mendapatkan manfaat dari keshalihan orang tua. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.    وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْءٍ ۚ كُلُّ امْرِئٍ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ    Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya. [ath-Thûr/52:21].    Semoga Allah Azza wa Jalla senantiasa membimbing kita ke jalan yang benar. (Ustadz Muhammad Qasim).    [Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 04/Tahun XII/1429H/2008M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]  _______  Footnote  [1]. Hadits tersebut lengkapnya adalah sbb:    حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ عَنْ مَالِكٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ عَلَيْهِمْ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ وَالْعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ    Ibn umar Radhiyllahu anhuma berkata : Saya telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannnya. Seorang kepala negara akan diminta pertanggungjawaban perihal rakyat yang dipimpinnya. Seorang suami akan ditanya perihal keluarga yang dipimpinnya. Seorang isteri yang memelihara rumah tangga suaminya akan ditanya perihal tanggungjawab dan tugasnya. Bahkan seorang pembantu/pekerja rumah tangga yang bertugas memelihara barang milik majikannya juga akan ditanya dari hal yang dipimpinnya. Dan kamu sekalian pemimpin dan akan ditanya (diminta pertanggungan jawab) dari hal hal yang dipimpinnya.  Referensi : Antara Kerja dan Mendidik Anak Menurut Islam Pertanyaan.  Al-Hamdulillah, saya dan suami selalu mengikuti kajian. Namun ada sedikit yang mengganjal dalam hati tentang suami saya yang terlalu banyak tidur. Saya tahu, mungkin ia kelelahan karena kerja dalam shif 3. Akan tetapi, bila sedang kebagian shif 2 dan 3, seharian di rumah tidur terus. Dia bangun hanya untuk shalat saja.    Saya sebagai istri ingin, mumpung suami sedang ada di rumah, memanfaatkan waktu tersebut untuk ikut mengajari anak-anak membaca Al-Qur`an atau mengontrol pelajaran sekolah mereka. Atau berdiskusi dengan saya tentang masalah apa saja. Saya ingin mengungkapkan ini secara langsung kepada suami, tetapi takut. Suami saya berlangganan Majalah As-Sunnah.      Semoga jawaban dari Redaksi membuat suami berhasil memenej waktunya dengan baik. Jazakumullahu khairan katsiran.    Jawaban.  Dari pertanyaan di atas, ada dua permasalahan mendasar. Pertama, tanggung jawab suami mencari nafkah. Kedua, tanggung jawab pendidikan anak dan keluarga.    Pertama: Memang tak dapat dipungkiri, mencari nafkah sudah menjadi kewajiban suami untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga, terutama anak dan istri. Suami tidak boleh membiarkan keluarganya tanpa ada yang bertanggung jawab memberi makan dan minum. Sebagaimana dalam hadits Mu’awiyah Radhiyallahu anhu tatkala bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Dia bertanya: “Ya, Rasulullah! Apa hak seorang istri yang berhak ia peroleh dari suaminya?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Engkau beri makan dia apa yang engkau makan . . .”. [HR Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad dan an-Nasâ`i].    Kedua : Kebanyakan orang yang justru terjerumus di dalamnya, sementara itu ia tidak menyadarinya sebagai sebuah kesalahan yang dapat mengakibatkan terjadinya keretakan hubungan antara suami dengan istri, demikian pula dengan anak-anak yang semestinya sangat memerlukan perhatian dari ayahnya. Hanya saja, seorang istri janganlah serta merta langsung menegur suaminya begitu saja mengenai kewajiban yang harus ditunaikannya.    Ada dua hal pokok yang perlu menjadi pertimbangan jika seorang istri ingin mengajak bicara suami guna memecahkan masalah yang ia hadapi.    1. Waktu yang tepat. Seorang istri, janganlah mengajak bicara suami ketika ia baru pulang dari kerja atau dari bepergian. Karena ia masih kecapaian dan memerlukan istirahat.    2. Kondisi atau waktu yang tepat. Yakni dengan memperhatikan kondisi atau situasi yang tepat ketika akan mengajak berdiskusi dengan suami. Perlu diingat, hati manusia memiliki dua kondisi yang saling berlawanan arah. Jika salah dalam memilih, maka bukan solusi yang didapat; bahkan bisa menimbulkan masalah baru, sehingga masalah menjadi semakin pelik dan rumit. Suasana hati yang ceria dan tiada beban, akan dapat mendukung keberhasilan pemecahan masalah. Sebaliknya, kondisi hati yang sedang gundah dan kacau, ia tidak akan dapat menyelesaikan masalah. Kondisi hati semacam ini pernah disampaikan oleh Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu, ia berkata:    Baca Juga  Pengaruh Lingkungan Terhadap Pendidikan Anak  إِنَّ لِلْقُلُوْبِ لَنَشَاطًا وَإِقْبَالاً، وَإِنَّ لَهاَ لَتَوْلِيَةً وَإِدبَارًا… (رواه الدارمي)    Sesungguhnya, hati itu terkadang timbul semangat dan mau menerima, dan ada kalanya pula ia berpaling dan menolak. [HR ad-Dârimi].    Jika istri melihat kondisi suami telah siap untuk mendengar dan menerima saran, masukan, kritik, sekaligus mau diajak berdiskusi, maka mulailah pembicaraan ke arah yang diinginkan. Iringi dengan doa dan memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar sang suami dimudahkan dan dibukakan hatinya, serta mau mengerti kewajiban dan amanah yang harus dipikul bersama.    1. Ingatkan kembali sang suami mengenai tanggung jawab dan amanah yang harus ia tunaikan. Kewajibannya bukan hanya sekedar mencari nafkah, namun juga memiliki tanggung jawab secara bersama mengemban amanah dalam mentarbiyah (mendidik) si buah hati. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:    كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُوْلٌ عَضنْ رَعِيَّتِهِ فَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ …. متفق عليه    Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah tentang kepemimpinannya. Seorang suami adalah pemimpin di rumahnya, dan akan dimintai pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya. [Muttafaqun ‘alaihi].[1]    2. Bahwasanya anak mempunyai hak yang harus dipenuhi. Salah satunya ialah pendidikan, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :    وَإِنَّ لِوَلَدِكَ عَلَيْكَ حَقٌّ    .. dan sesungguhnya anakmu mempunyai hak atas kamu. [HR Muslim]    Selain hak nafkah, pendidikan dan perhatian juga menjadi hak anak yang harus di penuhi.    3. Ajak dan mintalah pendapat suami mengenai cara mengontrol perkembangan pendidikan anak, terlebih dalam hal agama (diniyah), baik akidah, ibadah, akhlak maupun Al-Qur`ân. Karena perlu pula diingat, tanggung jawab memantau perkembangan mental, pendidikan dan moral anak bukan hanya tanggung jawab istri, namun juga menjadi tugas suami yang harus dipikul bersama. Ingatlah, pengaruh tarbiyah yang diberikan orang tua terhadap anak sangat besar. Orang tualah yang memegang kendali dan paling berperan dalam membentuk karakter maupun perilaku anak. Kedua orang tua mempunyai andil yang sangat besar. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:    مَامِنْ مَوْلُوْدٍ إِلاَّ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ    Tidaklah setiap anak kecuali dilahirkan di atas fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi. [Muttafaqun ‘alaihi].    4. Menurut para ahli, secara psikis, perhatian yang diberikan orang tua kepada anak walaupun hanya sebentar, ia bisa berpengaruh pada pembentukan kecerdasan anak.    5. Berikan pula perhatian kepada anak. Ingatkan, bahwa pahala yang besar akan didapatkan orang tua yang telah mendidik anak dan berbuat baik kepada anaknya. Sempatkan untuk duduk bersama anak walau hanya sesaat, namun sering. Ini bisa dilakukan untuk bercengkerama dan mendidik sambil menanyakan hasil dan perkembangan belajarnya. Jangan sampai timbul kesan seolah sebagai anak tidak mempunyai ayah yang mau memperhatikannya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda memberi kabar gembira bagi orang tua yang mau mendidik anak-anaknya dengan baik:    Baca Juga  Hukum Memukul Anak Murid Untuk Tujuan Mendidik  مَنِ ابْتُلِيَ مِنَ الْبَنَاتِ بِشَيْئٍ فَأَحْسَنَ إِلَيْهِنَّ كُنَّ لَهُ سِتْرًا مِنَ النَّارِ متفق عليه    Barang siapa diuji dengan beberapa anak perempuan lalu dia berbuat baik kepada mereka, maka anak-anaknya tersebut akan menjadi penghalang baginya dari api neraka. [Muttafqun ‘alaihi].    6. Istri perlu pendamping yang bisa memotivasi, mendidik, sekaligus menjadi qudwah (teladan), sehingga bisa dijadikan tepmpat berlindung ketika ada masalah. Kepemimpinan seorang suami yang baik bisa membuat istri merasa aman, tetap merasa ada pelindung, dan pemimpin yang bisa membimbingnya.    الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ ۚ    Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.[an-Nisâ`/4:34].    7. Ingatlah, anak shâlih mendapatkan manfaat dari keshalihan orang tua. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.    وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْءٍ ۚ كُلُّ امْرِئٍ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ    Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya. [ath-Thûr/52:21].    Semoga Allah Azza wa Jalla senantiasa membimbing kita ke jalan yang benar. (Ustadz Muhammad Qasim).    [Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 04/Tahun XII/1429H/2008M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]  _______  Footnote  [1]. Hadits tersebut lengkapnya adalah sbb:    حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ عَنْ مَالِكٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ عَلَيْهِمْ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ وَالْعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ    Ibn umar Radhiyllahu anhuma berkata : Saya telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannnya. Seorang kepala negara akan diminta pertanggungjawaban perihal rakyat yang dipimpinnya. Seorang suami akan ditanya perihal keluarga yang dipimpinnya. Seorang isteri yang memelihara rumah tangga suaminya akan ditanya perihal tanggungjawab dan tugasnya. Bahkan seorang pembantu/pekerja rumah tangga yang bertugas memelihara barang milik majikannya juga akan ditanya dari hal yang dipimpinnya. Dan kamu sekalian pemimpin dan akan ditanya (diminta pertanggungan jawab) dari hal hal yang dipimpinnya.  Referensi : Antara Kerja dan Mendidik Anak Menurut Islam

7. Ingatlah, anak shâlih mendapatkan manfaat dari keshalihan orang tua. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْءٍ ۚ كُلُّ امْرِئٍ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ

Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya. [ath-Thûr/52:21].

Semoga Allah Azza wa Jalla senantiasa membimbing kita ke jalan yang benar. (Ustadz Muhammad Qasim).

Pertanyaan.  Al-Hamdulillah, saya dan suami selalu mengikuti kajian. Namun ada sedikit yang mengganjal dalam hati tentang suami saya yang terlalu banyak tidur. Saya tahu, mungkin ia kelelahan karena kerja dalam shif 3. Akan tetapi, bila sedang kebagian shif 2 dan 3, seharian di rumah tidur terus. Dia bangun hanya untuk shalat saja.    Saya sebagai istri ingin, mumpung suami sedang ada di rumah, memanfaatkan waktu tersebut untuk ikut mengajari anak-anak membaca Al-Qur`an atau mengontrol pelajaran sekolah mereka. Atau berdiskusi dengan saya tentang masalah apa saja. Saya ingin mengungkapkan ini secara langsung kepada suami, tetapi takut. Suami saya berlangganan Majalah As-Sunnah.    Semoga jawaban dari Redaksi membuat suami berhasil memenej waktunya dengan baik. Jazakumullahu khairan katsiran.    Jawaban.  Dari pertanyaan di atas, ada dua permasalahan mendasar. Pertama, tanggung jawab suami mencari nafkah. Kedua, tanggung jawab pendidikan anak dan keluarga.    Pertama: Memang tak dapat dipungkiri, mencari nafkah sudah menjadi kewajiban suami untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga, terutama anak dan istri. Suami tidak boleh membiarkan keluarganya tanpa ada yang bertanggung jawab memberi makan dan minum. Sebagaimana dalam hadits Mu’awiyah Radhiyallahu anhu tatkala bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Dia bertanya: “Ya, Rasulullah! Apa hak seorang istri yang berhak ia peroleh dari suaminya?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Engkau beri makan dia apa yang engkau makan . . .”. [HR Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad dan an-Nasâ`i].    Kedua : Kebanyakan orang yang justru terjerumus di dalamnya, sementara itu ia tidak menyadarinya sebagai sebuah kesalahan yang dapat mengakibatkan terjadinya keretakan hubungan antara suami dengan istri, demikian pula dengan anak-anak yang semestinya sangat memerlukan perhatian dari ayahnya. Hanya saja, seorang istri janganlah serta merta langsung menegur suaminya begitu saja mengenai kewajiban yang harus ditunaikannya.    Ada dua hal pokok yang perlu menjadi pertimbangan jika seorang istri ingin mengajak bicara suami guna memecahkan masalah yang ia hadapi.    1. Waktu yang tepat. Seorang istri, janganlah mengajak bicara suami ketika ia baru pulang dari kerja atau dari bepergian. Karena ia masih kecapaian dan memerlukan istirahat.    2. Kondisi atau waktu yang tepat. Yakni dengan memperhatikan kondisi atau situasi yang tepat ketika akan mengajak berdiskusi dengan suami. Perlu diingat, hati manusia memiliki dua kondisi yang saling berlawanan arah. Jika salah dalam memilih, maka bukan solusi yang didapat; bahkan bisa menimbulkan masalah baru, sehingga masalah menjadi semakin pelik dan rumit. Suasana hati yang ceria dan tiada beban, akan dapat mendukung keberhasilan pemecahan masalah. Sebaliknya, kondisi hati yang sedang gundah dan kacau, ia tidak akan dapat menyelesaikan masalah. Kondisi hati semacam ini pernah disampaikan oleh Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu, ia berkata:    Baca Juga  Pengaruh Lingkungan Terhadap Pendidikan Anak  إِنَّ لِلْقُلُوْبِ لَنَشَاطًا وَإِقْبَالاً، وَإِنَّ لَهاَ لَتَوْلِيَةً وَإِدبَارًا… (رواه الدارمي)    Sesungguhnya, hati itu terkadang timbul semangat dan mau menerima, dan ada kalanya pula ia berpaling dan menolak. [HR ad-Dârimi].    Jika istri melihat kondisi suami telah siap untuk mendengar dan menerima saran, masukan, kritik, sekaligus mau diajak berdiskusi, maka mulailah pembicaraan ke arah yang diinginkan. Iringi dengan doa dan memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar sang suami dimudahkan dan dibukakan hatinya, serta mau mengerti kewajiban dan amanah yang harus dipikul bersama.    1. Ingatkan kembali sang suami mengenai tanggung jawab dan amanah yang harus ia tunaikan. Kewajibannya bukan hanya sekedar mencari nafkah, namun juga memiliki tanggung jawab secara bersama mengemban amanah dalam mentarbiyah (mendidik) si buah hati. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:    كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُوْلٌ عَضنْ رَعِيَّتِهِ فَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ …. متفق عليه    Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah tentang kepemimpinannya. Seorang suami adalah pemimpin di rumahnya, dan akan dimintai pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya. [Muttafaqun ‘alaihi].[1]    2. Bahwasanya anak mempunyai hak yang harus dipenuhi. Salah satunya ialah pendidikan, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :    وَإِنَّ لِوَلَدِكَ عَلَيْكَ حَقٌّ    .. dan sesungguhnya anakmu mempunyai hak atas kamu. [HR Muslim]    Selain hak nafkah, pendidikan dan perhatian juga menjadi hak anak yang harus di penuhi.    3. Ajak dan mintalah pendapat suami mengenai cara mengontrol perkembangan pendidikan anak, terlebih dalam hal agama (diniyah), baik akidah, ibadah, akhlak maupun Al-Qur`ân. Karena perlu pula diingat, tanggung jawab memantau perkembangan mental, pendidikan dan moral anak bukan hanya tanggung jawab istri, namun juga menjadi tugas suami yang harus dipikul bersama. Ingatlah, pengaruh tarbiyah yang diberikan orang tua terhadap anak sangat besar. Orang tualah yang memegang kendali dan paling berperan dalam membentuk karakter maupun perilaku anak. Kedua orang tua mempunyai andil yang sangat besar. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:    مَامِنْ مَوْلُوْدٍ إِلاَّ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ    Tidaklah setiap anak kecuali dilahirkan di atas fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi. [Muttafaqun ‘alaihi].    4. Menurut para ahli, secara psikis, perhatian yang diberikan orang tua kepada anak walaupun hanya sebentar, ia bisa berpengaruh pada pembentukan kecerdasan anak.    5. Berikan pula perhatian kepada anak. Ingatkan, bahwa pahala yang besar akan didapatkan orang tua yang telah mendidik anak dan berbuat baik kepada anaknya. Sempatkan untuk duduk bersama anak walau hanya sesaat, namun sering. Ini bisa dilakukan untuk bercengkerama dan mendidik sambil menanyakan hasil dan perkembangan belajarnya. Jangan sampai timbul kesan seolah sebagai anak tidak mempunyai ayah yang mau memperhatikannya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda memberi kabar gembira bagi orang tua yang mau mendidik anak-anaknya dengan baik:    Baca Juga  Hukum Memukul Anak Murid Untuk Tujuan Mendidik  مَنِ ابْتُلِيَ مِنَ الْبَنَاتِ بِشَيْئٍ فَأَحْسَنَ إِلَيْهِنَّ كُنَّ لَهُ سِتْرًا مِنَ النَّارِ متفق عليه    Barang siapa diuji dengan beberapa anak perempuan lalu dia berbuat baik kepada mereka, maka anak-anaknya tersebut akan menjadi penghalang baginya dari api neraka. [Muttafqun ‘alaihi].    6. Istri perlu pendamping yang bisa memotivasi, mendidik, sekaligus menjadi qudwah (teladan), sehingga bisa dijadikan tepmpat berlindung ketika ada masalah. Kepemimpinan seorang suami yang baik bisa membuat istri merasa aman, tetap merasa ada pelindung, dan pemimpin yang bisa membimbingnya.    الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ ۚ    Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.[an-Nisâ`/4:34].    7. Ingatlah, anak shâlih mendapatkan manfaat dari keshalihan orang tua. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.    وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْءٍ ۚ كُلُّ امْرِئٍ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ    Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya. [ath-Thûr/52:21].    Semoga Allah Azza wa Jalla senantiasa membimbing kita ke jalan yang benar. (Ustadz Muhammad Qasim).    [Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 04/Tahun XII/1429H/2008M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]  _______  Footnote  [1]. Hadits tersebut lengkapnya adalah sbb:    حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ عَنْ مَالِكٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ عَلَيْهِمْ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ وَالْعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ    Ibn umar Radhiyllahu anhuma berkata : Saya telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannnya. Seorang kepala negara akan diminta pertanggungjawaban perihal rakyat yang dipimpinnya. Seorang suami akan ditanya perihal keluarga yang dipimpinnya. Seorang isteri yang memelihara rumah tangga suaminya akan ditanya perihal tanggungjawab dan tugasnya. Bahkan seorang pembantu/pekerja rumah tangga yang bertugas memelihara barang milik majikannya juga akan ditanya dari hal yang dipimpinnya. Dan kamu sekalian pemimpin dan akan ditanya (diminta pertanggungan jawab) dari hal hal yang dipimpinnya.  Referensi : Antara Kerja dan Mendidik Anak Menurut Islam Pertanyaan.  Al-Hamdulillah, saya dan suami selalu mengikuti kajian. Namun ada sedikit yang mengganjal dalam hati tentang suami saya yang terlalu banyak tidur. Saya tahu, mungkin ia kelelahan karena kerja dalam shif 3. Akan tetapi, bila sedang kebagian shif 2 dan 3, seharian di rumah tidur terus. Dia bangun hanya untuk shalat saja.    Saya sebagai istri ingin, mumpung suami sedang ada di rumah, memanfaatkan waktu tersebut untuk ikut mengajari anak-anak membaca Al-Qur`an atau mengontrol pelajaran sekolah mereka. Atau berdiskusi dengan saya tentang masalah apa saja. Saya ingin mengungkapkan ini secara langsung kepada suami, tetapi takut. Suami saya berlangganan Majalah As-Sunnah.      Semoga jawaban dari Redaksi membuat suami berhasil memenej waktunya dengan baik. Jazakumullahu khairan katsiran.    Jawaban.  Dari pertanyaan di atas, ada dua permasalahan mendasar. Pertama, tanggung jawab suami mencari nafkah. Kedua, tanggung jawab pendidikan anak dan keluarga.    Pertama: Memang tak dapat dipungkiri, mencari nafkah sudah menjadi kewajiban suami untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga, terutama anak dan istri. Suami tidak boleh membiarkan keluarganya tanpa ada yang bertanggung jawab memberi makan dan minum. Sebagaimana dalam hadits Mu’awiyah Radhiyallahu anhu tatkala bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Dia bertanya: “Ya, Rasulullah! Apa hak seorang istri yang berhak ia peroleh dari suaminya?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Engkau beri makan dia apa yang engkau makan . . .”. [HR Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad dan an-Nasâ`i].    Kedua : Kebanyakan orang yang justru terjerumus di dalamnya, sementara itu ia tidak menyadarinya sebagai sebuah kesalahan yang dapat mengakibatkan terjadinya keretakan hubungan antara suami dengan istri, demikian pula dengan anak-anak yang semestinya sangat memerlukan perhatian dari ayahnya. Hanya saja, seorang istri janganlah serta merta langsung menegur suaminya begitu saja mengenai kewajiban yang harus ditunaikannya.    Ada dua hal pokok yang perlu menjadi pertimbangan jika seorang istri ingin mengajak bicara suami guna memecahkan masalah yang ia hadapi.    1. Waktu yang tepat. Seorang istri, janganlah mengajak bicara suami ketika ia baru pulang dari kerja atau dari bepergian. Karena ia masih kecapaian dan memerlukan istirahat.    2. Kondisi atau waktu yang tepat. Yakni dengan memperhatikan kondisi atau situasi yang tepat ketika akan mengajak berdiskusi dengan suami. Perlu diingat, hati manusia memiliki dua kondisi yang saling berlawanan arah. Jika salah dalam memilih, maka bukan solusi yang didapat; bahkan bisa menimbulkan masalah baru, sehingga masalah menjadi semakin pelik dan rumit. Suasana hati yang ceria dan tiada beban, akan dapat mendukung keberhasilan pemecahan masalah. Sebaliknya, kondisi hati yang sedang gundah dan kacau, ia tidak akan dapat menyelesaikan masalah. Kondisi hati semacam ini pernah disampaikan oleh Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu, ia berkata:    Baca Juga  Pengaruh Lingkungan Terhadap Pendidikan Anak  إِنَّ لِلْقُلُوْبِ لَنَشَاطًا وَإِقْبَالاً، وَإِنَّ لَهاَ لَتَوْلِيَةً وَإِدبَارًا… (رواه الدارمي)    Sesungguhnya, hati itu terkadang timbul semangat dan mau menerima, dan ada kalanya pula ia berpaling dan menolak. [HR ad-Dârimi].    Jika istri melihat kondisi suami telah siap untuk mendengar dan menerima saran, masukan, kritik, sekaligus mau diajak berdiskusi, maka mulailah pembicaraan ke arah yang diinginkan. Iringi dengan doa dan memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar sang suami dimudahkan dan dibukakan hatinya, serta mau mengerti kewajiban dan amanah yang harus dipikul bersama.    1. Ingatkan kembali sang suami mengenai tanggung jawab dan amanah yang harus ia tunaikan. Kewajibannya bukan hanya sekedar mencari nafkah, namun juga memiliki tanggung jawab secara bersama mengemban amanah dalam mentarbiyah (mendidik) si buah hati. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:    كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُوْلٌ عَضنْ رَعِيَّتِهِ فَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ …. متفق عليه    Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah tentang kepemimpinannya. Seorang suami adalah pemimpin di rumahnya, dan akan dimintai pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya. [Muttafaqun ‘alaihi].[1]    2. Bahwasanya anak mempunyai hak yang harus dipenuhi. Salah satunya ialah pendidikan, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :    وَإِنَّ لِوَلَدِكَ عَلَيْكَ حَقٌّ    .. dan sesungguhnya anakmu mempunyai hak atas kamu. [HR Muslim]    Selain hak nafkah, pendidikan dan perhatian juga menjadi hak anak yang harus di penuhi.    3. Ajak dan mintalah pendapat suami mengenai cara mengontrol perkembangan pendidikan anak, terlebih dalam hal agama (diniyah), baik akidah, ibadah, akhlak maupun Al-Qur`ân. Karena perlu pula diingat, tanggung jawab memantau perkembangan mental, pendidikan dan moral anak bukan hanya tanggung jawab istri, namun juga menjadi tugas suami yang harus dipikul bersama. Ingatlah, pengaruh tarbiyah yang diberikan orang tua terhadap anak sangat besar. Orang tualah yang memegang kendali dan paling berperan dalam membentuk karakter maupun perilaku anak. Kedua orang tua mempunyai andil yang sangat besar. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:    مَامِنْ مَوْلُوْدٍ إِلاَّ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ    Tidaklah setiap anak kecuali dilahirkan di atas fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi. [Muttafaqun ‘alaihi].    4. Menurut para ahli, secara psikis, perhatian yang diberikan orang tua kepada anak walaupun hanya sebentar, ia bisa berpengaruh pada pembentukan kecerdasan anak.    5. Berikan pula perhatian kepada anak. Ingatkan, bahwa pahala yang besar akan didapatkan orang tua yang telah mendidik anak dan berbuat baik kepada anaknya. Sempatkan untuk duduk bersama anak walau hanya sesaat, namun sering. Ini bisa dilakukan untuk bercengkerama dan mendidik sambil menanyakan hasil dan perkembangan belajarnya. Jangan sampai timbul kesan seolah sebagai anak tidak mempunyai ayah yang mau memperhatikannya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda memberi kabar gembira bagi orang tua yang mau mendidik anak-anaknya dengan baik:    Baca Juga  Hukum Memukul Anak Murid Untuk Tujuan Mendidik  مَنِ ابْتُلِيَ مِنَ الْبَنَاتِ بِشَيْئٍ فَأَحْسَنَ إِلَيْهِنَّ كُنَّ لَهُ سِتْرًا مِنَ النَّارِ متفق عليه    Barang siapa diuji dengan beberapa anak perempuan lalu dia berbuat baik kepada mereka, maka anak-anaknya tersebut akan menjadi penghalang baginya dari api neraka. [Muttafqun ‘alaihi].    6. Istri perlu pendamping yang bisa memotivasi, mendidik, sekaligus menjadi qudwah (teladan), sehingga bisa dijadikan tepmpat berlindung ketika ada masalah. Kepemimpinan seorang suami yang baik bisa membuat istri merasa aman, tetap merasa ada pelindung, dan pemimpin yang bisa membimbingnya.    الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ ۚ    Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.[an-Nisâ`/4:34].    7. Ingatlah, anak shâlih mendapatkan manfaat dari keshalihan orang tua. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.    وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْءٍ ۚ كُلُّ امْرِئٍ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ    Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya. [ath-Thûr/52:21].    Semoga Allah Azza wa Jalla senantiasa membimbing kita ke jalan yang benar. (Ustadz Muhammad Qasim).    [Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 04/Tahun XII/1429H/2008M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]  _______  Footnote  [1]. Hadits tersebut lengkapnya adalah sbb:    حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ عَنْ مَالِكٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ عَلَيْهِمْ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ وَالْعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ    Ibn umar Radhiyllahu anhuma berkata : Saya telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannnya. Seorang kepala negara akan diminta pertanggungjawaban perihal rakyat yang dipimpinnya. Seorang suami akan ditanya perihal keluarga yang dipimpinnya. Seorang isteri yang memelihara rumah tangga suaminya akan ditanya perihal tanggungjawab dan tugasnya. Bahkan seorang pembantu/pekerja rumah tangga yang bertugas memelihara barang milik majikannya juga akan ditanya dari hal yang dipimpinnya. Dan kamu sekalian pemimpin dan akan ditanya (diminta pertanggungan jawab) dari hal hal yang dipimpinnya.  Referensi : Antara Kerja dan Mendidik Anak Menurut Islam

[1]. Hadits tersebut lengkapnya adalah sbb:


حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ عَنْ مَالِكٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ عَلَيْهِمْ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ وَالْعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

Ibn umar Radhiyllahu anhuma berkata : Saya telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannnya. Seorang kepala negara akan diminta pertanggungjawaban perihal rakyat yang dipimpinnya. Seorang suami akan ditanya perihal keluarga yang dipimpinnya. Seorang isteri yang memelihara rumah tangga suaminya akan ditanya perihal tanggungjawab dan tugasnya. Bahkan seorang pembantu/pekerja rumah tangga yang bertugas memelihara barang milik majikannya juga akan ditanya dari hal yang dipimpinnya. Dan kamu sekalian pemimpin dan akan ditanya (diminta pertanggungan jawab) dari hal hal yang dipimpinnya.

Referensi : Antara Kerja dan Mendidik Anak Menurut Islam