Oleh karena itu, sangat penting untuk mengetahui hal-hal yang dapat membantu kita agar dapat mengikhlaskan seluruh amal perbuatan kepada Allah semata. Di antara hal-hal tersebut adalah:
Pertama, Banyak Berdoa
Rasulullah SAW sering memanjatkan doa agar terhindar dari kesyirikan. Padahal beliau orang yang paling jauh dari kesyirikan.
Di antara doa yang sering dipanjatkan: “Ya Allah, aku memohon perlindungan kepada-Mu dari perbuatan menyekutukan-Mu sementara aku mengetahuinya, dan akupun memohon ampun terhadap perbuatan syirik yang tidak aku ketahui.” (Riwayat Ahmad)
Kedua, Menyembunyikan Amal Kebaikan
Menyembunyikan amal dapat mendorong seseorang berbuat ikhlas. Amal kebaikan yang dilakukan tanpa diketahui orang lain hasilnya lebih ikhlas, karena tidak ada yang mendorongnya untuk melakukan hal tersebut kecuali hanya karena Allah SWT semata. Rasulullah SAW bersabda:
“Tujuh golongan yang akan Allah naungi pada hari di mana tidak ada naungan selain dari naungan-Nya yaitu pemimpin yang adil, pemuda yang tumbuh di atas ketaatan kepada Allah, laki-laki yang hatinya senantiasa terikat dengan masjid, dua orang yang mencintai karena Allah, bertemu dan berpisah karena-Nya, seorang lelaki yang diajak berzina oleh seorang wanita yang cantik dan memiliki kedudukan, namun ia berkata: ‘Sesungguhnya aku takut kepada Allah, seseorang yang bersedekah dan menyembunyikan sedekahnya tersebut hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya dan seseorang yang mengingat Allah di waktu sendiri hingga meneteslah air matanya.” (Riwayat Bukhari Muslim).
Ketiga, Memandang Rendah Amal Kebaikan
Memandang rendah amal kebaikan dapat mendorong kita berbuat ikhlas. Di antara bencana yang dialami seorang hamba adalah ketika ia merasa ridha dengan amal kebaikan yang dilakukan, di mana hal ini dapat menyeretnya ke dalam perbuatan ujub (berbangga diri) yang menyebabkan rusaknya keikhlasan.
Semakin ujub dalam beramal, akan semakin kecil dan rusak keikhlasan dari amal tersebut. Bahkan pahala amal kebaikan tersebut dapat hilang sia-sia.
Sa’id bin Jubair berkata, “Ada orang yang masuk surga karena perbuatan maksiat dan ada orang yang masuk neraka karena amal kebaikannya”. Ditanyakan kepadanya “Bagaimana hal itu bisa terjadi?” Beliau menjawab, “Seseorang melakukan perbuatan maksiat, ia pun senantiasa takut terhadap adzab Allah akibat perbuatan maksiat tersebut, maka ia pun bertemu Allah SWT dan Allah SWT pun mengampuni dosanya karena rasa takutnya itu, sedangkan ada seseorang yang dia beramal kebaikan, ia pun senantiasa bangga terhadap amalnya tersebut. Maka ia pun bertemu Allah SWT dalam keadaan demikian, maka Allah SWT pun memasukkannya ke dalam neraka.”
Keempat, Takut Tidak Diterima Amalnya
Allah berfirman, “Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) Sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka.” (QS. Al Mu’minun: 60)
Menurut Ibnu Katsir, ayat ini menjelaskan bahwa di antara sifat-sifat orang mukmin adalah senang memberi, namun mereka takut akan tidak diterimanya amal perbuatan mereka tersebut.
Kelima, Tidak Terpengaruh Perkataan Orang Lain
Pujian dan perkataan orang lain terhadap seseorang merupakan suatu hal yang pada umumnya disenangi oleh manusia. Bahkan Rasulullah SAW pernah menyatakan ketika ditanya tentang seseorang yang beramal kebaikan kemudian ia dipuji oleh manusia karenanya.
Namun yang perlu disadari bahwa pujian atau celaan yang menyebabkan seseorang beramal shaleh, bukanlah termasuk perbuatan ikhlas. Seorang mukmin yang ikhlas tidak terpengaruh oleh pujian maupun celaan ketika beramal shaleh. Ketika ia mengetahui bahwa dirinya dipuji karena beramal shaleh, tidaklah pujian tersebut kecuali hanya akan membuat ia semakin tawadhu (rendah diri) kepada Allah SWT.
Ia pun menyadari bahwa pujian tersebut merupakan fitnah (ujian) baginya, sehingga ia pun berdoa kepada Allah untuk menyelamatkannya dari fitnah tersebut. Tidak ada pujian yang dapat bermanfaat bagi seseorang, demikian pula celaan tidak dapat membahayakan seseorang karena kesemuanya itu berasal dari Allah.
Keenam, Menyadari Pemilik Surga dan Neraka Adalah Allah SWT
Sesungguhnya apabila seorang hamba menyadari bahwa orang-orang yang dia jadikan sebagai tujuan amalnya itu (baik karena ingin pujian maupun kedudukan yang tinggi di antara mereka), akan sama-sama dihisab oleh Allah.
Mereka juga sama-sama berdiri di padang mahsyar dalam keadaan takut dan telanjang. Sama-sama akan menunggu keputusan untuk dimasukkan ke dalam surga atau neraka. Karena tidak ada satu pun dari mereka yang dapat menolong lainnya untuk masuk surga ataupun menyelamatkannyadari neraka. Karena itu tidak layak kita bersusah-payah melakukan amal untuk manusia.
Seorang sahabat bertanya pada Rasulullah SAW, “Ya kekasih Allah, bantulah aku mengetahui perihal kebodohanku ini. Kiranya engkau dapat menjelaskan kepadaku, apa yang dimaksud ikhlas itu?“
Nabi bersabda, “Berkaitan dengan ikhlas, aku bertanya kepada Jibril, apakah ikhlas itu? Lalu Jibril berkata, “Aku bertanya kepada Tuhan yang Maha Suci tentang ikhlas, apakah ikhlas itu sebenarnya?“ Allah SWT yang Mahaluas Pengetahuannya menjawab, “Ikhlas adalah suatu rahasia dari rahasia-Ku yang Aku tempatkan di hati hamba-hamba-Ku yang Kucintai.“ (Riwayat Al-Qazwini)
Dari hadits di atas nampaklah bahwa rahasia ikhlas itu diketahui oleh hamba-hamba Allah yang dicintai-Nya. Untuk mengetahui rahasia ikhlas kita bisa menggalinya dari kaum arif, salafus shaalih dan para ulama kekasih Allah./ Bahrul Ulum/Hidayatullah.com
Daftar Isi > Al-'Ashr > Al-‘Ashr 3
إِلَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّٰلِحَٰتِ وَتَوَاصَوْا۟ بِٱلْحَقِّ وَتَوَاصَوْا۟ بِٱلصَّبْرِ
Arab-Latin: Illallażīna āmanụ wa 'amiluṣ-ṣāliḥāti wa tawāṣau bil-ḥaqqi wa tawāṣau biṣ-ṣabr
Artinya: Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.
« Al-'Ashr 2 ✵ Al-Humazah 1 »
GRATIS! Dapatkan pahala jariyah dan buku Jalan Rezeki Berlimpah, klik di sini untuk detailnya
Tafsir Surat Al-‘Ashr Ayat 3 (Terjemah Arti)
Paragraf di atas merupakan Surat Al-‘Ashr Ayat 3 dengan text arab, latin dan artinya. Tersedia beberapa penjabaran dari para pakar tafsir mengenai kandungan surat Al-‘Ashr ayat 3, misalnya seperti berikut:
📚 Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia
Kecuali orang orang yang beriman kepada Allah, beramal shalih, dan sebagian berwasiat kepada sebagian lainnya agar berpegang teguh kepada kebenaran, beramal dengan manaati Allah serta bersabar dalam hal tersebut.
📚 Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid (Imam Masjidil Haram)
3. Kecuali orang yang beriman kepada Allah dan para Rasul-Nya, mengerjakan amal saleh, saling berwasiat di antara mereka dengan kebenaran dan kesabaran dalam menjalani kebenaran. Orang-orang yang mempunyai sifat-sifat ini pasti selamat dalam kehidupan dunia dan akhirat.
📚 Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir / Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar, mudarris tafsir Universitas Islam Madinah3. وَتَوَاصَوۡا بِالۡحَقِّ ۙ (dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran) Yakni saling menasehati untuk menjalankan kebenaran, yaitu berupa keimanan dan keesaan Allah, dan menegakkan syariat-Nya, serta menjauhi larangan-Nya. وَتَوَاصَوۡا بِالصَّبۡرِ(dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran)
Yakni bersabar dalam menjauhi kemaksiatan dan menjalankan kewajiban, serta bersabar atas ketetapan Allah yang menyakitkan.
GRATIS! Dapatkan pahala jariyah dan buku Jalan Rezeki Berlimpah, klik di sini untuk detailnya
📚 Li Yaddabbaru Ayatih / Markaz Tadabbur di bawah pengawasan Syaikh Prof. Dr. Umar bin Abdullah al-Muqbil, professor fakultas syari'ah Universitas Qashim - Saudi Arabia1-3 1 ). Surah al-'Ashr secara khusus adalah surah yang paling mencakup didalamnya segala kebaikan, dan segala puji bagi Allah yang telah menjadikan kitab-Nya mencukupi apapun selainnya , sebagai penawar untuk segala penyakit , juga sebagai petunjuk kepada kebenaran. 2 ). Allah telah bersumpah dengan al-'Ashr yaitu masa bahwasanya manusia itu berada dalam kerugian, hal itu menandakan bahwa kerugian yang mereka hadapi datang bersamaan dengan masa, dan bukan kerugian harta yang akan terganti dan tidak pula kerugian hilangnya kekasih yang dilupakan, melainkan kerugian yang akan memusnahkan kebaikan kehidupan seseorang itu sendiri. 3 ). Dua hal yang mesti selalu saling berdampingan : { وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ } yaitu memberi nasehat dengan kebenaran dan kesabaran; maka memberi wasiat atau nasehat kepada kebenaran tanpa adanya kesabaran bagaikan seseorang yang menyembah Allah dengan berada di tepi, dan orang yang memberi nasehat dengan kesabaran tanpa kebenaran seperti orang yang mengatakan : { أَنِ امْشُوا وَاصْبِرُوا عَلَىٰ آلِهَتِكُمْ } “Pergilah kamu dan tetaplah (menyembah) tuhan-tuhanmu" [ Shad : 6 ] , kedua hal ini dapat mencetuskan seseorang kepada kerugian jika keduanya saling berpisah.
4 ). Tadabburilah surah al-'Ashr { وَالْعَصْرِ , إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ } ketika disampingkan dari golongan orang-orang yang merugi orang-orang yang tergolong dalam empat sifat itu, maka akan jelas bagimu siapa diantara mereka yang beruntung.
📚 Tafsir Al-Wajiz / Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fiqih dan tafsir negeri Suriah
3. Sesungguhnya manusia itu merugi, kecuali orang-orang yang beriman kepada Allah dan RasulNya; beramal shalih sesuai yang telah diperintahkan oleh Allah; saling menasehati dalam kebenaran, yaitu beramal sesuai syari’at Allah, berupa keimanan dan bertauhid, mengerjakan perintah-perintahNya dan meninggalkan larangan-laranganNya, dan semua ini mengandung kebaikan dan keutamaan; dan saling menasehati manusia dengan sabar dalam ketaatan, menjauhi kemaksiatan, dan menghadapi musibah. (Kesabaran) Ini adalah sesuatu yang khusus yang berpengaruh terhadap sesuatu yang umum, karena kesabaran merupakan salah satu karakteristik kebenaran
📚 Tafsir Ash-Shaghir / Fayiz bin Sayyaf As-Sariih, dimuraja’ah oleh Syaikh Prof. Dr. Abdullah bin Abdul Aziz al-‘Awaji, professor tafsir Univ Islam Madinah
Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shalih dan nasehat menasehati dengan kebenaran dan nasehat menasehati} saling menasehati satu sama lain {dengan kesabaran
GRATIS! Dapatkan pahala jariyah dan buku Jalan Rezeki Berlimpah, klik di sini untuk detailnya
📚 Tafsir as-Sa'di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, pakar tafsir abad 14 H1-3. Allah bersumpah dengan masa, yaitu malam dan siang sehingga tempat terjadinya perbuatan-perbuatan manusia, bahwa manusia itu rugi. Orang yang rugi adalah kebalikan orang yang beruntung. Tingkatan orang yang rugi bermacam-macam; ada yang rugi secara mutlak seperti kondisi orang yang rugi di dunia dan akhirat. Ia tidak mendapatkan kenikmatan dan berhak mendapatkan Neraka Jahim. Ada yang rugi di sebagian sisi saja. Karena itu Allah menyebutkan kerugian untuk setiap manusia secara umum kecuali orang yang memiliki empat sifat: ~ Iman terhadap apa yang diperintahkan Allah dengan beriman kepadaNya. Dan iman tidak ada tanpa adanya ilmu. Ilmu adalah bagian dari iman yang tanpanya keimanan menjadi tidak sempurna. ~ Amal shalih. Dan ini mencakup seluruh perbuatan baik, zahir maupun batin, yang berkaitan dengan hak-hak Allah dan hak-hak hambaNya, yang wajib dan yang dianjurkan. ~ saling menasehati dengan kebenaran yang merupakan iman dan amal shalih, yakni sebagian orang menasihati sebagian yang lain dengan kebenaran, mendorong, dan menganjurkannya. ~ Saling menasihati dengan kesabaran adalah dalam ketaatan terhadap Allah, bersabar menjauhi maksiat, dan bersabar atas ketentuan-ketentuan Allah yang menyakitkan.
Dengan dua hal pertama, seseorang menyempurnakan dirinya sendiri dan dengan dua hal kedua, seseorang menyempurnakan orang lain dan dengan melengkapi keempat hal tersebut, seseorang terhindar dari kerugian dan mendapatkan keuntungan besar.
📚 Tafsir Juz 'Amma / Syaikh Prof. Dr. Shalih bin Fauzan al-Fauzan, anggota Lajnah Daaimah (Komite Fatwa Majelis Ulama KSA)Semua manusia berada dalam kerugian, { إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا } Kecuali orang-orang yang beriman kepada Alllah - عز وجل - , dan kepada nama-nama Nya dan sifat-sifat Nya, mereka beribadah menyembah kepada-Nya dengan sebenar-benarnya penghambaan, sedangkan mereka yang tetap pada kekafiran dan kesyirikan mereka berada dalam kerugian yang dimaksud oleh ayat yang agung ini. { إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا } Kecuali orang-orang yang mengimani ketuhanan dan keesaan Allah ﷻ. { وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ } Dan mereka tidak saja beriman kepada Allah, tetapi juga mengerjakan amal shalih, karena iman tidak cukup tanpa amal shalih begitu juga amal shalih tidak cukup tanpa keimanan kepada Allah - عز وجل - . Maka sesorang harus berbegang pada dua hal : yaitu iman dan amal shalih, oleh karena itu dalam pengertian ulama : "Iman adalah dengan menyatakannya dengan lisan, dan meyakininya dengan hati, serta mengerjakannya dengan anggota badan, iman itu akan bertambah dengan ketaatan, dan akan berkurang dengan kemaksiatan" , pengertian inilah yang dipegang oleh "Ahlussunnah wal jamaah" , bahwasanya amal shalih itu tidak akan terlepas dari keimanan sesorang kepada Allah - عز وجل - , karena keimanan tidak bermanfaat tanpa amal, dan tidak pula amal shalih sesorang akan memberi manfaat tanpa keimanan kepada Allah - عز وجل -. Jika amal itu masuk dalam perkara iman, lalu kenapa dalam beberapa ayat keduanya disebutkan secara terpisah ? , hal itu dikarenakan keutamaan yang besar pada amal shalih seseorang , maka penyebutannya sebanyak dua kali : penyebutannya masuk dalam iman, kemudian penyebutannya secara terpisah karena keutamannya. Sama halnya dengan firman Allah pada surah Al-Baqarah : 238 { حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلَاةِ الْوُسْطَىٰ وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ } ( Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu’ ) , pada permulaan ayat Allah menyebutkan "الصَّلَوَاتِ " yaitu bentuk jamaka dari kata "الصَّلَاةِ" yakni pelihalarah semua waktu shalat, akan tetapi setelahnya Allah menyebutkan secara terpisah "Shalat Wustha" yaitu dalam pendapat jumhur ulama adalah shalat Asar, hala itu dikarenakan keutamaan yang lebih pada shalat wustha. Maka Allah menyebut amal shalih secara terpisah karena keutamaan yang terkandung didalamnya, dan bukan berarti bahwa amal shalih itu terpisah dari keimanan, dan pendapat itu yang dikatakan oleh kelompok "Murjiah" yang sesat. Dalam sebuah hadits Nabi ﷺ bersabda : (( عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : الْإِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ، أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّونَ شُعْبَةً، فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ : لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الْأَذَى عَنِ الطَّرِيقِ، وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ الْإِيمَانِ )) Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Iman itu ada tujuh puluh cabang lebih, atau enam puluh cabang lebih. Yang paling utama yaitu perkataan Lâ ilâha illallâh, dan yang paling ringan yaitu menyingkirkan gangguan dari jalan.Dan malu itu termasuk bagian dari iman". [ Hadits riwayat Bukhori dan Muslim ] . Hadits diatas menggabungkan 3 perkara penting yaitu bahwasanya iman adalah : ucapan dan amal dan keyakinan, derajat yang paling tinggi adalah mengucapkan : "Lailahaillallah" , dan derajat yang paling rendah dari iman itu adalah : menyingkirkan gangguan dari jalan, itu adalah amalan shalih, dan malu adalah bagian dari amalan hati. \ Dana dalam firman-Nya Allah - عز وجل - berkata : { إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ } ( Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar ) [ Al-Hujurat : 15 ] , jihad adalah bagian dari amal shalil seorang hamba, sangat banyak lagi ayat-ayat Al-Qur'an yang menrangkan bahwasanya iman itu selalu bersama dengan amal shalih. { وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ } Selain beriman dan mengerjakan amal shalih mereka juga saling mensehati kepada kebenaran, dalam ayat lain Allah ﷻ berfirman : { وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ ۚ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ } ( Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar ) [ At-Taubah : 71 ] dan mereka juga saling menyerukan kepada keimanan kepada Allah ﷻ , maka hendaknya setiap hamba tidak mementingkan dirinya seorang saja, karena menyerukan kepada kebenaran adalah wajib atas setiap mukmin. { وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ } Dan setelah mereka mengerjakan wasiat yang 3 , kemudian mereka harus bersabar dalam menjalankan kewajiban-kewajiban tersebut, sabar dengan dirinya dan memberi nasehat kepada orang lain untuk bersabar. Oleh karena itu Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab mengatakan dalam risalahnya yang singkat : ketahuilah bahwasanya setiap kita wajib mengetahui 4 perkara dan melaksanakannya : 1. Ilmu 2. Amal 3. Dakwah 4. Sabar terhadap cobaan yang melintas. Dari karena keutamaan surah inilah para sahabat sering kali ketika mereka dalam suatu majlis dan akan berpisah satu sama lainnya, mereka saling membacakan surah ini satu sama lainnya.
Dan Imam Syafi'i berkata : "Kalau sekiranya Allah - عز وجل - tidak menurunkan ayat-ayat lain selain surah ini kepada hamba-Nya niscaya surah ini telah cukup bagi mereka", surah ini cukup sebagai dalil atau hujjah atas hamba-hamba Allah dimuka bumi, yaitu bahwasanya tidak akan selamat seseorang dari kerugian kecuali yang termasuk dalam 4 sifat itu, dan semua sifat-sifat tersebut mencakup seluruh bagian dari agama ini secara ringkas dan setiap kita tentunya menghafal surah ini, akan tetapi apakah setiap dari kita mentadabburi ayat-ayat dari surah ini kemudian mengamalkannya ? semoga kita termasuk didalamnya.
📚 Tafsir Juz 'Amma / Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, ulama besar abad 14 Hإِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ (3) " kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran." Allah Subhaanahu wa Ta'ala mengecualikan orang-orang yang memiliki empat kriteria sifat ini: Sifat yang pertama: Keimanan yang tidak tercampuri keraguan dan kebimbangan, berdasarkan yang dijelaskan oleh Rasul shallallaahu 'alaihi wa sallam, ketika ditanya oleh Jibril tentang keimanan, beliau menjawab: أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ "Engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya dan kepada hari akhir, dan engkau beriman kepada taqdir baik buruknya" (1) Penjelasan hadis ini akan panjang, kami telah membahas tentang hadis ini di banyak kesempatan. Orang-orang yang mengimani tiga landasan ini mereka adalah orang-orang yang beriman, tetapi keimanan itu wajib tidak diberangi dengan keraguan dan kebimbangan, maknanya: Bahwa Anda mengimani keenam rukun tersebut seakan-akan anda melihatnya dengan mata. Manusia dalam hal ini terbagi menjadi tiga golongan: Pertama: Orang yang beriman yang tulus keimanannya, tanpa keraguan dan kebimbangan. Kedua: Orang kafir, yang menentang lagi mengingkari. Ketiga: Orang yang ragu-ragu. Dan yang akan selamat dari tiga golongan tersebut adalah golongan pertama yang beriman tanpa disertai kebiimbangan, beriman bahwa Allah ada, beriman kepada rububiyah, uluhiyah dan nama-nama dan sifat-sifat-Nya 'Azza Wa Jalla, dan beriman kepada malaikat-malaikat-Nya bahwa mereka adalah makhluk ghaib, Allah Ta'ala menciptakan mereka dari cahaya, Allah tugaskan mereka dengan berbagai tugas, diantanya kita kethui, dan ada yang tidak dikethui. Malaikat Jibril 'alaihissholaatu wassalaam yang ditugaskan menyampaikan wahyu, ia turun dari sisi Allah kepada para nabi dan rasul, malaikat Mikail yang ditugaskan mengurus hujan dan tumbuh-tumbuhan, yakni; Allah menugaskan kepadanya urusan yang berkaitan dengan hujan dan tumbuhan. Israfil ditugaskan peniup sangkakala. Malaikat Malik ditugaskan sebagai penjaga neraka, malaikat Ridwan yang ditugaskan sebagai penjaga surga. Di antara malaikat pun ada yang kita tidak ketahui nama-nama dan tugas-tugas mereka. Namun terdapat dalam hadits Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam: أَنَّهُ مَا مِنْ مَوْضِعٍ أَرْبَعِ أَصَابِعَ فِي السَّمَاءِ إِلَّا وَفِيْهِ مَلَكٌ قَائِمٌ لِلهِ أَوْ رَاكِعٌ أَوْ سَاجِدٌ "Bahwa tidak ada satu tempat pun, seluas empat jari di langit, kecuali ada malaikat di sana, berdiri untuk Allah, atau ruku' atau sujud"(2 ) Kita juga mengimani kitab-kitab yang telah Allah turunkan kepada rasul-rasul 'alaihimussholaatu wassalaam, kita beriman kepada rasul-rasul yang telah Allah ceritakan kepada kita, kita mengimani mereka, mengimani person-person mereka. Sedang rasul-rasul yang tidak Allah ceritakan kepada kita, kita mengimaninya secara global. Karena Allah tidak menceritakan kepada kita semua berita-berita tentang rasul, Allah Ta'ala berfirman: مِنْهُمْ مَنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَنْ لَمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ "di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antara mereka ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu."(QS. Ghafir: 78) Hari Akhir adalah hari kebangkitan, hari di mana manusia keluar dari kubur mereka untuk dibalas, dalam keaadaan Hufaat, 'uraat, ghurlan dan buhman,Hufat adalah orang-orang yang tidak mengenakan sandal atau khuf (sejenis sepatu), maknanya kaki kaki merekat ak beralas. 'Urat adalah orang-orang yang tidak mengenakan pakaian. Al-ghurl adalah orang-orang yang belum dikhitan sedangkan bumana adalah orang orang yang tidak memiliki harta, mereka dikumpulkan juga. Ketika Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam menceritakan bahwa kondisi umat manusia tanpa busana, Aisyahbertanya: Wahai Rasulullah, laki-laki dan perempuan saling memandang? Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam menjawab: اَلأَمْرُ أَعْظَمُ مِنْ ذَلِكَ "Urusannya lebih besar dari itu" (3) Lebih besar dari sekedar saling memandang satu sama lain, karena setiap orang tersebukkan dengan urusannya sendiri. Syaikhul Islam rahimahullaah mengatakan: "Dan termasuk keimanan kepada hari akhir adalah beriman kepada semua yang dikabarkan oleh Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam dari apa-apa yang akan terjadi setelah kematian, maka wajib bagimu mengimani fitnah kubur, maksudnya: terhadap ujian yang akan dihadapi mayit, ketika telah dikubur dan orang-orang sudah meninggalkannya. Dia akan didatangi dua malaikat yang bertanya kepadanya, tentang siapa Tuhannya, apa agamanya, siapa nabinya. Engkau juga mengimani bahwa kubur bisa berupa taman di antara taman-taman surga, atau bisa jadi lubang di antara lubang neraka. Yaitu: Bahwa di dalamnya terdapat azab atau pahala. Dan juga beriman kepada surga dan neraka, dan setiap yang berkaitan dengan hari akhir maka itu masuk dalam ucapan kami: Engkau beriman kepada Allah dan kepada hari akhir. Dan qadar adalah takdir (ketentuan) Allah 'Azza Wa Jalla. Yakni wajib bagi anda mengimani bahwa Allah Ta'ala telah menentukan segala sesuatu, dan ini bahwa telah menciptakan qalam (pena) lalu berfirman kepadanya: اُكْتُبْ قَالَ: وَمَاذَا أَكْتُبْ؟ قَالَ: اُكْتُبْ مَا هُوَ كَائِنٌ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ فَجَرَى فِيْ تِلْكَ السَّاعَةِ بِمَا هُوَ كَائِنٌ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ " Tulislah. Qolam bertanya: Apa yang saya tulis? Allah menjelaskan: Tulislah apa-apa yang terjadi hingga hari kiamat. Maka berjalanlah pada saat itu, dengan apa yang terjadi hingga hari kiamat"(4) jika begitu maka keimanan yang disebutkan dalam firman-Nya; إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا "Kecuali orang-orang yang beriman" mencakup keimanan terhadap pokok-pokok rukun iman yang enam, yang dijelaskan Rasul shallallaahu 'alaihi wa sallam. Sifat kedua: Firman Allah Ta'ala: وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ "dan beramal shaleh" Maknanya adlah bahwa mereka melakukan amalan-amalan saleh berupa shalat, zakat, puasa, haji, berbakti kepada kedua orang tua, menyambung tali kekerabatan dan yang lainnya, mereka tidak sekedar mencukupkan dangan keimanan dalah hati saja tetapi mereka beramal dan menghasilkan kebaikan. (Amalan-amalan) yang saleh adalah yang mengandung dua unsur: Pertama: Amalan yang ikhlas karena Allah 'Azza Wa Jalla. Kedua: Mengikuti Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam. Itu karena bila amalan tidak ikhlas untuk Allah maka dia tertolak, Allah Tabaara wa Ta'ala berfirman dalam hadits qudsi yang diriwayatkan Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam: قَالَ اللهُ: أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنِ الشِّرْكِ، مَنْ عَمِلَ عَمَلًا أَشْرَكَ فِيْهِ مَعِيْ غَيْرِي تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ "Allah berfirman: Saya sangang tidak butuh pada sekutu-sekutu dari kesyirikan, siapa saja yang beramal amalan melakukan kesyirikan di dalamnya dengan selain-Ku, Aku meninggalkannya dan kesyirikannya" (5) Andai anda berdiri shalat agar dilihat manusia, atau anda bersedekah agar dilihat manusia, atau menuntut ilmu agar dilihat manusia, atau menyambung kekerabatan karena riya atau ibadah lainnya, maka amalan akan tertolak, walau pun amalan itu saleh secara zahirnya. Begitu juga mengikuti Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam, andai anda beramal dengan amalan yang tidak diamalkan Rasul 'alaihissholaatu wassalaam, anda mmendekatkan diri dengan amalan tersebut kepada Allah, maka Allah tidak akan menerimanya dari mu, Karena shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda: مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ "Barang siapa yang beramal dengan suatu amalan yang tidaka ada perintah dari kami maka tertolak" (6) dengan begitu, maka amalan shaleh adalah yang terkupul padanya dua kriteria, pertama adalah ikhlas untuk Allah 'Azza Wa Jalla, kedua adalah mengikuti Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam. Sifat ke tiga: وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ " dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran " Maknanya: Mereka saling menasehati satu dengan yang lainnya dengan kebenaran. Sedangkan kebenaran adalah syari'at, yakni: Setiap orang dari mereka saling menasehati kepada yang lain ketika melihat yang lainnya kurang dalam melaksanakan kewajiban, ia menasehatinya dengan mengatakan: Wahai saudaraku, kerjakanlah keawajiban. Kemudian jika ia melakukan keharaman, ia mengatakan: Wahai saudaraku, jauhilah yang haram. Mereka tidak sekedar memberi manfaat kepada diri sendiri, tetapi mereka juga menebar manfaat kepada orang lain. Sifat ke empat: وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ " dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran " maknanya: Mereka saling menasehati satu sama lain dengan kesabaran, sedangkan kesabaran maknanya adalah menahan diri dari perkara yang tidak layak diperbuat. Para Ulama membagi kesabaran menjadi tiga: Pertama: Kesabaran dalam ketaatan kepada Allah. Kedua: Kesabaran dalam menjauh perkara-perkara yang diharamkan oleh Allah. Ketiga: Kesabaran menghadapi ketentuan-ketentuan takdir Allah. Kesabaran dalam ketaatam, banyak dari manusia yang memiliki rasa malas untuk melaksanakan shalat berjama'ah, misalnya tidak mau berangkat ke masjid lalu mengatakan: Aku shalat di rumah, aku sudah melaksanakan kewajiban. Ia malas. Maka katakanlah kepadanya: Wahai saudaraku bersabarlah terhadap dirimu, tahanlah dirimu, paksalah agar dirimu shalat berjama'ah. Banyak orang yang ketika melihat zakat hartanya banyak, timbul kekikirab, dia bimbang, apakah saya keluarkan harta yang banyak ini atau aku tinggalkan, atau mengucapkan yang semisalnya. Maka katakanlah kepadanya: Wahai saudaraku, bersabarlah dirimu untuk menunaikan zakat, beginilah ibadah-ibadah lainnya. Ibadah-ibadah ini sebagaimana Allah Ta'ala berfirman tentang shalat: وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى الْخَاشِعِينَ " Dan sesungguhnya shalat itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk, "(QS. Al-Baqarah: 45). Anda dapati Kebanyakan hamba-hamba Allah merasakan berat dalam ibadah-ibadah. Maka mereka yang beruntung saling menasehati dalam kesabaran untuk melaksanakan ketaatan. Begitu juga kesabaran dalam meninggalkan kemaksiatan, sebagian orang misalnya, mereka menjerumuskan dirinya dalam memperoleh hasil-hasil pekerjaan yang haram, baik itu riba, atau dengan menipu, atau dengan memalsukan atau dengan yang lainnya dari macam-macam yang haram. Maka katakanlah kepadanya: Bersabarlah wahai saudaraku, sabarkanlah dirimu, jangan bertransaksi dengan cara yang haram. Sebagian orang juga diuji dengan suka melihat kepada wanita-wanita, anda dapati ia berjalan di pasar, setiap kali ada wanita yang lewat ia perhatikan. Maka katakanlah kepadanya: Wahai saudaraku, bersabarlah dirimu dari hal seperti ini (untuk tidak melihat wanita). Mereka juga saling menasehati atas ketentuan-ketentuan taqdir Allah. Ada seseorang yang sakit di badannya, ada orang yang kehilangan sebagian hartanya, sebagian manusia kehilangan sebagian orang yang ia cintai, ia berkeluh kesah dan murka dan merasa tersakiti. Mereka saling mengingatkan satu sama lain, sabar wahai saudaraku, ini adalah perkara yang telah ditakdirkan, dan keluah kesah tidak ada gunanya sama sekali, terus hanyut dalam kesedihan tidak akan menghilangkan kesedihan . jika ada orang yang diuji dengan meninggalnya anak, kita katakan padanya: Wahia saudaraku bersabarlah, anggaplah saja anak ini tidak diciptakan, kemudian sebagaimana sabda Nabi 'alaihissholaatu wassalaam kepada salah satu putri beliau: إِنَّ للهِ مَا أَخَذَ وَلَهُ مَا أَعْطَى وَكُلُّ شَيْءٍ عِنْدَهُ بِأَجَلٍ مُسَمَّى، فَمُرْهَا فَلْتَصْبِرْ وَلْتَحْتَسِبْ "Sesungguhnya milik Allah lah apa yang telah Dia ambil, dan milik-Nyalah apa yang telah Dia beri, segala sesuatu di sisi-Nya ada batas waktunya, maka suruhlah agar dia bersabar dan mengharap pahala" (7) Segala perkara milik Allah, jika Allah Ta'ala mengambil yang dimiliki-Nya bagaimana mungkin anda mencela Tuhanmu? Bagaimana kamu merasa murka. Jika ditanya, jenis kesabaran manakah yang paling berat bagi jiwa? Jawabannya: Setiap orang berbeda-beda. Sebagian orang kesulitan dalan melakukan ketaatan, baginya ini sangat berat. Yang lainnya sebaliknya, ketaatan mudah dilakukan olehnya, tetapi meninggalkan kemaksiatan sulit. Sulit dengan kesulitan yang parah. Sebgaian orang mudah baginya bersabar di atas ketaatan, dan bersabar dalam meninggalkan kemaksiatan, tetapi tidak mampu menahan musibah-musibah yang terjadi, ia lemah sampai sampai dia murtad wal'iyaadzu billaah, sebagaimana Allah Ta'ala berfirman: وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَعْبُدُ اللَّهَ عَلَى حَرْفٍ فَإِنْ أَصَابَهُ خَيْرٌ اطْمَأَنَّ بِهِ وَإِنْ أَصَابَتْهُ فِتْنَةٌ انْقَلَبَ عَلَى وَجْهِهِ خَسِرَ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةَ ذَلِكَ هُوَ الْخُسْرَانُ الْمُبِينُ " Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi; maka jika ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu, dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah ia ke belakang. Rugilah ia di dunia dan di akhirat. Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata. "(QS. Al-Hajj: 11) Dengan demikian, kita mengambil dari surat ini bahwa Allah subhaanahu Wa Ta'ala menegaskan dengan sumpah yang ditegaskan dengan kata إِنَّ [Inna: sungguh] dan huruf lam taukid, sebua faedah bahwa semua anak-anak Adam dalam kerugian, kerugian meliputi mereka dari segala sisi, kecuali orang-orang yang memiliki empat kriteria sifat yaitu: Keimanan, amal saleh, saling menasehati dalam kebenaran dan menasehati dalam kesabaran. Imam Syafi'iy rahimahullah mengatakan: لَوْ لَمْ يُنْزِلِ اللهُ عَلَى عِبَادِهِ حُجَّةً إِلَّا هَذِهِ السُّوْرَةَ لَكَفَتْهمْ "Seandainya Allah tidak menurunkan hujjah atas hamba-hamba-Nya kecuali surat ini saja, maja surat ini sudah cukup" yakni: Cukup bagi mereka sebagai peringatan dan anjuran untuk berpegang kepada keimanan, amalan saleh, menyeru (berdakwah) kepada Alla dan bersabar atas itu semua. Bukanlah maksud dari ucapan Imam Syafii ini bahwa surat ini cukup untuk semua makhluk pada seluruh syari'at, tetapi maksudnya adalah bahwa surat ini cukup sebagai pesan pengingat. Setiap manusia yang berakal, jika ia mengetahui bahwa dirinya dalam kerugian, kevuali yang memiliki empat sifat ini, maka dia akan berupaya dengan batas kemampuannya untuk menghiasi diri dengan empat sifat tadi, dan berusaha membebaskan dirinya dari kerugian. Kita meminta kepada Allah agar menjadikan kita termasuk orang yang beruntung dan mendapatkan taufiq, sesungguhnya Dia Maha kuasa atas segala sesuatu. (1) Dikeluarkan Bukhari (50) dan Muslim (9) dari hadits Abu Hurairah radhiyallaahu 'anhu (2) Dikeluarkan Tirmidziy (2312) dan Ibnu Majah (4190) dari hadits Abu Dzar radhiyallaahu 'anhu dan dinyatakan hasan oleh al-Albaniy dalam shahih al-Jaami'(2449) (3) Dikeluarkan Bukhari (6527) dan Muslim (2859) dari hadits 'Aisyah radhiyallaahu 'anhaa (4) Dikeluarkan Muslim (2653) dari hadits Abdullah Bin Umar radhiyallaah 'anhu. (5) Dikeluarkan Muslim (2980) dari hadits Abu Hurairah radhiyallaah 'anhu. (6) Dikeluarkan Muslim (1718) dari hadits 'Aisyah radhiyalaahu 'anha.
(7) Dikeluarkan Bukhari (1284) dan Muslim (923) dari hadits Usamah Bin Zaid radhiyallaahu 'anhu.
GRATIS! Dapatkan pahala jariyah dan buku Jalan Rezeki Berlimpah, klik di sini untuk detailnya
📚 An-Nafahat Al-Makkiyah / Syaikh Muhammad bin Shalih asy-Syawi
Surat Al-‘Ashr ayat 3: Allah menjelaskan bahwa orang-orang yang berhasil dan menang secara hakiki adalah mereka yang di sifati dengan empat sifat dan ia adalah : Yang pertama manusia yang beriman kepada Allah dan mengikuti Rasul ﷺ dan beramal dengan syariat islam, yang kedua yaitu mereka yang beramal dengan amalan shalih, yang ketiga yaitu yang berwasiat dengan wasiat (di atas) kebenaran atau mewasiatkan sebagiannya atas sebagian yang lainnya agar kokoh di atas kebenaran, yang keempat yaitu mereka yang berwasiat dengan kesabaran di atas tekanan. Aku meminta kepada Allah agar sebagaimana (kondisi) mereka. Imam Syafi’i berkata : Kalau seandainya Allah tidak menurunkan kepada manusia kecuali surat ini, maka sudah mencukupi mereka (manusia); Karena kesempurnaannya yang terkandung atas seluruh ilmu-ilmu di dalam Al Qur’an.
📚 Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur'an / Ustadz Marwan Hadidi bin Musa, M.Pd.IYaitu beriman kepada apa yang diperintahkan Allah untuk diimani, dan iman tidak dapat terwujud kecuali dengan ilmu (belajar), sehingga ia merupakan bagian yang menyempurnakannya. Dalam ayat ini terdapat dalil untuk mendahulukan ilmu sebelum beramal. Amal saleh mencakup semua perbuatan yang baik yang tampak maupun yang tersembunyi; yang terkait dengan hak Allah maupun hak manusia, yang wajib maupun yang sunat. Yaitu iman dan amal saleh, yakni saling menasihati untuk melakukan hal itu dan mendorongnya. Yakni bersabar untuk tetap menaati Allah, bersabar untuk tetap menjauhi larangan Allah dan bersabar terhadap taqdir Allah yang pedih. Kedua hal yang sebelumnya, yaitu iman dan amal saleh dapat menyempurnakan diri seseorang, sedangkan kedua hal yang setelahnya dapat menyempurnakan orang lain. Dengan keempat perkara itulah seseorang akan selamat dari kerugian dan memperoleh keberuntungan.
Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab dalam Al Ushul Ats Tsalaatsah berdalih dengan surah ini untuk menerangkan kewajiban seorang muslim, yaitu ilmu, amal, dakwah dan sabar.
📚 Tafsir Ringkas Kementrian Agama RI / Surat Al-‘Ashr Ayat 3
Semua manusia rugi, kecuali orang-orang yang beriman dengan sejati dan mengerjakan kebajikan sesuai ketentuan syariat dengan penuh keikhlasan, serta saling menasihati satu sama lain dengan baik dan bijaksana untuk memegang teguh kebenaran sebagaimana diajarkan oleh agama dan saling menasihati untuk kesabaran dalam melaksanakan kewajiban agama, menjauhi larangan, menghadapi musibah, dan menjalani kehidupan. 1. Celakalah bagi setiap pengumpat atau pencaci, baik dengan ucapan atau isyarat, dan demikian pula pencela dengan menampilkan keburukan orang lain untuk menghinakannya. Perbuatan ini berdampak buruk dalam pergaulan karena mencoreng wibawa dan kehormatan seseorang, serta menghilangkan kepercayaan kepada orang tersebut.
Referensi : Keikhlasan dalam beramal merupakan perbuatan yang teramat penting dan akan membuat hidup seseorang menjadi lebih mudah