This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

Tampilkan postingan dengan label Masa Iddah : Tata Cara dan Aturan Menjaga Diri Setelah Perceraian. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Masa Iddah : Tata Cara dan Aturan Menjaga Diri Setelah Perceraian. Tampilkan semua postingan

Senin, 12 September 2022

Masa Iddah, Tata Cara, dan Aturan Menjaga Diri Setelah Perceraian

Dalam sebuah pernikahan setiap orang pasti mengalami masa pasang surutnya. Namun beberapa dari mereka justru tidak kuat dengan cobaan yang menerpa lalu memutuskan untuk bercerai.  Sayangnya tidak banyak orang mengetahui tentang masa iddah dari sebuah perceraian. Masa iddah tidak hanya dimiliki oleh seorang perempuan, melainkan juga harus dilalui oleh laki-laki yang menceraikan istrinya.    Tahukah Anda apa itu masa iddah? Mengutip dari Nu Online, masa iddah adalah masa tunggu tertentu setelah ditinggalkan wafat oleh suaminya atau setelah diceraikan oleh suaminya. Masa iddah ini dilakukan untuk menjaga garis keturunannya setelah bercerai.    Pada masa iddah ini pula, suami yang menceraikannya bisa kembali atau rujuk kepada istrinya tanpa memerlukan akad baru, selama talak yang dijatuhkan berupa talak raj’i (bisa rujuk). Baca artikel di bawah ini untuk mengetahui lebih jelas tentang masa iddah.   Penjelasan Masa Iddah Kaitan dengan masa iddah ini, Syekh Abu Bakar ibn Muhammad al-Husaini dalam kitab Kifayatul Akhyar telah menguraikan secara ringkas:    الْعدة اسْم لمُدَّة مَعْدُودَة تَتَرَبَّص فِيهَا الْمَرْأَة ليعرف بَرَاءَة رَحمهَا وَذَلِكَ يحصل بِالْولادَةِ تَارَة وبالأشهر أَو الْأَقْرَاء    Artinya: “Iddah adalah nama masa tunggu tertentu bagi seseorag wanita guna mengetahui kekosongan rahimnya. Kekosongan tersebut bisa diketahui dengan kelahiran, hitungan bulan, atau dengan hitungan quru (masa suci).    Selanjutnya, secara global wanita yang menjalani masa iddah terbagi menjadi dua, pertama wanita yang menjalani masa iddah karena ditinggal wafat suaminya dan kedua adalah wanita yang menjadi masa iddah bukan karena ditinggal wafat, seperti cerai, baik yang sudah bergaul suami istri ataupun belum.    Masing-masing dari keduanya terbagi lagi menjadi dua keadaan, pertama dalam keadaan hamil dan kedua tidak dalam keadaan hamil. Kemudian kondisi tidak hamil terbagi lagi menjadi dua, yakni haid atau tidak haid.  Dengan memperhatikan sebab dan kondisinya, maka wanita yang menjalani masa iddah secara umum terbagi menjadi enam kondisi, yakni    1. Wanita yang ditinggal wafat suami dan dalam keadaan hamil  2. Wanita yang ditinggal wafat suami dan tidak dalam keadaan hamil,  3. Wanita yang diceraikan suami dalam keadaan hamil  4. Wanita yang dicerai suami, tidak dalam keadaan hamil, sudah pernah bergaul suami-istri, dan sudah atau masih haid  5. Wanita yang dicerai tidak dalam keadaan hamil, sudah pernah bergaul suami-istri, dan belum haid (menopause)  6. Wanita yang dicerai namun belum pernah bergaul suami-istri.  Hanya saja oleh ulama, bagian terakhir ini seringkali tidak dimasukan ke dalam pembagian utama wanita yang beridda.    Aturan Masa Iddah dalam Islam Pertama, wanita yang ditinggal wafat suami dan dalam keadaan hamil, maka iddahnya adalah hingga melahirkan. Tidak ada bedanya, apakah kelahirannya kurang atau lebih dari masa iddah pada umumnya. Misalnya, seminggu setelah ditinggal wafat suaminya, sang wanita melahirkan. Maka habislah masa iddah wanita tersebut.  Hal ini berdasarkan dari keumuman makna ayat yang menyatakan,    وَأُولاتُ الْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَنْ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ    Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. Q.S al-Thalaq ayat 65;4  Kedua, wanita yang ditinggal wafat suaminya dan tidak dalam keadaan hamil atau dalam keadaan hamil namun bukan dari suaminya yang meninggal. Maka masa iddahnya adalah 4 bulan 10 hari.  Tidak ada perbedaan antara wanita yang belum haid, masih mengalami haid, atau sudah berhenti haid. Pun tidak ada bedanya apakah sudah bergaul suami-istri atau belum.  Hal ini berdasarkan ayat yang menyatakan:    وَالَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَاجاً يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْراً    Orang-orang yang meninggal dunia dianatara kamu dengan meninggalkan istri-istri (hendaklah para istri itu) menangguhan dirinya (beriddah) empat bulan sepuluh hari. Q.S al-Baqarah ayat ke 234.  Ketiga, wanita yang diceraikan suami dalam keadaan hamil, maka iddahnya hingga melahirkan. Sebagaimana dalam keadaan hamil yang ditinggal wafat suaminya.  Keempat, wanita yang dicerai suami, tidak dalam keadaan hamil namun sudah melakukan hubungan suami istri, dan sudah atau masih haid, maka masa iddahnya adalah tiga kali quru  .  وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلَاثَةَ قُرُوءٍ وَلَا يَحِلُّ لَهُنَّ أَنْ يَكْتُمْنَ مَا خَلَقَ اللَّهُ فِي أَرْحَامِهِنَّ    Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, (Q.S. al-Baqarah [2]: 228).    Para ulama berbeda pendapat tentang makna quru. Para ulama al-Syafi’i memaknai quru dengan masa suci. Dan masa iddah dihitung dari masa suci saat diceraikan. Sedangkan jika diceraikan sedang haid, maka masa iddah dihitung sejak masa suci setelah haid itu.  Jika mengacu kepada quru sebagai masa suci, maka jika seorang suami menjatuhkan talak pada tanggal 1 Muharram, maka masa iddah istrinya berakhir pada tanggal 10 Rabi‘ul Awal atau saat dimulainya masa haid ketiga.  Kelima, wanita yang dicerai tidak dalam keadaan hamil, sudah pernah bergaul suami-istri, dan belum haid atau sudah menopouse, maka iddahnya adalah selama tiga bulan, sebagaimana dalam Al-Qur’an:    وَاللَّائِي يَئِسْنَ مِنَ الْمَحِيضِ مِنْ نِسَائِكُمْ إِنِ ارْتَبْتُمْ فَعِدَّتُهُنَّ ثَلاثَةُ أَشْهُرٍ وَاللَّائِي لَمْ يَحِضْنَ    Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (menopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid, (Q.S. al-Thalaq [65]: 4).    Adapun bulan yang menjadi patokan penghitungan adalah bulan Hijriah.  Keenam, wanita yang dicerai namun belum pernah bergaul dengan suaminya, maka tidak ada masa iddah baginya, sebagaimana firman Allah:    يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نَكَحْتُمُ الْمُؤْمِنَاتِ ثُمَّ طَلَّقْتُمُوهُنَّ مِنْ قَبْلِ أَنْ تَمَسُّوهُنَّ فَمَا لَكُمْ عَلَيْهِنَّ مِنْ عِدَّةٍ تَعْتَدُّونَهَا فَمَتِّعُوهُنَّ وَسَرِّحُوهُنَّ سَرَاحًا جَمِيلًا    Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan- perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya maka sekali-sekali tidak wajib atas mereka 'iddah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya.  Maka berilah mereka mut‘ah (pemberian) dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik- baiknya, (Q.S. al-Ahzab [33]: 49).    Hak dan Kewajiban Perempuan dalam Masa Iddah Dikutip dari Sayyid Sabiq yang mengatakan bahwa istri yang menjalani masa iddah berkewajiban untuk menetap di rumah di mana dia dahulu tinggal bersama sang suami sampai selesai masa iddahnya dan tidak diperbolehkan baginya keluar dari rumah tersebut.  Sedangkan si suami juga tidak boleh mengeluarkan ia dari rumahnya, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah pada surat al-Thalak ayat pertama. Seandainya terjadi perceraian diantara mereka berdua, sedang istrinya tidak berada di rumah di mana mereka berdua menjalani kehidupan rumah tangga, maka si istri wajib kembali kepada suaminya untuk sekadar suaminya mengetahuinya di mana ia berada.  Ulama mengemukakan bahwa ada beberapa kewajiban bagi perempuan yang sedang menjalani masa iddahnya adalah:  1. Tidak boleh dipinang oleh laki-laki lain baik secara terang-terangan atau sindiran.  2. Dilarang keluar rumah apabila tidak ada keperluan mendesak, seperti untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.  3. Perempuan wajib berihdad, yakni memakai celak, parfum, atau pakaian yang dicelup.

Dalam sebuah pernikahan setiap orang pasti mengalami masa pasang surutnya. Namun beberapa dari mereka justru tidak kuat dengan cobaan yang menerpa lalu memutuskan untuk bercerai.

Sayangnya tidak banyak orang mengetahui tentang masa iddah dari sebuah perceraian. Masa iddah tidak hanya dimiliki oleh seorang perempuan, melainkan juga harus dilalui oleh laki-laki yang menceraikan istrinya.


Tahukah Anda apa itu masa iddah? Mengutip dari Nu Online, masa iddah adalah masa tunggu tertentu setelah ditinggalkan wafat oleh suaminya atau setelah diceraikan oleh suaminya. Masa iddah ini dilakukan untuk menjaga garis keturunannya setelah bercerai.


Pada masa iddah ini pula, suami yang menceraikannya bisa kembali atau rujuk kepada istrinya tanpa memerlukan akad baru, selama talak yang dijatuhkan berupa talak raj’i (bisa rujuk). Baca artikel di bawah ini untuk mengetahui lebih jelas tentang masa iddah.

Penjelasan Masa Iddah

Kaitan dengan masa iddah ini, Syekh Abu Bakar ibn Muhammad al-Husaini dalam kitab Kifayatul Akhyar telah menguraikan secara ringkas:


الْعدة اسْم لمُدَّة مَعْدُودَة تَتَرَبَّص فِيهَا الْمَرْأَة ليعرف بَرَاءَة رَحمهَا وَذَلِكَ يحصل بِالْولادَةِ تَارَة وبالأشهر أَو الْأَقْرَاء


Artinya: “Iddah adalah nama masa tunggu tertentu bagi seseorag wanita guna mengetahui kekosongan rahimnya. Kekosongan tersebut bisa diketahui dengan kelahiran, hitungan bulan, atau dengan hitungan quru (masa suci).


Selanjutnya, secara global wanita yang menjalani masa iddah terbagi menjadi dua, pertama wanita yang menjalani masa iddah karena ditinggal wafat suaminya dan kedua adalah wanita yang menjadi masa iddah bukan karena ditinggal wafat, seperti cerai, baik yang sudah bergaul suami istri ataupun belum.


Masing-masing dari keduanya terbagi lagi menjadi dua keadaan, pertama dalam keadaan hamil dan kedua tidak dalam keadaan hamil. Kemudian kondisi tidak hamil terbagi lagi menjadi dua, yakni haid atau tidak haid.

Dengan memperhatikan sebab dan kondisinya, maka wanita yang menjalani masa iddah secara umum terbagi menjadi enam kondisi, yakni


1. Wanita yang ditinggal wafat suami dan dalam keadaan hamil

2. Wanita yang ditinggal wafat suami dan tidak dalam keadaan hamil,

3. Wanita yang diceraikan suami dalam keadaan hamil

4. Wanita yang dicerai suami, tidak dalam keadaan hamil, sudah pernah bergaul suami-istri, dan sudah atau masih haid

5. Wanita yang dicerai tidak dalam keadaan hamil, sudah pernah bergaul suami-istri, dan belum haid (menopause)

6. Wanita yang dicerai namun belum pernah bergaul suami-istri.

Hanya saja oleh ulama, bagian terakhir ini seringkali tidak dimasukan ke dalam pembagian utama wanita yang beridda.


Aturan Masa Iddah dalam Islam

Pertama, wanita yang ditinggal wafat suami dan dalam keadaan hamil, maka iddahnya adalah hingga melahirkan. Tidak ada bedanya, apakah kelahirannya kurang atau lebih dari masa iddah pada umumnya. Misalnya, seminggu setelah ditinggal wafat suaminya, sang wanita melahirkan. Maka habislah masa iddah wanita tersebut.

Hal ini berdasarkan dari keumuman makna ayat yang menyatakan,


وَأُولاتُ الْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَنْ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ


Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. Q.S al-Thalaq ayat 65;4

Kedua, wanita yang ditinggal wafat suaminya dan tidak dalam keadaan hamil atau dalam keadaan hamil namun bukan dari suaminya yang meninggal. Maka masa iddahnya adalah 4 bulan 10 hari.

Tidak ada perbedaan antara wanita yang belum haid, masih mengalami haid, atau sudah berhenti haid. Pun tidak ada bedanya apakah sudah bergaul suami-istri atau belum.

Hal ini berdasarkan ayat yang menyatakan:


وَالَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَاجاً يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْراً


Orang-orang yang meninggal dunia dianatara kamu dengan meninggalkan istri-istri (hendaklah para istri itu) menangguhan dirinya (beriddah) empat bulan sepuluh hari. Q.S al-Baqarah ayat ke 234.

Ketiga, wanita yang diceraikan suami dalam keadaan hamil, maka iddahnya hingga melahirkan. Sebagaimana dalam keadaan hamil yang ditinggal wafat suaminya.

Keempat, wanita yang dicerai suami, tidak dalam keadaan hamil namun sudah melakukan hubungan suami istri, dan sudah atau masih haid, maka masa iddahnya adalah tiga kali quru

.

وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلَاثَةَ قُرُوءٍ وَلَا يَحِلُّ لَهُنَّ أَنْ يَكْتُمْنَ مَا خَلَقَ اللَّهُ فِي أَرْحَامِهِنَّ


Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, (Q.S. al-Baqarah [2]: 228).


Para ulama berbeda pendapat tentang makna quru. Para ulama al-Syafi’i memaknai quru dengan masa suci. Dan masa iddah dihitung dari masa suci saat diceraikan. Sedangkan jika diceraikan sedang haid, maka masa iddah dihitung sejak masa suci setelah haid itu.

Jika mengacu kepada quru sebagai masa suci, maka jika seorang suami menjatuhkan talak pada tanggal 1 Muharram, maka masa iddah istrinya berakhir pada tanggal 10 Rabi‘ul Awal atau saat dimulainya masa haid ketiga.

Kelima, wanita yang dicerai tidak dalam keadaan hamil, sudah pernah bergaul suami-istri, dan belum haid atau sudah menopouse, maka iddahnya adalah selama tiga bulan, sebagaimana dalam Al-Qur’an:


وَاللَّائِي يَئِسْنَ مِنَ الْمَحِيضِ مِنْ نِسَائِكُمْ إِنِ ارْتَبْتُمْ فَعِدَّتُهُنَّ ثَلاثَةُ أَشْهُرٍ وَاللَّائِي لَمْ يَحِضْنَ


Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (menopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid, (Q.S. al-Thalaq [65]: 4).


Adapun bulan yang menjadi patokan penghitungan adalah bulan Hijriah.

Keenam, wanita yang dicerai namun belum pernah bergaul dengan suaminya, maka tidak ada masa iddah baginya, sebagaimana firman Allah:


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نَكَحْتُمُ الْمُؤْمِنَاتِ ثُمَّ طَلَّقْتُمُوهُنَّ مِنْ قَبْلِ أَنْ تَمَسُّوهُنَّ فَمَا لَكُمْ عَلَيْهِنَّ مِنْ عِدَّةٍ تَعْتَدُّونَهَا فَمَتِّعُوهُنَّ وَسَرِّحُوهُنَّ سَرَاحًا جَمِيلًا


Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan- perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya maka sekali-sekali tidak wajib atas mereka 'iddah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya.

Maka berilah mereka mut‘ah (pemberian) dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik- baiknya, (Q.S. al-Ahzab [33]: 49).


Hak dan Kewajiban Perempuan dalam Masa Iddah

Dikutip dari Sayyid Sabiq yang mengatakan bahwa istri yang menjalani masa iddah berkewajiban untuk menetap di rumah di mana dia dahulu tinggal bersama sang suami sampai selesai masa iddahnya dan tidak diperbolehkan baginya keluar dari rumah tersebut.

Sedangkan si suami juga tidak boleh mengeluarkan ia dari rumahnya, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah pada surat al-Thalak ayat pertama. Seandainya terjadi perceraian diantara mereka berdua, sedang istrinya tidak berada di rumah di mana mereka berdua menjalani kehidupan rumah tangga, maka si istri wajib kembali kepada suaminya untuk sekadar suaminya mengetahuinya di mana ia berada.

Ulama mengemukakan bahwa ada beberapa kewajiban bagi perempuan yang sedang menjalani masa iddahnya adalah:

1. Tidak boleh dipinang oleh laki-laki lain baik secara terang-terangan atau sindiran.

2. Dilarang keluar rumah apabila tidak ada keperluan mendesak, seperti untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

3. Perempuan wajib berihdad, yakni memakai celak, parfum, atau pakaian yang dicelup.


Referensi : Masa Iddah, Tata Cara, dan Aturan Menjaga Diri Setelah Perceraian