Setiap orang pasti mempunyai pengalaman yang berbeda dalam merasakan hati. Hati adalah kunci kebahagiaan namun juga sumber kegelisahan. Ketika seseorang melakukan sebuah kebaikan, hatinya akan senang. Satu kebaikan menanamkan satu kebahagiaan. Namun, di saat satu keburukan dilakukan, hal ini menjadi investasi kegelisahan di dalam hatinya. Misalnya, ketika seseorang dapat membantu meringankan beban hidup saudaranya, dengan memberikan uang semampunya, ia akan merasakan getaran jiwa yang dasyat yang memberikan sinyal bahwa hidupnya memiliki makna bagi orang lain.
Hasil jerih payahnya bekerja tidak hanya untuk menambah jumlah rekeningnya, namun dapat membuat orang lain lepas dari derita. Tatkala hal ini ia nikmati, maka ia tidak hanya mendapat senyuman mengembang dari saudaranya itu, tetapi ia akan memperoleh kedamaian hati yang mendalam. Kedamaian ini merasuk dalam relung jiwanya yang mengirimkan sensasi kebahagiaan luar biasa. Oleh sebab itu, orang yang biasa peduli dengan lingkungan sekitarnya dan berusaha membantu semaksimal yang ia bisa lakukan, niscaya ia akan merasakan bahagianya hidup dalam hatinya.
Jika hal ini dikaitkan dengan ajaran Islam, banyak ayat yang memberikan dorongan untuk melakukan hal ini. Misalnya, firman ALLH SWT dalam Ali Imran 92 yang intinya “tidaklah kalian akan mendapatkan kebaikan sampai kalian mampu memberikan apa yang kalian sukai kepada orang lain.” Ayat ini sering ditafsirkan sebagai ayat yang memotivasi seseorang untuk memberikan harta terbaiknya.
Cukup sampai di situ. Ternyata tidak! Ayat ini bisa dimaknai bahwa seseorang tidak akan merasakan kebahagiaan hakiki dalam hatinya jika ia belum bisa berbagi dengan orang lain, terlebih dapat memberikan harta yang layak diterima. Dengan kata lain, salah satu sebab kecerahan hati seseorang adalah kemampuan orang itu mengurangi egonya dan mau mencerahkan hati orang lain sehingga kebahagiaan hati orang lain itu memantul kepada hatinya.
Hal lain yang dapat menenteramkan hati adalah bangunan relasi antara manusia dengan tuhannya. Allah SWT adalah sang pencipta. Ia telah memberikan resep terbaik agar seseorang mencapai kebahagiaan hakiki. Misalnya, Allah SWT memberikan tuntunan seseorang untuk tidak melakukan maksiat. Maksiat berarti perbuatan tidak baik yang dilarang oleh Allah SWT. Larangan ini tidak jarang sangat sesuai dengan hati nurani manusia.
Sebagai contoh konkret, Allah SWT tidak mengizinkan kita melihat aurat orang lain. Aurat adalah hal yang semestinya ditutupi. Ketika seseorang menggunakan inderanya melihat aurat orang lain, maka ia akan merendahkan harga diri orang lain itu sekaligus merendahkan harga dirinya sendiri. Ia telah merusak etika yang semestinya ia jaga.
Kesalahan yang demikian ini akan berbekas dalam hatinya yang berefek pada kegelapan hati. Sadar atau tidak, dipungkiri atau tidak, semakin banyak kesalahan yang kita lakukan, sebanyak keburukan yang kita perbuat, lambat laun akan meredupkan sinar hati.
Akibatnya, orang tersebut akan kehilangan keseimbangan hatinya sehingga ia tidak dapat berpikir jernih, memutuskan dengan teliti, atau mengerjakan tugas dengan sempurna. Hati yang kotor ibarat cermin yang tertutup oleh debu keburukan yang akhirnya memudarkan cahaya hatinya.
Hidup menjadi kehilangan arah, pikiran jadi keruh, sikap yang diekspresikan pun cenderung keras dan tak beraturan. Itulah pentingnya menjadi kejernihan hati. Semakin banyak kebaikan yang kita lakukan, semakin bening hati kita. Semakin bening hati kita, semakin cerah wajah kita dan semakin besar semangat kita untuk hidup lebih optimistik. Jadi, jangan pernah berhenti menebar kebaikan. Semoga hati kita tetap jernih sepanjang masa.
Referensi sebagai berikut ini ; Sebab Gelapnya Hati dan Solusinya