This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

Tampilkan postingan dengan label Halal dan Thayyib/Baik sebagai Syarat Makanan Islami. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Halal dan Thayyib/Baik sebagai Syarat Makanan Islami. Tampilkan semua postingan

Kamis, 22 September 2022

Halal dan Thayyib/Baik sebagai Syarat Makanan Islami (Klepon bukan makanan Islami?)

Islam sebagai agama yang paripurna telah memberikan pedoman bagi umat manusia dalam berbagai sendi kehidupannya. Termasuk dalam masalah makanan, Islam memberikan syarat bahwa makanan dalam Islam haruslah memenuhi dua syarat yaitu halal dan thayyib (QS. Al-Baqarah: 168).  Halal berarti terbebas dari segala bentuk dzat yang telah diharamkan dalam Islam, yaitu: bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang disembelih tidak menyebut nama Allah (QS. Al-Maidah: 3). Selain itu Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wa Sallam juga menyebutkan adanya makanan haram yang lainnya yaitu binatang yang bertaring dan memiliki cakar tajam. Berikutnya para ulama juga menganggap makanan dari binatang yang hidup di alam atau binatang yang menjijikan sebagai makruh-tahrim. Makanan yang diperbolehkan dalam Islam untuk dikonsumsi juga harus bersifat thayyib, yaitu baik untuk tubuh dan kesehatan manusia. Tidak boleh makan makanan yang merusak tubuh, kesehatan, akal dan kehidupan manusia, misalnya makanan yang banyak mengandung lemak sehingga berbahaya atau makanan yang tidak direkomendasikan oleh dokter karena adanya penyakit tertentu bagi seseorang.   Selain makanan yang haram dan tidak thayyib karena dzatnya, kita juga tidak boleh mengonsumsi makanan yang haram karena cara mendapatkannya. Misalnya dengan cara merampok, mencuri, korupsi dan perbuatan haram lainnya dalam Islam. Walaupun dzat dari makanan tersebut halal tetapi karena caranya diharamkan maka menjadi haram dikonsumsi. Demikian pula makanan yang meragukan dalam hal cara mendapatkannya, dan terdapat keyakinan kuat bahwa makanan itu tidak halal maka hendaknya kita menjauhkannya. Pada era modern makanan yang haram juga bisa terjadi karena perkembangan dari tekhnologi yang menjadikan bahan-bahan pembuat makanan yang berasal dari yang haram namun tidak kita ketahui. Misalnya berbagai jenis bahan pembuatan makanan dari luar negeri yang kita tidak ketahui kehalalannya, atau terindikasi berasal dari bahan yang haram. Sebagai contoh, hasil fermentasi dari khamr, atau bahan-bahan pembuatan makanan dari dagung babi atau bangkai. Maka dalam hal ini jaminan kehalalan atas makanan tersebut yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang dan kompeten menjadi sebuah keniscayaan. Labelisasi halal atas berbagai makanan yang ada di pasaran menjadi hal wajib dalam pandangan Islam.  Merujuk kepada pembahasan ini makanan makanan yang halal adalah makanan yang tidak mengandung dzat yang haram serta mendapatkannya dengan cara yang halal. Makanan halal inilah yang bisa disebut dengan makanan yang Islami, yaitu makanan yang sesuai denagn syariah Islam. Inilah pedoman Islam dalam melihat kehalalam makanan, ukurannya adalah halal dan thayyib, tidak ada yang lainnya.  Jika saat ini menyebar mengenai makanan yang dianggap tidak Islami maka hendaknya sebagai seorang muslim kita harus cerdas menyikapinya.  Pertama, bisa jadi berita dalam bentuk gambar yang viral tersebut adalah hoax atau berita dusta yang sengaja disebarkan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab dan ingin menjelek-jelekan Islam. Banyaknya fitnah di zaman ini sangat mungkin bagi orang-orang yang tidak suka dengan Islam untuk menyebarkan fitnah terhadap Islam. Oleh karena itu kita sebagai umat Islam harus melakukan check and recheck atau tabayun dalam menyikapi berita ini (QS. Al-Hujuraat: 6). Bisa jadi mereka yang tidak suka Islam sengaja membuat isu ini agar umat Islam terpancing, maka berfikir Islami adalah solusi dalam menghadapi segala bentuk hoax ini.  Kedua, mereka yang bercanda dengan simbol-simbol Islam. Ini biasanya mereka yang tidak paham dengan agama Islam sehingga menjadikannya bahan candaan atau lawakan. Tentu saja hal ini diharamkan dalam Islam sebagaimana firman Allah Ta’ala dalam QS. At-Taubah: 65-66 “”Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?” Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman.”. Mengolok-olok Islam dan simbol-simbolnya merupakan bentuk kekufuran yang nyata sehingga bercanda dengan menyatakan “Makanan ini tidak Islami, atau makanan ini Islami” adalah sama dengan mengolok-olok Islam. Menjadikan Islam sebagai bahan candaan adalah dosa besar bahkan bisa membawa pelakunya kepada kekufuran. Termasuk sikap mengolok-olok Islam adalah bercanda dengan tujuan mendapatkan keuntungan dunia, ucapan “Tinggalkan klepon (jenis makanan) karena tidak Islami, beli dan makanlah kurma dan madu karena ia adalah Islami… “ kata-kata seperti ini sejatinya adalah hanya untuk mendapatkan keuntungan duniawi saja. Tentu saja kata-kata ini berkaitan dengan hukum dalam Islam tentang makanan Islami atau tidak Islami, klaim sepihak karena berjualan ini jelas tidak dibenarkan dalam Islam dan termasuk mengolok-olok agama dan haram hukumnya jika pelakunya sadar dan tahu hukumnya.  Ketiga, orang Islam yang jahil dan ghuluw dengan agamanya. Menganggap bahwa makanan (semisal klepon) tidak Islami adalah kebodohan yang nyata, karena suatu makanan itu Islami syaratnya adalah halal dan thayyib. Sehingga segala jenis makanan selama ianya halal dan thayyib maka ia adalah Islami. Memang, kebodohan sebagian umat dan mereka yang berlebihan (ghuluw) dalam agama menganggap makanan yang Islami adalah makanan yang berasal dari Arab, tentu saja hal tersebut tidak berdasar sama sekali. Betul, ada beberapa makanan yang dianggap sunnah (dianjurkan) untuk dikonsumsi semisal; madu, kurma, buah zaitun, buah tin dan yang lainnya yang kebetulan ada pada masa Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam. Namun bukan berarti itu adalah makanan Islami, sebaliknya makanan yang tidak ada pada masa beliau atau bukan berasal dari wilayah Arab itu tidak Islami. Selama halal dan thayyib maka itu adalah Islami dan diperbolehkan untuk dikonsumsi dalam Islam. Maka solusi atas kebodohan dan sikap ghuluw ini adalah belajar, thalibul ilmi, mempelajari Islam dengan manhaj yang benar. Ilmu lah yang mengantarkan kita kepada cahaya dan kehidupan yang baik di dunia dan akhirat.   Maka menghadapi berbagai berita yang viral hendaknya umat Islam tidak berlebih-lebihan dalam menyikapinya demikian pula tidak acuh tak acuh dengan agamanya. Lakukanlah sesuatu untuk membela Islam khususnya dari mereka yang benci dengan Islam dan selalu mengolok-oloknya. Bersikaplah rahmah dan lemah lembut kepada orang-orang yang jahil karena mereka perlu bimbingan. Serta teruslah belajar karena dengannya kebijaksanaan akan didapatkan.

Islam sebagai agama yang paripurna telah memberikan pedoman bagi umat manusia dalam berbagai sendi kehidupannya. Termasuk dalam masalah makanan, Islam memberikan syarat bahwa makanan dalam Islam haruslah memenuhi dua syarat yaitu halal dan thayyib (QS. Al-Baqarah: 168).

Halal berarti terbebas dari segala bentuk dzat yang telah diharamkan dalam Islam, yaitu: bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang disembelih tidak menyebut nama Allah (QS. Al-Maidah: 3). Selain itu Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wa Sallam juga menyebutkan adanya makanan haram yang lainnya yaitu binatang yang bertaring dan memiliki cakar tajam. Berikutnya para ulama juga menganggap makanan dari binatang yang hidup di alam atau binatang yang menjijikan sebagai makruh-tahrim. Makanan yang diperbolehkan dalam Islam untuk dikonsumsi juga harus bersifat thayyib, yaitu baik untuk tubuh dan kesehatan manusia. Tidak boleh makan makanan yang merusak tubuh, kesehatan, akal dan kehidupan manusia, misalnya makanan yang banyak mengandung lemak sehingga berbahaya atau makanan yang tidak direkomendasikan oleh dokter karena adanya penyakit tertentu bagi seseorang.


Selain makanan yang haram dan tidak thayyib karena dzatnya, kita juga tidak boleh mengonsumsi makanan yang haram karena cara mendapatkannya. Misalnya dengan cara merampok, mencuri, korupsi dan perbuatan haram lainnya dalam Islam. Walaupun dzat dari makanan tersebut halal tetapi karena caranya diharamkan maka menjadi haram dikonsumsi. Demikian pula makanan yang meragukan dalam hal cara mendapatkannya, dan terdapat keyakinan kuat bahwa makanan itu tidak halal maka hendaknya kita menjauhkannya.
Pada era modern makanan yang haram juga bisa terjadi karena perkembangan dari tekhnologi yang menjadikan bahan-bahan pembuat makanan yang berasal dari yang haram namun tidak kita ketahui. Misalnya berbagai jenis bahan pembuatan makanan dari luar negeri yang kita tidak ketahui kehalalannya, atau terindikasi berasal dari bahan yang haram. Sebagai contoh, hasil fermentasi dari khamr, atau bahan-bahan pembuatan makanan dari dagung babi atau bangkai. Maka dalam hal ini jaminan kehalalan atas makanan tersebut yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang dan kompeten menjadi sebuah keniscayaan. Labelisasi halal atas berbagai makanan yang ada di pasaran menjadi hal wajib dalam pandangan Islam.

Merujuk kepada pembahasan ini makanan makanan yang halal adalah makanan yang tidak mengandung dzat yang haram serta mendapatkannya dengan cara yang halal. Makanan halal inilah yang bisa disebut dengan makanan yang Islami, yaitu makanan yang sesuai denagn syariah Islam. Inilah pedoman Islam dalam melihat kehalalam makanan, ukurannya adalah halal dan thayyib, tidak ada yang lainnya.

Jika saat ini menyebar mengenai makanan yang dianggap tidak Islami maka hendaknya sebagai seorang muslim kita harus cerdas menyikapinya.

Pertama, bisa jadi berita dalam bentuk gambar yang viral tersebut adalah hoax atau berita dusta yang sengaja disebarkan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab dan ingin menjelek-jelekan Islam. Banyaknya fitnah di zaman ini sangat mungkin bagi orang-orang yang tidak suka dengan Islam untuk menyebarkan fitnah terhadap Islam. Oleh karena itu kita sebagai umat Islam harus melakukan check and recheck atau tabayun dalam menyikapi berita ini (QS. Al-Hujuraat: 6). Bisa jadi mereka yang tidak suka Islam sengaja membuat isu ini agar umat Islam terpancing, maka berfikir Islami adalah solusi dalam menghadapi segala bentuk hoax ini.

Kedua, mereka yang bercanda dengan simbol-simbol Islam. Ini biasanya mereka yang tidak paham dengan agama Islam sehingga menjadikannya bahan candaan atau lawakan. Tentu saja hal ini diharamkan dalam Islam sebagaimana firman Allah Ta’ala dalam QS. At-Taubah: 65-66 “”Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?” Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman.”. Mengolok-olok Islam dan simbol-simbolnya merupakan bentuk kekufuran yang nyata sehingga bercanda dengan menyatakan “Makanan ini tidak Islami, atau makanan ini Islami” adalah sama dengan mengolok-olok Islam. Menjadikan Islam sebagai bahan candaan adalah dosa besar bahkan bisa membawa pelakunya kepada kekufuran. Termasuk sikap mengolok-olok Islam adalah bercanda dengan tujuan mendapatkan keuntungan dunia, ucapan “Tinggalkan klepon (jenis makanan) karena tidak Islami, beli dan makanlah kurma dan madu karena ia adalah Islami… “ kata-kata seperti ini sejatinya adalah hanya untuk mendapatkan keuntungan duniawi saja. Tentu saja kata-kata ini berkaitan dengan hukum dalam Islam tentang makanan Islami atau tidak Islami, klaim sepihak karena berjualan ini jelas tidak dibenarkan dalam Islam dan termasuk mengolok-olok agama dan haram hukumnya jika pelakunya sadar dan tahu hukumnya.

Ketiga, orang Islam yang jahil dan ghuluw dengan agamanya. Menganggap bahwa makanan (semisal klepon) tidak Islami adalah kebodohan yang nyata, karena suatu makanan itu Islami syaratnya adalah halal dan thayyib. Sehingga segala jenis makanan selama ianya halal dan thayyib maka ia adalah Islami. Memang, kebodohan sebagian umat dan mereka yang berlebihan (ghuluw) dalam agama menganggap makanan yang Islami adalah makanan yang berasal dari Arab, tentu saja hal tersebut tidak berdasar sama sekali. Betul, ada beberapa makanan yang dianggap sunnah (dianjurkan) untuk dikonsumsi semisal; madu, kurma, buah zaitun, buah tin dan yang lainnya yang kebetulan ada pada masa Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam. Namun bukan berarti itu adalah makanan Islami, sebaliknya makanan yang tidak ada pada masa beliau atau bukan berasal dari wilayah Arab itu tidak Islami. Selama halal dan thayyib maka itu adalah Islami dan diperbolehkan untuk dikonsumsi dalam Islam. Maka solusi atas kebodohan dan sikap ghuluw ini adalah belajar, thalibul ilmi, mempelajari Islam dengan manhaj yang benar. Ilmu lah yang mengantarkan kita kepada cahaya dan kehidupan yang baik di dunia dan akhirat.

Maka menghadapi berbagai berita yang viral hendaknya umat Islam tidak berlebih-lebihan dalam menyikapinya demikian pula tidak acuh tak acuh dengan agamanya. Lakukanlah sesuatu untuk membela Islam khususnya dari mereka yang benci dengan Islam dan selalu mengolok-oloknya. Bersikaplah rahmah dan lemah lembut kepada orang-orang yang jahil karena mereka perlu bimbingan. Serta teruslah belajar karena dengannya kebijaksanaan akan didapatkan.