This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

Tampilkan postingan dengan label Mencari Pasangan Hidup Baru. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Mencari Pasangan Hidup Baru. Tampilkan semua postingan

Senin, 12 September 2022

Mencari Pasangan Hidup Baru

Saatnya Anda menata 'hidup baru' setelah bercerai. Pasangan baru? Bisa mulai dicari. Namun ada hal yang harus dicermati, terutama bila Anda memiliki anak.  1. Berpikir realistis  Lindungi Diri Anda Romantisme. Dalam sebuah relasi memang penting. Tapi Anda tetap harus  berpikir realistis. Kini Anda sudah lebih mengenal diri sendiri dan   sudah tahu hal-hal yang bisa membuat Anda bahagia. Anda pun tahu hal-hal di masa lalu yang akhirnya membuat Anda tak bahagia. Untuk hubungan selanjutnya, lindungi diri Anda dengan berhitung: apa saja yang harus Anda korbankan? Cukup berhargakah si dia?  Anda benar-benar butuh menikah? Tanya pada diri sendiri, apakah Anda betul-betul butuh menikah lagi. Untuk apa Anda menikah? Apakah Anda takut hidup sendiri? Jika hidup sendiri lebih menakutkan daripada hidup dalam perkawinan yang tidak bahagia, berarti keputusan Anda didasarkan pada ketakutan. Banyak orang mengira, dengan memiliki pasangan, mereka akan bahagia. Padahal  bila Anda tidak bisa bahagia sendirian, Anda pun tidak akan bisa bahagia berdua. Luangkan waktu untuk sendirian,berbicaralah pada diri sendiri dan tentukan apa yang Anda inginkan agar bahagia tanpa harus menggantungkannya pada orang lain. Salah satu hal mendasar untuk menemukan kebahagiaan sejati adalah bersikap jujur pada diri sendiri.  2. Antisipasi dampaknya pada anak  Merasa sakit hati Anak dengan mudah membangun harapan  dan menumbuhkan kedekatan emosi terhadap calon pasangan Anda. Bila Anda sendiri tak yakin dia akan menjadi pasangan hidup Anda selanjutnya, jangan dulu perkenalkan pada anak. Mereka  akan merasa tersakiti bila ternyata pasangan Anda  tidak jadi menikah dengan Anda. Ibaratnya Anda sudah menanam tumbuhan, tapi saat akarnya sudah mulai kuat,  Anda mencabutnya. Berhati-hatilah dengan keputusan Anda membawa pasangan ke dalam hidup anak Anda. Sampai Anda benar-benar yakin 100%, anak Anda hanya perlu mengenalnya sebagai teman biasa saja.  Merasa serba salah Merasa kecewa  dapat dialami  ketika salah satu mantan pasangan mulai berkencan dengan  pasangan baru. Rasa kecewa atau sakit hati ini berdampak pada sikap mantan pasangan terhadap anak. “Bunda sudah mengenalkan kamu dengan calon ayah barumu?” Demikian sebaliknya, ketika ibu si anak bertanya, “Kamu sudah kenal  calon ibumu yang baru?” Pertanyaan ini tentu membuat anak risau karena dia dapat merasakan “muatan” sakit hati dalam kalimat yang diucapkan oleh salah satu orang tuanya. Meski rasa kecewa dan sakit hati itu wajar, kendalikan emosi Anda di hadapan anak. Bagaimanapun, anak juga pihak yang ‘sakit’ akibat perpisahan orang tuanya. Saat anak mengetahui salah satu orang tuanya berbahagia sementara yang lain merasa sakit hati, anak berada pada posisi serba salah.  Merasa tidak pantas Mengajak anak berkencan dengan pasangan baru adalah hal yang baik. Hanya saja mungkin bisa dilakukan ketika anak sudah merasa nyaman dengan pasangan baru. Jangan paksa anak bila dia tidak mau pergi bersama Anda dan pacar Anda.  ‘Kencan’ bersama adalah salah satu sarana untuk mendekatkan anak. ‘Kencan’ bersama ini tidak selalu harus menunjukkan ekspresi mesra berlebihan antara Anda dan pacar, tapi justru bisa melihat bagaimana ‘chemistry’ antara anak dan pacar Anda. Tanyakan pada anak apa yang ia rasakan atau pikirkan. Hindari bersikap mesra berlebihan atau malah bertengkar dengan pacar, karena anak merasa tidak pantas melihat hal tersebut.

Saatnya Anda menata 'hidup baru' setelah bercerai. Pasangan baru? Bisa mulai dicari. Namun ada hal yang harus dicermati, terutama bila Anda memiliki anak.

1. Berpikir realistis

Lindungi Diri Anda
Romantisme. 
Dalam sebuah relasi memang penting. Tapi Anda tetap harus  berpikir realistis. Kini Anda sudah lebih mengenal diri sendiri dan   sudah tahu hal-hal yang bisa membuat Anda bahagia. Anda pun tahu hal-hal di masa lalu yang akhirnya membuat Anda
tak bahagia. Untuk hubungan selanjutnya, lindungi diri Anda dengan berhitung: apa saja yang harus Anda korbankan? Cukup berhargakah si dia?

Anda benar-benar butuh menikah?
Tanya pada diri sendiri, apakah Anda betul-betul butuh menikah lagi. Untuk apa Anda menikah? Apakah Anda takut hidup sendiri? Jika hidup sendiri lebih menakutkan daripada hidup dalam perkawinan yang tidak bahagia, berarti keputusan Anda didasarkan pada ketakutan. Banyak orang mengira, dengan memiliki pasangan, mereka akan bahagia. Padahal  bila Anda tidak bisa bahagia sendirian, Anda pun tidak akan bisa bahagia berdua. Luangkan waktu untuk sendirian,berbicaralah pada diri sendiri dan tentukan apa yang Anda inginkan agar bahagia tanpa harus menggantungkannya pada orang lain. Salah satu hal mendasar untuk menemukan kebahagiaan sejati adalah bersikap jujur pada diri sendiri.

2. Antisipasi dampaknya pada anak

Merasa sakit hati
Anak dengan mudah membangun harapan  dan menumbuhkan kedekatan emosi terhadap calon pasangan Anda. Bila Anda sendiri tak yakin dia akan menjadi pasangan hidup Anda selanjutnya, jangan dulu perkenalkan pada anak. Mereka  akan merasa tersakiti bila ternyata pasangan Anda  tidak jadi menikah dengan Anda. Ibaratnya Anda sudah menanam tumbuhan, tapi saat akarnya sudah mulai kuat,  Anda mencabutnya. Berhati-hatilah dengan keputusan Anda membawa pasangan ke dalam hidup anak Anda. Sampai Anda benar-benar yakin 100%, anak Anda hanya perlu mengenalnya sebagai teman biasa saja.
Saatnya Anda menata 'hidup baru' setelah bercerai. Pasangan baru? Bisa mulai dicari. Namun ada hal yang harus dicermati, terutama bila Anda memiliki anak.  1. Berpikir realistis  Lindungi Diri Anda Romantisme. Dalam sebuah relasi memang penting. Tapi Anda tetap harus  berpikir realistis. Kini Anda sudah lebih mengenal diri sendiri dan   sudah tahu hal-hal yang bisa membuat Anda bahagia. Anda pun tahu hal-hal di masa lalu yang akhirnya membuat Anda tak bahagia. Untuk hubungan selanjutnya, lindungi diri Anda dengan berhitung: apa saja yang harus Anda korbankan? Cukup berhargakah si dia?  Anda benar-benar butuh menikah? Tanya pada diri sendiri, apakah Anda betul-betul butuh menikah lagi. Untuk apa Anda menikah? Apakah Anda takut hidup sendiri? Jika hidup sendiri lebih menakutkan daripada hidup dalam perkawinan yang tidak bahagia, berarti keputusan Anda didasarkan pada ketakutan. Banyak orang mengira, dengan memiliki pasangan, mereka akan bahagia. Padahal  bila Anda tidak bisa bahagia sendirian, Anda pun tidak akan bisa bahagia berdua. Luangkan waktu untuk sendirian,berbicaralah pada diri sendiri dan tentukan apa yang Anda inginkan agar bahagia tanpa harus menggantungkannya pada orang lain. Salah satu hal mendasar untuk menemukan kebahagiaan sejati adalah bersikap jujur pada diri sendiri.  2. Antisipasi dampaknya pada anak  Merasa sakit hati Anak dengan mudah membangun harapan  dan menumbuhkan kedekatan emosi terhadap calon pasangan Anda. Bila Anda sendiri tak yakin dia akan menjadi pasangan hidup Anda selanjutnya, jangan dulu perkenalkan pada anak. Mereka  akan merasa tersakiti bila ternyata pasangan Anda  tidak jadi menikah dengan Anda. Ibaratnya Anda sudah menanam tumbuhan, tapi saat akarnya sudah mulai kuat,  Anda mencabutnya. Berhati-hatilah dengan keputusan Anda membawa pasangan ke dalam hidup anak Anda. Sampai Anda benar-benar yakin 100%, anak Anda hanya perlu mengenalnya sebagai teman biasa saja.  Merasa serba salah Merasa kecewa  dapat dialami  ketika salah satu mantan pasangan mulai berkencan dengan  pasangan baru. Rasa kecewa atau sakit hati ini berdampak pada sikap mantan pasangan terhadap anak. “Bunda sudah mengenalkan kamu dengan calon ayah barumu?” Demikian sebaliknya, ketika ibu si anak bertanya, “Kamu sudah kenal  calon ibumu yang baru?” Pertanyaan ini tentu membuat anak risau karena dia dapat merasakan “muatan” sakit hati dalam kalimat yang diucapkan oleh salah satu orang tuanya. Meski rasa kecewa dan sakit hati itu wajar, kendalikan emosi Anda di hadapan anak. Bagaimanapun, anak juga pihak yang ‘sakit’ akibat perpisahan orang tuanya. Saat anak mengetahui salah satu orang tuanya berbahagia sementara yang lain merasa sakit hati, anak berada pada posisi serba salah.  Merasa tidak pantas Mengajak anak berkencan dengan pasangan baru adalah hal yang baik. Hanya saja mungkin bisa dilakukan ketika anak sudah merasa nyaman dengan pasangan baru. Jangan paksa anak bila dia tidak mau pergi bersama Anda dan pacar Anda.  ‘Kencan’ bersama adalah salah satu sarana untuk mendekatkan anak. ‘Kencan’ bersama ini tidak selalu harus menunjukkan ekspresi mesra berlebihan antara Anda dan pacar, tapi justru bisa melihat bagaimana ‘chemistry’ antara anak dan pacar Anda. Tanyakan pada anak apa yang ia rasakan atau pikirkan. Hindari bersikap mesra berlebihan atau malah bertengkar dengan pacar, karena anak merasa tidak pantas melihat hal tersebut. Saatnya Anda menata 'hidup baru' setelah bercerai. Pasangan baru? Bisa mulai dicari. Namun ada hal yang harus dicermati, terutama bila Anda memiliki anak.  1. Berpikir realistis  Lindungi Diri Anda Romantisme. Dalam sebuah relasi memang penting. Tapi Anda tetap harus  berpikir realistis. Kini Anda sudah lebih mengenal diri sendiri dan   sudah tahu hal-hal yang bisa membuat Anda bahagia. Anda pun tahu hal-hal di masa lalu yang akhirnya membuat Anda tak bahagia. Untuk hubungan selanjutnya, lindungi diri Anda dengan berhitung: apa saja yang harus Anda korbankan? Cukup berhargakah si dia?  Anda benar-benar butuh menikah? Tanya pada diri sendiri, apakah Anda betul-betul butuh menikah lagi. Untuk apa Anda menikah? Apakah Anda takut hidup sendiri? Jika hidup sendiri lebih menakutkan daripada hidup dalam perkawinan yang tidak bahagia, berarti keputusan Anda didasarkan pada ketakutan. Banyak orang mengira, dengan memiliki pasangan, mereka akan bahagia. Padahal  bila Anda tidak bisa bahagia sendirian, Anda pun tidak akan bisa bahagia berdua. Luangkan waktu untuk sendirian,berbicaralah pada diri sendiri dan tentukan apa yang Anda inginkan agar bahagia tanpa harus menggantungkannya pada orang lain. Salah satu hal mendasar untuk menemukan kebahagiaan sejati adalah bersikap jujur pada diri sendiri.  2. Antisipasi dampaknya pada anak  Merasa sakit hati Anak dengan mudah membangun harapan  dan menumbuhkan kedekatan emosi terhadap calon pasangan Anda. Bila Anda sendiri tak yakin dia akan menjadi pasangan hidup Anda selanjutnya, jangan dulu perkenalkan pada anak. Mereka  akan merasa tersakiti bila ternyata pasangan Anda  tidak jadi menikah dengan Anda. Ibaratnya Anda sudah menanam tumbuhan, tapi saat akarnya sudah mulai kuat,  Anda mencabutnya. Berhati-hatilah dengan keputusan Anda membawa pasangan ke dalam hidup anak Anda. Sampai Anda benar-benar yakin 100%, anak Anda hanya perlu mengenalnya sebagai teman biasa saja. Saatnya Anda menata 'hidup baru' setelah bercerai. Pasangan baru? Bisa mulai dicari. Namun ada hal yang harus dicermati, terutama bila Anda memiliki anak.  1. Berpikir realistis  Lindungi Diri Anda Romantisme. Dalam sebuah relasi memang penting. Tapi Anda tetap harus  berpikir realistis. Kini Anda sudah lebih mengenal diri sendiri dan   sudah tahu hal-hal yang bisa membuat Anda bahagia. Anda pun tahu hal-hal di masa lalu yang akhirnya membuat Anda tak bahagia. Untuk hubungan selanjutnya, lindungi diri Anda dengan berhitung: apa saja yang harus Anda korbankan? Cukup berhargakah si dia?  Anda benar-benar butuh menikah? Tanya pada diri sendiri, apakah Anda betul-betul butuh menikah lagi. Untuk apa Anda menikah? Apakah Anda takut hidup sendiri? Jika hidup sendiri lebih menakutkan daripada hidup dalam perkawinan yang tidak bahagia, berarti keputusan Anda didasarkan pada ketakutan. Banyak orang mengira, dengan memiliki pasangan, mereka akan bahagia. Padahal  bila Anda tidak bisa bahagia sendirian, Anda pun tidak akan bisa bahagia berdua. Luangkan waktu untuk sendirian,berbicaralah pada diri sendiri dan tentukan apa yang Anda inginkan agar bahagia tanpa harus menggantungkannya pada orang lain. Salah satu hal mendasar untuk menemukan kebahagiaan sejati adalah bersikap jujur pada diri sendiri.  2. Antisipasi dampaknya pada anak  Merasa sakit hati Anak dengan mudah membangun harapan  dan menumbuhkan kedekatan emosi terhadap calon pasangan Anda. Bila Anda sendiri tak yakin dia akan menjadi pasangan hidup Anda selanjutnya, jangan dulu perkenalkan pada anak. Mereka  akan merasa tersakiti bila ternyata pasangan Anda  tidak jadi menikah dengan Anda. Ibaratnya Anda sudah menanam tumbuhan, tapi saat akarnya sudah mulai kuat,  Anda mencabutnya. Berhati-hatilah dengan keputusan Anda membawa pasangan ke dalam hidup anak Anda. Sampai Anda benar-benar yakin 100%, anak Anda hanya perlu mengenalnya sebagai teman biasa saja.  Merasa serba salah Merasa kecewa  dapat dialami  ketika salah satu mantan pasangan mulai berkencan dengan  pasangan baru. Rasa kecewa atau sakit hati ini berdampak pada sikap mantan pasangan terhadap anak. “Bunda sudah mengenalkan kamu dengan calon ayah barumu?” Demikian sebaliknya, ketika ibu si anak bertanya, “Kamu sudah kenal  calon ibumu yang baru?” Pertanyaan ini tentu membuat anak risau karena dia dapat merasakan “muatan” sakit hati dalam kalimat yang diucapkan oleh salah satu orang tuanya. Meski rasa kecewa dan sakit hati itu wajar, kendalikan emosi Anda di hadapan anak. Bagaimanapun, anak juga pihak yang ‘sakit’ akibat perpisahan orang tuanya. Saat anak mengetahui salah satu orang tuanya berbahagia sementara yang lain merasa sakit hati, anak berada pada posisi serba salah.  Merasa tidak pantas Mengajak anak berkencan dengan pasangan baru adalah hal yang baik. Hanya saja mungkin bisa dilakukan ketika anak sudah merasa nyaman dengan pasangan baru. Jangan paksa anak bila dia tidak mau pergi bersama Anda dan pacar Anda.  ‘Kencan’ bersama adalah salah satu sarana untuk mendekatkan anak. ‘Kencan’ bersama ini tidak selalu harus menunjukkan ekspresi mesra berlebihan antara Anda dan pacar, tapi justru bisa melihat bagaimana ‘chemistry’ antara anak dan pacar Anda. Tanyakan pada anak apa yang ia rasakan atau pikirkan. Hindari bersikap mesra berlebihan atau malah bertengkar dengan pacar, karena anak merasa tidak pantas melihat hal tersebut. Saatnya Anda menata 'hidup baru' setelah bercerai. Pasangan baru? Bisa mulai dicari. Namun ada hal yang harus dicermati, terutama bila Anda memiliki anak.  1. Berpikir realistis  Lindungi Diri Anda Romantisme. Dalam sebuah relasi memang penting. Tapi Anda tetap harus  berpikir realistis. Kini Anda sudah lebih mengenal diri sendiri dan   sudah tahu hal-hal yang bisa membuat Anda bahagia. Anda pun tahu hal-hal di masa lalu yang akhirnya membuat Anda tak bahagia. Untuk hubungan selanjutnya, lindungi diri Anda dengan berhitung: apa saja yang harus Anda korbankan? Cukup berhargakah si dia?  Anda benar-benar butuh menikah? Tanya pada diri sendiri, apakah Anda betul-betul butuh menikah lagi. Untuk apa Anda menikah? Apakah Anda takut hidup sendiri? Jika hidup sendiri lebih menakutkan daripada hidup dalam perkawinan yang tidak bahagia, berarti keputusan Anda didasarkan pada ketakutan. Banyak orang mengira, dengan memiliki pasangan, mereka akan bahagia. Padahal  bila Anda tidak bisa bahagia sendirian, Anda pun tidak akan bisa bahagia berdua. Luangkan waktu untuk sendirian,berbicaralah pada diri sendiri dan tentukan apa yang Anda inginkan agar bahagia tanpa harus menggantungkannya pada orang lain. Salah satu hal mendasar untuk menemukan kebahagiaan sejati adalah bersikap jujur pada diri sendiri.  2. Antisipasi dampaknya pada anak  Merasa sakit hati Anak dengan mudah membangun harapan  dan menumbuhkan kedekatan emosi terhadap calon pasangan Anda. Bila Anda sendiri tak yakin dia akan menjadi pasangan hidup Anda selanjutnya, jangan dulu perkenalkan pada anak. Mereka  akan merasa tersakiti bila ternyata pasangan Anda  tidak jadi menikah dengan Anda. Ibaratnya Anda sudah menanam tumbuhan, tapi saat akarnya sudah mulai kuat,  Anda mencabutnya. Berhati-hatilah dengan keputusan Anda membawa pasangan ke dalam hidup anak Anda. Sampai Anda benar-benar yakin 100%, anak Anda hanya perlu mengenalnya sebagai teman biasa saja.     Merasa serba salah Merasa kecewa  dapat dialami  ketika salah satu mantan pasangan mulai berkencan dengan  pasangan baru. Rasa kecewa atau sakit hati ini berdampak pada sikap mantan pasangan terhadap anak. “Bunda sudah mengenalkan kamu dengan calon ayah barumu?” Demikian sebaliknya, ketika ibu si anak bertanya, “Kamu sudah kenal  calon ibumu yang baru?” Pertanyaan ini tentu membuat anak risau karena dia dapat merasakan “muatan” sakit hati dalam kalimat yang diucapkan oleh salah satu orang tuanya. Meski rasa kecewa dan sakit hati itu wajar, kendalikan emosi Anda di hadapan anak. Bagaimanapun, anak juga pihak yang ‘sakit’ akibat perpisahan orang tuanya. Saat anak mengetahui salah satu orang tuanya berbahagia sementara yang lain merasa sakit hati, anak berada pada posisi serba salah.  Merasa tidak pantas Mengajak anak berkencan dengan pasangan baru adalah hal yang baik. Hanya saja mungkin bisa dilakukan ketika anak sudah merasa nyaman dengan pasangan baru. Jangan paksa anak bila dia tidak mau pergi bersama Anda dan pacar Anda.  ‘Kencan’ bersama adalah salah satu sarana untuk mendekatkan anak. ‘Kencan’ bersama ini tidak selalu harus menunjukkan ekspresi mesra berlebihan antara Anda dan pacar, tapi justru bisa melihat bagaimana ‘chemistry’ antara anak dan pacar Anda. Tanyakan pada anak apa yang ia rasakan atau pikirkan. Hindari bersikap mesra berlebihan atau malah bertengkar dengan pacar, karena anak merasa tidak pantas melihat hal tersebut.  Merasa serba salah Merasa kecewa  dapat dialami  ketika salah satu mantan pasangan mulai berkencan dengan  pasangan baru. Rasa kecewa atau sakit hati ini berdampak pada sikap mantan pasangan terhadap anak. “Bunda sudah mengenalkan kamu dengan calon ayah barumu?” Demikian sebaliknya, ketika ibu si anak bertanya, “Kamu sudah kenal  calon ibumu yang baru?” Pertanyaan ini tentu membuat anak risau karena dia dapat merasakan “muatan” sakit hati dalam kalimat yang diucapkan oleh salah satu orang tuanya. Meski rasa kecewa dan sakit hati itu wajar, kendalikan emosi Anda di hadapan anak. Bagaimanapun, anak juga pihak yang ‘sakit’ akibat perpisahan orang tuanya. Saat anak mengetahui salah satu orang tuanya berbahagia sementara yang lain merasa sakit hati, anak berada pada posisi serba salah.  Merasa tidak pantas Mengajak anak berkencan dengan pasangan baru adalah hal yang baik. Hanya saja mungkin bisa dilakukan ketika anak sudah merasa nyaman dengan pasangan baru. Jangan paksa anak bila dia tidak mau pergi bersama Anda dan pacar Anda.  ‘Kencan’ bersama adalah salah satu sarana untuk mendekatkan anak. ‘Kencan’ bersama ini tidak selalu harus menunjukkan ekspresi mesra berlebihan antara Anda dan pacar, tapi justru bisa melihat bagaimana ‘chemistry’ antara anak dan pacar Anda. Tanyakan pada anak apa yang ia rasakan atau pikirkan. Hindari bersikap mesra berlebihan atau malah bertengkar dengan pacar, karena anak merasa tidak pantas melihat hal tersebut. Saatnya Anda menata 'hidup baru' setelah bercerai. Pasangan baru? Bisa mulai dicari. Namun ada hal yang harus dicermati, terutama bila Anda memiliki anak.  1. Berpikir realistis  Lindungi Diri Anda Romantisme. Dalam sebuah relasi memang penting. Tapi Anda tetap harus  berpikir realistis. Kini Anda sudah lebih mengenal diri sendiri dan   sudah tahu hal-hal yang bisa membuat Anda bahagia. Anda pun tahu hal-hal di masa lalu yang akhirnya membuat Anda tak bahagia. Untuk hubungan selanjutnya, lindungi diri Anda dengan berhitung: apa saja yang harus Anda korbankan? Cukup berhargakah si dia?  Anda benar-benar butuh menikah? Tanya pada diri sendiri, apakah Anda betul-betul butuh menikah lagi. Untuk apa Anda menikah? Apakah Anda takut hidup sendiri? Jika hidup sendiri lebih menakutkan daripada hidup dalam perkawinan yang tidak bahagia, berarti keputusan Anda didasarkan pada ketakutan. Banyak orang mengira, dengan memiliki pasangan, mereka akan bahagia. Padahal  bila Anda tidak bisa bahagia sendirian, Anda pun tidak akan bisa bahagia berdua. Luangkan waktu untuk sendirian,berbicaralah pada diri sendiri dan tentukan apa yang Anda inginkan agar bahagia tanpa harus menggantungkannya pada orang lain. Salah satu hal mendasar untuk menemukan kebahagiaan sejati adalah bersikap jujur pada diri sendiri.  2. Antisipasi dampaknya pada anak  Merasa sakit hati Anak dengan mudah membangun harapan  dan menumbuhkan kedekatan emosi terhadap calon pasangan Anda. Bila Anda sendiri tak yakin dia akan menjadi pasangan hidup Anda selanjutnya, jangan dulu perkenalkan pada anak. Mereka  akan merasa tersakiti bila ternyata pasangan Anda  tidak jadi menikah dengan Anda. Ibaratnya Anda sudah menanam tumbuhan, tapi saat akarnya sudah mulai kuat,  Anda mencabutnya. Berhati-hatilah dengan keputusan Anda membawa pasangan ke dalam hidup anak Anda. Sampai Anda benar-benar yakin 100%, anak Anda hanya perlu mengenalnya sebagai teman biasa saja.  Merasa serba salah Merasa kecewa  dapat dialami  ketika salah satu mantan pasangan mulai berkencan dengan  pasangan baru. Rasa kecewa atau sakit hati ini berdampak pada sikap mantan pasangan terhadap anak. “Bunda sudah mengenalkan kamu dengan calon ayah barumu?” Demikian sebaliknya, ketika ibu si anak bertanya, “Kamu sudah kenal  calon ibumu yang baru?” Pertanyaan ini tentu membuat anak risau karena dia dapat merasakan “muatan” sakit hati dalam kalimat yang diucapkan oleh salah satu orang tuanya. Meski rasa kecewa dan sakit hati itu wajar, kendalikan emosi Anda di hadapan anak. Bagaimanapun, anak juga pihak yang ‘sakit’ akibat perpisahan orang tuanya. Saat anak mengetahui salah satu orang tuanya berbahagia sementara yang lain merasa sakit hati, anak berada pada posisi serba salah.  Merasa tidak pantas Mengajak anak berkencan dengan pasangan baru adalah hal yang baik. Hanya saja mungkin bisa dilakukan ketika anak sudah merasa nyaman dengan pasangan baru. Jangan paksa anak bila dia tidak mau pergi bersama Anda dan pacar Anda.  ‘Kencan’ bersama adalah salah satu sarana untuk mendekatkan anak. ‘Kencan’ bersama ini tidak selalu harus menunjukkan ekspresi mesra berlebihan antara Anda dan pacar, tapi justru bisa melihat bagaimana ‘chemistry’ antara anak dan pacar Anda. Tanyakan pada anak apa yang ia rasakan atau pikirkan. Hindari bersikap mesra berlebihan atau malah bertengkar dengan pacar, karena anak merasa tidak pantas melihat hal tersebut. Saatnya Anda menata 'hidup baru' setelah bercerai. Pasangan baru? Bisa mulai dicari. Namun ada hal yang harus dicermati, terutama bila Anda memiliki anak.  1. Berpikir realistis  Lindungi Diri Anda Romantisme. Dalam sebuah relasi memang penting. Tapi Anda tetap harus  berpikir realistis. Kini Anda sudah lebih mengenal diri sendiri dan   sudah tahu hal-hal yang bisa membuat Anda bahagia. Anda pun tahu hal-hal di masa lalu yang akhirnya membuat Anda tak bahagia. Untuk hubungan selanjutnya, lindungi diri Anda dengan berhitung: apa saja yang harus Anda korbankan? Cukup berhargakah si dia?  Anda benar-benar butuh menikah? Tanya pada diri sendiri, apakah Anda betul-betul butuh menikah lagi. Untuk apa Anda menikah? Apakah Anda takut hidup sendiri? Jika hidup sendiri lebih menakutkan daripada hidup dalam perkawinan yang tidak bahagia, berarti keputusan Anda didasarkan pada ketakutan. Banyak orang mengira, dengan memiliki pasangan, mereka akan bahagia. Padahal  bila Anda tidak bisa bahagia sendirian, Anda pun tidak akan bisa bahagia berdua. Luangkan waktu untuk sendirian,berbicaralah pada diri sendiri dan tentukan apa yang Anda inginkan agar bahagia tanpa harus menggantungkannya pada orang lain. Salah satu hal mendasar untuk menemukan kebahagiaan sejati adalah bersikap jujur pada diri sendiri.  2. Antisipasi dampaknya pada anak  Merasa sakit hati Anak dengan mudah membangun harapan  dan menumbuhkan kedekatan emosi terhadap calon pasangan Anda. Bila Anda sendiri tak yakin dia akan menjadi pasangan hidup Anda selanjutnya, jangan dulu perkenalkan pada anak. Mereka  akan merasa tersakiti bila ternyata pasangan Anda  tidak jadi menikah dengan Anda. Ibaratnya Anda sudah menanam tumbuhan, tapi saat akarnya sudah mulai kuat,  Anda mencabutnya. Berhati-hatilah dengan keputusan Anda membawa pasangan ke dalam hidup anak Anda. Sampai Anda benar-benar yakin 100%, anak Anda hanya perlu mengenalnya sebagai teman biasa saja.     Merasa serba salah Merasa kecewa  dapat dialami  ketika salah satu mantan pasangan mulai berkencan dengan  pasangan baru. Rasa kecewa atau sakit hati ini berdampak pada sikap mantan pasangan terhadap anak. “Bunda sudah mengenalkan kamu dengan calon ayah barumu?” Demikian sebaliknya, ketika ibu si anak bertanya, “Kamu sudah kenal  calon ibumu yang baru?” Pertanyaan ini tentu membuat anak risau karena dia dapat merasakan “muatan” sakit hati dalam kalimat yang diucapkan oleh salah satu orang tuanya. Meski rasa kecewa dan sakit hati itu wajar, kendalikan emosi Anda di hadapan anak. Bagaimanapun, anak juga pihak yang ‘sakit’ akibat perpisahan orang tuanya. Saat anak mengetahui salah satu orang tuanya berbahagia sementara yang lain merasa sakit hati, anak berada pada posisi serba salah.  Merasa tidak pantas Mengajak anak berkencan dengan pasangan baru adalah hal yang baik. Hanya saja mungkin bisa dilakukan ketika anak sudah merasa nyaman dengan pasangan baru. Jangan paksa anak bila dia tidak mau pergi bersama Anda dan pacar Anda.  ‘Kencan’ bersama adalah salah satu sarana untuk mendekatkan anak. ‘Kencan’ bersama ini tidak selalu harus menunjukkan ekspresi mesra berlebihan antara Anda dan pacar, tapi justru bisa melihat bagaimana ‘chemistry’ antara anak dan pacar Anda. Tanyakan pada anak apa yang ia rasakan atau pikirkan. Hindari bersikap mesra berlebihan atau malah bertengkar dengan pacar, karena anak merasa tidak pantas melihat hal tersebut.

Merasa serba salah
Merasa kecewa  dapat dialami  ketika salah satu mantan pasangan mulai berkencan dengan  pasangan baru. Rasa kecewa atau sakit hati ini berdampak pada sikap mantan pasangan terhadap anak. “Bunda sudah mengenalkan kamu dengan calon ayah barumu?” Demikian sebaliknya, ketika ibu si anak bertanya, “Kamu sudah kenal  calon ibumu yang baru?” Pertanyaan ini tentu membuat anak risau karena dia dapat merasakan “muatan” sakit hati dalam kalimat yang diucapkan oleh salah satu orang tuanya. Meski rasa kecewa
dan sakit hati itu wajar, kendalikan emosi Anda di hadapan anak. Bagaimanapun, anak juga pihak yang ‘sakit’ akibat perpisahan orang tuanya. Saat anak mengetahui salah satu orang tuanya berbahagia sementara yang lain merasa sakit hati, anak berada pada posisi serba salah.

Merasa tidak pantas
Mengajak anak berkencan dengan pasangan baru adalah hal yang baik. Hanya saja mungkin bisa dilakukan ketika anak sudah merasa nyaman dengan pasangan baru. Jangan paksa anak bila dia tidak mau pergi bersama Anda dan pacar Anda.  ‘Kencan’ bersama adalah salah satu sarana untuk mendekatkan anak. ‘Kencan’ bersama ini tidak selalu harus menunjukkan ekspresi mesra berlebihan antara Anda dan pacar, tapi justru bisa melihat bagaimana ‘chemistry’ antara anak dan pacar Anda. Tanyakan pada anak apa yang ia rasakan atau pikirkan. Hindari bersikap mesra berlebihan atau malah bertengkar dengan pacar, karena anak merasa tidak pantas melihat hal tersebut.

Referensi : Mencari Pasangan Hidup Baru