This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

Tampilkan postingan dengan label Kisah Penyesalan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kisah Penyesalan. Tampilkan semua postingan

Rabu, 07 September 2022

Kisah Penyesalan

tujuan hidup bisa membantumu mendapatkan pemahaman benar perihal makna kehidupan. Pencarian tujuan hidup menjadi inti dalam proses kehidupan.  Dalam hidup, pencarian akan tujuan hidup menjadi hal penting. Apa yang hendak dicari dalam kehidupan ini? Tujuan itulah yang memberi arti dalam hidup karena hidup tak sekadar bernapas. Siang itu sepulang sekolah Shifa terlihat kesal. Bajunya terlihat basah oleh keringat. Karena memang hari itu udara sangat panas. Karena sekarang adalah musim panca roba. Terkadang sangat panas tapi di hari yang lain bisa turun hujan lebat.  Sampai di rumah. Shifa melemparkan tas sekolahnya di kursi. Dan dia menghempaskan tubuhnya. Di putarnya kipas angin sampai putaran penuh. Dia merasa kesal tadi harus pulang dengan angkot karena Ibu tidak bisa menjemputnya. Karena ibu harus mengantarkan kue pesanan orang.   Shifa merasa kesal mengapa dirinya dilahirkan dalam keluarga yang sangat sederhana. Ibunya hanyalah seorang tukang kue dan ayahnya hanya pekerja bangunan. Tentu saja pendapatan kedua orang tuanya sangat sedikit. Hanya cukup untuk makan seadanya. Tidak seperti kawan-kawannya. Mereka anak orang kaya. Pulang dan pergi ke sekolah selalu diantar pakai mobil bagus. Mereka bisa selalu makan enak di restoran. Begitu pikirnya. Dan Shifa merasa iri pada teman-temannya. Apalagi dia selalu di ejek saat meminjam alat gambar temannya karena dia belum punya.   Terdengar suara motor di luar. Ibu baru pulang mengantarkan kue- kue pesanan orang. Dia merasa bersyukur akhir-akhir ini lumayan banyak yang memesan kue- kue buatannya untuk acara-acara. Karena memang kue buatan Ibunya Shifa terkenal enak. Bahkan banyak ibu teman-temannya Shifa yang juga memesan kue pada Ibu.  Tapi rupanya Shifa justru tidak senang. Dia merasa malu. Karena teman-temannya sering menyebutnya anak tukang kue.   Begitu Ibunya masuk ke dalam rumah. Dia segera bangkit dari kursi dan menyongsong Ibunya.  “ Bu, kenapa sih keluarga kita miskin terus! Kenapa Ibu harus jualan kue! Aku kan malu Bu! Sama teman-temanku!”  Shifa nyerocos sambil terus mengikuti Ibunya yang menyimpan keranjang tempat kue di dapur. “ Astaghfirullah, Shifa! Jaga omonganmu, Nak...mengapa harus malu. Kitakan mencari uang dengan cara halal...kalau Ibu atau Ayahmu korupsi atau maling, iya kamu boleh malu...sekarang kalau kamu tidak mau hidup miskin. Kamu harus rajin belajar biar nanti jadi orang pintar dan bisa bekerja di kantor.”  Jawab Ibunya dengan lembut.  “ Gimana mau belajar, Bu...kalau perlengkapan sekolah saja tidak lengkap! Setiap kali aku minta uang selalu tidak di kasih! Gimana bisa pintar kalau segala tidak punya!” Shifa menatap Ibunya dengan rasa kesal dan marah.  Dia sekarang duduk di kelas 8 SMP. Memang keperluan sekolahnya lebih banyak dari sewaktu dia di SD. Sementara Ibu dan Ayah bukannya tidak mau memberinya uang untuk membeli perlengkapan sekolahnya. Tapi karena pendapatan mereka kadang tidak menentu. Tapi kalau untuk kebutuhan pokok seperti buku. Ibu selalu mengusahakan supaya Shifa bisa membelinya. Sekarang memang Shifa sudah banyak berubah. Tidak seperti saat dia masih di SD. Dia masih mau membantu ibunya membuat kue. Tapi semenjak SMP. Lebih tepatnya sejak dia kelas 8 sikapnya mulai berubah. Mungkin ini karena di sekolah dia banyak bergaul dengan teman-temannya yang katanya anak orang Kaya.  Semakin hari semakin berani dia menyalahkan kedua orang tuanya. Kalaupun dia dirumah, dia sering mengurung diri di kamar. Pernah dia sampai seminggu tidak mau menegur Ibunya karena permintaannya untuk di belikan hp tidak di turuti Ibunya.  Dia sering pergi ke rumah teman-temannya. Kalau di nasehati Ibu, dia selalu menjawab kalau dia merasa bosan tinggal di rumah.  Ibu hanya bisa menangis melihat kelakuan Shifa.  Dan hari ini kembali Shifa berulah. Setelah puas dia melampiaskan kekesalannya. Dia masuk kamar berganti pakaian dan pergi ke rumah temannya. Tak dihiraukannya Ibu yang menyuruhnya untuk makan dulu. Saat sedang berjalan menyusuri trotoar, Shifa bertemu dengan Bening teman sekelasnya. Bening adalah anak yang pintar dan dia selalu menjadi juara satu di kelas. Dan dia juga sering di kirim sekolah untuk mengikuti olympiade Sains. Shifa sebenarnya tidak begitu suka dengan Bening. Karena Shifa iri dengan kepintaran Bening.  Bening yang melihat Shifa segera menegurnya.  “ Hai , Shifa mau kemana?” Bening mendekati Shifa dan menjejeri langkahnya.  Shifa tidak menjawab pertanyaan Bening. Hatinya masih merasa kesal.   “ Main ke tempatku yukk...kamu pasti suka deh! Di sana ramai dan banyak teman.”  Bening mengajak Shifa. Dalam hati Shifa merasa heran. “Apa yang di maksud Bening kalau di rumahnya ramai dan banyak teman. Apakah saudara Bening banyak?” Tanya Shifa dalam hati. Dia merasa penasaran dan meng iyakan ajakan Bening. Lagian memang dia sebenarnya tak punya tujuan pasti. Yang penting bisa keluar dari rumah.  “ Iya, Bening...aku mau ikut kamu.” Kata Shifa yang di sambut Bening dengan gembira. Mereka berdua berjalan masuk ke dalam gang. Shifa masih penasaran.  Pas di depan sebuah rumah yang lumayan besar. Tapi di depannya terdapat plang yang bertuliskan “Panti Asuhan Kasih Bunda” Bening mengajak Shifa masuk. Mereka di sambut oleh seorang Ibu yang begitu lembut. Bening memanggilnya Umi.  “ Maaf Umi, Bening agak lama...Kenalkan Umi ini Shifa teman sekelas Bening.” Bening mengenalkan Shifa. Umi memeluk pundak Bening dan Shifa dan mengajak mereka masuk ke dalam. Tampak di dalam ada beberapa anak yang sebaya mereka, dan ada juga yang masih kecil. Terlihat di belakang ada kamar yang di dalamnya ada beberapa tempat tidur.  Bening segera memanggil “saudara-saudaranya” dan mengenalkannya pada Shifa.  “Shifa kenalkan mereka ini adalah saudara-saudaraku, benarkan tadi yang aku katakan di sini rame dan banyak teman?” Bening tersenyum melihat Shifa yang masih tampak bingung.  “ Jadi,kamu...?” Shifa tidak melanjutkan ucapannya.  “ Iya, Shifa...kami semua di sini adalah yatim piatu, kami tidak pernah tau siapa orang tua kami.” Bening menatap Shifa dan dia melanjutkan ceritanya. “ Kamu beruntung Shifa, masih punya orang tua yang lengkap dan mendapatkan kasih sayang yang utuh dari mereka.”  Bening tersenyum.  Shifa hanya terdiam. Dalam perasaannya ada rasa yang bergejolak. Dia sama sekali tidak menyangka kalau Bening tinggal di Panti. Dia tidak pernah tau orang tua kandungnya. Tak pernah merasakan kasih sayang dari orang yang melahirkannya.  Tapi Bening selalu terlihat bahagia. Dia selalu ceria.   Air mata Shifa menetes. Dia merasa berdosa pada Ibu dan Bapaknya. Betapa selama ini dia sudah menyakiti hati mereka dengan ucapan dan tingkah lakunya.  Shifa ingin pulang! Melihat Shifa menangis. Bening menghampirinya.  “ Kenapa Shifa? Apa yang membuatmu sedih? Jangan menangis....kami disini selalu membuat suasana selalu bahagia. Kami selalu saling menguatkan. Ada apa? Cerita ya...” Bening menatapnya lembut.  Shifa hanya diam. Dia tidak mungkin menceritakannya ulahnya pada Bening. Shifa merasa sangat malu. Yang dia inginkan sekarang adalah pulang dan minta maaf pada ibu dan ayahnya  “ Maaf, Bening aku mau pulang...” Katanya lirih. Kini dia baru merasakan betapa beruntungnya dia yang masih memiliki kasih sayang yang utuh dari orang-orang yang menyayanginya.  “ Iya, Shifa...nanti main lagi ya.” Kata Bening sambil mengantar Shifa menemui Umi untuk pamit.  “ Umi...Shifa pulang dulu.” Shifa menyalami Umi. “Iya, Sayang ...hati- hati ya.” Mereka beriringan mengantar Shifa sampai di depan.  Sepanjang jalan, Shifa merasa menyesal sudah membentak dan selalu berkata kasar pada kedua orang tuanya. Mereka sudah bersusah payah mencari rezeki untuk mencukupi kebutuhannya. Tapi dia tidak pernah mensyukurinya.  Saat sampai di rumah, Shifa segera mencari Ibunya di dapur. Dilihatnya Ibu sedang membuat adonan kue. Segera di dekatinya dan di peluknya dari belakang. Ibunya kaget.  Shifa menangis.  “Maafkan Shifa, Bu....” dia memeluk erat Ibunya.  “ Iya, Sayang...Ibu selalu memaafkan Shifa...” Ibu tersenyum lembut sambil menyeka air mata Shifa.
Siang itu sepulang sekolah Shifa terlihat kesal. Bajunya terlihat basah oleh keringat. Karena memang hari itu udara sangat panas. Karena sekarang adalah musim panca roba. Terkadang sangat panas tapi di hari yang lain bisa turun hujan lebat.

Sampai di rumah. Shifa melemparkan tas sekolahnya di kursi. Dan dia menghempaskan tubuhnya. Di putarnya kipas angin sampai putaran penuh. Dia merasa kesal tadi harus pulang dengan angkot karena Ibu tidak bisa menjemputnya. Karena ibu harus mengantarkan kue pesanan orang.

Shifa merasa kesal mengapa dirinya dilahirkan dalam keluarga yang sangat sederhana. Ibunya hanyalah seorang tukang kue dan ayahnya hanya pekerja bangunan. Tentu saja pendapatan kedua orang tuanya sangat sedikit. Hanya cukup untuk makan seadanya. Tidak seperti kawan-kawannya. Mereka anak orang kaya. Pulang dan pergi ke sekolah selalu diantar pakai mobil bagus. Mereka bisa selalu makan enak di restoran. Begitu pikirnya. Dan Shifa merasa iri pada teman-temannya. Apalagi dia selalu di ejek saat meminjam alat gambar temannya karena dia belum punya. 

Terdengar suara motor di luar. Ibu baru pulang mengantarkan kue- kue pesanan orang. Dia merasa bersyukur akhir-akhir ini lumayan banyak yang memesan kue- kue buatannya untuk acara-acara. Karena memang kue buatan Ibunya Shifa terkenal enak. Bahkan banyak ibu teman-temannya Shifa yang juga memesan kue pada Ibu.

Tapi rupanya Shifa justru tidak senang. Dia merasa malu. Karena teman-temannya sering menyebutnya anak tukang kue.

Begitu Ibunya masuk ke dalam rumah. Dia segera bangkit dari kursi dan menyongsong Ibunya.

“ Bu, kenapa sih keluarga kita miskin terus! Kenapa Ibu harus jualan kue! Aku kan malu Bu! Sama teman-temanku!”

Shifa nyerocos sambil terus mengikuti Ibunya yang menyimpan keranjang tempat kue di dapur. “ Astaghfirullah, Shifa! Jaga omonganmu, Nak...mengapa harus malu. Kitakan mencari uang dengan cara halal...kalau Ibu atau Ayahmu korupsi atau maling, iya kamu boleh malu...sekarang kalau kamu tidak mau hidup miskin. Kamu harus rajin belajar biar nanti jadi orang pintar dan bisa bekerja di kantor.”

Jawab Ibunya dengan lembut.

“ Gimana mau belajar, Bu...kalau perlengkapan sekolah saja tidak lengkap! Setiap kali aku minta uang selalu tidak di kasih! Gimana bisa pintar kalau segala tidak punya!” Shifa menatap Ibunya dengan rasa kesal dan marah.

Dia sekarang duduk di kelas 8 SMP. Memang keperluan sekolahnya lebih banyak dari sewaktu dia di SD. Sementara Ibu dan Ayah bukannya tidak mau memberinya uang untuk membeli perlengkapan sekolahnya. Tapi karena pendapatan mereka kadang tidak menentu. Tapi kalau untuk kebutuhan pokok seperti buku. Ibu selalu mengusahakan supaya Shifa bisa membelinya. Sekarang memang Shifa sudah banyak berubah. Tidak seperti saat dia masih di SD. Dia masih mau membantu ibunya membuat kue. Tapi semenjak SMP. Lebih tepatnya sejak dia kelas 8 sikapnya mulai berubah. Mungkin ini karena di sekolah dia banyak bergaul dengan teman-temannya yang katanya anak orang Kaya.

Semakin hari semakin berani dia menyalahkan kedua orang tuanya. Kalaupun dia dirumah, dia sering mengurung diri di kamar. Pernah dia sampai seminggu tidak mau menegur Ibunya karena permintaannya untuk di belikan hp tidak di turuti Ibunya.

Dia sering pergi ke rumah teman-temannya. Kalau di nasehati Ibu, dia selalu menjawab kalau dia merasa bosan tinggal di rumah.

Ibu hanya bisa menangis melihat kelakuan Shifa.

Dan hari ini kembali Shifa berulah. Setelah puas dia melampiaskan kekesalannya. Dia masuk kamar berganti pakaian dan pergi ke rumah temannya. Tak dihiraukannya Ibu yang menyuruhnya untuk makan dulu. Saat sedang berjalan menyusuri trotoar, Shifa bertemu dengan Bening teman sekelasnya. Bening adalah anak yang pintar dan dia selalu menjadi juara satu di kelas. Dan dia juga sering di kirim sekolah untuk mengikuti olympiade Sains. Shifa sebenarnya tidak begitu suka dengan Bening. Karena Shifa iri dengan kepintaran Bening.

Bening yang melihat Shifa segera menegurnya.

“ Hai , Shifa mau kemana?” Bening mendekati Shifa dan menjejeri langkahnya.

Shifa tidak menjawab pertanyaan Bening. Hatinya masih merasa kesal.

“ Main ke tempatku yukk...kamu pasti suka deh! Di sana ramai dan banyak teman.”

Bening mengajak Shifa. Dalam hati Shifa merasa heran. “Apa yang di maksud Bening kalau di rumahnya ramai dan banyak teman. Apakah saudara Bening banyak?” Tanya Shifa dalam hati. Dia merasa penasaran dan meng iyakan ajakan Bening. Lagian memang dia sebenarnya tak punya tujuan pasti. Yang penting bisa keluar dari rumah.

“ Iya, Bening...aku mau ikut kamu.” Kata Shifa yang di sambut Bening dengan gembira. Mereka berdua berjalan masuk ke dalam gang. Shifa masih penasaran.

Pas di depan sebuah rumah yang lumayan besar. Tapi di depannya terdapat plang yang bertuliskan “Panti Asuhan Kasih Bunda” Bening mengajak Shifa masuk. Mereka di sambut oleh seorang Ibu yang begitu lembut. Bening memanggilnya Umi.

“ Maaf Umi, Bening agak lama...Kenalkan Umi ini Shifa teman sekelas Bening.” Bening mengenalkan Shifa. Umi memeluk pundak Bening dan Shifa dan mengajak mereka masuk ke dalam. Tampak di dalam ada beberapa anak yang sebaya mereka, dan ada juga yang masih kecil. Terlihat di belakang ada kamar yang di dalamnya ada beberapa tempat tidur.

Bening segera memanggil “saudara-saudaranya” dan mengenalkannya pada Shifa.

“Shifa kenalkan mereka ini adalah saudara-saudaraku, benarkan tadi yang aku katakan di sini rame dan banyak teman?” Bening tersenyum melihat Shifa yang masih tampak bingung.

“ Jadi,kamu...?” Shifa tidak melanjutkan ucapannya.

“ Iya, Shifa...kami semua di sini adalah yatim piatu, kami tidak pernah tau siapa orang tua kami.” Bening menatap Shifa dan dia melanjutkan ceritanya. “ Kamu beruntung Shifa, masih punya orang tua yang lengkap dan mendapatkan kasih sayang yang utuh dari mereka.”

Bening tersenyum.

Shifa hanya terdiam. Dalam perasaannya ada rasa yang bergejolak. Dia sama sekali tidak menyangka kalau Bening tinggal di Panti. Dia tidak pernah tau orang tua kandungnya. Tak pernah merasakan kasih sayang dari orang yang melahirkannya.

Tapi Bening selalu terlihat bahagia. Dia selalu ceria.

Air mata Shifa menetes. Dia merasa berdosa pada Ibu dan Bapaknya. Betapa selama ini dia sudah menyakiti hati mereka dengan ucapan dan tingkah lakunya.

Shifa ingin pulang! Melihat Shifa menangis. Bening menghampirinya.

“ Kenapa Shifa? Apa yang membuatmu sedih? Jangan menangis....kami disini selalu membuat suasana selalu bahagia. Kami selalu saling menguatkan. Ada apa? Cerita ya...” Bening menatapnya lembut.

Shifa hanya diam. Dia tidak mungkin menceritakannya ulahnya pada Bening. Shifa merasa sangat malu. Yang dia inginkan sekarang adalah pulang dan minta maaf pada ibu dan ayahnya

“ Maaf, Bening aku mau pulang...” Katanya lirih. Kini dia baru merasakan betapa beruntungnya dia yang masih memiliki kasih sayang yang utuh dari orang-orang yang menyayanginya.

“ Iya, Shifa...nanti main lagi ya.” Kata Bening sambil mengantar Shifa menemui Umi untuk pamit.

“ Umi...Shifa pulang dulu.” Shifa menyalami Umi. “Iya, Sayang ...hati- hati ya.” Mereka beriringan mengantar Shifa sampai di depan.

Sepanjang jalan, Shifa merasa menyesal sudah membentak dan selalu berkata kasar pada kedua orang tuanya. Mereka sudah bersusah payah mencari rezeki untuk mencukupi kebutuhannya. Tapi dia tidak pernah mensyukurinya.

Saat sampai di rumah, Shifa segera mencari Ibunya di dapur. Dilihatnya Ibu sedang membuat adonan kue. Segera di dekatinya dan di peluknya dari belakang. Ibunya kaget.

Shifa menangis. “Maafkan Shifa, Bu....” dia memeluk erat Ibunya. “ Iya, Sayang...Ibu selalu memaafkan Shifa...” Ibu tersenyum lembut sambil menyeka air mata Shifa.


Referensi : Kisah Penyesalan