Perilaku yang diibaratkan memakan bangkai saudara sendiri sesuai Surah Al-Hujurat. Islam melarang umatnya untuk berprasangka buruk dan ghibah atau bergunjing. Larangan itu salah satunya disebutkan dalam firman Allah SWT di Surat Al Hujarat ayat 12. Surat Al Hujurat terdiri dari 18 ayat, merupakan surat ke-49 dan tergolong surat Madaniyah.
Surat Al Hujurat turun sesudah Rasulullah hijrah ke Madinah, tepatnya tahun 9 hijriah. Al Hujurat (الحجرات) yang menjadi nama surat ini diambil dari ayat 4. Arti Al Hujurat sendiri adalah kamar-kamar, yakni kamar-kamar tempat kediaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan istri-istri beliau.
Berikut bunyi tasfiran surat Al Hujurat ayat 12 yang bisa diterapkan sebagai pedoman kehidupan sehari-hari.
يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوا اجۡتَنِبُوۡا كَثِيۡرًا مِّنَ الظَّنِّ اِنَّ بَعۡضَ الظَّنِّ اِثۡمٌۖ وَّلَا تَجَسَّسُوۡا وَلَا يَغۡتَبْ بَّعۡضُكُمۡ بَعۡضًا ؕ اَ
يُحِبُّ اَحَدُكُمۡ اَنۡ يَّاۡكُلَ لَحۡمَ اَخِيۡهِ مَيۡتًا فَكَرِهۡتُمُوۡهُ ؕ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ؕ اِنَّ اللّٰهَ تَوَّابٌ رَّحِيۡمٌ
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang.
Bacaan Surat dalam Alquran. Foto: Unsplash
Tafsir Surat Al Hujurat Ayat 12
Poin pertama dari Surat Al Hujurat ayat 12, Allah SWT memerintahkan orang beriman untuk menjauhi prasangka buruk.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. (QS. Al Hujurat: 12)
Kata ijtanibuu (إجتنبوا) berasal dari kata janb (جنب) yang artinya adalah samping. Mengesampingkan sesuatu berarti menjauhkan dari jangkauan tangan. Penambahan huruf ta’ (ت) berfungsi penekanan sehingga artinya bersungguh-sungguhlah menjauhi.
Kedua, kata katsiran (كثيرا) artinya adalah banyak. Berikutnya, kata dhan (ظن) artinya adalah dugaan. Namun dalam ayat ini, dhan yang dilarang dan menjadi dosa adalah dugaan buruk.
Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan, melalui surat Al Hujurat ayat 12 ini, Allah melarang hamba-hambaNya yang beriman untuk berprasangka buruk. Yakni mencurigai orang lain dengan tuduhan buruk yang tidak berdasar. Karena sebagian dugaan itu adalah murni dosa, maka harus dijauhi.
2. Jangan Memata-matai dan Mencari-cari Keburukan
Poin kedua dari Surat Al Hujurat ayat 12, Allah melarang memata-matai dan mencari-cari keburukan orang lain.
..Dan janganlah mencari-cari keburukan orang.. (QS. Al Hujurat: 12)
Kata tajassasuu (تجسسوا) berasal dari kata jassa (جس), yaitu upaya mencari tahu dengan cara tersembunyi. Dari kata itu pula, mata-mata disebut jaasus (جاسوس).
Dalam Tafsir Fi Zilalil Quran, tajassus kadang-kadang merupakan kegiatan yang mengiringi dugaan dan kadang-kadang sebagai kegiatan awal untuk menyingkap aib dan mengetahui keburukan seseorang. Alquran memberantas praktik yang hina ini dari segi akhlak, guna membersihkan kalbu dari kecenderungan yang buruk seperti mengungkap aib dan keburukan orang lain.
Poin ketiga dari Surat Al Hujurat ayat 12, Allah melarang ghibah. Ghibah adalah membicarakan sesuatu tentang orang yang tidak hadir yang jika orang tersebut mengetahuinya maka dia tidak suka.
Ghibah diibaratkan makan bangkai saudaranya. Di masa Rasulullah, kadang bau busuk ghibah benar-benar tercium. Imam Ahmad meriwayatkan, ketika Jabir bin Abdullah dan sejumlah sahabat bersama Rasulullah, terciumlah bau bangkai yang sangat busuk. Maka Rasulullah bersabda:
أَتَدْرُونَ مَا هَذِهِ الرِّيحُ هَذِهِ رِيحُ الَّذِينَ يَغْتَابُونَ الْمُؤْمِنِينَ
“Tahukah kalian, bau apakah ini? Ini adalah bau orang-orang yang suka menggunjing orang lain.” (HR. Ahmad).
Tafsir Surah Al-Hujurat Ayat 12: Jangan Suuzan dan Suka Menggunjing Orang Lain. mungkin sering tidak kita sadari telah membicarakan keburukan orang lain (gibah) misalnya saat sedang nongkrong bersama teman-teman kita. Padahal dalam Islam, gibah sangat dilarang karena perbuatan ini diibaratkan sedang memakan bangkai saudaranya sendiri.
Surah Al-Hujurat ayat 12 berikut ini patut kita renungkan bersama agar selalu berhati-hati dalam berbicara.
Yaa ayyuhalladziina aamanujtanibuu katsiiram minadh-dhanni inna ba'dadh-dhanni itsmuw wa laa tajassasuu wa laa yaghtab ba'dzukum ba'dzaa, a yuhibbu ahadukum ay ya'kula lahma akhiihi maitan fa karihtumuuh, wattaqullaah, innallaaha tawwaabur rahiim
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang." (QS. Al-Hujurat: 12).
Dari ayat di atas, Sayyid Qutb dalam Tafsir Fi Zilalil Quran menerangkan bahwa suatu hal yang mengiringi dugaan merupakan awal mula seseorang untuk membongkar aib dan mengetahui keburukan saudaranya sendiri. Perilaku buruk ini berdasarkan ayat di atas jelas sangat dilarang dan harus kita jauhi.
Sementara itu Ibnu Katsir dalam Tafsir Al Qur’anil ‘Adhim juga menjabarkan ayat di atas. Menurutnya, dengan tegas Allah melarang seluruh hamba-Nya yang beriman agar menjauhi prasangka buruk (suuzan).
Mencurigai perilaku orang lain dengan tuduhan yang tidak benar dan tidak berdasar adalah murni perbuatan dosa.
Membicarakan keburukan orang lain (gibah) dalam ayat tersebut juga diibaratkan sedang memakan bangkai saudaranya sendiri. Bisa dibayangkan perbuatan memakan bangkai tentu sesuatu yang sangat hina bagi kita manusia.
Di sisi lain, Allah melalui ayat ini memerintahkan kepada manusia untuk selalu beriman dan bertakwa.
Adapun ketika sudah beriman tetapi masih tidak sengaja melakukan hal-hal dosa tadi (suuzan dan gibah) maka kita dianjurkan untuk segera bertaubat kepada-Nya. Sebab, Allah Swt adalah Zat yang Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.
Meski demikian, bukan berarti kita lantas menyepelekan hukuman Allah mentang-mentang Dia Maha Pengampun. Kita wajib hukumnya untuk selalu berusaha meninggalkan apa yang dilarang-Nya, jangan sampai Allah ta'ala murka.