Sifat seorang mukmin adalah selalu merasa takut akan siksa Allah Swt. Sedangkan sifat ahli maksiat adalah selalu merasa aman dari murka Allah Swt sehingga begitu entengnya ia bermaksiat. Bahkan ia pun enggan bertaubat karena merasa Allah Swt itu Maha Pengampun. Padahal ini sifat yang keliru. Seharusnya yang dikedepankan dalam hal maksiat adalah sifat takut, bukan sifat harap.
“Tiada yang merasa aman dari azab Allah kecuali orang-orang yang merugi” , maksudnya 'maka sesungguhnya, orang yang merasa aman dari makar Allah Swt adalah orang yang tidak membenarkan adanya balasan atas amalan yang telah dikerjakan. Dia juga tidak beriman dengan penuh kesungguhan kepada para rasul.
Yang dimaksud dengan makar Allah Swtdi sini adalah bencana atau azab. Yaitu apakah mereka merasa aman dari azab Allah Swt di saat mereka lalai, Tiada yang merasa aman kecuali orang-orang yang merugi. Al Hasan Al Bashri mengatakan,yang artinya sbb ini :
“Seorang mukmin beramal taat dan ia dalam keadaan takut (akan siksa Allah). Sedangkan ahli maksiat melakukan maksiat dan selalu merasa aman (dari murka Allah).”
Merasa aman sehingga begitu senangnya ketika bermaksiat adalah termasuk dosa besar. Dalam hadits yang disebutkan oleh ‘Abdur Razaq dalam Mushonnafnya, “Dari Ibnu Mas’ud, ia berkata bahwa di antara dosa besar yang terbesar adalah berbuat syirik pada Allah, merasa aman dari murka Allah dan merasa putus asa dan putus harapan dari ampunan Allah.” (HR. Abdurrozaq). Dalam hadits ini ditunjukkan dua sifat yang termasuk dosa besar yaitu merasa aman dari siksa Allah Swt dan putus asa dari rahmat Allah Swt. Dan inilah akibat buruk bagi yang punya sifat demikian.
Sikap Pertengahan Sikap yang lebih baik adalah sikap pertengahan, yaitu tidak begitu mendominankan rasa harap (roja’), begitu pula tidak mengunggulkan rasa takut (khouf). Seharusnya pertengahan di antara keduanya. Jadi jika ia memiliki rasa takut, janganlah membuatnya sampai berputus asa. Jika ia memiliki rasa harap, janganlah sampai ia menganggap remeh murka Allah Swt. (Lihat Mulakkhos fii Syarh Kitab Tauhid, Syaikh Sholih Al Fauzan, hal. 276)
Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah menjelaskan bahwa ayat di atas (yang kita kaji saat ini) menunjukkan bahwa seorang hamba hendaknya tidak merasa aman dengan iman yang ia miliki. Bahkan seharusnya ia selalu merasa takut akan kecacatan imannya nanti. Sehingga itu membuatnya selalu berdo’a pada Allah Swt,
“Yaa muqollibal qulub, tsabbit qolbiy ‘alaa diinik” (Wahai Yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku dalam agama-Mu), yaitu supaya ia dikokohkan dan tidak terjerumus dalam kerusakan. Karena siapa pun hamba bagaimana pun keadaanya, maka ia tidak bisa yakin bisa selamat. Demikian disebutkan oleh Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di dalam Taisir Karimir Rahman ketika menjelaskan ayat yang sedang kita kaji.
Referensi sbb ini :