Kamis, 21 Juli 2022

Cemas Saat Berpisah yang Sering Dialami Anak (Separation Anxiety Disorder)

Pernahkah Anda meninggalkan anak hanya beberapa saat ke dapur atau kamar mandi, tapi anak sudah menangis kencang? Hal ini sebenarnya sangat wajar terjadi, khususnya pada bayi atau balita. Namun, pada tingkatan yang sudah parah, kondisi ini dikenal sebagai separation anxiety disorder. Simak penjelasan mengenai kondisi tersebut di bawah ini.

Separation anxiety disorder (SAD) adalah salah satu gangguan kecemasan yang umumnya terjadi pada anak-anak. Sebenarnya, wajar jika anak merasa sedih saat harus berpisah dengan orangtua, khususnya saat masih bayi atau balita.

Namun, seiring berjalannya waktu, sebagian besar anak sudah mulai terbiasa jika harus berpisah dengan orangtua dan bisa menyesuaikan diri dengan kondisi. Biasanya, kondisi ini sudah tidak lagi terjadi saat anak memasuki usia tiga tahun.

Oleh sebab itu, jika sudah berusia tiga tahun atau lebih dan anak masih merasa sedih hingga menangis meraung-raung setiap kali harus berpisah dengan orangtua, mungkin ia mengalami separation anxiety disorder.

Jenis gangguan kecemasan yang satu ini ditandai dengan anak yang cemas, gelisah, hingga merasa sedih dan menangis jika harus berpisah dengan orangtuanya. Bahkan, kondisi ini bisa mengganggu aktivitasnya di sekolah dan berbagai aktivitas sehari-hari lainnya. Anak juga berpotensi mengalami serangan panik akibat SAD.

Meski sering kali terjadi pada anak-anak, bukan berarti remaja dan orang dewasa tidak bisa mengalaminya. Maka itu, segera periksakan kondisi kesehatan ke dokter jika mengalami beberapa gejala dari separation anxiety disorder.

Gejala separation anxiety disorder yang sering muncul

Saat mengalami SAD, anak biasanya merasakan kecemasan yang berlebihan jika harus berpisah dengan orangtua atau pengasuh yang sangat dekat dengannya. Meski kondisi ini mungkin tergolong wajar pada bayi dan balita, bukan berarti kondisi ini harus dibiarkan begitu saja.

Oleh karena itu, ada beberapa gejala SAD pada anak yang mungkin perlu Anda perhatikan agar bisa lebih waspada, seperti:

  1. Tidak bisa berpisah dengan orangtua dan selalu menangis jika ditinggal pergi.
  2. Takut dan khawatir akan ada hal buruk yang akan terjadi pada anggota keluarganya jika berpisah.
  3. Selain menangis, anak mungkin akan marah dan tantrum setiap berpisah dengan orangtua.
  4. Selalu ingin tahu ke mana orangtuanya akan pergi, dan selalu menelpon dan mengirim pesan singkat setiap berpisah.
  5. Ikut ke mana pun salah satu orangtuanya pergi, meski sama-sama berada di dalam rumah.
  6. Sering mengalami mimpi buruk yang berkaitan dengan hal buruk yang terjadi pada keluarga.
  7. Muncul gejala fisik seperti sakit perut, sakit kepala, hingga pusing.
  8. Sering bolos sekolah dan tidak mau diajak bermain dengan teman.

Apa penyebab dari separation anxiety disorder?

Ada beberapa hal yang mungkin menjadi penyebab terjadinya separation anxiety disorder pada anak seperti berikut:

1. Perubahan pada lingkungan di sekitarnya

Saat Anda membawa anak pindah ke rumah yang baru atau memindahkannya ke sekolah lain yang baru, anak mungkin merasa tidak familiar dengan suasana dan lingkungannya. Hal ini bisa memicu timbulnya SAD.

2. Stres akibat kondisi tertentu

Pada kondisi-kondisi tertentu, anak juga bisa merasa stres dan tertekan. Sebagai contoh, saat anak harus mengikuti Anda sekeluarga pindah keluar kota sehingga ia harus pindah sekolah. Selain itu, perceraian orangtua atau anggota keluarga terdekat yang meninggal dunia juga bisa menyebabkan stres pada anak, sehingga memicu terjadinya separation anxiety disorder.

3. Orangtua yang terlalu protektif

Sebagai orangtua, Anda tentu ingin melindungi dan mengawasi anak 24 jam dalam sehari. Namun, sikap overprotektif seperti ini bisa memengaruhi rasa cemas dan takut berlebihan yang dirasakannya. Ya, saat terlalu khawatir berlebihan padanya, anak juga bisa merasakan hal yang sama saat harus berpisah dengan Anda.

Bagaimana cara mengatasi separation anxiety disorder? Jangan khawatir, karena ternyata ini masih bisa diatasi, baik dengan bantuan dokter atau ahli terapi, maupun dengan bantuan Anda sebagai orangtua. Berikut adalah beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mengatasi separation anxiety disorder:

1. Mendengarkan dan membicarakan rasa takut yang dialami anak

Sebagai orangtua, Anda perlu menjadi pendengar yang baik untuk anak. Sebaiknya, hindari untuk meremehkan perasaan takutnya, dan alih-alih menghargai perasaan tersebut. Dengan begitu, anak akan merasa dihargai dan didengarkan. Hal tersebut bisa membantu memberikan dukungan emosional untuk sang anak.

Selain itu, cobalah untuk mengajak anak berdiskusi mengenai perasaan takut yang mereka miliki. Jadilah orangtua dengan perasaan empati terhadap anak sehingga anak tidak merasa sendiri dalam kondisi yang tidak menyenangkan baginya.

2. Mengantisipasi masalah yang muncul saat terpaksa berpisah dengan anak

Setelah beberapa kali menghadapi anak saat mengalami separation anxiety disorder, cobalah untuk mengantisipasi permasalahan yang mungkin muncul.

Sebagai contoh, saat hendak mengantarkan anak ke sekolah yang baru. Di antara Anda dan pasangan, dengan siapa anak merasa lebih mudah untuk mengalami perpisahan? Jika anak lebih susah berpisah dengan Anda, mintalah pasangan untuk mengantarkannya ke sekolah.

Selain itu, menurut HelpGuide, anak akan lebih tenang jika orangtua yang hendak berpisah dengannya juga tenang. Maka itu, hindari menangis atau terlihat sedih dan khawatir saat harus berpisah dengan anak.

3. Melakukan terapi psikologi (psikoterapi)

Kondisi ini bisa diatasi dengan menjalani terapi psikologi. Terkadang, terapi ini juga didampingi dengan penggunaan obat-obatan antidepresan seperti selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs). Tujuan dari terapi ini adalah mengurangi gejala yang muncul saat anak mengalami SAD.

Salah satu jenis psikoterapi yang bisa dipilih adalah terapi kognitif dan perilaku (cognitive behavioral therapy). Saat menjalani terapi ini, anak bisa belajar bagaimana menghadapi dan mengelola rasa takut tentang perpisahan atau ketidakpastian.

Tak hanya itu, orangtua yang mendampingi dalam proses terapi juga bisa belajar bagaimana memberikan dukungan emosional pada anak secara efektif, sekaligus mendorong anak agar bisa lebih mandiri sesuai dengan usianya.

Referensi sebagai berikut ini ;