Secara tegas, Allah SWT menyatakan larangan memakan harta dengan cara batil (QS al-Baqarah 2: 188). Demikian pula Rasulullah SAW telah memperingatkan kepada umatnya tentang bahaya dan maraknya dosa korupsi sejak lima belas abad yang lalu.
Dalam sebuah riwayat yang dinilai valid, Nabi SAW bersabda, "Sungguh akan datang kepada manusia suatu zaman, yang saat itu seseorang tidak peduli lagi dari mana dia mendapatkan harta, apakah dari jalan halal atau jalan haram." (HR Bukhari).
Patut disadari, harta yang diperoleh dengan cara yang halal saja akan menyebabkan siksa keras jika pemiliknya tidak menginfakkannya di jalan Allah Swt. Harta yang diperolehnya itu semata-mata dikumpulkan dan disimpan hanya untuk bermegah-megahan saja. Menuruti nafsu mencapai kesenangan duniawi. Sementara kewajiban menunaikan infak, zakat, sedekah, dan wakaf sama sekali ditinggalkan.
Dalam Alquran, ancaman bagi orang seperti itu adalah neraka jahanam (QS At-Taubah 9: 34-35). Jadi, harta yang didapatkan dengan cara halal, tapi tidak digunakan di jalan Allah, ancaman siksaannya begitu dahsyat dan pedih. Apalagi, jika harta itu diperoleh dengan cara batil dan haram, seperti korupsi, merampok, riba, suap, dan lain-lain.
Dalam kitab Hudud, orang yang mencuri tameng seharga tiga dirham saja, hukumannya potong tangan. Demikian juga bagi pencuri sebutir telur dan seutas tali, selain dipotong tangannya, ia juga mendapat laknat dari Allah SWT. (HR Bukhari dan Muslim).
Bagaimana dengan korupsi hingga jutaan, miliaran, dan triliunan rupiah, tentu saja hukuman berupa potong tangan itu lebih layak diterimanya. Sehingga tidaklah aneh, jika belakangan ini muncul pula usulan hukuman mati bagi para koruptor itu.
Dari Jabir bin Abdillah RA, Rasulullah SAW bersabda: "Wahai Ka’ab bin 'Ujrah, sesungguhnya tidak akan masuk surga daging yang tumbuh dari makanan haram." (HR Ibn Hibban).
Berdasarkan keterangan nash tersebut, mengambil dan memakan harta dengan cara batil seperti korupsi adalah dosa besar. Pelakunya layak dilemparkan ke neraka jahanam dan tidak akan masuk surga. Kecuali kalau dirinya segera bertobat, beristighfar, beriman dan beramal baik. Selain itu, ia pun benar-benar menyesali perbuatannya dan berazam untuk tidak melakukannya kembali.
Azab bagi pelaku korupsi tidak hanya di akhirat, di dunia saja akan merasakan kehinaan dan penderitaan hidup. Harta yang tadinya melimpah itu perlahan-lahan berkurang, bahkan habis tidak tersisa karena terkuras untuk biaya pengobatan penyakit yang dideritanya.
Dan boleh jadi, dalam waktu yang singkat hidupnya menjadi melarat. Sebab, harta hasil korupsinya itu disita negara. Selain itu, harus menanggung hukuman sosial.
Semoga kita diberikan kekuatan untuk tetap mengikuti kebenaran serta istiqamah melaksanakan amal perbuatan yang Allah Swt ridhai.
Referensi sebagai berikut ini ;