Harta yang Bercampur Halal dan Haram, Dalam hadits Abu Hurairah disebutkan bahwa kita diperintahkan untuk mengonsumsi dan menggunakan harta yang halal. Itulah yang Allah terima. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya sebagai berikut ini ;
“Sesungguhnya Allah itu thoyyib (baik). Allah Swt tidak akan menerima sesuatu melainkan dari yang thoyyib (halal).” (HR. Muslim no. 1015)
Mengenai hukum menggunakan harta yang bercampur antara halal dan haram sudah dikemukakan jawabannya oleh Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah berikut ini.
1. Jika yang bercampur kebanyakannya itu haram
Untuk harta yang bercampur antara halal dan haram jika yang haram lebih banyak, Imam Ahmad berpendapat bahwa sudah sepantasnya harta tersebut dijauhi kecuali sesuatu yang sedikit atau sesuatu yang sulit dikenali.
Namun para ulama Hambali berselisih pendapat, apakah menggunakannya dihukumi haram ataukah makruh. Ada dua pendapat dalam masalah ini.
2. Jika yang bercampur kebanyakannya itu halal
Untuk harta yang kebanyakannya itu halal, maka boleh digunakan dan boleh makan dari harta semacam itu. Ada riwayat dari Al Harits dari ‘Ali yang mendukung hal ini. Alasan masih dibolehkannya karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dahulu dan para sahabat biasa bermuamalah dengan orang musyrik dan ahli kitab. Padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat tahu kalau mereka tidak menjauhi yang haram seluruhnya.
3. Jika samar bagian antara harta halal dan haram.
Jika sama bagian yang halal dan haram, maka itu jadi syubhat. Untuk wara’ atau kehati-hatian lebih baik ditinggalkan. Sufyan berkata, “Aku tidak kagum dengan harta semacam itu. Yang kukagumi adalah meninggalkan harta semacam itu.”
Imam Ahmad punya pendapat untuk harta semacam ini, beliau mengatakan, “Jika harta yang haram itu banyak, harta tersebut dikeluarkan sesuai kadarnya dan sisanya boleh dimanfaatkan. Adapun jika harta tersebut sedikit, maka dijauhi seluruhnya. Karena kalau yang sedikit ini dihindari akan selamat dari yang haram, beda jika harta tersebut banyak.”
Sebagian ulama Hambali menganggap sikap Imam Ahmad di atas adalah dalam rangka untuk wara’ atau bersikap hati-hati terhadap yang haram. Tetap saja masih boleh memanfaatkan sisa harta yang halal baik harta tersebut jumlahnya banyak atau sedikit setelah bagian yang haram itu dikeluarkan. Namun jika suatu harta jelas diketahui sisi haramnya, yang haram tersebut jelas tidak boleh dimanfaatkan.
Referensi Sebagai berikut ini ;