Ketika seseorang menerima takdir yang menimpa dirinya, menerima ketentuan Allah SWT atas dirinya, ridho kepada qodho dan qodar Allah SWT, maka ia akan ikhlas dan rela menerima apapun yang diputuskan Allah SWT kepada dirinya tanpa syarat, dan menganggapnya sebagai sesuatu kebaikan atau cobaan yang perlu dihadapinya. Ridho merupakan buah dari cinta seorang mukmin kepada Allah. Seseorang yang mencintai seseorang akan menerima semua keinginan dan tuntutan dari yang dicintainya. Keinginan dan tuntutan Allah SWT terdapat dalam Al Qur’an.
Kehendak Allah kepada kita merupakan kejadian yang telah berlangsung, tidak dapat dihindarkan, dan tidak diketahui sebelumnya. Semua kebaikan dan keburukan dari apa yang menimpa kita, semua dari sisi Allah.Tak ada seorangpun yang dapat menghindari dari rahmatNya dan kecelakaan yang ditimpakanNya kepada seseorang.
Setelah penciptaan fisik seorang manusia dalam rahim ibunya selama 120 hari, Allah SWT mengutus malaikat untuk meniupkan ruh kepadanya dan menyampaikan empat perkara: 1. rezekinya, 2. ajalnya, 3. amal 4. perbuatannya, dan akan menjadi sengsara atau bahagia. Rasulullah SAW mengingatkan bahwa amal perbuatan seseorang selama hidupnya tidak menjamin keadaannya di akhir hidupnya. Semua tergantung pada kehendak Allah SWT. Ada seseorang yang selama hidupnya senantiasa beramal baik dengan amalan penghuni surga, hingga jaraknya tinggal sehasta, namun takdir Allah mendahuluinya, lalu ia melakukan amalan penghuni neraka, hingga masuklah dia ke dalam neraka. Sebaliknya ada seseorang yang selama hidupnya senantiasa beramal dengan amalan neraka, hingga jaraknya tinggal sehasta, namun takdir Allah SWT mendahuluinya, lalu ia melakukan amalan penghuni surga, hingga dia pun masuk ke dalamnya. (diwiwayatkan oleh HR Bukhari Muslim).
Takdir merupakan pertemuan antara ikhtiar atau usaha manusia dengan kehendak Allah SWT. Hidup merupakan rangkaian usaha demi usaha, sambungan ikhtiar demi ikhtiar. Namun ujung dari usaha dan puncak ikhtiar tidak selalu berhubungan langsung dengan kesuksesan dan keberhasilan. Ada simpul lain yang menghubungkan dengan keberhasilan, yaitu kehendak Allah SWT. Simpul yang tidak diketahui oleh manusia, yang gelap bagi kita semua. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahuinya (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok/lusa/masa depan (QS. Luqman:34).
Pada setiap usaha yang kita lakukan, kita harus melakukan segala sesuatu dengan baik, profesional, tertib, dan penuh semangat. Pada wilayah yang gelap gulita, usaha kita adalah: berdoa, berharap, dan bertawakal kepada Allah SWT. Dalam setiap ikhtiar yang kita usahakan, harus kita tutup kalkulasi optimisme dengan kata ’semoga’ atau ’mudah-mudahan' atau 'InsyaAllah'.
Boleh jadi, takdir yang menimpa diri kita adalah buah dari pohon-pohon dosa kita. Dosa-dosa kecil bahkan dosa-dosa besar yang kita abaikan dari mohon ampunan Allah SWT yang kita semai dan kita tumbuh suburkan, akan menghasilkan buah yang akan kita petik hasilnya. Jika musibah datang beruntun, kegagalan terus menghantui kita, sudah saatnya kita berkaca dan mengoreksi diri/introspeksi diri kita. Kotoran atau coreng-moreng apa yang telah menodai perjalanan hidup kita. Dosa apa yang telah kita lakukan sehingga menghalangi kita mencapai kesuksesan, gagal mencapai kebaghagian, ketenagan jiwa, ketenangan hidup kita. Setelah itu hapuslah kotoran dan coreng-moreng itu dengan taubat dan istighfar.
Ada korelasi yang kuat antara taubat dan istighfar dengan kemudahan hidup. Nabi Nuh AS mengajarkan kepada umatnya : ”Mohon ampunlah kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun. Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat. Dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun, dan mengadakan pula di dalamnya sungai-sungai” (QS. Nuh:10-12).
Ibnu Qoyyim menasihati dan berkata : Jika engkau dalam kenikmatan, peliharalah kenikmatan tersebut. Sesungguhnya kemaksiatan bisa menghilangkan kenikmatan, dan ikatlah kenikmatan dengan taat kepada Tuhanmu, karena Tuhanmu Maha Cepat pembalasanNya.
Kenikmatan yang hilang dan berubah menjadi kegagalan merupakan ’buah karya kita sendiri/buah tangkan kita sendiri ”Dan apa saja musibah yang menimpa kamu, adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri.” (QS Asy-syuro:30).
Boleh jadi, takdir yang menimpa diri kita adalah cara terbaik untuk meringankan dosa di hari kiamat. Ketika Rasulullah SAW sakit menjelang wafatnya, beliau bersabda ”Tidaklah seorang muslim ditimpa suatu rasa sakit dengan duri atau apa saja, kecuali Allah SWT menggugurkan dosa-dosanya seperti pohon yang menggugurkan daun-daunnya.”(HR Bukhari). Di antara rahmat dan kasih sayang Allah SWT kepada mukmin adalah dikuranginya dosa mereka di dunia. Musibah, bencana, dan kegagalan yang menimpa, bagaikan air yang menyiram dan mematikan api dosa. Hingga bisa jadi orang yang dosanya banyak, setelah diuji dengan musibah dia tetap beriman, ia akan menghadap Allah SWT kelak dengan beban dosa yang ringan atau tanpa dosa. Sehingga selipkanlah rasa syukur dan tumbuhkan kesabaran atas setiap takdir yang menimpa diri kita, terutama yang berupa musibah. Semoga musibah itu adalah cara Allah SWT untuk meringankan dosa kita yang sudah menumpuk dalam catatan amal hidup kita selama hidup.
Boleh jadi, takdir yang menimpa diri kita adalah harga wajib untuk mencapai kesuksesan lain. Ketika di awal usaha kita, kita tidak mendapatkan hasil yang kita inginkan, bahkan gagal mendapatkannya, bisa jadi Allah SWT punya rencana bagi kita untuk memilih usaha lain yang akan mendatangkan hasil yang lebih baik. Kegagalan merupakan langkah untuk mencapai kesuksesan, jika kita terus berusaha dan berdoa. Ketika seorang wanita belum mendapatkan jodohnya karena berbagai hambatan, boleh jadi Allah SWT telah menetapkan jodoh yang lebih baik untuk mendampinginya. Ketika seseorang terus ditolak ketika mencari lowongan pekerjaan, boleh jadi Allah SWT telah memilihkan pekerjaan yang lebih baik untuk dia.
Boleh jadi, takdir yang menimpa diri kita merupakan lampu kuning pengingat, agar kita lebih banyak berkaca diri. Mungkin sebelum musibah menimpa kita, kita sedang lupa dengan cermin tempat hati mengoreksi diri/bercermin diri. Apakah ada goresan-goresan atau titik-titik yang mengotori hati kita. Musibah, kegagalan, kesulitan hidup bisa menjadi pengingat bahwa kita harus banyak berkaca diri, mengoreksi diri bahwa dosa kita sudah cukup mengkhawatirkan sehingga Allah SWT memberi peringatan dan teguran kepada kita. Sebelum Allah SWT melanjutkan dengan siksa dan azabNya, segeralah bertaubat.
Sebelum kita melangkah mengambil sikap dan mengambil sebuah keputusan sebelum kita menentukan pilihan, mohonlah petunjuk kepada Allah SWT sebagai berikut ini :
Ya Allah, aku mohon pilihanMu menurut pengetahuanMu
dan aku mohon dengan kekuasaanMu, dan aku mohon karuniaMu yang Agung
Sesungguhnya Engkau-lah Yang Maha Kuasa dan aku tidak berkuasa
Engkau Yang Maha Mengetahui dan aku tidak mengetahui,
dan Engkau Maha Mengetahui yang ghaib
Ya Allah, apabila Engkau mengetahui bahwa urusanku ini baik bagiku, di dalam agamaku dan hidupku, serta baik akibatnya bagiku (di masa sekarang atau masa yang akan datang), maka kuasakanlah dan mudahkanlah urusan ini untukku, kemudian berkahilah untukku; dan apabila Engkau mengetahui bahwa urusan ini tidak baik bagiku, di dalam agamaku dan hidupku, serta akibatnya bagiku (di masa sekarang dan masa yang akan datang), maka jauhkanlah urusan ini dariku dan jauhkanlah aku dari urusan ini, dan tentukanlah yang baik untukku di manapun aku berada, kemudian ridhoilah aku dengan kebaikan itu.
Semoga kita selalu dalam lingkungan dan ridho Allah SWT, Amin