Dikisahkan dari Ibnu Umar bahwa suatu ketika Iblis datang kepada Nabi Musa AS. Ia berkata, "Wahai Musa, engkau telah dipilih Allah dengan risalah-Nya, dan Allah SWT telah berbicara padamu: "Wa kallamallahu Musa takliimaan". Aku ini makhluk Allah juga. Aku ingin bertaubat. Karena itu, mohonkanlah syafa'at untukku agar Allah mengampuniku".
Nabi Musa kemudian berdoa pada Allah SWT. Maka Allah berfirman, "Wahai Musa, Aku penuhi permintaanmu. Tapi, katakan pada Iblis agar dia bersujud pada kuburan Adan terlebih dahulu". Setelah itu, Musa memberitahukan apa yang difirmankan Allah SWT kepadanya. Bagaimana reaksi Iblis? Dia marah besar dan berkata, "Dulu, ketika Adam masih hidup, aku tidak mau bersujud kepadanya. Mana mungkin aku harus bersujud kepadanya setelah ia mati?" Karena sikapnya tersebut, Iblis tidak mendapatkan ampunan dari Allah SWT.
Setelah itu Iblis berkata pada Musa, "Musa aku berutang budi padamu. Engkau telah memintakan ampun pada Allah untukku. Sekarang aku akan memberikan nasihat padamu. Ingatlah aku dalam tiga keadaan, agar aku tidak membinasakanmu. Pertama, kalau engkau marah, ingatlah aku. Karena, saat engkau marah, ruhku berada dalam hatimu dan mataku berada dalam matamu. Kedua, ingatlah aku ketika engkau menghadapi peperangan. Aku datangi anak Adam. Aku ingatkan dia tentang anaknya, istrinya, dan keluarganya sehingga ia meninggalkan medan perang. Dan ketiga, hindarilah berduaan dengan seorang perempuan yang bukan mahram-mu. Ketahuilah, pada saat itu aku akan menjadi utusanmu untuknya, dan menjadi utusannya untukmu".
Dalam banyak riwayat terungkap bahwa zaman dulu, Iblis sering kali menemui orang-orang saleh, terutama para nabi, untuk berdialog dengan mereka. Dari pertemuan tersebut, sering kali terlontar "kata-kata hikmah" dari Iblis berkaitan dengan strateginya dalam menjerumuskan manusia. Untuk zaman sekarang, biasanya Iblis (di sini disebut setan sebagai penerusnya) tidak langsung berhadapan, tapi langsung masuk ke dalam diri kita.
Dari kisah tersebut, ada tiga keadaan yang membuat Iblis beserta bala tentaranya akan efektif menguasai manusia. Yaitu saat marah, saat berkecamuknya peperangan, dan saat berduaan dengan wanita yang bukan mahram (apalagi kalau kita suka padanya).
Hal ini sangat logis, karena dalam tiga situasi tersebut, kondisi psikologis seseorang sangat labil. Sehingga seseorang berpotensi untuk bertindak di luar kendali "akal sehatnya". Pada saat marah, setan akan membangkitkan nafsu amarah di dalam hati, hingga seluruh kejelekan bisa masuk ke dalam diri kita. "Marah adalah kunci dari segala keburukan dan kejahatan," demikian Imam Ja'far As Shiddiq mengungkapkan.
Sebuah riwayat menyebutkan pula bahwa Iblis datang menampakkan diri di hadapan seorang rahib. Sang rahib lalu bertanya, "Akhlak manusia yang mana yang banyak membantumu?". Iblis menjawab, "Marah. Sungguh, pada waktu marah, saya permainkan ia, bagaikan anak kecil membolak-balikan permainkan bola". Demikian berbahayanya amarah yang diperturutkan, hingga Rasul berpesan, "Hindarilah kemarahan, karena ia merupakan bara yang dinyalakan di dalam hati anak Adam".
Rasul pun menjanjikan derajat tinggi bagi mereka yang mampu mengendalikan marah, "Barang siapa menahan marah padahal ia sanggup untuk melampiaskannya, maka Allah akan memanggilnya di atas kepala para makhluk (pada Hari Kiamat), hingga ia menyuruhnya untuk memilih bidadari manapun yang dikehendakinya".
Selain marah, setan akan "habis-habisan" menggelincirkan manusia tatkala ia berada di tengah berkecamuk pertempuran. Betapa tidak, saat berperang di jalan Allah, seorang pejuang menginjakkan satu kakinya di syurga dan satunya lagi di neraka. Karena itu, hanya ada dua pilihan yang akan muncul dalam benak seseorang: bertarung habis-habisan atau melarikan diri. Dalam kondisi antara hidup dan mati seperti itu, setan akan menghembuskan sikap kepengecutan pada diri seseorang.
Sikap pengecut dengan melarikan diri dari peperangan, adalah sikap yang teramat hina dalam Islam. Rasulullah SAW memasukannya ke dalam satu dari tujuh perkara yang membinasakan. Beliau bersabda, "Jauhilah tujuh hal yang menghancurkan, yaitu: berbuat syirik kepada Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah SWT kecuali dengan alasan yang benar, memakan harta riba, memakan harta anak yatim, melarikan diri saat berkecamuknya perang melawan musuh, dan menuduh berbuat mesum atas wanita mukminah yang baik dan menjaga dirinya" (HR Bukhari Muslim).
Perangkap setan yang ketiga adalah nafsu syahwat kepada wanita. Saat kita berduaan dengan wanita yang bukan mahram, setan akan menjadi penghubung antara kita dengan "si dia". Walau mulut tak bicara, tapi setan akan menghubungkan hati keduanya, hingga lahir getaran-getaran. Dan, syahwat inilah yang terus dibangkitkan setan sampai manusia tergelincir.