Termasuk adab yang agung dalam berdoa dan salah satu sebab dikabulkannya doa adalah seorang hamba mendahulukan taubat dari seluruh dosa-dosanya sebelum menyampaikan permohonan lainnya dalam doa kepada Allah Ta’ala, ia mengakui dosa-dosanya dan keteledorannya, serta menyesali dosa dan kesalahannya, karena bertumpuknya dosa, serta banyaknya kemaksiatannya merupakan sebab tidak dikabulkannya doa.
Dinukil dari Siyar A’lamin Nubala`: 13/15[1] bahwa Yahya bin Mu’adz rahimahullah berkata:
“Janganlah engkau menganggap terlambat pengkabulan doa, padahal engkau telah menutup jalannya dengan dosa-dosa (mu)!”
Sebuah Hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:
ثم ذكر الرجل يطيل السفر ، أشعث أغبر ، يمدّ يديه إلى السماء : يا رب يا رب ، ومطعمه حرام ، ومشربه حرام ، وملبسه حرام ، وغُذّي بالحرام ، فأنّى يُستجاب له ؟
“Kemudian beliau (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam) menyebutkan seseorang yang lama berpergian jauh, acak-acakan rambutnya dan berdebu. Dia mengangkat kedua tangannya ke atas: ‘Ya Rabbi…Ya Rabbi…’, sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, badannya tumbuh dari yang haram, maka bagaimana doanya bisa terkabulkan?”. (HR. Muslim).
Imam Nawawi rahimahullah berkata :
“(Bahwa orang ini) lama bepergian dalam rangka beribadah kepada Allah, seperti haji, ziarah, bersilaturrahmi dan yang lainnya.”
Kalau seseorang safar yang lama dalam rangka melakukan ketaatan kepada Allah Ta’ala saja, lalu ia berdoa, namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menilai orang itu jauh dari terkabulkan doanya, bagaimana lagi dengan doa orang yang safar untuk tujuan bermaksiat?!
Oleh karena itu, maka barangsiapa yang ingin agar Allah mengabulkan doa dan merealisasikan harapannya, hendaklah ia bertaubat dengan taubat nasuha dari segala dosa-dosanya.
Allah Jalla wa ‘Ala tidak keberatan sama sekali mengampuni dosa-dosa orang yang dikehendaki-Nya dan tidak keberatan memberi kebutuhan orang yang memohon kepada-Nya bagi orang yang Allah kehendaki.
Dahulu para nabi dan rasul (utusan) Allah Ta’ala mendorong dan menyemangati umat mereka untuk bertaubat dan istigfar, serta menjelaskan kepada umat mereka bahwa hal itu termasuk sebab dikabulkannya doa, turunnya hujan, banyaknya kebaikan, tersebarnya keberkahan pada harta dan anak.
Allah Ta’ala berfirman tentang Nabi Nuh ‘alaihis salam bahwa beliau berkata kepada kaumnya:
فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارً
“(10) Maka aku katakan kepada mereka: ‘Mohonlah ampun kepada Tuhan kalian, -sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun-,”
يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا
“(11) Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepada kalian dengan lebat.”
Allah Ta’ala berfirman:
وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا
“(12) dan membanyakkan harta dan anak-anak kalian, dan mengadakan untuk kalian kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untuk kalian sungai-sungai.” (QS. Nuh: 10-12).