Meniru Cara Menasehati Anak Berdasarkan Al-Qur'an Surat Luqman. Al-Qur'an surat Luqman merupakan salah satu surat yang berisi nilai-nilai pelajaran untuk orang tua maupun anak. Dalam surat ini, terpetik pelajaran berharga tentang wasiat yang disampaikan oleh Luqman kepada anaknya. Dimana Allah Subhanahu wa Ta’ala menceritakan dialog antara Luqman dan putranya. Allah Ta'ala berfirman:
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ…
“Dan ingatlah ketika Luqman berkata ketika ia memberikan pelajaran kepada anaknya…” (QS. Luqman: 13)
Menurut Ustadz Abu Ihsan Al-Atsaary dalam kajian pembahasan 'Mencetak Generasi Rabbani' di kanal Rodja baru-baru ini, pesan dari ayat di atas adalah salah satu metode orang-orang shalih sebelum kita dan juga oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang memberikan nasihat secara khusus kepada anak-anak. Dimana Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan kepada Ibnu Abbas:
إِنّي أُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ
“Aku akan mengajarkan beberapa pelajaran.”
Dai yang rutin mengisi kajian parenting islami tentang anak ini menjelaskan, ketika berdialog dengan anak-anak, kita memang mengkhususkan satu pembicaraan itu sebagai sebuah nasihat dari orang tua kepada anak. Diperlukan perhatian dari orang tua kepada anaknya. Dan kata-kata ataupun kalimat yang memancing perhatiannya. Mengawali pembicaraan dengan sapaan atau seruan ini berfungsi untuk menarik perhatian ataupun meminta supaya memperhatikan apa yang dikatakan. Sehingga ayah berbicara dan anak mendengar/menyimak, tidak saling berbalas kata-kata. Luqman berkata:
يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ
“Wahai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah.” (QS. Luqman: 13).
Semua perkara dalam agama itu penting, tapi dari yang penting itu ada yang lebih penting. Sehingga kita harus bisa menentukan skala prioritas di dalam memberikan pelajaran kepada anak. Perkara yang terpenting di sini adalah perkara yang berkaitan dengan akidah tauhid. Karena ini merupakan sebab manusia itu diciptakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan sebagaimana kita sebutkan sebelumnya bahwa tugas terpenting orang tua adalah mengawal tauhid anaknya. Karena dia lahir dengan segel tauhid yang melekat pada dirinya. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ
“Setiap bayi lahir dengan membawa fitrahnya (tauhid).” (HR. Bukhari dan Muslim) Maka, di sini Luqman berpesan agar jangan melakukan syirik, baik itu syirik kecil apalagi syirik besar.
Luqman berkata: إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ “Sesungguhnya kesyirikan adalah benar-benar kezaliman yang besar” (QS. Luqman: 13)
Ustadz Abu Ihsan Al-Atsaary menjelaskan, terkadang dalam memberikan pelajaran kepada anak, tidak hanya perkara-perkara pokok tanpa menjelaskan alasan. Tapi kita perlu menjelaskan alasan. Misalnya mengapa dia harus sholat, mengapa tidak boleh berbohong, dan seterusnya. Seperti Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ketika melarang Al-Hasan kurma zakat, maka Nabi menjelaskan kepada Al-Hasan kenapa ia dilarang tidak boleh memakan kurma zakat. Yaitu karena beliau adalah cucu Nabi, maka tidak halal memakan harta zakat. Kadang-kadang orang tua bisa menyuruh, bisa memerintah, dan bisa melarang, tapi tidak bisa menjelaskan alasan. Maka dari itu orang tua tentunya harus membekali diri juga dengan pengetahuan.
Perintah atau larangan yang tidak disertai dengan alasan membuat anak justru penasaran. Akhirnya dia tetap melakukan itu hingga dia tahu kenapa dia diperintah atau dilarang. Banyak perintah dan larangan di dalam Al-Qur’an maupun hadis. Allah menjelaskan alasan kenapa manusia perlu sholat, Allah jelaskan keutamaan-keutamaan sholat.
إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ