Pertanyan : Seseorang setelah berbuat kesalahan kemudian dihukum penjara. Sekeluar dari penjara, dia melanjutkan hidupnya dengan sisa hasil kejahatannya dimasa lalu. Apakah ada keberkahan dalam hidupnya? atau selamanya apa yang dimakan dari hasil pengembangan usaha yang berasal dari uang tersebut adalah haram? (walau dia telah bertobat, tidak melakukan kejahatan lagi)
Jawaban : Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Setiap manusia pasti pernah berbuat khilaf, dosa, dan lalai. Tidak ada manusia yang terbebas dari segala dosa dan khilaf selain para nabi.
كل ابن آدم خطاء وخير الخطائين التوابون. رواه أحمد والترمذي وابن ماجة وصححه الحاكم
“Setiap anak Adam sering melakukan kesalahan, dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah orang yang bertaubat (kembali kepada kebenaran)” (HR Ahmad, At Tirmizy, Ibnu Majah, dan dishohihkan oleh Al Hakim)
Dan bahkan dunia ini diciptakan oleh Allah Ta’ala agar menjadi alam ujian, bukan alam pembalasan. Kita dicoba, apakah kita mampu menjadi hamba Allah Ta’ala yang senantiasa berbuat dan mengamalkan yang terbaik pada setiap keadaan.
Bila pada suatu saat kita berlaku dosa, berarti kita sedang dicoba apakah mampu bertindak dengan bijak, yaitu segera bertaubat dan mohon ampunan? Dan bila kita berbuat baik, berarti kita sedang dicoba, apakah dapat mensyukuri kenikmatan tersebut dan selanjutnya istiqamah padanya?
Bila kita dikaruniai harta kekayaan, berarti kita dicoba, apakah kita mensyukuri dan membelanjakannya pada jalan-jalan yang dibenarkan? Sebalik, bila kita ditimpa kemiskinan, berarti kita sedang diuji, apakah kita mampu bersabar, tabah dan tetap istiqamah dalam mengamalkan ketaatan kepada Allah? Demikianlah seterusnya….
وَجَعَلْنَا بَعْضَكُمْ لِبَعْضٍ فِتْنَةً أَتَصْبِرُونَ وَكَانَ رَبُّكَ بَصِيرًا
” Dan Kami jadikan sebagian dari kamu cobaan bagi sebagian yang lain. Maukah kamu bersabar? Dan adalah Tuhanmu Maha Melihat.” (Al Furqaan: 20)
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَنَبْلُوكُم بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
“Setiap jiwa pasti merasakan kematian, dan Kami menguji kalian dengan kejelekan dan kebaikan, sebagai cobaan. Dan hanya kepada Kami-lah kamu dikembalikan.” (Al Anbiya’ 35)
Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam bersabda tentang fenomena terjadinya perbuatan khilaf dan dosa:
وَالَّذِي نَفْسِي بيده لو لم تُذْنِبُوا لَذَهَبَ الله بِكُمْ وَلَجَاءَ بِقَوْمٍ يُذْنِبُونَ فَيَسْتَغْفِرُونَ اللَّهَ فَيَغْفِرُ لهم
“Sungguh demi Dzat Yang jiwaku berada di Tangan-Nya, andai kalian tidak pernah berbuat dosa, niscaya Allah akan membinasakan kalian, lalu Dia akan mendatang kan umat lainnya, yang mereka itu berbuat dosa lalu mereka beristighfar, dan Allahpun mengampuni mereka.” (Riwayat Muslim)
Singkat kata, perbuatan dosa pasti terjadi, kitapun pasti pernah melakukan kesalahan. Itu adalah hal yang wajar, dan lumrah, serta manusiawi, akan tetapi yang tidak wajar dan tidak manusiawi ialah orang yang berbuat dosa, akan tetapi ia tidak sudi untuk mengakui dosanya, dan bahkan melemparkannya kepada orang lain. Oleh karena itu, apapun dosa dan kekhilafan anda, maka peluang masih terbuka lebar-lebar untuk merubah lembaran hidup. Pintu kerahmatan dan ampunan Allah Ta’ala selalu terbuka dan tidak pernah di tutup dari anda.
Maka dari itu, tidak ada alasan untuk berkecil hati dan patah arang. Besarkanlah harapan anda, dan tataplah masa depan anda dengan penuh harapan dan perubahan menuju ke arah yang positif. Isilah hari-hari anda dengan amalan yang mencerminkan akan etikad baik dan taubat yang benar-benar tulus dari hati anda yang paling dalam. Tingkatkan amal shaleh anda, dan binalah keluarga anda agar menjadi keluarga yang beriman dan beramal shaleh, rajin shalat, puasa, zakat, banyak berdzikir dan beristighfar. Saudaraku! Simaklah petuah Nabi Muhammad shallallaahu alaihi wa sallam berikut:
.إن اللَّهَ يَقْبَلُ تَوْبَةَ الْعَبْدِ ما لم يُغَرْغِرْ. رواه أحمد وابن ماجة وغيرهما
“Sesungguhnya Allah akan senantiasa menerima taubat hamba-Nya, selama nyawa hamba itu belum sampai ke kerongkongannya.” (Riwayat Imam Ahmad, Ibnu Majah dan lainnya)
Pada hadits lain Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam menegaskan:
من تَابَ قبل ان تَطْلُعَ الشَّمْسُ من مَغْرِبِهَا تَابَ الله عليه. رواه مسلم
“Barang siapa yang bertaubat sebelum matahari terbit dari arah barat, niscaya Allah akan menerima taubatnya.” (Riwayat Muslim)
Saudaraku! Ketahuilah, bahwa para ulama’ kita telah menyatakan bahwa Allah Ta’ala mengampuni seluruh jenis dosa. Kitalah yang menjadikan dosa itu tidak diampuni Allah, dan kitalah yang kadang kala menolak ampunan Allah. Dengan tidak bertobat, dan berbangga-banga dengan perbuatan dosa itu, sehingga tanpa ada rasa malu kita malah menceritakan dosa itu ke orang lain, berarti kita telah menutup sendiri pintu taubat, dan menolak ampunan Allah.
كل أمتي معافى إلا المجاهرين وإن من المجاهرة أن يعمل الرجل عملا بالليل ثم يصبح وقد ستره الله . فيقول : يا فلان عملت البارحة كذا وكذا وقد بات يستره ربه ويصبح يكشف ستر الله عنه
“Setiap ummatku akan diampuni, kecuali orang-orang yang berterus-terang dengan kemaksiatannya. Dan diantara sikap berterus-terang dengan kemaksiatan ialah bila seseorang melakukan kemaksiatan pada malam hari, lalu Allah telah menutupi perbuatannya, akan tetapi ia malah berkata: Wahai fulan, sungguh tadi malam aku telah berbuat demikian dan demikian. Padahal Tuhan-Nya telah menutupi perbuatannya, dan ia malah menyingkap tabir Allah dari dirinya.” (Muttafaqun ‘Alaih)
Berkaitan dengan perbuatan anda, yang pernah mengambail harta yang bukan hak anda, dan akhirnya anda telah dihukumi/dipenjara, maka saya turut berdoa; semoga Allah menerima taubat anda, dan semoga hukuman yang telah anda terima menjadi penebus dosa anda. Hanya saja ada satu hal yang harus anda lakukan guna menyempurnakan taubat anda, yaitu mengembalikan harta orang lain, yang telah anda ambil, atau meminta maaf kepada pemiliknya.
Bila satu hal ini telah anda lakukan, berarti taubat anda telah sempurna dan dosa anda dihapuskan oleh Allah Ta’ala. Saudaraku, ketahuilah, bahwa kedudukan orang yang telah sepenuhnya bertaubat dari perbuatan dosa, dalam syari’at Islam sama dengan orang yang tidak pernah berbuat dosa. Lembaran amalannya menjadi bersih, putih dan Allah telah menjanjikan pahala lain. Simaklah janji Allah Ta’ala kepada orang-orang yang bertaubat dari dosanyam, walaupun itu adalah dosa besar:
إِلَّا مَن تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ عَمَلًا صَالِحًا فَأُوْلَئِكَ يُبَدِّلُ اللَّهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا
“Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan beramal sholeh, maka kejahatan mereka itu diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al Furqan: 70)
Selanjutnya, mulailah merintis usaha-usaha dengan modal yang jelas-jelas halal, walaupun sedikit, niscaya Allah akan memudahkan usaha anda dan memberkahinya. Ketahuilah, bahwa modal yang kecil, akan tetapi halal, akan mendatangkan rizki yang melimpah ruah dan diberkahi pula. Ingat, Allah telah menjamin rizki masing-masing kita, tidaklah ada seorangpun dari kita tidak mendapatkan jatah rizki. Jadi tidak perlu kawatir akan kekurangan jatah rizki, atau kehilangan rizki bila kita mengembalikan/melepaskan harta yang kita peroleh dari jalan haram.
لا تستبطئوا الرزق ، فإنه لن يموت العبد حتى يبلغه آخر رزق هو له، فأجملوا في الطلب: أخذ الحلال، وترك الحرام
“Janganlah kamu merasa bahwa rizqimu telat datangnya, karena sesungguhnya tidaklah seorang hamba akan mati, hingga telah datang kepadanya rizqi terakhir (yang telah ditentukan) untuknya, maka tempuhlah jalan yang baik dalam mencari rizqi, yaitu dengan mengambil yang halal dan meninggalkan yang haram.” (Riwayat Ibnu Majah, Abdurrazzaq, Ibnu Hibban, dan Al Hakim, serta dishohihkan oleh Al Albani)
Diantara hal yang akan menghapuskan keberkahan ialah berbagai bentuk praktek riba:
يَمْحَقُ اللّهُ الْرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ
“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah.” (Al Baqarah 276)
Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Allah Ta’ala mengabarkan bahwa Ia akan memusnahkan riba, maksudnya bisa saja memusnahkannya secara keseluruhan dari tangan pemiliknya atau menghalangi pemiliknya dari keberkahan hartanya tersebut. Dengan demikian pemilik riba tidak mendapatkan kemanfaatan harta ribanya, bahkan Allah akan membinasakannya dengan harta tersebut dalam kehidupan dunia, dan kelak di hari akhirat Allah akan menyiksanya akibat harta tersebut.” Penafsiran Ibnu Katsir ini semakna dengan hadits berikut:
إن الربا وإن كثُرَ، عاقبتُه تصير إلى قَلَّ. رواه أحمد الطبراني والحاكم وحسنه الحافظ ابن حجر والألباني
“Sesungguhnya (harta) riba, walaupun banyak jumlahnya, pada akhirnya akan menjadi sedikit.” (Riwayat Imam Ahmad, At Thabrany, Al Hakim dan dihasankan oleh Ibnu Hajar dan Al Albany)
Bila kita mengamati kehidupan orang-orang yang menjalankan praktek-praktek riba, niscaya kita dapatkan banyak bukti bagi kebenaran ayat dan hadits di atas. Betapa banyak pemakan riba yang hartanya berlimpah ruah, hingga tak terhitung jumlahnya, akan tetapi tidak satupun dari mereka yang merasakan keberkahan, ketentraman dan kebahagiaan dari harta haram tersebut. Diantara perbuatan dosa yang menghapuskan keberkahan dari penghasilan kita ialah sumpah palsu. Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam bersabda:
الْحَلِفُ مُنَفِّقَةٌ لِلسِّلْعَةِ مُمْحِقَةٌ لِلْبَرَكَةِ. متفق عليه
“Sumpah itu akan menjadikan barang dagangan menjadi laris dan menghapuskan keberkahan.” (Muttafaqun ‘alaih)
Diantara metode mencari rizqi yang diharamkan dan tidak diberkahi ialah metode minta-minta, sebagaimana dikisahkan pada hadits berikut:
عن حكيم بن حزام رضي الله عنه قال: سألت رسول الله صلى الله عليه و سلم فأعطاني، ثم سألته فأعطاني، ثم سألته فأعطاني، ثم قال: يا حكيم، إن هذا المال خضرة حلوة، فمن أخذه بسخاوة نفس، بورك له فيه، ومن أخذه بإشراف نفس لم يبارك له فيه، وكالذي يأكل ولا يشبع. اليد العليا خير من اليد السفلى، قال حكيم: فقلت يا رسول الله، والذي بعثك بالحق لا أرزأ أحدا بعدك شيئا حتى أفارق الدنيا
Dari sahabat Hakim bin Hizam radhiallahu ‘anhu, ia mengisahkan: “Pada suatu saat aku pernah meminta sesuatu kepada Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam, dan beliaupun memberiku, kemudian aku kembali meminta kepadanya, dan beliau kembali memberiku, kemudian aku kembali meminta kepadanya, dan beliaupun kembali memberiku, kemudian beliau bersabda: Wahai Hakim, sesungguhnya harta ini bak bauh yang segar lagi manis, dan barang siapa yang mengambilnya dengan tanpa ambisi (dan tama’ atau atas kerelaan pemiliknya), maka akan diberkahi untuknya harta tersebut. Dan barang siapa yang mengambilnya dengan penuh rasa ambisi (tamak), niscaya harta tersebut tidak akan diberkahi untuknya, dan ia bagaikan orang yang makan dan tidak pernah merasa kenyang. Tangan yang berada di atas lebih mulia dibanding tangan yang berada di bawah. Hakim melanjutkan kisahnya dengan berkata: “Kemudian aku berkata: Wahai Rasulullah, demi Dzat Yang telah mengutusmu dengan membawa kebenaran, aku tidak akan meminta harta seseorang sepeninggalmu hingga aku meninggal dunia.” (Muttafaqun ‘alaih)
Pada hadits lain, Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam menjelaskan sebagian dari dampak hilangnya keberkahan dari orang yang meminta-minta dengan bersabda:
ما يَزَالُ الرَّجُلُ يَسْأَلُ الناس حتى يَأْتِيَ يوم الْقِيَامَةِ ليس في وَجْهِهِ مُزْعَةُ لَحْمٍ. متفق عليه
“Tidaklah seseorang terus-menerus meminta kepada orang lain, hingga kelak akan datang pada hari qiyamat, dalam keadaan tidak sekerat dagingpun melekat di wajahnya.” (Muttafaqun ‘alaih)
Semoga jawaban ini bermanfaat bagi anda dan semoga Allah Swt senantiasa memudahkan jalan-jalan rizki anda serta melimpahkan keberkahan kepada anda, keluarga anda dan harta kekayaan anda,