Apapun dilakukan, termasuk membunuh anak yatim tersebut. “Biasanya mereka tidak menyerahkan warisan anak yatim. Allah menegur mereka dalam ayat Waatul yatama amwalahum (Dan berikanlah kepada anak-anak yatim yang sudah baligh harta mereka),” kata Hj Mursyidah saat menyampaikan tausiah dalam acara Santunan Anak Yatim dan Dhuafa di Gedung Serbaguna Muslimat NU, Pondok Cabe, Tangerang Selatan, Ahad (23/9).
Kedua, menukar harta anak yatim. Para pengasuh yang berbuat zalim kepada anak yatim juga biasanya menukar harta mereka dengan harta warisan anak yatim yang lebih banyak. Anak yatim ditipu bahwa hartanya yang sedikit, sementara hartanya yang banyak. “Allah menegurnya dengan Wala tatabaddalul khobitsa bith-thoyyib (Dan janganlah kamu menukar yang baik dengan yang buruk),” tambahnya. Ketiga, menyampur harta anak yatim.
Model kezaliman yang ketiga adalah menyampur harta anak yatim dengan hartanya. Orang model ketiga ini memiliki niatan untuk menghabiskan harta warisan anak yatim dengan cara menyampur hartanya. “Warisan anak yatim banyak. Hartanya sedikit kemudian menyampurnya. Kemudian diambil sedikit demi sedikit hingga habis.
Allah menegur dengan Wala ta'kulu amwalahum ila amwalikum (Dan janganlah kamu memakan harta mereka bersama hartamu),” paparnya. Keempat, tidak memberi mahar kepada anak yatim perempuan. Hj Mursyidah menjelaskan, kezaliman yang keempat biasanya berkaitan dengan anak yatim perempuan. Ketika dinikahi pengasuhnya, mereka tidak mendapatkan mahar.
Padahal dalam Islam, mahar adalah harta yang wajib diserahkan oleh suami kepada istri dengan sebab akad nikah. “Allah menegurnya Wa in khiftum alla tuqsithu fil yatama fankihu ma thobalakum minan nisa (Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi),” jelasnya.