Pernah merasa kalau doa yang Anda ulang setiap hari kok masih tidak kunjung terkabul? Jangankan terkabul, terlihat tanda-tandanya pun tidak. Jika Anda merasakan hal ini, bisa jadi ada suatu penghalang yang menjadikan doa yang Anda panjatkan jadi sulit terkabul. Namun sebelum itu, ada baiknya kita melihat ke hadits arbain kesepuluh terlebih dahulu, yang berbunyi: Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Sesungguhnya Allah Ta’ala itu baik (thayyib), tidak menerima kecuali yang baik (thayyib). Dan sesungguhnya Allah memerintahkan kepada kaum mukminin seperti apa yang diperintahkan kepada para Rasul. Allah Ta’ala berfirman, ‘Wahai para rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal shalih.’ (QS. Al-Mu’minun: 51)
Dan Allah Ta’ala berfirman,
‘Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah dari rezeki yang baik yang Kami berikan kepadamu.’ (QS. Al-Baqarah: 172). Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan seseorang yang lama bepergian; rambutnya kusut, berdebu, dan menengadahkan kedua tangannya ke langit, lantas berkata, ‘Wahai Rabbku, wahai Rabbku.’ Padahal makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan ia dikenyangkan dari yang haram, bagaimana mungkin doanya bisa terkabul.” (HR. Muslim, no. 1015).
Hadits ini memiliki banyak pesan di dalamnya. Salah satunya adalah penegasan bahwa Allah adalah Dzat yang thayyib, sempurna, dan terlepas dari segala sifat kekurangan. Karena itu, sudah semestinya sebagai seorang hamba, kita senantiasa memberikan yang terbaik kepada Allah, termasuk dalam berdoa kepada-Nya.
Dari hadits ini pula, kita bisa mengetahui, bahwa ada sebab utama mengapa doa yang kita panjatkan masih tidak kunjung terkabul. Beberapa di antaranya adalah:
1. Mengonsumsi makanan dan minuman yang haram atau syubhat
Mengonsumsi makanan dan minuman yang halal adalah salah satu sebab terkabulnya doa. Ada banyak hadits yang menyatakan bagaimana makanan dan minuman mempengaruhi doa yang dipanjatkan. Apakah akan dikabulkan atau justru terhalang untuk dikabulkan.
Yusuf bin Asbath pernah berkata, “Telah sampai pada kami bahwa doa seorang hamba tertahan di langit karena sebab makanan jelek (haram) yang ia konsumsi.”
Kemudian, Dari Sahl bin ‘Abdillah, ia berkata, “Barangsiapa memakan makanan halal selama 40 hari, maka doanya akan mudah dikabulkan.”
Sa’ad bin Abi Waqqosh juga pernah ditanya oleh seseorang, “Apa yang membuat doamu mudah dikabulkan dibanding para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lainnya?” Kemudian Sa’ad bin Abi Waqqosh menjawab, “Saya tidaklah memasukkan satu suapan ke dalam mulutku melainkan saya mengetahui dari manakah datangnya dan dari mana akan keluar.”
2. Menggunakan pakaian yang haram atau syubhat
Menjaga diri dari makanan dan minuman haram, juga pakaian yang haram bukan hanya sekedar menjaga diri dari apa yang dikonsumsi dan dikenakan. Lebih dari itu, hal ini menunjukan bagaimana ketaatan yang dimiliki oleh seorang hamba. Ketaatan inilah yang menjadi jalan agar doa yang dipanjatkan bisa lebih mudah diijabah oleh Allah.
3. Harta yang dimiliki berasal dari sesuatu yang haram atau syubhat
Harta yang haram memiliki banyak makna. Yang pertama adalah haram secara zatnya, seperti miras, babi, benda najis, dan lain sebagainya. Kedua, harta yang haram karena merupakan hak orang lain. Contohnya adalah barang curian. Dan yang ketiga, harta yang haram karena pekerjaannya. Seperti harta riba, harta hasil penjualan barang haram, dan lain sebagainya.
Harta yang tergolong harta haram ini bukan hanya menjadi penghalang terkabulnya doa, tapi juga tidak akan diterima pahalanya jika disedekahkan kepada orang yang membutuhkan.
Dengan mengetahui hal ini, maka kita bisa mengevaluasi diri sendiri, apakah selama ini kita sudah hidup dengan segala hal yang halal, atau masih adakah sesuatu yang syubhat atau haram yang kita konsumsi? Karena bisa jadi, perkara-perkara haram tersebut telah menjadi penghalang dari doa-doa yang kita panjatkan selama ini.
Jika memang ada sesuatu yang syubhat atau haram, maka saat inilah waktu yang tepat untuk berlepas diri dari perkara haram tersebut menuju yang halal. Kemudian bertaubat dan meminta pengampunan dari Allah. Dan jika tidak ada sesuatu pun yang haram dalam hidup kita, bisa jadi Allah hanya menunda doa hingga waktu yang tepat atau menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik. Wallahua’lam.
Salah satu ibadah yang diperintahkan Allah Ta'ala dan sangat dianjurkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam, adalah sedekah. Ada banyak pahala dan keutamaan dari sedekah tersebut. Seperti dijanjikan Allah Ta'ala dalam salah satu firman-Nya:
"Orang orang yang menafkahkan hartanya di malam dan siang hari, secara sembunyi sembunyi dan terang terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati." (QS. Al Baqarah: 274).
Selain itu, sedekah bukan hanya soal memenuhi perintah Allah dan Rasul-Nya, melainkan juga melaksanakan kewajiban untuk membantu orang-orang terdekat , mulai dari keluarga, kerabat dekat, tetangga, hingga saudara yang membutuhkan. Banyak ayat dan hadis menerangkan keutamaan bersedekah, salah satunya janji Allah akan melipatgandakan harta yang dikeluarkannya.
Allah Ta'ala berfirman:
"Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, niscaya DIA akan menggantinya." (QS Saba': 39)
Syeikh Ahmad Al-Mishry , ulama Mesir yang saat ini berdakwah di Jakarta menjelaskan orang yang berinfak dan bersedekah tidak perlu takut miskin, karena dia sedang berkomunikasi dengan Allah Ta'ala. Banyak keutamaan bersedekah ini, di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Sedekah menghapuskan dosa.
2. Mendapatkan naungan Allah di Hari Akhir.
3. Memberi keberkahan kepada harta.
4. Menjadi bukti keimanan seseorang.
5. Membebaskan diri dari siksa kubur.
6. Menjauhkan diri dari api neraka.
Hadis-Hadis keutamaan bersedekah:
1. Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda:
"Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu), sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau doa anak yang saleh." (HR Muslim)
2. Rasulullah SAW bersabda:
"Sedekah itu akan memadamkan dosa sebagaimana air dapat memadamkan api. Hasad akan memakan kebaikan sebagaimana api melahap kayu bakar." (HR. Al-Baihaqi)
3. Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda:
"Harta tidak akan berkurang dengan sedekah." (HR Muslim)
Hati-hati Bersedekah dengan Harta Haram
Walau demikian sedekah hendaknya dilakukan dengan harta yang halal serta baik sumbernya. Pasalnya, masih banyak orang yang salah kaprah. Mereka menyisihkan sebagian harta yang didapat dengan cara haram untuk bersedekah. Mereka berpikir bahwa sedekah mampu menghapus dosa dari hasil harta haram tersebut. Padahal Allah hanya akan menerima sesuatu yang halal dan baik. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
"Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah itu thoyyib (baik). Allah itu tidak akan menerima sesuatu melainkan dari yang thoyyib (baik)." (HR. Muslim).
Yang dimaksud thayyib dijelaskan pada hadis berikut:
Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda,
"Tidaklah seseorang bersedakah dengan sebutir kurma dari hasil kerjanya yang halal melainkan Allah akan mengambil sedekah tersebut dengan tangan kanan-Nya, lalu Dia membesarkannya sebagaimana ia membesarkan anak kuda atau anak unta betinanya hingga sampai semisal gunung atau lebih besar daripada itu." (HR. Muslim).
Sedekah dengan harta haram jelas tidak dianjurkan. Bahwa Rasulullah menyebut bahwa tidak diterima sebuah sedekah menggunakan harta haram. Beliau bersabda,
"Tidaklah diterima shalat tanpa bersuci, tidak pula sedekah dari ghulul (harta haram)." (HR. Muslim).
Pentingnya kehalalan sebuah harta untuk digunakan sedekah sangatlah penting. Pasalnya, dalam sebuah hadis, Allah enggan memperkenankan doa seorang hamba yang hidup dari harta-harta haram. Apalagi jika harta haram tersebut digunakan untuk sedekah.
" Padahal, makanannya dari barang yang haram, minumannya dari yang haram, pakaiannya dari yang haram dan diberi makan dari yang haram, maka bagaimanakah Allah akan memperkenankan doanya?" (HR. Muslim).
Lantas, apa saja yang termasuk harta haram? Dirangkum dari berbagai sumber, ada tiga macam harta haram, yakni pertama, harta yang haram secara zatnya, termasuk di antanya khamr, babi, dan benda najis. Sedekah dengan harta ini tidak diterima dan wajib mengembalikan harta tersebut kepada pemiliknya atau dimusnahkan.
Kedua, harta yang haram karena berkaitan dengan hak orang lain, termasuk di antaranya barang curian. Sedekah dengan harta ini tidak diterima dan wajib dikembalikan kepada pemilik sebenarnya. Ketiga, harta yang haram karena pekerjaannya, termasuk harta riba dan harta hasil dari dagangan barang haram. Sedekah dengan harta ini tidak diterima dan wajib membersihkan hartanya.
Pada akhirnya, sama seperti ibadah lain yang punya aturan, begitu pula dengan sedekah. Jangan hanya fokus pada kebermanfaatan harta kita di jalan Allah. Melainkan juga sumber harta tersebut. Terlebih lagi harta itu akan digunakan untuk bersedekah.
Syekh Ahmad bin Ruslan dalam kitab Zubad berkata, "Ibadah dari orang yang memakan harta haram, seperti mereka membuat bangunan di atas ombak." Maksudnya, ketika seseorang bermaksud membangun fondasi, tetapi bangunan di atasnya tidaklah akan berdiri dalam waktu yang panjang.
Sayyidina Umar bin Khattab Radhiyallahu anhu berkata, "Siapa yang tidak peduli kehalalan sumber perolehan hartanya, maka Allah juga tidak peduli dari pintu mana saja ia akan menjebloskan orang itu ke neraka."
Wallahu A'lam.
Kaum Muslimin sangat perlu mengetahui tentang halal-haram. Hal itu agar kaum Muslimin terhindar dari segala yang haram.
“Kaum Muslimin perlu mengenal haram, baik dari bendanya maupun cara mendapatkannya,” kata Guru Besar IPB University dan Universitas Ibnu Khaldun (UIKA) Bogor, Prof Dr KH Didin Hafidhuddin MS saat mengisi pengajian guru dan tenaga kependidikan Sekolah Bosowa Bina Insani (SBBI) di Masjid Al Ikhlas Bosowa Bina Insani, Bogor, Jawa Barat, Jumat (1/11).
Kiai Didin menyebutkan beberapa contoh yang diharamkan bendanya, antara lain bangkai, darah, daging babi dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah.
Hal itu ditegaskan oleh Allah di dalam Alquran, antara lain, “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqarah [2]: 173).
Di ayat yang lain, Allah juga menegaskan, “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala.” (QS. Al-Maidah [5]: 3).
“Ayat tersebut mengharamkan juga binatang-binatang yang mati tidak dengan cara yang syar’i,” ujar Kiai Didin dalam rilis yang diterima Republika.co.id.
Di ayat yang lain, Allah juga menegaskan, “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan (90) Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu) (91).” (QS. Al-Maidah [5]: 90-91).
“Ayat tersebut di atas mengharamkan minuman keras, judi, permainan, dan mengundi nasib pada berhala-berhala,” kata Kiai Didin.
Larangan meminum khamar juga ditegaskan oleh Rasulullah SAW dalam salah satu hadisnya. “Khamr adalah induk dari kekejian dan dosa yang paling besar, barangsiapa meminumnya, ia bisa berzina dengan ibunya, saudari ibunya, dan saudari ayahnya.”
“Hadis ini menjelaskan tentang dampak negatif dari minuman keras. Hilang akal dan kesadaran sampai berani melakukan perbuatan yang sangat tercela,” ujarnya.
Kiai Didin juga mengemukakan beberapa contoh yang diharamkan cara mendapatkannya atau cara mengusahakannya.
Ia mengutip QS. Al-Baqarah [2] ayat 188, “Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.”
Kemudian, Firman Allah dalam QS. An-Nisa [4] ayat 29. “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. An-Nisa’ [4]: 29).
“Kedua ayat tersebut melarang mengambil harta dengan cara yang bathil (tidak sesuai dengan aturan syari’ah dan juga tidak sesuai dengan aturan perundang-undangan, seperti risywah/suap, mempermainkan kwalitas dan lainl-lain),” tegas Kiai Didin.
Kemudian, ia pun mengutip firman Allah dalam QS. Al-Baqarah [2] ayat 278 dan 279. “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman (278) Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya (279).”
“Ayat ini secara tegas mengharamkan riba sekecil apapun (seperti 1 persen, 2 persen, atau yang lainnya),” ujarnya.
Berikutnya, firman Allah dalam QS. Al-Muthoffifin [83] ayat 1-4, “Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang (1) (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi (2) Dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi (3) Tidakkah orang-orang itu yakin, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan (4).”
Rasulullah saw bersabda yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, “Dari Tsaubân, dia berkata, “Rasûlullâh dan melaknat pemberi suap, penerima suap, dan perantaranya, yaitu orang yang menghubungkan keduanya.”
“Ayat-ayat Alquran maupun hadis-hadis Rasulullah SAW yang disebutkan di atas seluruhnya menegaskan, bahwa kaum Muslimin harus menghindari segala hal yang haram, baik haram karena bendanya memang haram maupun cara mendapatkannya,” ujar Prof Didin Hafidhuddin.
Referensi sebagai Berikut ini ;