Allah Ta’ala berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ ٱلْجِنَّ وَٱلْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
”Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” [Adz-Dzariat: 56]
Namun manusia secara keseluruhan terbagi menjadi dua kelompok besar sebagaimana firman Allah,
هُوَ ٱلَّذِى خَلَقَكُمْ فَمِنكُمْ كَافِرٌ وَمِنكُم مُّؤْمِنٌ ۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
”Dialah yang menciptakan kamu maka di antara kamu ada yang kafir dan di antaramu ada yang mukmin. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (At-Taghabun : 2)
Kelompok manusia yang mentaati Allah dan mengikuti rasul-Nya.
Hawa nafsu kelompok ini tunduk dan patuh kepada ajaran Rasulullah Muhammad SAW mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut kepada seorang pun kecuali Allah.
Mereka ini diberi kabar gembira dengan surga yang luasnya seluar langit dan bumi yang disiapkan untuk orang-orang yang bertakwa.
Kelompok manusia yang membangkang terhadap Allah.
Mereka berbuat melampaui batas, bersikap takabur dan memperturutkan hawa nafsunya. Mereka ini berada dalam kegelapan hidup dan berkubang dalam lumpur maksiat kepada Allah.
Mereka ini lah yang disebut oleh Allah sebagai orang-orang yang telah menjadikan hawa nafsunya sebagai sesembahan selain Allah.
أَفَرَءَيْتَ مَنِ ٱتَّخَذَ إِلَٰهَهُۥ هَوَىٰهُ وَأَضَلَّهُ ٱللَّهُ عَلَىٰ عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَىٰ سَمْعِهِۦ وَقَلْبِهِۦ وَجَعَلَ عَلَىٰ بَصَرِهِۦ غِشَٰوَةً فَمَن يَهْدِيهِ مِنۢ بَعْدِ ٱللَّهِ ۚ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ
”Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?” (Al-Jatsiyah: 45)
Macam-Macam Dosa
Ma’asyirol Muslimin rahimakumullah
Sebagai manusia kita diberi kebebasan penuh oleh Allah untuk mengikuti jalan hidup orang-orang mukmin atau mengikuti jalan hidup orang-orang kafir. Allah Ta’ala telah memberikan petunjuk jalan bagi orang orang mukmin berupa Al-Quran.
Allah kemudian memilih dan menunjuk Rasulullah Muhammad SAW untuk menjelaskan al-Quran dan mempraktekkannya dalam kehidupan agar menjadi contoh yang hidup tentang petunjuk tersebut. Setiap penyimpangan dari petunjuk Allah dan Rasul-Nya merupakan bentuk kemaksiatan kepada Allah.
Setiap kemaksiatan akan membuahkan dosa bagi pelakunya. Dosa merupakan agen pengantar menuju kekafiran. Namun dosa itu bertingkat-tingkat. Ada dosa kecil dan ada dosa besar. Keduanya bila terus menerus dilakukan dikhawatirkan bisa mengantarkan seseorang terjerumus kepada kekafiran. Na’udzubillah min dzalik.
Perlu dijelaskan sekilas disini tentang maksud dosa besar dan dosa kecil. Perbedaannya adalah sebagai berikut:
Dosa besar adalah dosa yang pelakunya diancam oleh Allah dengan laknat, murka dan neraka. Dosa ini tidak bisa terhapus kecuali dengan taubat yang tulus dan sungguh-sungguh.
Siapa saja yang meninggal dengan membawa dosa besar tanpa sempat bertaubatmaka urusannya diserahkan kepada Allah. Bila Allah menghendaki Allah akan menyiksanya. Namun bila Allah menghendaki Allah akan mengampuninya.
Sedangkan yang dimaksud dengan dosa kecil adalah dosa lainnya yang tidak ada ancaman seperti dalam dosa besar bagi pelakunya.
Amal shalih bisa menghapus dosa-dosa kecil. Namun demikian tidak diperbolehkan untuk menganggap remeh dosa kecil. Karena dosa kecil yang terus menerus dilakukan akan menjadi besar juga jumlahnya sehingga bisa membinasakan pelakunya.
Adakah Perbedaan Antara Dosa Dan Maksiat
Kita sering mendengar istilah dosa dan maksiat. Apakah dua istilah ini ada perbedaan makna ataukah tidak?
Menurut Syaikh Abdul Azis bin Abdullah bin Baz rahimahullah istilah as-Sayyiah (keburukan), al-Khathiah (kesalahan) al-itsmu wadz dzanbu (dosa) adalah hal-hal yang berdekatan maknanya yaitu al-ma’shiyah (maksiat). Demikian pula sebaliknya. Semuanya sinonim dan memiliki makna yang berdekatan.
Syaikh Bin Baz menegaskan bahwa yang wajib adalah bersikap waspada. Jadi, misalnya, ghibah itu disebut dengan dzanbun (dosa) . Namun disebut juga dengan maksiat, juga disebut dengan Itsmun (dosa) dan disebut pula dengan khathiah (kesalahan).
Kesimpulannya, seorang mukmin wajib untuk menjauhi apa yang dilarang oleh Allah baik disebut dengan dosa, maksiat atau kesalahan. Harus waspada terhadap maksiat, apa saja yang diharamkan oleh Allah.
Akibat Dosa Terhadap Kehidupan Manusia
Dosa dan maksiat pasti menimbulkan madharat atau kerugian. Madharat dosa dan maksiat bagi hati seperti madharat yang ditimbulkan oleh racun bagi tubuh. Madharat tersebut memiliki tingkatan yang beragam.
Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Rasulullah Muhammad SAW bersabda,” Manusia tidak akan binasa hingga diri mereka banyak berbuat dosa.” (Hadits riwayat Ahmad (IV/260) dan Abu Dawud (no.4347) dengan sanad yang shahih.)
Dosa dan maksiat menghalangi seseorang dari mendapatkan ilmu yang bermanfaat
Ilmu adalah cahaya yang Allah masukan ke dalam hati, sedangkan maksiat adalah pemadam cahaya tersebut.
Imam As-Syafi’i berkata dalam syairnya:
شَكَوتُ إِلى وَكيعٍ سوءَ حِفظي فَأَرشَدَني إِلى تَركِ المَعاصي وَأَخبَرَني بِأَنَّ العِلمَ نورٌ وَنورُ اللَهِ لا يُهدى لِعاصي.
Aku mengadu pada Waki’ (guru Imam Syafi’i) tentang buruknya hafalanku. Dia mengarahkan aku agar meninggalkan kemaksiatan.
n dia memberitahuku bahwa ilmu itu cahaya, dan cahaya Allah tidak akan diberikan kepada orang yang bermaksiat.”
Dosa menjadi penghalang dari mendapatkan rezeki
Takwa kepada Allah Ta’ala adalah perkara yang mendatangkan rizki, maka meninggalkan takwa akan menyebabkan kefakiran.
Rasulullah ﷺbersabda:
إِنَّ الرجل ليُحْرَمُ الرِّزقَ بالذنبِ يصيبُهُ
“Sesungguhnya seseorang itu benar-benar terhalangi dari rizki karena dosa yang dilakukannya.”
[Hadist riwayat Imam Ahmad (22386) Ibnu Hibban (572). Hadits ini hasan menurut Syaikh Syu’aib Al-Arnauth rahimahullah.]
Dosa dan maksiat menjadikan berbagai urusan menjadi sulit bagi pelakunya.
Bila ketakwaan kepada Allah itu menjadikan semua urusan dimudahkan oleh Allah, maka orang-orang yang suka berbuat dosa dan maksiat akan dipersulit urusan-urusannya. Hampir setiap perkara yang dia urusi seolah tertutup jalannya.
Kebanyakan orang tidak menyadari ketika dia mendapati pintu-pintu kebaikan dan berbagai maslahat tertutup, itu adalah akibat dari dosa dan maksiat yang dilakukannya.
Pelaku dosa mendapati kegelapan di hatinya secara hakiki.
Dia merasakankegelapan hatinya tersebut sebagaimana dia bisa merasakan kegelapan malam yang pekat saat larut malam.
Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullah berkata,” Ketaatan adalah cahaya. Maksiat adalah kegelapan. Jika kegelapan menguat, maka kebingungan juga bertambah sehingga pelakunya terjatuh dalam berbagai bid’ah dan perkara yang membinasakan, sementara dia tidak menyadarinya.
Kegelapan maksiat akan menguat sampai terlihat di mata, lalu terus menguat hingga menyelimuti wajah, dan menjadi tanda hitam, hingga setiap orang mampu melihatnya.”
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma menjelaskan secara ringkas pengaruh dosa tersebut sebagai berikut:
إنَّ للحسنة ضياء في الوجه، ونوراً في القلب، وسعة في الرزق، وقوة في البدن، ومحبة في قلوب الخلق، وإن للسيئة سواداً في الوجه، وظلمة في القلب، ووهناً في البدن، ونقصاً في الرزق، وبغضة في قلوب الخلق
”Sesungguhnya kebaikan mempunyai sinar di wajah, cahaya hati, kelapangan dalam rizki, kekuatan pada tubuh, serta rasa cinta di hati para makhluk. Sesungguhnya keburukan memiliki tanda hitam di wajah, kegelapan di hati, kelemahan di tubuh, kekurangan dalam rizki, serta kebencian di hati para makhluk.” (Al-Wabil- Ash-Shayyib hal. 43)
Dosa dan maksiat akan membuahkan dosa yang semisalnya.
Dosa dan maksiat akan melahirkan kemaksiatan yang semisalnya hingga seorang pelaku maksiat merasa berat untuk berhenti dari maksiat.
Sebagian ulama salaf berkata,
إن من عقوبة السيئة السيئة بعدها، وإن من ثواب الحسنة الحسنة بعدها
”Sesungguhnya sebagian dari hukuman dari keburukan adalah keburukan berikutnya dan sesungguhnya termasuk (jaza) balasan kebaikan adalah kebaikan setelahnya.” (Al-Jawab AL-Kafi: 36)
Maksiat menyebabkan hati tidak menganggap maksiat sebagai sebuah keburukan.
Hati tidak lagi menganggap kemaksiatan sebagai perkara yang buruk karena maksiat tersebut telah menjadi kebiasaan. Sampai pada tingkatkan para pelaku maksiat justru berbangga diri dengan maksiat yang dia lakukan dan menceritakannya kepada orang yang tidak mengetahui bahwa ia melakukan maksiat.
Akibat logis dari kondisi batin yang sudah sedemikian rusak adalah hilangnya keinginan untuk bertaubat dari maksiat yang dia lakukan. Inilah yang biasa terjadi pada orang-orang yang suka bermaksiat secara terbuka dan menceritakan kemaksiatan yang dia lakukan kepada orang banyak.
Dalam sebuah hadits disebutkan:
عن سالم بن عبد اللّه قال: سمعت أبا هريرة يقول سمعت رسول اللّه صلّى اللّه عليه وسلّم- يقول: كلّ أمّتي معافى إلّا المجاهرين، وإنّ من المجاهرة أن يعمل الرّجل باللّيل عملا، ثمّ يصبح وقد ستره اللّه فيقول: يا فلان عملت البارحة كذا وكذا، وقد بات يستره ربّه، ويصبح يكشف ستر اللّه عنه
Dari Salim bin Abdullah, dia berkata,”Aku mendengar Abu Hurairah radhiyallahu’ anhu berkata,” Aku mendengar Rasulullah Muhammad SAW bersabda, ‘Setiap umatku akan mendapat ampunan, kecuali mujaahirin (orang-orang yang melakukan mujaharah,pent ). Dan termasuk perbuatan mujaharah (terang-terangan berbuat dosa) adalah seseorang berbuat (dosa) pada malam hari, kemudian pada pagi harinya dia menceritakannya, padahal Allah telah menutupi perbuatannya tersebut.
Dia justru berkata, ‘Hai Fulan, tadi malam aku telah berbuat begini dan begitu.’ Sebenarnya pada malam hari Rabb-nya telah menutupinya, tetapi pada pagi harinya dia menyingkap apa yang Allah telah tutup darinya.” (Hadits muttafaq ‘alaihi. Hadits riwayat al-Bukhari dan Muslim)
Maksiat akan membuat pelakunya menjadi orang yang hina.
Di antara dampak maksiat adalah mewariskan kehinaan, karena kemuliaan sejati hanyalah terdapat dalam ketaatan kepada Allah.
مَن كَانَ يُرِيدُ ٱلْعِزَّةَ فَلِلَّهِ ٱلْعِزَّةُ جَمِيعًا
”Barangsiapa yang menghendaki kemuliaan, maka bagi Allah-lah kemuliaan itu semuanya.” (Al-Fathir: 10)
Barangsiapa mencari kemuliaan di dunia dan di akhirat, maka hendaknya dia mencarinya dari Allah, dan itu tidak akan diperoleh kecuali dengan ketaatan kepadaNya, karena seluruh kemuliaan adalah milik Allah. Barangsiapa merasa mulia dengan Yang Maha Pencipta, maka Allah akan memuliakannya. (Tafsir Muyassar)
Sebagian ulama salaf berdoa,
اللهم أعزني بطاعتك، ولا تذلني بمعصيتك
“Ya Allah ! muliakanlah aku dengan ketaatan kepada-Mu dan janganlah Engkau hinakan aku dengan bermaksiat kepada-Mu.” (Al-Jawab Al-Kafi: 38)
Maksiat dan dosa bila sudah banyak akan menutup hati pelakunya.
Ini berdasarkan hadits Abu Hurairah radhyallahu ‘anhu dari Rasulullah Muhammad SAW bersabda,
إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا أَخْطَأَ خَطِيئَةً نُكِتَتْ فِى قَلْبِهِ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ فَإِذَا هُوَ نَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ وَتَابَ سُقِلَ قَلْبُهُ وَإِنْ عَادَ زِيدَ فِيهَا حَتَّى تَعْلُوَ قَلْبَهُ وَهُوَ الرَّانُ الَّذِى ذَكَرَ اللَّهُ ( كَلاَّ بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ)
Seorang hamba apabila melakukan suatu kesalahan, maka dititikkan dalam hatinya sebuah titik hitam. Apabila ia meninggalkannya dan meminta ampun serta bertaubat, hatinya dibersihkan. Apabila ia kembali (berbuat dosa), maka ditambahkan titik hitam tersebut hingga menutupi hatinya.
Itulah yang dimaksud dengan “ar raan” yang Allah sebutkan dalam firman-Nya (yang artinya), ‘Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka’. (Hadits riwayat At-Tirmidzi dan dia berkata,”Hadits Shahih.” Dan Ibnu Majah. Al-Albani menyatakan sebagai hadits hasan di dalam Shahih Ibni Majah no. 3422)
Ini hanyalah sebagian kecil dari akibat buruk dosa dan maksiat. Masih banyak yang lainnya sebagaimana diterangkan oleh para ulama.
Obat Dosa dan Maksiat
Ma’asyirol Muslimin rahimakumullah,
Dosa mirip dengan penyakit fisik yang mana orang-orang harus berusaha keras agar terlindungi darinya, menjauh dari sebab-sebabnya dan jangan sampai menyerah kepadanya.
Sama seperti penyakit jasmani, yang jika tidak diobati akan melemahkan tubuh dan menghancurkannya. Penyakit berupa dosa, jika dibiarkan tanpa pengobatan, akan merusak ruh, dan keselamatan ruh melebihi keselamatan tubuh karena keselamatan ruh berdampak pada keselamatan di Hari Kiamat.
Jadi dosa adalah penyakit, dan obatnya adalah: taubat dan istighfar. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh para ulama. Imam Ibnu Rajab al-Hanbali rahimahullah berkata,
وبالْجُملة فدَواء الذُّنوب الاستغفار…
”Secara garis besar, obat dosa adalah istighfar … ”
Qatadah berkata,
إنَّ هذا القرآن يدلُّكم على دائكم ودوائكم؛ فأمَّا داؤكم فالذُّنوب، وأمَّا دواؤكم فالاستغفار
”Al-Qur’an ini menunjukkan Anda kepada penyakit kalian dan obat kalian. Adapun penyakit kalian adalah dosa. Sedangkan untuk obat kalian adalah istighfar. ”
Sebagian ulama berkata,” Sandaran orang-orang berdosa hanyalah tangisan dan istighfar. Siapa yang dosa-dosanya telah membuatnya gundah maka perbanyaklah istighfar. Ribah Al Qaisiy berkata,
لي نيِّف وأربعون ذنبًا قد استغفرتُ الله لكلِّ ذنب مائة ألف مرة
Aku punya dosa lebih dari 40 dosa. Aku telah beristighfar kepada Allah untuk setiap dosa tersebut sebanyak 100 ribu kali.”i
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ, وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيْرًا بَصِيْرًا، تَبَارَكَ الَّذِيْ جَعَلَ فِي السَّمَاءِ بُرُوْجًا وَجَعَلَ فِيْهَا سِرَاجًا وَقَمَرًا مُنِيْرًا. أَشْهَدُ اَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وأَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وُرَسُولُهُ الَّذِيْ بَعَثَهُ بِالْحَقِّ بَشِيْرًا وَنَذِيْرًا، وَدَاعِيَا إِلَى الْحَقِّ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيْرًا.
اللهم صل و سلم على هذا النبي الكريم و على آله و أصحابه و من تبعهم بإحسان إلى يوم الدين. أما بعد.
Jangan Meremehkan Dosa Walaupun Kecil
Jamaah Jumat rahimakumullah,
Imam Ahmad meriwayatkan sebuah hadits dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Muhammad SAW bersabda:
إيَّاكُم ومحقَّراتِ الذُّنوبِ فإنَّهنَّ يجتمِعنَ على الرَّجلِ حتَّى يُهلِكنَهُ
”Hendaklah kalian menjauhi dosa-dosa yang dianggap sepele (kecil). Sesungguhnya dosa-dosa kecil itu (bisa) berakumulasi (menumpuk) pada diri seseorang sehingga bisa membinasakannya.” (Hadits riwayat Ahmad (5/331) dan ath-Thabrani dalam al-Kabiir (5872), dengan sanad shahih.)
Para ulama berkata,”Hal itu karena dosa-dosa kecil bila telah berakumulasi (menumpuk dalam jumlah banyak) dan belum dibersihkan dengan taubat dan istighfar niscaya bisa membinasakan pelaku dosa-dosa tersebut. Kita berlindung kepada Allah dari hal tersebut.
Al Imam Abdullah ibnul Mubarok, seorang tokoh ulama tabiut tabi’in pernah berkata dalam bentuk syair:
رأيتُ الذُّنُوبَ تُمِيتُ القُلُوبَ *** وقد يورثُ الذّل إدمانُهَــا
وتركُ الذُّنُوبِ حَيَاةُ القُلُوبِ *** وخَيْرٌ لِنَفْسِـكِ عِصْيَانُهَـا
Aku melihat dosa-dosa itu mematikan hati
Dan terus menerus melakukan dosa akan mewariskan kehinaan
Meninggalkan dosa itu adalah kehidupan hati
Dan tidak mau melakukan dosa itu lebih baik buat dirimu
Bila demikian halnya, maka jangan sampai kita meremehkan dosa walaupun dosa kecil, karena hal itu bisa membinasakan diri kita sendiri. Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata,
إنكم لتعملون أعمالاً هي أدق في أعينكم من الشعر كنا لنعدها على عهد رسول الله ـ صلى الله عليه وسلم ـ من الموبقات “(رواه البخاري).
“ Sungguh kalian melakukan perbuatan-perbuatan (dosa) yang dalam pandangan kalian itu lebih tipis daripada rambut, padahal dahulu kami menghitungnya di masa Rasulullah Muhammad SAW termasuk dalam perkara-perkara yang membinasakan (dosa-dosa besar).” (Hadits riwayat Al-Bukhari)
Bilal bin Sa’ad rahimahullah berkata,
لا تنظر إلى صغر الخطيئة ولكن إلى عظمة من عصيت
“Jangan kamu melihat kepada kecilnya kesalahan (dosa). Namun lihatlah keagungan dari yang engkau maksiati.”
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kepada kita semuanya dan seluruh kaum muslimin hidayah dan taufik-Nya serta berkenan mengampuni segala dosa dan kesalahan kita.
Referensi sebagai berikut ini ;