Sifat dan tingkah laku seorang manusia berupa moral, etika, dan akhlak merupakan sesuatu yang dinamis. Sebagian sifat yang baik sebagai akhlak terpuji adalah sifat bawaan sejak lahir dan sebagiannya lagi diperoleh dengan jalan dilatih dan diusahakan dengan kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan, seseorang yang memiliki akhlak kurang terpuji bisa diubah dan diperbaiki, karena jiwa manusia diciptakan sempurna atau lebih tepatnya dalam proses menjadi sempurna. Karenanya, ia selalu terbuka dan mampu menerima usaha pembaruan serta perbaikan. Karena akhlak ini bisa diubah, sehingga salah satu tujuan Rasulullah SAW diutus juga dalam rangka memperbaiki akhlak manusia yang sangat rusak di masa jahiliyah sehingga mereka bisa memiliki akhlak terpuji.
Manusia lahir dengan membawa sifat-sifat tertentu. Ada akhlak bawaan, baik terpuji maupun tercela. Akhlak bisa diubah dari buruk ke baik, atau juga sebaliknya berubah dari baik ke buruk, tergantung bagaimana kita memperbaiki akhlak dan menjaganya, dengan latihan dan kebiasaan.
Supaya perbaikan akhlak ini harus dilakukan melalui pendidikan dan pembinaan pada sikap dan perilaku konstruktif. Pembiasaan tersebut dilakukan melalui metode berbalik atau berubah dari sifat bawaan yang sudah ada. Misalnya, ada orang memiliki sifat cepat marah dan emosi tapi sulit memaafkan dengan memelihara dendam, memiliki sifat pelit dan sulit berinfak dan sedekah serta berat menolong orang, memiliki sifat angkuh, egois, iri, dengki dan suka menghasut, tidak senang pada kelebihan orang, mudah berkata bohong, senang ghibah, namimah, dan lainya. "Sifat-sifat seperti ini yang lalu menjadi akhlak buruk sehari-hari, bisa berubah dengan jalan memperbaiki diri, misalnya dari bakhil berganti dengan dermawan, sombong dengan rendah hati, iri dengki dengan qanaah. Proses pembiasaan ini tentu saja tidak bisa dilakukan secara instan tapi membutuhkan waktu, perjuangan, dan kesabaran yang tinggi dengan terus membiasakan diri mengikuti kajian-kajian keagamaan dan lingkungan yang baik.
Manusia yang memiliki akal dan pikiran, binatang buas saja seperti Harimau dapat berubah sifat-sifatnya yang ganas ketika dilatih dengan baik. "Binatang yang memiliki karakter liar, ganas dan buas namun setelah dilatih berubah menjadi jinak. Lihatlah sirkus dimana Singa, Harimau atau gajah liar dapat berubah menjadi jinak. Dengan apa mereka berubah? Tentu saja dengan latihan. Begitu juga akhlak dapat berubah walaupun hal ini memerlukan perjuangan yang berat karena mengubah kebiasaan itu berat.
Ada istilah tabiat dan kebiasaan, sebagaimana ada sebuah perkataan, 'Seseorang itu tumbuh besar menurut kebiasaan yang dibiasakan orangtuanya'. Dalam hal ini pengaruh lingkungan berpengaruh sangat besar terhadap perilaku dan tabiat seseorang. Lihatlah orang-orang yang tumbuh di tengah-tengah keluarga yang tidak memperhatikan akhlak. Mereka sangat jauh dari akhlak mulia. Ketika diingatkan untuk memperbaiki akhlak, maka orang yang serta merta dia menjawab, 'Memang sudah seperti inilah karakter/tabiatku sejak ayah dan kakek buyutku, tidak bisa berubah, mau bagaimana lagi?' Dengan kata lain dia merasa sudah tidak berpeluang lagi untuk mengubah karakternya. "Dengan jawaban tersebut dia seolah-olah berkata, akhlak adalah sesuatu yang baku dan memiliki harga mati yang tidak bisa diubah lagi. Selain itu dia menjadikan jawaban tersebut sebagai dalil untuk menutupi keburukan yang ada pada dirinya. Ini tentu tidak baik dipelihara,
waktu Rasulullah diutus, masyarakat Arab Jahiliyah yang dulunya jahat, kebiasaan buruk minum khamar, berzina, membunuh, suka berperang dan perangai jahat lainnya bisa diubah oleh Rasulullah sampai mereka menjadi terbaik akhlaknya saat itu. Perbaikan akhlak juga memerlukan istiqamah, yaitu komitmen yang tinggi untuk selalu berpihak kepada yang baik dan benar. Perbaikan akhlak berbeda dengan perbaikan pada sektor-sektor lain. Perbaikan akhlak tidak dapat diwakilkan karena keputusan untuk berpihak kepada yang baik dan benar itu harus datang dan lahir dari kita sendiri. Istiqamah seperti itu menjadi lebih penting lagi, karena daya tarik kebaikan pada umumnya dikalahkan oleh daya tarik keburukan dan kesenangan duniawi. Pemihakan pada kebaikan sebagai inti dari ajaran akhlak benar-benar membutuhkan komitmen dan tekad yang kuat agar kita sanggup melawan dan mengendalikan kecenderungan-kecenderungan nafsu. Inilah sesungguhnya makna Sabda Rasulullah SAW, "Surga dipagari oleh kesulitan-kesulitan yang berat dan tidak menyenangkan jiwa, sedangkan neraka dipagari oleh kesenangan-kesenangan nafsu syahwat". Ini menjelaskan kepada kita bahwa seseorang itu tidak akan masuk surga sehingga mengamalkan perkara-perkara yang dibenci jiwa, begitu pula sebaliknya seseorang itu tidak akan masuk neraka sehingga ia mengamalkan perkara-perkara yang disenangi oleh syahwat. Demikian itu dikarenakan ada tabir yang menghiasi surga dan neraka berupa perkara-perkara yang dibenci ataupun yang disukai jiwa. Barangsiapa yang berhasil membuka tabir maka ia akan sampai ke dalamnya. Tabir surga itu dibuka dengan amalan-amalan yang dibenci jiwa dan tabir neraka itu dibuka dengan amalan-amalan yang disenangi syahwat.
Diantara amalan-amalan yang dibenci jiwa seperti halnya bersungguh-sungguh dalam beribadah kepada Allah serta menekuninya seperti shalat berjamaah, membaca Alquran dan bersedekah, bersabar di saat berat menjalankannya, menahan amarah, memaafkan orang lain, berlaku lemah lembut, bersedekah, berbuat baik kepada orang yang pernah berbuat salah, bersabar untuk tidak memperturutkan hawa nafsu dan yang lainnya. Sementara perkara yang menghiasi neraka adalah perkara-perkara yang disukai syahwat yang jelas keharamannya seperti minum khamar, berzina, memandang aurat wanita yang bukan mahramnya, menggunjing, dan lainnya. "Betatapun tingkat kesulitan yang dihadapi, perbaikan akhlak harus tetap kita upayakan. Soalnya, agama itu pada akhirnya adalah akhlak. Dalam perspektif ini, seseorang tak dapat disebut beragama jika ia tidak berakhlak.
Referensi sebagai berikut ini ;