Kata dzalim berasal dari bahasa Arab, dengan huruf “dzho lam mim” (ظ Ù„ Ù… ) yang bermaksud gelap. Di dalam al-Qur’an menggunakan kata zhulm selain itu juga digunakan kata baghy, yang artinya juga sama dengan zalim yaitu melanggar hak orang lain. Namun pengertian zalim lebih luas maknanya ketimbang baghyu, tergantung kalimat yang disandarkannya. Kezaliman itu memiliki berbagai bentuk di antaranya adalah syirik.
Kalimat zalim bisa juga digunakan untuk melambangkan sifat kejam, bengis, tidak berperikemanusiaan, suka melihat orang dalam penderitaan dan kesengsaraan, melakukan kemungkaran, penganiayaan, kemusnahan harta benda, ketidakadilan, dan banyak lagi pengertian yang dapat diambil dari sifat zalim tersebut, yang mana pada dasarnya sifat ini merupakan sifat yang keji dan hina, dan sangat bertentangan dengan akhlak dan fitrah manusia, yang seharusnya menggunakan akal untuk melakukan kebaikan.
Menurut syariat Islam, orang yang tidak berbuat zalim bisa saja terkena siksaan, keyakinan ini berdasarkan dalam salah satu ayat. Allah berfirman:
“ ...dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya." (Al-Anfaal 8:25) ”
Ayat tersebut berisi peringatan untuk berhati-hati (hadzr) akan azab yang tidak hanya menimpa yang zalim saja, tetapi menimpa secara umum baik yang zalim maupun yang tidak zalim. Karena itu secara syar’i, wajib hukumnya bagi orang yang melihat kezaliman/kemunkaran dan mempunyai
Di dalam Al-Qur'an zalim memiliki beberapa makna, di antaranya dalam beberapa surah sebagai berikut:
- Al Baqarah 165 dan Huud 101, orang-orang yang menyembah selain Allah.
- Al Maa-idah 47, karena menuruti hawa nafsu dan merugikan orang lain.
- Al Kahfi 35, zalim pada ayat ini sebuah sifat keangkuhan dan perbuatan kekafirannya.
Al-Anbiyaa' 13, Orang yang zalim itu di waktu merasakan azab Allah melarikan diri, lalu orang-orang yang beriman mengatakan kepada mereka dengan secara cemooh agar mereka tetap di tempat semula dengan menikmati kelezatan-kelezatan hidup sebagaimana biasa untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang akan dihadapkan kepada mereka.
Al 'Ankabuut 46, Yang dimaksud dengan orang-orang yang zalim pada ayat ini adalah orang-orang yang setelah diberikan kepadanya keterangan-keterangan dan penjelasan-penjelasan dengan cara yang paling baik, mereka tetap membantah dan membangkang dan tetap menyatakan permusuhan.
Dalam hadits shahih yang diriwayatkan oleh Ibnu Sirin, Nabi Muhammad SAW pernah mengatakan bahwa, "Di antara bentuk kezaliman seseorang terhadap saudaranya adalah apabila ia menyebutkan keburukan yang ia ketahui dari saudaranya dan menyembunyikan kebaikan-kebaikannya."
Dari kisah Abu Dzar Al-Ghifari dari Rasulullah sebagaimana ia mendapat wahyu dari Allah bahwa Allah berfirman: "Wahai hambaku, sesungguhya aku telah mengharamkan kezaliman atas diri-Ku dan Aku telah menetapkan haramnya (kezaliman itu) di antara kalian, maka janganlah kalian saling berlaku zalim."
Dalam hadits lain Nabi Muhammad SAW bersabda, "Takutlah kalian akan kezhaliman karena kezhaliman adalah kegelapan pada hari Kiamat."
Kezaliman dibagi menjadi 2 kategori, menzalimi diri sendiri (dosa dan maksiat) dan orang lain (menyia-nyiakan atau tidak menunaikan hak orang lain yang wajib ditunaikan). Kezaliman itu ada tiga macamnya di antaranya adalah:
Kezaliman yang tidak diampunkan Allah, yaitu syirik.
Kezaliman yang dapat diampunkan Allah Swt, perbuatan seseorang hamba terhadap dirinya sendiri di dalam hubungan dia terhadap Allah Swt.
Kezaliman yang tidak dibiarkan oleh Allah, perbuatan hamba-hamba-Nya di antara sesama mereka, karena pasti dituntut pada Hari Akhir oleh mereka yang dizalimi.
Syirik adalah itikad ataupun perbuatan yang menyamakan sesuatu selain Allah dan disandarkan pada Allah dalam hal rububiyyah dan uluhiyyah. Umumnya, menyekutukan dalam Uluhiyyah Allah Swt yaitu hal-hal yang merupakan kekhususan bagi Allah, seperti berdo'a kepada selain Allah Swt, atau memalingkan suatu bentuk ibadah seperti menyembelih (kurban), bernadzar, berdo'a dan sebagainya kepada selainNya.
Dalam Surah Al-Mu'minun ayat 90, Allah Swt memberikan perumpamaan mengenai gagasan mengenai adanya Tuhan selainNya. Allah menjelaskan bahwa Dia tidak mempunyai anak dan tidak memiliki sandingan sebagai Tuhan. Allah memisalkan adanya Tuhan dalam jumlah banyak. Keadaan ini hanya akan menimbulkan kekacauan bagi makhluk-hakluk yang diciptakan oleh Tuhan-Tuhan tersebut. Para Tuhan akan saling mengalahkan satu sama lain. Di akhir ayat, Allah menyatakan bahwa Dia yang maha suci atas sifat tersebut.
Syirik dapat timbul dalam pikiran menjadi dua golongan. Golongan pertama adalah yang membayangkan terjadinya kesepakatan di antara dua Tuhan. Sementara golongan yang kedua adalah yang membayangkan perselisihan di antara dua Tuhan. Kedua golongan ini meyakini pemikirannya masing-masing. Mereka berpandapat bahwa golongan yang menang akan menjadi atas bagi golongan yang kalah. Tuhan yang kalah akan kembali mengadakan uji kekuatan. Jika Ia menang, maka posisi atasan dan bawah menjadi berkebalikan. Tuhan yang akhirnya menang ini kemudian menjadi pemerintah bagi Tuhan yang kalah
Salah satu penyebab terjadinya syirik adalah menjadi tokoh-tokoh tertentu sebagai pelindung selain Allah. Praktik ini umumnya terjadi pada para tokoh ulama yang telah wafat. Pelaku syirik umumnya mendatangi kuburan para tokoh ini untuk melakukan penyembahan. Pelaku syirik ini juga datang untuk meminta ampunan atau memohonkan agar segala keinginan yang mereka pinta dapat dikabulkan. Kegiatan syirik ini biasanya terjadi pada tokoh yang kuburannya dianggap keramat oleh pelaku syirik.
Penyebab perbuatan syirik ini disebutkan dalam Surah An-Najm ayat 53. Dalam ayat ini, Allah melarang orang-orang musyrik untuk menyembah Lata dan Uzza. Dalam riwayat Ibnu Abbas, Mujahid dan Abu Shalih diketahui bahwa Lata merupakan orang saleh yang sering membagi-bagikan tepung pada musim haji kepada para jemaah. Setelag Lata meninggal dunia, banyak orang yang datang ke kuburannya untuk menyembahnya.
Sedangkan Uzza merupakan nama sebuah pohon yang disembah oleh masyarakat Arab pada masa jahiliah. Informasi ini berasal dari periwayatan Mujahid. Pohon ini akhirnya ditebang oleh Khalid bin Walid atas perintah dari Nabi Muhammad.
Pada dasarnya, manusia memiliki fitrah untuk menolak syirik. Manusia mengetahui bahwa sekutu-sekutu Allah yang dibuatnya tidak dapat menciptakan makhluk apapun. Manusia juga mengetahui bahwa sekutu tersebut tidak dapat menciptakan langit, Bumi maupun hujan. Fitrah ini dijelaskan oleh Allah dalam firmanNya pada Surah Al-Baqarah ayat 22.
Manusia melakukan kesyirikan sebagai akibat dari adanya keinginan untuk memperoleh kebebasan yang tidak dibatasi. Fitrah yang ada kemudian berusaha dihilangkan oleh pelaku syirik demi mencegah dirinya menaati perintah dan larangan dari Allah.[6]
Berbuat syirik berarti mendasarkan sesuatu yang tidak berhak kepada yang berhak, yakni Allah, dan itu merupakan kezhaliman yang paling besar. "Sesungguhnya menyekutukan (Allah) adalah benar-benar kezhaliman yang besar" (Firman Allah, QS. Luqman: 13)
Allah tidak akan mengampuni orang yang berbuat syirik kepadaNya, jika ia meninggal dunia dalam kemusyrikannya. "Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar" (Firman Allah, QS. An-Nisa: 48)
Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan Surga kepadanya, dan tempatnya ialah Neraka, Tidaklah ada bagi orang-orang zhalim itu seorang penolong pun (Firman Allah, QS. Al-Maidah: 72)
"Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan" ( Firman Allah, QS. Al-An'am: 88)
Syirik besar bisa mengeluarkan pelakunya dari agama Islam dan menjadikannya kekal di dalam Neraka, jika ia meninggal dunia dan belum bertaubat kepada Allah. Syirik besar adalah memalingkan sesuatu bentuk ibadah kepada selain Allah, seperti berdo'a kepada selain Allah atau mendekatkan diri kepadanya dengan penyembelihan kurban atau nadzar untuk selain Allah, baik untuk kuburan, jin atau syaitan, atau mengharap sesuatu selain Allah, yang tidak kuasa memberikan manfaat maupun mudharat.
Bentuk-bentuk syirik besar:
Syirik Do'a, yaitu di samping dia berdo'a kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, ia juga berdo'a kepada selainNya. Syirik Niat, Keinginan dan Tujuan, yaitu ia menunjukkan suatu ibadah untuk selain Allah Subhanahu wa Ta'ala.
- Syirik Ketaatan, yaitu mentaati kepada selain Allah dalam hal maksiyat kepada Allah
- Syirik Mahabbah (Kecintaan), yaitu menyamakan selain Allah dengan Allah dalam hal kecintaan.
- Syirik kecil tidak menjadikan pelakunya keluar dari agama Islam, tetapi ia mengurangi tauhid dan merupakan wasilah (perantara) kepada syirik besar.
Bentuk-bentuk syirik kecil:
Syirik Zhahir (Nyata), yaitu syirik kecil yang dalam bentuk ucapan dan perbuatan. Dalam bentuk ucapan misalnya, bersumpah dengan nama selain Allah.
Rasulullah Muhammad SAW bersabda:
"Barangsiapa bersumpah dengan nama selain Allah, maka ia telah berbuat kufur atau syirik." HR. At-Tirmidzi (No.1535), Al-Hakim (I/18, IV/297), Ahmad (II/34, 69, 86) dari Abdullah bin Umar r.a
Dalam sebuah riwayat hadits:
Ada seorang Yahudi yang datang kepada Nabi Muhammad SAW dan berkata: "Sesungguhnya kamu sekalian melakukan perbuatan syirik. Kamu mengucapkan: Atas kehendak Allah dan kehendakmu dan mengucapkan: Demi Ka'bah. Maka Nabi Muhammad SAW memerintahkan para sahabat apabila hendak bersumpah supaya mengucapkan, Demi Allah Pemilik Ka'bah dan mengucapkan: Atas kehendak Allah kemudian atas kehendakmu (HR. An-Nasa'i (VII/6) dan Amalul Yaum wal Lailah (No. 992), Al-Hafizh Ibnu Hajar r.a berkata dalam Al-Ishaabah (IV/389), "Hadits ini shahih, dari Qutailah r.a, wanita dari Juhainah r.a
Syirik dalam bentuk ucapan, yaitu perkataan."Kalau bukan karena kehendak Allah dan kehendak fulan". Ucapan tersebut salah, dan yang benar adalah."Kalau bukan karena kehendak Allah, kemudian karena kehendak si fulan". Kata kemudian menunjukkan tertib berurutan, yang berarti menjadikan kehendak hamba mengikuti kehendak Allah Swt,
Syirik Khafi (Tersembunyi), yaitu syirik dalam hal keinginan dan niat, seperti riya' (ingin dipuji orang) dan sum'ah (ingin didengar orang) dan lainnya.
Rasulullah Muhammad SAW bersabda:
"Sesungguhnya yang paling aku takutkan atas kalian adalah syirik kecil. "Mereka (para sahabat) bertanya: "Apakah syirik kecil itu, ya Rasulullah?" .Dia Nabi Muhammad SAW menjawab: "Yaitu riya'" (HR. Ahmad (V/428-429) dari sahabat Mahmud bin Labid r.a)
Cara-Cara untuk Membentengi Diri dari Syirik
Mengikhlaskan ibadah hanya untuk Allah Swt dengan senantiasa berupaya memurnikan tauhid.
Menuntut ilmu syar’i. Mengenali dampak kesyirikan dan menyadari bahwasanya syirik itu akan menghantarkan pelakunya kekal di dalam Jahanam dan menghapuskan amal kebaikan. Menyadari bahwasanya syirik akbar tidak akan diampuni oleh Allah kecuali bertaubat. Tidak berteman dengan orang-orang yang bodoh yang hanyut dalam berbagai bentuk kesyirikan.
Maka berhati-hatilah dari syirik dengan seluruh macamnya, dan ketahuilah bahwasanya syirik itu bisa berbentuk ucapan, perbuatan dan keyakinan. Terkadang satu kata saja bisa menghancurkan kehidupan dunia dan akhirat seseorang dalam keadaan dia tidak menyadarinya. Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apakah kalian tahu apa yang difirmankan Rabb kalian?” Mereka (para sahabat) mengatakan, “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu”. Dia bersabda, “Pada pagi hari ini ada di antara hamba-Ku yang beriman dan ada yang kafir kepada-Ku. Orang yang berkata, ‘Kami telah mendapatkan anugerah hujan berkat keutamaan Allah dan rahmat-Nya maka itulah yang beriman kepada-Ku dan kafir terhadap bintang. Adapun orang yang berkata, ‘Kami mendapatkan curahan hujan karena rasi bintang ini atau itu, maka itulah orang yang kafir kepada-Ku dan beriman kepada bintang.'” (Muttafaq ‘alaih)
Buku-Buku Tentang Tauhid dan Syirik
Para pembaca yang budiman bisa mengkaji lebih dalam lagi tentang hakikat tauhid dan syirik berdasarkan dalil-dalil Al Quran maupun Al Hadits beserta keterangan dari para ulama yang tepercaya melalui buku-buku atau kitab-kitab berikut ini:
- Kitab Tauhid Alladzi Huwa Haqqullahi ‘Alal ‘Abiid karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab.
- Kasyfu Syubuhaat karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab.
- Kitab Tauhid 1, 2 dan 3 karya Syaikh Shalih Al Fauzan dan para ulama lainnya
- Dalaa’ilut Tauhid (50 tanya jawab akidah) karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab.
- Tanbihaat Muhtasharah Syarh Al Wajibaat (Penjelasan hal-hal yang harus diketahui oleh setiap muslim dan muslimah) karya Syaikh Ibrahim bin Syaikh Shalih Al Khuraishi.
- Syarah Tsalatsatul Ushul (Penjelasan Tiga Landasan Utama) karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah
- Hasyiyah Tsalatsatul Ushul karya Syaikh Abdurrahman bin Qasim Al Hanbali An Najdi rahimahullah
- Taisirul Wushul ila Nailil Ma’muul karya Syaikh Nu’man bin Abdul Karim Al Watr
- Hushulul Ma’mul bi Syarhi Tsalatsatil Ushul karya Syaikh Abdullah bin Shalih Al Fauzan
- Thariqul Wushul ila Idhaahi Tsalatsatil Ushul karya Syaikh Zaid bin Muhammad bin Hadi Al Madkhali hafizhahullah
- Syarah Kitab Tsalatsatul Ushul karya Syaikh Shalih bin Abdul ‘Aziz Alusy Syaikh hafizhahullah
- Syarah Qawa’idul Arba’ karya Syaikh Shalih bin Abdul ‘Aziz Alusy Syaikh
- Fathul Majid Syarah Kitab Tauhid (Membongkar akar kesyirikan) karya Syaikh Abdurrahman bin Hasan rahimahullah
- Qaulus Sadid fi Maqashidi Tauhid (Penjabaran sistematik kitab tauhid) karya Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah
- Qaulul Mufid Syarah Kitab Tauhid karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah
- Ibthalut Tandiid bi Ikhtishaari Syarhi Kitabit Tauhid karya Syaikh Hamad bin ‘Atiq rahimahullah
- Al Mulakhkhash fi Syarhi Kitabit Tauhid karya DR. Shalih bin Fauzan Al Fauzan hafizhahullah
- Al Jadid fi Syarhi Kitabit Tauhid (Cara mudah memahami tauhid) karya Syaikh Muhammad bin Abdul ‘Aziz Al Qar’awi
- At Tamhid li Syarhi Kitabit Tauhid karya Syaikh Shalih bin Abul ‘Aziz Alusy Syaikh hafizhahullah
- Syarah Kasyfu Syubuhaat karya Syaikh Shalih Al Fauzan
- Syarah Kasfyu Syubuhaat karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin
- Syarah Kasyfu Syubuhaat karya Syaikh Shalih bin Abdul ‘Aziz Alusy Syaikh
- At Taudhihaat Al Kasyifaat ‘ala Kasfi Syubuhaat karya Syaikh Muhammad bin Abdullah bin Shalih Al Habdan
- Ad Dalaa’il wal Isyaraat ‘ala Kasyfi Subuhaat karya Syaikh Shalih bin Muhammad Al Asmari
- Minhaaj Al Firqah An Najiyah karya Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu
- Kitab ‘Aqidah Ath Thahawiyah karya Imam Abu Ja’far Ath Thahawi rahimahullah
- Syarah ‘Aqidah Thahawiyah karya Imam Ibnu Abil ‘Izz Al Hanafi rahimahullah
- ‘Aqidah Thahawiyah Syarh wa Ta’liq karya Syaikh Al Albani rahimahullah
- Ta’liq ‘Aqidah Thahawiyah karya Syaikh Shalih Al Fauzan
- Al Minhah Al Ilahiyah fi Tahdzib Syarh Thahawiyah karya Syaikh Abdul Akhir Hammad Al Ghunaimi.