Uang disepakati sebagai salah satu bentuk harta kekayaan, maka manusia akan melakukan aktivitas seperti bekerja untuk mendapatkan uang. Ada sebagian orang yang mencari uang dengan cara halal dan adapula sebagian yang menggunakan cara haram. Maka dari itu, dalam ajarannya, Islam telah menunjukan secara jelas antara yang halal dan yang haram. Berikut ini harta haram menurut Islam.
Harta Haram Menurut Pandangan Islam
Harta haram dibagi menjadi dua, yaitu harta haram karena pekerjaan atau cara mendapatkannya. Dan harta haram karena zatnya. Berikut penjelasannya :
Haram karena sifat atau zatnya
Yang dimaksud harta haram karena sifat atau zatnya adalah makanan haram menurut Islam seperti daging babi, daging anjing, hewan yang disembelih atas nama selain Allah dan binatang haram dalam Islam yang jelas-jelas dilarang untuk dikonsumsi.
Harta haram karena pekerjaan atau cara mendapatkannya
Maksudnya adalah, harta tersebut haram karena cara mendapatkannya dengan cara yang tidak halal. Misalnya, seseorang mendapatkan harta melalui perjudian, harta riba dari bunga bank menurut Islam, harta hasil menipu, mencuri, dan lain-lain. Harta jenis ini sangat diharamkan dalam Islam, oleh karena itu kita sebagai seorang muslim yang baik harus wara(berhati-hati) serta menghindarkan diri dari makanan atau harta yang mengandung hal-hal syubhat(kesamaran tentang kehalalan atau keharaman dari sesuatu) yang berasal dari pekerjaan kotor (tidak halal).
Dalam persoalan ini para ulama masih memiliki perbedaan pendapat. Ada yang mengatakan boleh namun dengan beberapa ketentuan. Dan ada sebagian ulama yang beranggapan bahwa harta yang didominasi dengan keharaman sebaiknya dihindari dan ditinggalkan saja.
Seseorang pernah bertanya kepada Ibnu Mas’ud ra. mengenai tetanggannya yang memakan riba secara terang-terangan, namun tidak merasa bersalah dengan harta yang didapatkannya dengan cara yang buruk. Lalu tetangganya mengundangnya untuk makan. Dan Ibnu Mas’ud berkata “Penuhilah undangannya. Sesungguhnya kenikmatan(makanan) itu adalah milik kalian, sedangkan dosanya adalah terhadap orang itu.” Dan dalam sebuah riwayat si penya berkata “Saya tidak mengetahui apapun yang yang menjadi miliknya, kecuali hal yang buruk atau hal yang haram,” tetapi Ibnu Mas’ud tetap menjawab “Penuhilah undangannya,”
Dan dalam hadits Rasulullah SAW. terdapat beberapa hadits yang menjelaskan bahwa beliau pernah memakan makanan dari orang-orang Yahudi dan melakukan transaksi dengan mereka, padahal dalam Al-Quran telah diuraikan bahwa orang-orang Yahudi memakan harta riba dan harta yang haram. Hadits-hadits tersebut adalah sebagai berikut :
Hadits Anas bun Malik ra. beliau berkata :
“Sesungguhnya seorang perempuan Yahudi mendatangkan(daging) kambing yang telah diracuni kepada Nabi Muhammad SAW, kemudian beliau tetap memakan daging itu…” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits Aisyah ra. beliau berkata :
“Rasulullah SAW. meninggal, sementara baju besi beliau tergadai disisi seorang Yahudi dengan harga tiga puluh shâ’ jelay. (HR. Bukhari dan Muslim)
Dan ada beberapa fatwa ulama mengenai persoalan hukum menerima uang haram, sebagai berikut :
Seseorang pernah bertanya kepada Ibnu Baz rahimahullah : “Apakah saya boleh meminjam sesuatu dari seseorang yng perdagangannya dikenal dengan hal-hal yang haram serta dia mengambil hal yang haram?” Lalu Ibnu Baz menjawab “Engkau, wahai saudaraku, tidak pantas meminjam dari orang ini atau bermuamalah dengannya sepanjang(seluruh) muamalahnya adalah hal yang haram dan dikenal dengan muamalah riba yang diharamkan, atau selainnya. Maka, engkau tidak boleh bermuamalah dengannya tidak pula meminjam darinya, tetapi engkau wajib berbersih dan menjauh dari hal tersebut. Namun, jika dia bermuamalah dengan hal yang haram, dan dengan hal yang selain haram, yakni bahwa muamalahnya ada yang terlihat yang baiknya, tetapi ada pula yang buruk, tidaklah mengapa (engkau bermuamalah) dengannya, tetapi meninggalkan hal itu sesungguhnya lebih afdhal berdasarkan sabda (Rasulullah) shallallâhu ‘alaihi wa sallam. yang memerintahkan kita untuk emninggalkan segala sesuatu yan meragukan dan menujulah kita kepada hal yang tidak meragukan.”
Jadi, dapat disimpulkan dari beberapa pendapat diatas mengenai hukum menerima pemberian atau ditraktir dengan uang haram adalah tidak boleh, jika kita mengetahui asal usul darimana dan bagaimana uang untuk mentraktir itu didapatkan dan lebih baik kita menolaknya secara halus dan baik-baik. Namun boleh, jika kita tidak mengetahui sama sekali darimana dan bagaimana uang untuk mentraktir tersebut didapatkan.
Seseorang pernah bertanya kepada Ibnu Baz rahimahullah : “Apakah saya boleh meminjam sesuatu dari seseorang yng perdagangannya dikenal dengan hal-hal yang haram serta dia mengambil hal yang haram?” Lalu Ibnu Baz menjawab “Engkau, wahai saudaraku, tidak pantas meminjam dari orang ini atau bermuamalah dengannya sepanjang(seluruh) muamalahnya adalah hal yang haram dan dikenal dengan muamalah riba yang diharamkan, atau selainnya. Maka, engkau tidak boleh bermuamalah dengannya tidak pula meminjam darinya, tetapi engkau wajib berbersih dan menjauh dari hal tersebut. Namun, jika dia bermuamalah dengan hal yang haram, dan dengan hal yang selain haram, yakni bahwa muamalahnya ada yang terlihat yang baiknya, tetapi ada pula yang buruk, tidaklah mengapa (engkau bermuamalah) dengannya, tetapi meninggalkan hal itu sesungguhnya lebih afdhal berdasarkan sabda (Rasulullah) shallallâhu ‘alaihi wa sallam. yang memerintahkan kita untuk emninggalkan segala sesuatu yan meragukan dan menujulah kita kepada hal yang tidak meragukan.”
Jadi, dapat disimpulkan dari beberapa pendapat diatas mengenai hukum menerima pemberian atau ditraktir dengan uang haram adalah tidak boleh, jika kita mengetahui asal usul darimana dan bagaimana uang untuk mentraktir itu didapatkan dan lebih baik kita menolaknya secara halus dan baik-baik. Namun boleh, jika kita tidak mengetahui sama sekali darimana dan bagaimana uang untuk mentraktir tersebut didapatkan.
Referensi Sebagai berikut ini ;