Menganggap remeh sesuatu dapat menjadi ibadah atau bencana. Seseorang yang menganggap remeh ibadahnya di hadapan Allah adalah salah satu jalan pensucian jiwa guna menghindari penyakit ‘ujub terhadap amalan solehnya dan sebagai motivasi untuk memperbaiki ibadah, kualitas maupun kuantitasnya.
Namun jika tidak berhati-hati dalam menata qolbu, seseorang dapat terjatuh dalam sebuah dosa apabila ia menganggap remeh sebuah ibadah yang wajib dengan meninggalkannya, dan kedua hal ini mirip namun hakikatnya berbeda. Jauh lebih berbahaya dari itu, apabila ia menganggap remeh sebuah dosa sekecil apapun itu.
Dari Sahl bin Sa’ad radiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallalahu ‘alaihi wasallam bersabda:
عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِيَّاكُمْ وَمُحَقَّرَاتِ الذُّنُوبِ فَإِنَّمَا مَثَلُ مُحَقَّرَاتِ الذُّنُوبِ كَقَوْمٍ نَزَلُوا فِي بَطْنِ وَادٍ، فَجَاءَ ذَا بِعُودٍ، وَجَاءَ ذَا بِعُودٍ حَتَّى أَنْضَجُوا خُبْزَتَهُمْ، وَإِنَّ مُحَقَّرَاتِ الذُّنُوبِ مَتَى يُؤْخَذْ بِهَا صَاحِبُهَا تُهْلِكْهُ.
“Berhati-hatilah dari dosa-dosa yang dianggap remeh, karena permisalan dosa-dosa yang dianggap remeh ibarat suatu kafilah safar yang bermalam di sebuah lembah, setiap orang mengumpulkan sebuah kayu bakar hingga mereka dapat memasak roti mereka. Sesungguhnya dosa-dosa yang dianggap remeh itu dapat membinasakan pelakunya jika ia dihisab” (HR Ahmad nomor 22808 dan dishahihkan Al Albany dalam silsilah shahihah nomor 389).
Benar bahwa Allah Maha kasih, Maha penyayang dan Maha pengampun terhadap hamba-hambaNya, bahkan Allah telah berfirman di dalam Al Quran:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا.
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa selain syirik bagi siapa yang dikehendakiNya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar” (QS An-Nisa 48).
Akan tetapi bukankah Allah juga yang telah menggambarkan dengan sangat jelas penyesalan para pelaku dosa dan maksiat dalam firmanNya:
وَوُضِعَ الْكِتَابُ فَتَرَى الْمُجْرِمِينَ مُشْفِقِينَ مِمَّا فِيهِ وَيَقُولُونَ يَاوَيْلَتَنَا مَالِ هَذَا الْكِتَابِ لَا يُغَادِرُ صَغِيرَةً وَلَا كَبِيرَةً إِلَّا أَحْصَاهَا وَوَجَدُوا مَا عَمِلُوا حَاضِرًا وَلَا يَظْلِمُ رَبُّكَ أَحَدًا.
“Dan diletakkanlah kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang bersalah ketakutan terhadap apa yang tertulis di dalamnya, dan mereka berkata “aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak pula yang besar melainkan ia mencatat semuanya”, dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada tertulis. Dan Tuhanmu tidak menganiaya seorangjuapun” (QS Al-Kahfi 49).
Karenanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memperingatkan kita untuk berhati-hati dari dosa-dosa yang dianggap remeh oleh sebagian besar manusia. Apa itu dosa yang dianggap remeh oleh manusia ? Al Munawi rahimahullah dalam “Faidhul Qadir 3/127” menjelaskan bahwa dosa yang dianggap remeh adalah dosa-dosa kecil yang terus dilakukan seseorang, dan ia tak bertaubat darinya, sedangkan dosa besar tak diberikan permisalan oleh Rasulullah karena sedikitnya dari kalangan sahabat yang terjatuh di dalamnya. Anas radiyallahu ‘anhu berkata;
“Sesungguhnya kalian mengerjakan amalan-amalan yang kalian anggap lebih halus dari sehelai rambut, sedangkan kami (para sahabat. pen) menganggapnya sebagai pembawa kebinasaan di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam” (HR Bukhari nomor 6492).
Rasulullah memisalkan dosa kecil dengan sebatang kayu bakar, yang tak memiliki manfaat yang banyak untuk menyalakan api dan digunakan memasak. Namun ketika dikumpulkan barulah memberikan manfaat yang berarti. Imam Al Ghazali rahimahullah sebagaimana dinukil dalam “Faidul Qadir 3/127” berkata:
“Kesalahan kecil dapat menjadi sebuah dosa besar dengan dua hal; menganggapnya remeh dan terus menerus mengerjakannya. Tiap kali sebuah dosa dianggap besar niscaya ia akan kecil di sisi Allah, dan jika dosa dianggap kecil niscaya ia akan besar di sisi Allah. Karena anggapan besarnya sebuah dosa lahir dari bencinya hati seseorang kepada perbuatan tersebut, sedangkan anggapan kecilnya sebuah dosa lahir dari senangnya hati seseorang kepada perbuatan tersebut. Oleh karena itu ia pantas untuk diadzab karena hati hendaknya diisi dengan cahaya iman dan ketaatan, bukan dengan gelapnya dosa dan kemaksiatan.”
Bukan Besarnya Dosa tetapi Kepada Siapa Bermaksiat
Terkadang setan membisikkan kepada kita agar meremehkan dosa walaupun kecil. Kita merasa tidak apa-apa melakukan dosa ini, karena itu “hanya” dosa kecil dan bukan merupakan dosa besar. Hendaknya kita perhatikan nasehat ulama bahwa bukan besar-kecilnya dosa yang menjadi masalah, akan tetapi kita bermaksiat kepada Allah pencipta kita. Kita buat permisalan, kepada atasan/bos saja, kita hati-hati sekali, jangan sampai melakukan kesalahan walaupun kecil. Kita sangat hati-hati ketika melakukan tugas dari atasan/bos. Tentu kita harus sangat-sangat hati-hati jika bermaksiat kepada Allah, Rabb Penguasa semesta alam yang telah menciptakan alam semesta ini.
Bilal bin Sa’ad berkata,
لا تنظر إلي صغر المعصية, و لكن انظر من عصيت
“Janganlah engkau melihat kecilnya maksiat tetapi lihatlah kepada siapa engkau bermaksiat.” [Ad-Daa’ wad Dawaa’ hal. 82]
Dosa kecil sangat berbahaya jika diremehkan. Dosa yang kecil yang terus-menerus dilakukan akan menjadi dosa besar yang berbahaya, terlebih hatinya meremehkan dosa tersebut. Terdapat ungkapan dari sebagian ulama kita:
لاَ صَغِيْرَةَ مَعَ الْاِسْتِمْرَارَ وَلاَ كَبِيْرَةَ مَعَ الْاِسْتِغْفَارِ
“Tidak ada dosa kecil apabila dilakukan terus-menerus, tidak ada dosa besar apabila diiringi dengan istighfar.”
Bagaimanapun juga, dosa yang kita lakukan besar atau kecil tetap akan membuat hati kita menjadi sakit bahkan mati.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
ﺇِﻥَّ ﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻦَ ﺇِﺫَﺍ ﺃَﺫْﻧَﺐَ ﺫَﻧْﺒًﺎ ﻧُﻜِﺖَ ﻓِﻲ ﻗَﻠْﺒِﻪِ ﻧُﻜْﺘَﺔٌ ﺳَﻮْﺩَﺍﺀُ ﻓَﺈِﻥْ ﺗَﺎﺏَ ﻭَﻧَﺰَﻉَ ﻭَﺍﺳْﺘَﻐْﻔَﺮَ ﺻُﻘِﻞَ ﻗَﻠْﺒُﻪُ ﻭَﺇِﻥْ ﺯَﺍﺩَ ﺯَﺍﺩَﺕْ ﺣَﺘَّﻰ ﺗَﻌْﻠُﻮَ ﻗَﻠْﺒَﻪُ ﻓَﺬَﻟِﻚَ ﺍﻟﺮَّﺍﻥُ ﺍﻟَّﺬِﻱ ﺫَﻛَﺮَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﺰَّ ﻭَﺟَﻞَّ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻘُﺮْﺁﻥِ : ﻛَﻠَّﺎ ﺑَﻞْ ﺭَﺍﻥَ ﻋَﻠَﻰ ﻗُﻠُﻮﺑِﻬِﻢْ ﻣَﺎ ﻛَﺎﻧُﻮﺍ ﻳَﻜْﺴِﺒُﻮﻥَ
”Sesungguhnya seorang mukmin, jika melakukan satu perbuatan dosa, maka ditorehkan di hatinya satu titik hitam. Jika ia bertaubat, berhenti dan minta ampun, maka hatinya akan dibuat mengkilat (lagi). Jika semakin sering berbuat dosa, maka titik-titik itu akan bertambah sampai menutupi hatinya. Itulah ‘raan‘ yang disebutkan Allah ta’ala, sekali-kali tidak akan tetapi itulah ‘raan‘ yang disebutkan Allah dalam Al-Qur’an”. (HR. Ahmad, hasan)
Terkait dengan melakukan dosa juga, ada hal penting yang kita ketahui agar kita semua benar-benar takut ketika akan melakukan sebuah maksiat yang tentu merugikan diri sendiri dan bisa jadi orang lain, yaitu bahwa maksiat ini akan mendatangkan maksiat selanjutnya, akan menyebabkan kita cenderung melakukan maksiat selanjutnya.
Inilah yang dimaksudkan bahwa suatu keburukan akan membawa keburukan selanjutnya. Allah berfirman,
ﻭَﺟَﺰَﺍﺀُ ﺳَﻴِّﺌَﺔٍ ﺳَﻴِّﺌَﺔٌ ﻣِﺜْﻠُﻬَﺎ
“Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa.” (QS. Asy-Syura: 40)
Demikian juga Ibnu Abbas menjelaskan bahwa jangan pernah merasa aman ketika telah melakukan maksiat karena bisa jadi akan melakukan maksiat selanjutnya yang lebih besar. Beliau berkata,
ﻳﺎ ﺻﺎﺣﺐ ﺍﻟﺬﻧﺐ، ﻻ ﺗﺄﻣﻦ ﻣﻦ ﺳﻮﺀ ﻋﺎﻗﺒﺘﻪ، ﻭﻟﻤﺎ ﻳﺘﺒﻊ ﺍﻟﺬﻧﺐ ﺃﻋﻈﻢ ﻣﻦ ﺍﻟﺬﻧﺐ ﺇﺫﺍ ﻋﻤﻠﺘﻪ
“Wahai pelaku dosa, janganlah merasa aman dari jeleknya akibat dosa, karena dosa yang lebih besar bisa jadi mengiringinya/mengikutinya, lebih besar dari dosa yang telah engkau lakukan (sekarang).” (Hilyatul Auliya’ no. 1180)
Semoga kita dijauhkan dari berbagai dosa baik dosa besar maupun dosa kecil, karena maksiat yang kita lakukan ini menjadi sebab kesusahan, musibah dan bencana yang turun kepada kita.
Allah Ta’ala berfirman,
وَمَآأَصَابَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُوا عَن كَثِيرٍ
“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. Asy-Syuraa :30)