Senin, 25 Juli 2022

Halalkah Penghasilan Mantan Musisi dan Pekerja Riba yang Bertaubat

Halalkah Penghasilan Mantan Musisi dan Pekerja Riba yang Bertaubat. Alhamdulillah, kata-kata “hijrah” sekarang menjadi familiar dan memang mulai banyak kaum muslimin yang hijrah. Yang sebelumnya banyak melanggar aturan agama, sekarang menjadi lebih baik, berusaha mempelajari agama dan mengamalkannya dengan baik.

Yang melakukan hijrah bisa jadi orang yang dahulunya melakukan pekerjaan yang haram sehingga mendapatkan penghasilan yang haram pula, seperti pelacur, pekerja riba, musisi, menjual-beli barang-barang haram, dan lain-lainnya. Sekarang muncul pertanyaan, bagaimana dengan uang hasil pekerjaan haram yang dia dapatkan dahulu setelah dia bertaubat sekarang? Apakah halal atau tidak? Apakah dia harus sumbangkan dan  sedekahkan semuanya?

Berikut sedikit pembahasannya:

Terkait dengan harta yang didapatkan dengan cara yang haram, berikut rincian ringkasnya

  1. Apabila didapatkan dengam cara zalim dan mengambil hak orang lain, maka harus dikembalikan kepada yang mempunyai hak. Misalnya, mencuri, merampas, merampok, dan lain-lain.
  2. Apabila didapatkan dengan saling ridha dan suka sama suka, ini ada rincian:

  • Apabila dia sudah tahu itu hukumnya haram, maka penghasilannya haram dipakai dan dimanfaatkan. Dia wajib menyalurkan dan menyedekahkan harta tersebut untuk kemaslahatan kaum muslimin.
  • Apabila belum tahu itu hukumnya haram (ingat: “benar-benar tidak tahu”), maka dia boleh memanfaatkan harta tersebut karena mendapatkan uzur serta tidak harus menyedekahkan semuanya.

Poin nomor 2b ini yang menjadi pembahasan kita. Ada beberapa dalil yang menunjukkan bahwa penghasilan semacam ini boleh digunakan dan tidak harus disedekahkan semuanya.

Dahulu beberapa sahabat mendapatkan uang dan penghasilan dengan menjual khamar dan melakukan praktek riba jahiliyyah sebagaimana yang dilakukan oleh paman Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam. Transaksi ini dilakukam dengan saling rida dan suka sama suka, lalu tatkala turun ayat larangam khamar dan praktek riba jahiliyyah, tidak ada perintah kepada para sahabat untuk tidak memanfaatkan uang yang didapatkan dahulu.

Ketidaktahuan ini  adalah uzur sebagaimana kaidah umum,

جهل المكلف بالحكم موجب للعذر

“Ketidaktahuan mukallaf terhadap hukum, mengharuskan adanya uzur.”

Beberapa ulama juga berdalil dengan ayat berikut. Allah Ta’ala berfirman,

فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

“Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Rabb-nya, lalu terus berhenti, maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah” (QS. Al-Baqarah: 275).

Syekh Abdul Aziz bin Baz Rahimahullah menjelaskan ayat ini. Beliau rahimahullah berkata,

فهذه الآية الكريمة يستفاد منها حل الكسب الماضي من العمل غير المشروع إذا تاب العبد إلى الله ورجع عن ذلك وإن تصدقتم به أو بشيء منه احتياطا فحسن

“Dari ayat yang mulia ini, bisa diambil faidah mengenai status halal harta sebelumnya yang didapatkan dengan cara yang tidak masyru’ (tidak halal) apabila seorang hamba telah bertaubat dan rujuk dari pekerjaan haram tersebut. Apabila dia menyedekahkannya atau sebagian disedekahkan, maka ini lebih hati-hati dan lebih baik” (Majmu’ Fatwa, 4: 306).

Demikian juga penjelasan dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah,

وما قبضه الإنسان بعقد مختلف فيه يعتقد صحته لم يجب عليه رده في أصح القولين، ومن كسب مالاً حرامًا برضاء الدافع ثم تاب: كثمن خمر ومهر البغي وحلوان الكاهن، فالذي يتلخص من كلام أبي العباس أن القابض إذا لم يعلم التحريم ثم علم جاز له أكله، وإن علم التحريم أولاً ثم تاب فإنه يتصدق به. كما نص عليه أحمد في حامل الخمر

“Harta yang didapatkan oleh manusia dari akad yang diyakini keabsahannya, maka tidak wajib baginya mengembalikan -pendapat terkuat dari dua pendapat-. (Hal ini) bagi mereka yang mendapatkan harta haram dengan ridha dari yang membayar/memberikan (saling ridha) kemudian bertaubat, seperti hasil menjual khamr, hasil berzina, atau hasil perdukunan. Disimpulkan dari perkataan Abul Abbas bahwa orang yang mendapatkan harta tersebut, apabila tidak tahu sebelumnya lalu bertaubat, maka boleh memakan hasilnya (memanfaatkan harta tersebut). Apabila dia tahu bahwa itu pekerjaan haram di awal lalu bertaubat, maka dia harus menyedekahkannya, sebagaimana ditegaskan oleh Imam Ahmad terkait kurir khamr.” (Al-Mustadrak ‘Ala Majmu’ Fatawa, 4: 77).

Hal ini juga sesuai dengan kemudahan dalam syariat. Karena apabila seseorang tahu cara taubatnya dengan menyedekahkan semua harta, padahal dia mendapat uzur karena tidak tahu, bisa jadi dia akan menunda-nunda taubat karena dia masih butuh harta tersebut.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah menjelaskan,

وأُمر برد جميع ما اكتسبه من الأموال ، والخروج عما يحبه من الأبضاع إلى غير ذلك صارت التوبة في حقه عذابا ، وكان الكفر حينئذ أحب إليه من ذلك الإسلام الذي كان عليه

“Perintah mengembalikan semua harta yang dia dapatkan dan keluar dari keadaan tersebut (zona nyaman), maka akan menjadikan taubat adalah azab baginya. Bisa jadi kekafiran ini lebih ia sukai daripada Islam dengan keadaan tersebut.” (Majmu’ Al-Fatawa, 22: 21)

Setelah bertaubat hendaknya tunaikan zakat pembersih harta yang terlupakan dan perbanyak sedekah.

Apabila telah bertaubat dengan keadaan ini, hendaknya taubat diikuti dengan memperbaiki diri dan mengiringi (membalas) perbuatan buruk dengan perbuatan baik.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

اِتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ

“Bertakwalah kepada Allah di mana saja Engkau berada dan iringilah sesuatu perbuatan dosa (kesalahan)  dengan kebaikan, pasti akan menghapuskannya dan bergaullah sesama manusia dengan akhlak yang baik.” (HR Tirmidzi, Shahih at-Targhib no. 3139)

Perbuatan baik akan menghapus perbuatan yang buruk di masa lalu. Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ

“Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk.” (QS. Huud: 114)

Karena ini terkait dengan harta, hendaknya bayarkan zakat-zakat terdahulu yang lalai ditunaikan karena zakat akan menjadi pembersih harta. Allah Ta’ala berfirman,

خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka.” (QS. At-Taubah: 103)

Tidak lupa memperbanyak sedekah terutama sedekah sembunyi-sembunyi karena bisa meredam murka Allah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

صَدَقَةُ السِّرِّ تُطْفِئُ غَضَبَ الرَّبِّ.

“Sedekah secara sembunyi-sembunyi itu meredamkan kemurkaan Rabb (Allah).” (HR. Ath-Thabrani)

Semoga dengan sedekah tesebut bisa menjaga kita dari api neraka atas dosa-dosa yang kita lakukan di masa lalu.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

فَاتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَبِكَلِمَةٍ طَيِّبَةٍ

“Jagalah diri kalian dari neraka meskipun hanya dengan sedekah setengah biji kurma. Barangsiapa yang tidak mendapatkannya, maka ucapkanlah perkataan yang baik.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Ibnul Qayyim Rahimahullah menjelaskan bahwa sedekah dari ahli maksiat sekalipun bisa mencegah bala’, apalagi seorang muslim yang sudah bertaubat. Beliau rahimahullah menjelaskan,

“إن للصدقة تأثيرا عجيبا في دفع أنواع البلاء، ولو كانت من فاجر أو من ظالم، بل من كافر، فإن الله تعالى يدفع بها عنه أنواعا من البلاء، وهذا أمر معلوم عند الناس خاصتهم وعامتهم، وأهل الأرض كلهم مقرون به؛ لأنهم جرَّبوه”

“Sedekah memiliki pengaruh yang ajaib dalam mencegah berbagai bala’, walaupun sedekah dari seorang fajir (ahli maksiat) atau zalim bahkan dari orang kafir. Karena Allah mencegah dengan sedekah berbagai bala’. Hal ini telah diketahui oleh manusia, baik yang awam ataupun tidak. Penduduk bumi mengakui hal ini karena mereka telah membuktikannya.” (Al-Waabilus Shayyib hal. 49, Darul Kitab Al-‘Iraqi).

Referensi sebagai berikut ini ;