Dosa Besar dalam Islam: Memakan Harta Anak Yatim dan Korupsi. Memakan harta anak yatim dan korupsi, dalam Islam, adalah perbuatan dzalim yang merugikan orang lain. Sementara itu, keduanya juga menjadi bagian dari dosa besar yang membuat pelakunya mendapatkan ancaman pedih di akhirat. Makan harta anak yatim Memakan harta anak yatim adalah salah satu bentuk dosa besar.
Perbuatan tercela tersebut amat dikecam dan mendapat sanksi berat dari Allah. Wali yang menjaga anak yatim, seharusnya mengurus harta yang dimiliki anak yatim tersebut dengan penuh amanah dan bukan menyelewengkannya.
Sebab, harta yang dikelola saat ini menjadi bekal bagi anak yatim di kemudian hari. Saat anak yatim beranjak dewasa dan mampu mengurusi hartanya sendiri, maka harta itu akan sepenuhnya dikembalikan kepada mereka. Mengenai amanah menjaga harta anak yatim ini, Allah berfirman: "Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih baik (bermanfaat) sampai ia dewasa dan penuhilah janji. Sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungjawabannya. (QS. Al-Isra’:34) Dikutip buku Akidah Akhlak Kelas IX, orang yang menyelewengkan atau melakukan korupsi pada harta anak yatim akan diganjar dengan konsekuensi berat.
Perbuatan tersebut tidak semestinya dilakukan karena meninggalkan berbagai dosa bagi pelakunya. Ancaman pun juga akan ditampakkan pada kehidupan akhiratnya. Berikut ini dampak memakan harta anak yatim secara batil yang akan dirasakan pelakunya:
1. Ancaman masuk neraka.
Pelaku yang memakan harta anak yatim telah dipersiapkan api neraka baginya di Hari Pembalasan. Dia seperti menelan api ke dalam perutnya akibat perbuatan itu. Hal ini ditegaskan Allah dalam surah An Nisa ayat 10: Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zhalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).(QS.An-Nisa’:10)
2. Masuk dalam golongan pelaku dosa besar. Penyeleweng harta anak yatim masuk dalam pelaku dosa besar. Dosa ini setara dengan soda syirik, sihir, makan riba, sampai pembunuhan. Nabi Muhammad menjelaskan hal ini dalam sabdanya:
Dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. beliau bersabda: “Jauhilah tujuh(dosa) yang membinasakan!” Mereka (para sahabat) bertanya: “Wahai Rasûlullâh, apakah itu?” Beliau Shallallahu ‘alahi wa sallam menjawab, “Syirik kepada Allah ; sihir; membunuh jiwa yang Allah haramkan kecuali dengan haq; memakan riba; memakan harta anak yatim; berpaling dari perang yang berkecamuk; menuduh zina terhadap wanita-wanita merdeka yang menjaga kehormatan, yang beriman, dan yang bersih dari zina”. (HR. Al-Bukhari)
Sebaliknya, jika seseorang memenuhi hajat hidup anak yatim dan menjaga harta maka Allah akan memberikan kemuliaan padanya. Dilansir dari laman Dompet Dhuafa, mereka yang memuliakan anak yatim mendapatkan jaminan masuk surga. Hal ini seperti yang disampaikan Nabi Muhammad dalam sabdanya: “Barangsiapa mengambil anak yatim dari kalangan Muslimin, dan memberinya makan dan minum, Allah akan memasukannya kedalam surga, kecuali apabila ia berbuat dosa besar yang tidak terampuni.” (HR. Tirmidzi).
Korupsi Perilaku korupsi hampir sama dengan memakan harta anak yatim, yang sama-sama sebagai perbuatan mendzalimi orang lain. Korupsi adalah perilaku pejabat publik dan pihak lain dalam menyelahgunakan kepercayaan publik demi memperkaya diri dan atau memperkaya orang-orang yang dekat dengannya.
Sementara menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) korupsi diartkan penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaan) demi kepentingan pribadi dan orang lain. Mengutip Jurnal Al Qishthu Volume 12, Nomor 2 (2015), dalam Al Quran telah disebutkan mengenai bentuk penyelewengan harta atau memakan harta yang bukan haknya. Misalnya dalam surah Al Maidah ayat 161 yang menyebutkan, siapa pun yang berkhianat dalam rampasan perang, maka dia akan mendapat balasan atas perbuatannya itu di akhirat. Allah berfirman: "Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan hatra rampasan perang. Barang siapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatinya itu; kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya (QS. Ali Imran: 161). Al Alusiy Al Baghdadiy dalam kitab “Ruh al Ma’aniy fiy Tafsir al-Quran al- Azhim, wa Al-Sab’ al-Masaniy" mengatakan terkait ayat tersebut, tidak dibenarkan bagi nabi untuk menyembunyikan harta rampasan karena khianat tidak sejalan dengan sifat kenabian. Kata al ghulul dalam ayat memiliki makna mengambil secara sembunyi-sembunyi. Kalimat ini disandingkan pada pebuatan mencuri dan secara khusus pada perbuatan mencuri harta rampasan sebelum dibagi. Korupsi menimbulkan beragam dampak buruk bagi pelakunya. Di samping itu, dampak juga akan dirasakan oleh orang lain akibat perilaku segelintir oknum tidak bertanggung jawab. Berikut ini berbagai dampak negatif korupsi:
- Memperoleh kehinaan dan siksa di neraka. Korupsi merupakan bentuk kehinaan dan aib. Bagi pelakunya telah disiapkan siksaan di neraka.
- Menyengsarakan orang lain. Orang lain atau bahkan rakyat dari sebuah negara dapat menderita akibat menjadi korban korupsi. Kondisi rakyat menjadi tidak terurus akibat penyelewengan harta.
- Tidak masuk surga. Koruptor pada akhir hayatnya akan membawa harta korupsinya sampai ke akhirat. Saat memperoleh pengadilan di Hari Akhir, dia akan terhalang masuk surga akibat harta yang dikorupsi itu. Nabi Muhammad bersabda, “Barangsiapa berpisah ruh dari jasadnya (mati) dalam keadaan terbebas dari tiga perkara, maka ia (dijamin) masuk surga. Yaitu kesombongan, ghulul (korupsi), dan hutang”.
- Doa tidak terkabul. Orang yang korupsi maka doanya akan tertolak. Penyebabnya, dia telah memakan harta haram yang membuat doa tidak lagi makbul.