Doa merupakan suatu permohonan atau permintaan yang bersifat baik terhadap Allah SWT, seperti meminta kesehatan, keselamatan, rezki yang halal dan tabah dalam menjalani kehidupan. Allah berfirman yang artinya adalah :"Berdo'alah kepadaKu, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku (dengan berdoá) akan masuk Neraka Jahannam dalam keadaan hina dina." (QS. Ghafir : 60).
Berdoá adalah menjalankan perinta Allah. Berarti berdoá adalah ibadah. Bahkan orang yang tak mau berdoá dicap oleh Allah sebagai orang yang sombong dan akan dimasukan neraka. Sehingga do’a adalah sebagai peredam murka Allah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa yang tidak meminta pada Allah, maka Allah akan murka padanya.” (HR. Tirmidzi no. 3373. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Kita sering menggunakan nalar kita dalam mengukur kehidupan. Karena miskin ia tak mau berdoá agar dirinya menjadi pengusaha yang kaya. Alasannya bagaimana akan menjadi pengusaha, modal saja tidak punya. Ini kekeliruan pola pikir manusia. Seolah-olah Allah tak mampu menolongnya menjadi orang kaya.
Hal demikian juga ada pada diri Nabi Zakariya. Beliau sudah tua, isterinya juga sudah tua dan mandul. Secara nalar mereka mustahi mempunyai anak. Maka zakariya pun tidak berdoá.
Namun ketika beliau yang merawat keponakannya Maryam yang soleh memunculkan fitrahnya untuk memiliki anak yang soleh juga untuk meneruskan dakwahnya. Pikiran yang demikian melahirkan keyakinan kalau Allah maha kuasa. Dia dapat merubah segalanya. Dalam kondisi yang sudah tua namun dalam dirinya ada keyakinan yang kuat atas kekuatan dan kasih sayang Allah yang akan mengabulkan doánya, maka dengan penuh keyakinan ia berdoa:
رَبِّ هَبْ لى مِنْ لَدُنْكَ ذُرِيَّةً طَيِّبَةً اِنَّكَ سَميعُ الدُّعاء
“Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa”.[QS. 3 Ali Imran: 38]
Perlu kita yakini bahwa Allah tak pernah mengingkari janji. Kalau Dia berjanji akan mengabulkan doá hambanya, maka hal tersebut pasti ditepati. Ternyata benar, ketika Nabi Zakaria berdoa, maka saat itu juga do’ä Zakariya dikabulkan langsung oleh Allah. Allah mengkisahkan hal ini di ayat selanjutnya, ”Kemudian para malaikat memanggilnya, ketika dia berdiri melaksanakan shalat di mihrab, "Allah menyampaikan kabar gembira kepadamu dengan (kelahiran) Yahya, yang membenarkan sebuah kalimat (firman) dari Allah, panutan, berkemampuan menahan diri (dari hawa nafsu) dan seorang nabi di antara orang-orang saleh."(QS. 3 Ali Imran 39)
Doánya yang dikabulkan secara langsung saat itu juga membuat Nabi Zakaria kaget dan seolah tak percaya. Sebab ketika ia dan isterinya masih muda saja susah mendapatkan anak. kenapa di usia yang sudah tua akan punya anak. Apalagi isterinya adalah seorang yang mandul. Karena sudah tua kita bisa memperkirakan sudah monopous. Sehingga mustahil dan tidak masuk akal kalau mereka akan punya anak.
Karena mustahil tersebut maka Dia (Zakaria) berkata, "Ya Tuhanku, bagaimana aku bisa mendapat anak, sedang aku sudah sangat tua dan istriku pun mandul?" Dia (Allah) berfirman, "Demikianlah, Allah berbuat apa yang Dia kehendaki." (QS. Ali Imran 40).
Ayat tersebut menjelaskan kepada kita, ternyata bagi Allah sangat mudah untuk mematahkan kemustahilan. Hal-hal yang luar biasa dapat Allah berikan kepada siapa saja. Bagi-Nya tidak ada yang sulit, ‘Allah berbuat apa yang Dia kehendaki’.
Kisah tersebut Allah sampaikan dalam Al Qurán agar menjadi pelajaran kita semua. Banyak kisah dari hal yang mustahil, namun Allah mementahkan kemustahilan. Api terasa dingin ketika Nabi Ibrahim dilempar kedalamnya. Laut dapat terbelah ketika Musa akan menyeberang. Dan mungkin banyak kisah yang kita dengar.
Maka pesan yang kita petik, Janganlah berputus asa dengan rahmat Allah. Bercita-citalah setinggi langit. Allah akan mengabulkannya. Bangunlah keyakinan kalau Allah akan menolong. Bangunlah rasa percaya diri yang akan mendorong untuk maju dan berkembang.
Namun kita jangan takabur seperti Firáun. Dia tak mau bersandar kepada Allah, apalagi berdoá kepada-Nya. Maka ketika orang melihat kekuasaan Firáun di atas segalanya, dan seolah mustahil dapat runtuh, ternyata bagi Allah mudah. Cukup dengan menenggelamkan Firáun kemustahilan dari keruntuhan tersebut berakhir
Dua orang sahabat lama sedang berjumpa. Mereka terlihat seru membicarakan pengalaman masing-masing selama ini. Rupanya secara kebetulan mereka sama-sama memiliki atasan yang sangat baik di tempat kerjanya. Maka mulailah kedua sahabat ini saling membandingkan bos mereka sendiri.
"Pimpinan perusahaan tempatku bekerja sangat dermawan sekali. Ia selalu melebihkan bayaran gaji kita-kita ini!"
"Wah, atasanku juga begitu! Ia orangnya ringan tangan banget. Kalau tahu ada karyawan yang sedang dalam masalah, ia pasti langsung membantu!" Sahabatnya segera menimpali.
"Pemimpinku juga orang yang sangat sopan. Ia berbicara ramah kepada siapa saja meskipun karyawan yang posisinya paling rendah di perusahaan!"
"Tidak jauh beda dengan atasanku. Ia terkenal santun. Tidak pernah bicara kasar apalagi menyakiti hati orang lain!" Sahabatnya tidak mau kalah.
"Satu sifat bos yang paling aku kagumi, ia selalu memaafkan kesalahan karyawannya. Sebesar apapun kelalaian yang dilakukan karyawan, ia tetap bijaksana untuk memaafkan!"
Kali ini sang sahabat tidak segera menjawab. Tampaknya ia berusaha mengingat momen-momen ketika ada karyawan berbuat salah di kantor, apa yang dilakukan atasannya itu.
"Kenapa kamu diam aja? Apa sikap bos kamu kurang baik kalau ada bawahan bikin salah?"
"Bukan gitu. Justru aku gak pernah lihat gimana reaksi bos saat melihat kesalahan anak buahnya. Sebab semua karyawan di kantor tertib semua. Mereka disiplinnya bagus!"
"Berarti masih belum kelihatan nih gimana kebaikan bos kamu secara keseluruhan. Betul gak?"
Tidak salah lagi, tanpa ada bawahan yang berbuat salah justru menjadi tanda tanya bagi kita semua, bagaimana sikap seorang atasan menghadapi kesalahan.
Cerita ini sekaligus memberi pelajaran bagi kita mengapa Allah mencintai orang-orang yang berbuat dosa dari kalangan hamba-hambaNya. Yaitu agar hamba tersebut bertaubat kepada Allah, sehingga ia akan mendapati sifat Allah Yang Maha Memaafkan lagi Maha Mengampuni.
Cerita ini sekaligus memberi harapan bagi kita yang berlumuran dosa ini, bahwa selalu ada harapan bagi kita untuk membawa dosa-dosa ini ke pintu istigfar, karena Allah Maha Menerima Taubat.
وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لَوْ لَمْ تُذْنِبُوا لَذَهَبَ اللَّهُ بِكُمْ وَلَجَاءَ بِقَوْمٍ يُذْنِبُونَ فَيَسْتَغْفِرُونَ اللَّهَ فَيَغْفِرُ لَهُمْ
“Demi Dzat yang jiwaku ada di tanganNya, seandainya kalian tidak pernah berbuat dosa, niscaya Allah akan tetap mendatangkan suatu kaum, yang kemudian kaum tersebut berbuat dosa, lantas mereka meminta ampun kepada Allah, dan Allah akan mengampuni mereka.”
(Hadist Riwayat Muslim)
Demikianlah, kehidupan ini selalu ada hikmah dibalik peristiwa keseharian kita.Tidak ada manusia yang sempurna karena kesempurnaan itu hanya milik Allah SWT.Dan setiap manusia tidak luput dari berbuat salah dan khilaf. karenanya setiap kesalahan yang terlanjur diperbuat, hendaknya menjadi pembelajaran bagi kita semua untuk dapat memperbaiki dan berlaku lebih baik lagi.
Referensi sebagai berikut ini ;