Rabu, 27 Juli 2022

Berikut Penjelasan Mengapa Ada Kesulitan Dalam Hidup Manusia Didunia

Mengalami masa-masa sulit seperti yang kita alami sebagai umat Islam saat ini, cukup melegakan membaca janji Allah SWT dalam Alquran sebagaimana dalam surat Al-Insyirah ayat 5-6: “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.“ Namun pemikiran yang muncul di benak semua orang adalah, mengapa kita harus melalui kesulitan sejak awal? Mengapa Allah SWT tidak menjadikan hidup kita menyenangkan.  Mengapa kita harus melihat orang-orang di Suriah terbunuh dan terluka? Mengapa Muslim menderita akibat Islamofobia yang merenggut hak atau semangat mereka untuk sedikitnya? 

Kali ini akan dijelaskan sebagaimana dilansir di About Islam. Membaca firman-firman Allah SWT dalam Alquran, seseorang dapat menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu dan memahami kebijaksanaan agung di balik situasi tersebut. 

Berikut  tujuh ayat Alquran yang menjelaskan tentang mengapa ada masa sulit kehidupan.

1. QS Muhammad ayat 4

فَإِذَا لَقِيتُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا فَضَرْبَ الرِّقَابِ حَتَّىٰ إِذَا أَثْخَنْتُمُوهُمْ فَشُدُّوا الْوَثَاقَ فَإِمَّا مَنًّا بَعْدُ وَإِمَّا فِدَاءً حَتَّىٰ تَضَعَ الْحَرْبُ أَوْزَارَهَا ۚ ذَٰلِكَ وَلَوْ يَشَاءُ اللَّهُ لَانْتَصَرَ مِنْهُمْ وَلَٰكِنْ لِيَبْلُوَ بَعْضَكُمْ بِبَعْضٍ ۗ وَالَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَلَنْ يُضِلَّ أَعْمَالَهُمْ

“Apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir (di medan perang) maka pancunglah batang leher mereka. Sehingga apabila kamu telah mengalahkan mereka maka tawanlah mereka dan sesudah itu kamu boleh membebaskan mereka atau menerima tebusan sampai perang berakhir. Demikianlah apabila Allah menghendaki niscaya Allah akan membinasakan mereka tetapi Allah hendak menguji sebahagian kamu dengan sebahagian yang lain. Dan orang-orang yang syahid pada jalan Allah, Allah tidak akan menyia-nyiakan amal mereka.”

Mungkin penjelasan pertama dan terpenting tentang mengapa orang-orang yang benar harus melalui masa-masa sulit dijelaskan oleh ayat yang fasih di atas. Allah menyatakan bahwa Dia dapat mengalahkan musuh-musuh-Nya tanpa bantuan orang-orang beriman. Dia, tentu, mampu melakukan apa saja. 

Namun, sunnah (hukum) Allah adalah melakukan itu melalui kita sehingga kita akan diuji. Hidup ini tidak lain adalah ujian. (QS Al-Mulk: 2).

Bagian dari ujian ini adalah agar Allah menunjukkan siapa yang akan membela kebenaran dan mendukungnya. Jika bukan karena masa-masa sulit seperti ini, orang akan selalu mengklaim bahwa mereka berdiri pada kebenaran. Klaim ini harus diverifikasi dengan ujian dan kesengsaraan. (QS Al-`Ankabut: 2)

2. QS Al-Baqarah ayat 214 

أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ ۖ مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا حَتَّىٰ يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ مَتَىٰ نَصْرُ اللَّهِ ۗ أَلَا إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ

“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.”

Pernyataan dalam ayat tersebut dibuat sekelompok orang beriman dan utusan mereka ketika mereka tersentuh oleh kesulitan dan mereka terguncang di jalan menuju Allah. Allah berfirman kepada Rasul-Nya, kepada orang-orang beriman, dan kepada seluruh umat manusia bahwa jalan menuju Allah penuh dengan masa-masa sulit ini: 

Ketika ayat tersebut menegaskan kembali bahwa menghadapi kesulitan yang tidak dapat dihindari, hal ini membawa perhatian pembaca pada tiga keyakinan penting yaitu kemenangan adalah milik Allah, sangat dekat, dan sebut Dia untuk mewujudkannya.

Kesulitan membantu menghubungkan orang-orang yang beriman kepada Allah secara komprehensif. Hati mereka akan melekat pada-Nya dan harapan mereka hanya akan ada di dalam Dia. Masa-masa sulit memelihara tauhid di hati orang-orang beriman dengan cara yang tidak mungkin dilakukan pada saat-saat mudah.

Berikut Penjelasan Mengapa Ada Kesulitan Dalam Hidup Manusia Didunia. 

3. QS Ali Imran ayat 141.

 وَلِيُمَحِّصَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَيَمْحَقَ الْكَافِرِينَ  

“Dan agar Allah membersihkan orang-orang yang beriman (dari dosa mereka) dan membinasakan orang-orang yang kafir.” Setelah pertempuran Uhud ketika kekalahan parsial menimpa tentara Muslim, ayat-ayat turun pada orang-orang beriman untuk menghibur mereka, memperbaiki kesalahan mereka, menganalisis peristiwa tersebut, dan menjelaskan apa yang terjadi.

Sungguh masa yang sulit ketika Allah mendeskripsikannya dengan kata mosibah (malapetaka). Saat menjelaskan alasan Allah membiarkan bencana seperti itu terjadi pada Nabi tercinta dan para sahabatnya.  Allah SWT berfirman, "Dan untuk membantu membersihkan orang-orang beriman..."

Orang-orang percaya membutuhkannya dan itu memang membersihkan mereka. Itu membersihkan setiap individu dari semua kotoran. Ini membersihkan mereka dari cinta dunia ini, yang alasan utama kekalahan mereka. Ini juga membersihkan mereka dari dosa-dosa yang mereka miliki sebelum kesulitan.

4. Ali Imran Ayat 167

وَلِيَعْلَمَ الَّذِينَ نَافَقُوا ۚ وَقِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا قَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَوِ ادْفَعُوا ۖ قَالُوا لَوْ نَعْلَمُ قِتَالًا لَاتَّبَعْنَاكُمْ ۗ هُمْ لِلْكُفْرِ يَوْمَئِذٍ أَقْرَبُ مِنْهُمْ لِلْإِيمَانِ ۚ يَقُولُونَ بِأَفْوَاهِهِمْ مَا لَيْسَ فِي قُلُوبِهِمْ ۗ وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا يَكْتُمُونَ

“Dan supaya Allah mengetahui siapa orang-orang yang munafik. Kepada mereka dikatakan: "Marilah berperang di jalan Allah atau pertahankanlah (dirimu)". Mereka berkata: "Sekiranya kami mengetahui akan terjadi peperangan, tentulah kami mengikuti kamu". Mereka pada hari itu lebih dekat kepada kekafiran dari pada keimanan. Mereka mengatakan dengan mulutnya apa yang tidak terkandung dalam hatinya. Dan Allah lebih mengetahui dalam hatinya. Dan Allah lebih mengetahui apa yang mereka sembunyikan.”

Selain di level individu, bentuk ujian lainnya ada di level kelompok.  Orang munafik ada di hampir setiap masyarakat. Mereka mengaku berpihak pada kebenaran dan mereka bekerja sangat keras untuk menipu orang. Ketika pertempuran Badar terjadi dan Allah memberikan kemenangan besar kepada Rasul-Nya, sekelompok orang munafik muncul. Kehadiran kelompok semacam itu di masyarakat mana pun dapat merusaknya. Mereka mencari keuntungan duniawi dan tidak tertarik untuk mendukung kebenaran. Seringkali, mereka benar-benar berpihak pada kebenaran dan melawannya dari dalam. 

Saat-saat setelah pertempuran Badar mengingatkan kita dengan saat-saat setelah revolusi Arab terjadi dan memperoleh sebagian keberhasilan. Semua orang berpihak pada revolusi termasuk mereka yang menentangnya secara agresif. 

Namun, ketika revolusi mulai menghadapi kesulitan dan menjadi jelas bahwa tidak ada keuntungan duniawi yang akan dicapai, banyak orang kembali menentangnya. Kemunafikan tidak selalu dalam iman. Itu juga sifatnya. Masa-masa sulit mengungkap semua jenis orang munafik dan melindungi masyarakat dari bahaya mereka.

5. QS Adz-Dzariyat ayat 56

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ 

“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”  

Itu adalah tujuan akhir untuk menyembah Allah. Namun ibadah dalam Islam bukan hanya seperangkat ritual yang dilakukan seseorang. Ibadah dalam Islam bersifat komprehensif yang mencakup semua jenis tindakan, baik emosional maupun fisik. Ada aspek-aspek yang sangat berharga dari ibadah ini yang nyaris tidak terlihat di luar masa-masa sulit.

Sabar, konsep yang sangat komprehensif yang mencakup kesabaran, ketekunan, dan ketabahan, sangat menunjukkan dirinya pada saat-saat sulit. Tawakal, ketergantungan sepenuhnya kepada Allah, paling banyak dilakukan pada saat-saat sulit. Kerendahan hati di hadapan Allah paling terlihat ketika kita dihadapkan pada kesengsaraan.

Pertobatan adalah salah satu upaya pertama selama masa-masa sulit. Ini dibutuhkan Nabi Yunus untuk lepas dari kegelapan perut ikan paus untuk berseru kepada Allah. (QS Al-Anbiya: 87) 

6. QS Ali Imran ayat 140

نْ يَمْسَسْكُمْ قَرْحٌ فَقَدْ مَسَّ الْقَوْمَ قَرْحٌ مِثْلُهُ ۚ وَتِلْكَ الْأَيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّاسِ وَلِيَعْلَمَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَيَتَّخِذَ مِنْكُمْ شُهَدَاءَ ۗ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ

“Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itupun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan diantara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada'. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim.” 

Pengorbanan yang terjadi pada saat kesusahan berpihak pada kebenaran dan dukungannya sangat diapresiasi Allah SWT. Faktanya, Dia mengizinkan itu terjadi sehingga Dia meninggikan derajat orang-orang percaya itu dan menunjukkan seberapa besar mereka mendukung kebenaran. 

Allah SWT memilih beberapa dari mereka dan memberikan mereka pengorbanan dengan hal yang paling berharga dalam hidup mereka, bahwa itulah hidup mereka. Dia kemudian memberi mereka gelar yang tinggi di surga dan memberi mereka apa yang tidak Dia berikan kepada orang lain.

7. QS Al-Inshirah ayat 5-6

فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا

“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.“ 

Akhirnya, mereka yang gagal melihat hikmah di balik kesulitan juga akan gagal melihat kemudahan. Semoga Allah SWT menunjukkan kebenaran kepada kita dan membantu kita untuk mengikutinya. Semoga Dia memberi kita Sabr ketika masa-masa sulit, dan memberi kita kemudahan dalam kehidupan ini dan di akhirat. 


Ada beberapa hal yang bisa membantu seorang hamba untuk bersabar menghadapi gangguan dari orang lain .

Menyadari bahwa Allah subhanahu wa ta’ala yang menciptakan perbuatan para hamba. Perbuatan hamba, baik gerak, diam, maupun keinginannya, semua adalah ciptaan Allah subhanahu wa ta’ala. Apa yang Allah subhanahu wa ta’ala kehendaki pasti terjadi, sedangkan yang tidak Dia kehendaki tidak akan terjadi. Tidak ada hal sekecil apa pun yang bergerak, di alam yang tinggi dan yang rendah, kecuali dengan izin Allah subhanahu wa ta’ala dan kehendak-Nya. Para hamba adalah alat.

Karena itu, pandanglah kepada Dzat yang menguasakan mereka atas diri Anda, jangan Anda lihat perbuatan mereka terhadap Anda. Dengan demikian, Anda akan bisa terlepas dari kecemasan dan kesedihan.

Menyadari dosa-dosanya

Hamba mengakui dosa-dosanya dan mengakui pula bahwa Allah subhanahu wa ta’ala menguasakan mereka atas dirinya akibat dosa yang diperbuatnya. Hal ini sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala,

وَمَآ أَصَٰبَكُم مِّن مُّصِيبَةٖ فَبِمَا كَسَبَتۡ أَيۡدِيكُمۡ وَيَعۡفُواْ عَن كَثِيرٖ ٣٠

“Dan musibah apa pun yang menimpa kalian maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (asy-Syura:30)

Apabila hamba mempersaksikan bahwa dia ditimpa oleh segala hal yang tidak disukai akibat dosa-dosanya, ia akan menyibukkan diri dengan bertobat dan memohon ampunan atas dosa-dosa yang menyebabkan Allah subhanahu wa ta’ala menguasakan mereka atas dirinya tersebut. Dia tidak lagi (memiliki waktu) untuk mencela, mengecam, dan mencaci maki mereka.

Apabila Anda melihat seorang hamba mencaci maki orang yang menyakitinya, tidak mau berintrospeksi dan mencela dirinya sendiri, serta tidak memohon ampunan, ketahuilah bahwa musibah yang menimpanya adalah musibah yang sejati.

Apabila si hamba bertobat dan memohon ampunan seraya berkata bahwa hal ini disebabkan dosa-dosanya, gangguan manusia tersebut berubah menjadi kenikmatan baginya.

Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu mengucapkan sebuah kalimat yang indah, “Seorang hamba hendaknya tidak berharap selain kepada Rabbnya, dan tidak khawatir kecuali terhadap dosanya.”

Diriwayatkan pula dari beliau radhiallahu ‘anhu dan yang selainnya, “Tidaklah terjadi sebuah bencana kecuali karena dosa, dan tidak akan dihilangkan bencana itu kecuali dengan tobat.”

karat-terkelupas

Menyadari pahala yang baik yang dijanjikan oleh Allah subhanahu wa ta’ala terhadap orang yang memaafkan dan bersabar.

Hal ini sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala,

وَجَزَٰٓؤُاْ سَيِّئَةٖ سَيِّئَةٞ مِّثۡلُهَاۖ فَمَنۡ عَفَا وَأَصۡلَحَ فَأَجۡرُهُۥ عَلَى ٱللَّهِۚ إِنَّهُۥ لَا يُحِبُّ ٱلظَّٰلِمِينَ ٤٠

“Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik, pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang lalim.” (asy-Syura: 40)

Dalam hal menghadapi gangguan orang lain, manusia terbagi menjadi tiga golongan:

Zalim; dia mengambil lebih banyak daripada haknya.

Pertengahan; dia mengambil sebatas haknya.

Berbuat baik; dia memaafkan dan tidak mengambil haknya.

Allah subhanahu wa ta’ala menyebutkan tiga golongan ini dalam ayat di atas. Awal ayat (Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa) untuk golongan yang pertengahan; pertengahan ayat (barang siapa memaafkan dan berbuat baik, pahalanya atas [tanggungan] Allah) untuk golongan yang berbuat baik; dan akhir ayat (Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang lalim) untuk golongan yang zalim.

Selain itu, dia menyadari pula seruan sang penyeru pada hari kiamat,

لِيَقُمْ مَنْ وَجَبَ أَجْرُهُ عَلَى اللهِ

“Berdirilah orang yang telah Allah pastikan pahalanya.” Tidak ada yang berdiri (menyambut seruan itu) selain orang yang memaafkan dan melakukan perbaikan.

Jika bersamaan dengan itu dia mempersaksikan bahwa pahalanya akan hilang apabila dia menyiksa dan membalas (gangguan tersebut), akan mudah baginya bersabar dan memaafkan.

Menyadari bahwa jika hamba memaafkan dan berbuat baik, hal itu akan mewariskan keselamatan kalbunya terhadap saudaranya.

Selain itu, hal ini akan membersihkan kalbu dari niat buruk, rasa dendam, ingin menuntut balas, dan berbuat jahat, sekaligus mendapatkan manisnya pemaafan.

Pemaafan tersebut berlipat ganda lebih lezat dan lebih bermanfaat di dunia dan di akhirat daripada manfaat yang didapat jika dia membalas gangguan orang. Dia pun akan masuk dalam (golongan yang disebutkan oleh) firman Allah subhanahu wa ta’ala,

وَٱللَّهُ يُحِبُّ ٱلۡمُحۡسِنِينَ ١٣٤

“Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (Ali ‘Imran: 134)

Dia akan dicintai oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Keadaannya seperti seseorang yang dirampas darinya uang satu dirham lantas diganti dengan ribuan dinar. Ketika itulah dia akan sangat gembira dengan anugerah Allah subhanahu wa ta’ala terhadap dirinya. 

Mengetahui bahwa tidak ada seorang pun yang membalas (gangguan orang lain) karena kepentingan pribadinya kecuali akan mewariskan kehinaan dalam jiwanya.

Apabila dia memaafkan, Allah subhanahu wa ta’ala akan memuliakannya. Inilah yang dikabarkan oleh ash-Shadiqul Mashduq (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) dalam sabdanya,

مَا زَادَ اللهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا

“Tidaklah Allah subhanahu wa ta’ala menambah kepada hamba dengan pemaafan selain kemuliaan.”2

Kemuliaan yang didapatkan seorang hamba dengan sebab pemaafan lebih dia sukai dan lebih bermanfaat baginya daripada kemuliaan yang didapatkan dengan sebab membalas. Kemuliaan yang seperti ini hanyalah secara lahir, namun mewariskan kerendahan dalam batin. Adapun pemaafan memang terasa rendah dalam batin, tetapi mewariskan kemuliaan lahir dan batin. 

Faedah terbesar: menyadari bahwa balasan itu sesuai dengan amalan, dan bahwa dirinya sendirilah yang zalim dan berdosa.

Dia juga mempersaksikan bahwa siapa yang memaafkan orang lain, Allah subhanahu wa ta’ala akan memaafkannya; siapa yang mengampuni (kesalahan) orang lain, Allah subhanahu wa ta’ala pun akan mengampuninya.

Apabila hamba mempersaksikan bahwa perbuatan memaafkan dan berbuat baik kepada mereka yang berbuat jelek kepadanya akan menyebabkan dirinya dibalasi oleh Allah subhanahu wa ta’ala sebagaimana amalannya. Allah subhanahu wa ta’ala akan memaafkan, tidak mengungkit, dan berbuat baik kepada dirinya meskipun dirinya berdosa; menjadi mudah baginya memaafkan orang dan bersabar atas gangguannya.

Cukuplah faedah ini bagi orang yang berakal. 

Mengetahui bahwa apabila dirinya sibuk menuntut balas, waktunya akan sia-sia, kalbunya akan tercerai berai, dan akan luput darinya sekian banyak kebaikan yang tidak bisa dia raih.

Bisa jadi, (musibah) ini lebih berat daripada musibah yang dia dapatkan akibat gangguan orang. Apabila dia memaafkan dan tidak menolehnya lagi, kalbu dan badannya lapang untuk menggapai berbagai maslahat yang lebih penting baginya daripada membalas.

Perbuatannya membalas, mengambil haknya, dan membela, dilakukan untuk kepentingan pribadinya.

Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah sekali pun membalas karena kepentingan pribadi beliau. Demikianlah keadaan makhluk-Nya yang terbaik dan termulia, tidak pernah membalas demi kepentingan pribadinya. Padahal menyakiti beliau berarti menyakiti Allah subhanahu wa ta’ala dan terkait dengan hak-hak agama. Di samping itu, pribadi beliau adalah jiwa yang paling mulia, paling suci, paling berbakti, paling jauh dari segala akhlak tercela, dan paling berhak memiliki segenap akhlak mulia. Meski demikian, beliau tidak pernah membalas demi kepentingan pribadi.

Lantas, bagaimana bisa salah seorang dari kita membalas demi kepentingan pribadinya, padahal dirinya paling tahu tentang jiwanya dan berbagai kejahatan serta aibnya sendiri, Orang yang arif menganggap pribadinya tidak bernilai hingga pantas membalas. Dia pun menilai pribadinya tidaklah berharga hingga pantas untuk dibela.

Referensi sebagai Berikut ini ;