Dalam istilah al-Quran, apa saja yang menimpa manusia disebut dengan “musibah”, baik yang berwujud kebaikan atau keburukan bagi manusia. Hal ini dijelaskan oleh Allah dalam firman-Nya:
“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuz) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (23) (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri [Q.S. al-Ḥadīd (57): 22-23].
Istilah musibah yang dapat mencakup kebaikan dan keburukan juga disebutkan dalam hadis berikut ini:
Dari Shuhaib, ia berkata. Rasulullah Saw. bersabda: Sungguh menakjubkan perkara kaum mukmin. Sesungguhnya semua perkaranya adalah kebaikan, dan itu tidak akan terjadi kecuali bagi orang yang beriman. Jika ia dianugerahi nikmat, ia bersyukur dan itu baik baginya. Jika ia tertimpa musibah, ia bersabar maka itu juga baik baginya [HR. Muslim].
Pada firman-Nya yang lain, Allah menjelaskan bahwa jika “musibah” yang berupa kebaikan, maka hal itu berasal dari Allah, dan bila “musibah” berupa keburukan –yang kemudian disebut dengan bencana, maka karena perbuatan manusia sendiri. Allah menegaskan:
Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi [Q.S. al-Nisā (4): 79].
Berdasarkan penjelasan di atas, maka al-Quran juga secara jelas dan sempurna menguraikan bahwa tidak semua musibah adalah bencana.
Musibah yang disebut bencana dan bermakna negatif adalah musibah yang mendatangkan keburukan bagi manusia dan hal itu merupakan hasil dari perbuatan manusia sendiri juga, bukan dari Allah, meskipun secara kasat mata musibah itu terjadi di alam. Sebagaimana firman Allah
Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu) [Q.S. al-Syūrā (40): 30].
Ketika musibah diartikan dengan penilaian yang negatif (mendatangkan keburukan), maka manusia dianjurkan untuk memaknainya dengan mengembali-kan “esensi” peristiwanya kepada Allah. Dengan demikian, dalam konteks ini, manusia harus menyadari sepenuhnya bahwa dirinya hanyalah “pelaku dan penerima” cobaan Allah berupa sesuatu yang dinilai tidak baik tersebut. Allah menyatakan”
(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun” [Q.S. al-Baqarah (2): 156].
Dengan memahami arti kata musibah seperti itu, maka musibah yang bernilai negatif merupakan salah satu cobaan dan ujian yang berupa keburukan. Dalam al-Quran cobaan dan ujian tersebut disebut dengan istilah balā’ sebagaimana firman Allah,
Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar [Q.S. al-Baqarah (2): 155].