Musibah itu datangnya dari Allah SWT. Terkadang hal itu menjadi bukti kecintaanNya kepada seorang hambaNya. Seperti obat, walaupun pahit ia akan meminumnya untuk mendapatkan apa yang ia inginkan.
"Sesungguhnya besarnya pahala sebanding dengan besarnya ujian. Dan sesungguhnya jika Allah mencintai suatu kaum pasti Dia menguji mereka. Maka siapa yang ridha (terhadapnya) maka baginya keridhaan Allah, dan siapa yang marah (terhadapnya) maka baginya kemurkaan Allah." (HR. Al-Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Karenanya, orang yang paling banyak menerima musibah adalah para nabi dan rasul. Dengan itu, Allah mengangkat derajat mereka, meneguhkan kebenaran mereka, dan menjadikan mereka sebagai teladan bagi semua makhluk. Di antara musibah yang Allah SWT timpakan kepada hambaNya adalah sakit.
Seorang mukmin melihatnya sebagai sebab yang menghapuskan dosa-dosanya. Penyakit-penyakit yang menimpanya sebagai penebus atas kesalahan-kesalahan yang telah ia lakukan.
Allah SWT berfirman, “Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. Al-Syuura: 30)
Sakit adalah sebab untuk memperoleh pahala besar dan derajat tinggi di sisi Allah. Syaratnya, apabila orang tersebut bersabar dan ridha dengan apa yang menimpanya, serta meminta pahala kepada Allah atas apa yang menimpanya tersebut. Sakit juga bisa mendekatkan seorang hamba kepada Tuhannya, dan menjadi sebab turunnya ampunan dan rahmat.
Allah SWT berfirman, “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, "Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun" Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-Baqarah: 155-157)
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah 'Azza wa Jalla akan berfirman pada hari kiamat, "Wahai anak Adam, Aku sakit engkau tidak menjengukku." Ia berkata, Wahai Rabb, bagaimana aku menjengukMu, sedangkan Engkau adalah Rabb semesta alam. Allah menjawab, "Tidakkah kamu tahu hambaKu si fulan sakit dan engkau tidak menjenguknya. Tidakkah kamu tahu jika kamu menjenguknya kamu dapati aku ada di sisi-Nya.” (HR. Muslim)
Rasulullah SAW bersabda, “Orang-orang yang sehat saat melihat pahala yang diberikan kepada ahlul bala' (banyak dapat musibah) nanti di hari kiamat berkeinginan kalau saja kulit-kulit mereka dipotong dengan gunting saat di dunia.” (HR. al-Tirmidzi). Tujuannya agar mendapatkan pahala yang didapatkan oleh orang-orang yang tertimpa banyak musibah di dunia.
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya besarnya pahala sebanding dengan besarnya cobaan. Dan sesungguhnya, apabila Allah suka kepada suatu kaum maka Allah berikan cobaan kepada mereka; siapa yang ridha maka bainya keridhaan (Allah) dan siapa yang marak baginya kemurkaan (Allah).” (Al-Tirmidzi)
Sakit juga bisa melenyapkan sifat sombong dan banga diri dari hati pencari ridha Allah. Ibnul Qayyim berkata, “Kalau tidak ada cobaan dan musibah dunia niscaya seorang hamba akan tertimpa penyakit sombong, ujub, congkak, dan kerasnya hati yang semua itu adalah sebab kehancurannya di dunia dan akhirat.”
Saat Harun al-Rasyid sakit dan tidur di atas kasur kematiannya maka ia melihat kepada kebesaran dan hartanya, lalu berkata, “Hartaku sekali-kali tidak memberi manfaat kepadaku.Telah hilang kekuasaanku dariku!”
Kemudian ia berkata, aku ingin melihat kuburku yang aku akan ditimbun di dalamnya. Lalu ia dibawa kekuburannya. Harun melihat ke kuburan dan menangis. Lalu ia memandang ke langit seraya berkata, Wahai Dzat yang tak akan hilang kekuasaanNya, rahmati orang yang kekuasaannya telah hilang