Pengaruh dosa terhadap hati seperti bahayanya racun bagi tubuh. Tidak ada suatu kejelekan di dunia dan di akhirat kecuali sebabnya adalah dosa dan maksiat. Apa yang menyebabkan Adam dan Hawa dikeluarkan dari surga—tempat yang penuh kelezatan dan kenikmatan menuju negeri yang terdapat berbagai penderitaan (dunia). Apa pula yang menyebabkan Iblis diusir dari kerajaan yang ada di langit dan mendapat kutukan Allah Swt.
Dengan sebab apa kaum Nabi Nuh alaihis salam yang kufur ditenggelamkan oleh banjir, kaum Ad dibinasakan oleh angin, serta berbagai siksaan di dunia yang menimpa umat-umat terdahulu sehingga ada yang diubah tubuhnya menjadi kera dan babi. Itu semua adalah akibat dari dosa yang mereka lakukan.
Hendaklah peristiwa yang telah berlalu cukup menjadi pelajaran yang berharga bagi orang-orang yang setelahnya. Sebab, orang yang baik adalah yang mampu mengambil pelajaran dari orang lain, bukan menjadi pelajaran yang jelek bagi generasi setelahnya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
فَكُلًّا أَخَذۡنَا بِذَنۢبِهِۦۖ فَمِنۡهُم مَّنۡ أَرۡسَلۡنَا عَلَيۡهِ حَاصِبًا وَمِنۡهُم مَّنۡ أَخَذَتۡهُ ٱلصَّيۡحَةُ وَمِنۡهُم مَّنۡ خَسَفۡنَا بِهِ ٱلۡأَرۡضَ وَمِنۡهُم مَّنۡ أَغۡرَقۡنَاۚ وَمَا كَانَ ٱللَّهُ لِيَظۡلِمَهُمۡ وَلَٰكِن كَانُوٓاْ أَنفُسَهُمۡ يَظۡلِمُونَ
“Masing-masing (mereka itu) Kami siksa sebab dosanya. Di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil, di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang Kami tenggelamkan. Dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.” (al-Ankabut: 40)
Dosa menghalangi seorang dari memperoleh ilmu yang bermanfaat.
Sebab, ilmu merupakan cahaya yang Allah subhanahu wa ta’ala letakkan pada hati seseorang, sedangkan maksiat yang akan meredupkan cahaya tersebut. Tatkala Imam asy-Syafii rahimahullah duduk di hadapan gurunya, Imam Malik rahimahullah, sang guru melihat kesempurnaan pemahaman asy-Syafii rahimahullah.
Imam Malik pun berpesan kepadanya, “Sungguh, aku memandang Allah subhanahu wa ta’ala telah meletakkan pada hatimu cahaya. Janganlah kau padamkan dengan gelapnya kemaksiatan.”
Maksiat menyebabkan seorang terhalang dari rezeki, sebagaimana sebaliknya, yaitu takwa kepada Allah subhanahu wa ta’ala akan mendatangkan rezeki.
Adanya kegersangan pada hati orang yang berbuat maksiat dan munculnya jarak antara dia dan Allah subhanahu wa ta’ala.
Disulitkan urusannya. Tidaklah ia menuju kepada suatu perkara kecuali ia mendapatinya tertutup.
Kegelapan yang ia dapatkan pada hatinya.
Ibnu Abbas radhiallahu anhuma berkata, “Sesungguhnya kebaikan mendatangkan sinar pada wajah, cahaya di hati, luasnya rezeki, kuatnya badan, dan dicintai oleh makhluk. Adapun kejelekan (kemaksiatan) akan menimbulkan hitamnya wajah, gelapnya hati, lemahnya badan, berkurangnya rezeki, dan kebencian hati para makhluk.”
Kemaksiatan melenyapkan barakah umur serta memendekkannya.
Sebab, sebagaimana kebaikan menambahkan umur, (sebaliknya) kedurhakaan memendekkan umur.
Tabiat dari kemaksiatan adalah melahirkan kemaksiatan yang lainnya.
Lihatlah hasad yang ada pada saudara-saudara Nabi Yusuf alaihis salam. Hasad telah menyeret mereka melakukan tindakan memisahkan antara bapak dan anaknya sehingga menimbulkan kesedihan pada orang lain, memutuskan hubungan kekerabatan, berucap dengan kedustaan, membodohi orang, dan yang sejenisnya.
Kemaksiatan menjadikan seorang hamba hina di mata Allah subhanahu wa ta’ala.
Al-Hasan al-Bashri rahimahullah berkata,
“Mereka (pelaku maksiat) rendah di hadapan Allah subhanahu wa ta’ala sehingga mereka bermaksiat kepada-Nya. Seandainya mereka orang yang mulia di hadapan Allah subhanahu wa ta’ala, niscaya Allah azza wa jalla akan menjaga mereka dari dosa. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَمَن يُهِنِ ٱللَّهُ فَمَا لَهُۥ مِن مُّكۡرِمٍۚ
“Barang siapa yang dihinakan oleh Allah, tidak seorang pun yang memuliakannya.” (al-Hajj: 18)
Kemaksiatan mengundang kehinaan dan merusak akal.
Jika dosa telah banyak, pelakunya akan ditutup hatinya sehingga digolongkan sebagai orang-orang yang lalai.
Dosa memunculkan berbagai kerusakan di muka bumi, pada air, udara, tanaman, buah-buahan, dan tempat tinggal.
Kemaksiatan menghilangkan sifat malu yang merupakan pokok segala kebaikan serta melemahkan hati pelakunya.
Kemaksiatan menyebabkan hilangnya nikmat dan mendatangkan azab.
Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu berkata,
“Tidaklah turun suatu bencana kecuali karena dosa dan tidaklah dicegah suatu bencana kecuali dengan tobat. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَمَآ أَصَٰبَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتۡ أَيۡدِيكُمۡ وَيَعۡفُواْ عَن كَثِيرٍ
“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (asy-Syura: 30) (Lihat al-Jawabul Kafi hlm. 113—208, Taujihul Muslimin hlm. 58—61)
Pelajaran dan Nasihat
Tatkala Allah subhanahu wa ta’ala menciptakan Adam alaihis salam dengan Tangan-Nya, Dia memuliakannya di hadapan para malaikat dengan memerintah mereka sujud kepadanya. Allah subhanahu wa ta’ala mengajarinya nama-nama segala sesuatu serta menempatkannya bersama istrinya, Hawa, di dalam surga, tempat berhuninya beragam nikmat. Allah subhanahu wa ta’ala juga memperingatkan keduanya dari bahaya godaan Iblis dan melarang keduanya memakan buah pohon di surga, sebagai ujian.
Akan tetapi, Iblis yang terkutuk selalu menggoda dengan bujuk rayunya yang manis hingga Adam dan Hawa memakan dari pohon yang terlarang tersebut. Keduanya pun bermaksiat kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Dengan serta-merta, lepaslah baju keduanya sehingga tampak auratnya. Kemudian keduanya dikeluarkan dari surga ke bumi, tempat yang penuh dengan kekeruhan dan keletihan. Namun, Allah subhanahu wa ta’ala masih sayang kepada mereka berdua di mana keduanya sadar akan kesalahannya dan bertobat sehingga Allah subhanahu wa ta’ala mengampuninya.
Perhatikan peristiwa yang menimpa Adam dan Hawa! Sebelumnya, mereka menempati surga dengan keindahannya dan dihormati oleh malaikat. Namun, dengan satu kemaksiatan, kemuliaan dicabut. Baju pun menjadi lepas sehingga tersingkap auratnya. Mereka pun harus menjalani kehidupan yang sengsara di dunia padahal sebelumnya hidup sentosa di surga.
Demikian pula yang terjadi saat Perang Uhud pada tahun 3 Hijriah. Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam menempatkan pasukan pemanah di atas bukit. Nabi shallallahu alaihi wa sallam berpesan kepada mereka agar tidak meninggalkan posisi mereka, baik muslimin kalah maupun menang. Pada awalnya muslimin mampu memukul mundur pasukan musyrikin ingga tiba saatnya mereka memunguti harta rampasan perang.
Para pemanah menyangka bahwa perang telah usai. Mereka mengira, tidak ada manfaatnya lagi mereka tetap di atas bukit. Sebagian mereka ingin turun, tetapi ditegur oleh sebagian yang lain dengan pesan dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam agar mereka tidak turun. Namun, sebagian pasukan nekat turun dan bermaksiat terhadap perintah Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Ketika itulah sebagian musyrikin melihat benteng pertahanan muslimin di atas bukit telah bisa ditembus. Dari belakang bukit, mereka menyerang sisa-sisa pasukan pemanah hingga terbunuh.
Mereka pun menyerang muslimin dari belakang dalam keadaan pedang-pedang telah dimasukkan ke dalam sarungnya. Lalu datang pula serangan dari arah depan hingga mereka terjepit. Gugurlah sekian sahabat Nabi shallallahu alaihi wa sallam sebagai syuhada dan sebagian lagi terluka, sampai-sampai Nabi shallallahu alaihi wa sallam pun terluka dan terperosok ke dalam lubang yang dibuat oleh musyrikin. Kaum muslimin pulang ke Madinah dengan kekalahan, kaki terseok-seok, serta tubuh yang penuh luka. Itu semua disebabkan kemaksiatan sebagian pasukan muslimin.
Cobalah perhatikan! Dengan satu kemaksiatan, kemenangan yang sudah di depan mata hilang. Pahitnya kekalahan dirasakan oleh seluruh pasukan, padahal di dalamnya ada Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabat yang mulia. Tentu bisa dibayangkan, bagaimana keadaan orang-orang yang setiap saat melanggar perintah Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Tidak takutkah mereka terhadap azab yang akan ditimpakan?!
Tidak Mengentengkan Dosa
Terkadang seseorang menganggap enteng suatu dosa, terlebih jika itu adalah dosa kecil. Karena itu, dia terus-menerus melakukannya dan kurang memedulikannya. Nabi shallallahu alaihi wa sallam telah memperingatkan akan hal ini dengan sabdanya,
إِيَّاكُمْ وَمُحَقَّرَاتِ الذُّنُوبِ فَإِنَّمَا مَثَلُ مُحَقَّرَاتِ الذُّنُوبِ كَمَثَلِ قَوْمٍ نَزَلُوا بَطْنَ وَادٍ، فَجَاءَ ذَا بِعُوْدٍ وَجَاءَ ذَا بِعُودٍ، حَتَّى حَمَلُوا مَا انْضَجُّوا بِهِ خُبْزَهُمْ وَإِنَّ مُحَقَّرَاتِ الذُّنُوبِ مَتَى يُؤْخَذْ بِهَا صَاحِبُهَا تُهْلِكْهُ
“Berhati-hatilah kalian dari dosa-dosa kecil. Perumpamaan dosa kecil seperti suatu kaum yang singgah pada suatu lembah. Lalu datang seseorang membawa satu dahan (kayu bakar), yang lain juga membawa satu dahan, hingga mereka telah mengumpulkan sesuatu yang bisa menjadikan roti mereka matang. Sesungguhnya dosa-dosa kecil, ketika pelakunya diazab dengannya, itu akan membinasakannya.” (HR. Ahmad, ath-Thabarani, dan lain-lain dari jalan Sahl bin Sa’d radhiallahu anhu dan dinilai sahih oleh Syaikh al-Albani rahimahullah dalam Shahih al-Jami’ no. 2686)
Waspadalah dari dosa! Jangan tertipu dengan kecil atau sedikitnya. Lihatlah bagaimana dahulu Nabi shallallahu alaihi wa sallam memotong tangan seorang pencuri karena mencuri (hanya) tiga dirham. (Lihat Shahih al-Bukhari no. 6795).
Seorang wanita masuk neraka gara-gara kucing yang dikurungnya. Dia tidak memberinya makan, tidak pula melepasnya agar bisa memakan serangga bumi sehingga kucing itu kurus dan mati. (Lihat Shahih Muslim no. 2619)
Demikian pula dahulu pada zaman Nabi shallallahu alaihi wa sallam ada seorang yang terbunuh di jalan Allah subhanahu wa ta’ala sehingga para sahabat memberikan ucapan selamat kepadanya. Akan tetapi, Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengatakan, “Tidak. Sesungguhnya pakaian yang dia curi dari harta rampasan Perang Khaibar yang belum dibagi-bagi akan menyala atasnya api neraka.” (Lihat Shahih Muslim no. 115, “Kitabul Iman”)
Menjauhi Tempat Maksiat
Pelaku maksiat membawa kesialan bagi dirinya dan orang lain. Sebab, dikhawatirkan akan turun kepadanya azab yang menyebar kepada yang lainnya, terkhusus bagi yang tidak mengingkari kemaksiatannya. Jadi, menjauh dari pelaku maksiat adalah suatu keharusan. Sebab, jika kejahatan telah merajalela, manusia akan binasa secara umum.
Demikian pula tempat-tempat orang yang bermaksiat dan tempat diazabnya pelaku maksiat harus dijauhi karena dikhawatirkan turunnya azab. Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda kepada sahabatnya tatkala melewati daerah kaum Tsamud yang diazab Allah subhanahu wa ta’ala,
لَا تَدْخُلُوا عَلَى الْقَوْمِ الْمُعَذَّبِينَ، إِلَّا أَنْ تَكُونُوا بَاكِينَ، أَنْ يُصِيبَكُمْ مَا أَصَابَهُمْ
“Janganlah kalian masuk kepada mereka yang diazab kecuali dengan menangis. Sebab, dikhawatirkan akan menimpa kalian apa yang telah menimpa mereka.” (HR. Ahmad, lihat ash-Shahihah no. 19)
Demikian pula kisah seorang dari Bani Israil yang telah membunuh seratus nyawa lalu ia ingin bertobat. Dia bertanya kepada seorang alim, apakah masih ada tobat baginya? Si alim tersebut menjawab, ”Ya.” Lantas dia menyarankan orang itu untuk pergi dari kampungnya yang jahat ke kampung yang baik.
Dari penjelasan di atas, jelas bahwa menjauhi tempat-tempat maksiat dan pelaku maksiat termasuk perkara yang diperintahkan. Ibrahim bin Adham rahimahullah mengatakan,
“Barang siapa ingin bertobat, hendaklah ia keluar dari tempat-tempat kezaliman serta meninggalkan bergaul dengan orang yang dahulu ia bergaul dengannya (dalam hal maksiat). Jika hal ini tidak dilakukan, dia tidak mendapatkan yang diharapkan.”
Waspadailah dosa karena ia adalah kesialan! Akibatnya sangat tercela, hukumannya pedih, hati yang menyukainya berpenyakit. Terbebas dari dosa adalah suatu keberuntungan. Selamat dari dosa merupakan hal tak ternilaikan. Sementara itu, terfitnah (diuji) dengan dosa, terlebih setelah rambut beruban, adalah musibah besar. (Lihat Qala Ibnu Rajab hlm. 53—55)
Segera Kembali ke Jalan Allah
Wahai orang yang tenggelam dalam dosa dan perbuatan nista, kembalilah kepada Allah subhanahu wa ta’ala!
Sadarlah bahwa engkau akan menghadap Allah subhanahu wa ta’ala untuk mempertanggungjawabkan segala amal perbuatanmu di dunia ini! Belumkah tiba saatnya engkau berhenti dari diperbudak setan, yang ujungnya engkau menjadi temannya di neraka yang menyala-nyala?!
Lepaskanlah belenggu setan yang melilit dirimu! Larilah menuju ar-Rahman (Allah subhanahu wa ta’ala) dengan bersimpuh di hadapan-Nya, niscaya kamu diberi jaminan keamanan dan kebahagiaan. Lembaran hitam kelammu akan diganti dengan yang putih lagi bersih. Akan dibentangkan di hadapanmu jalan yang terang.
Bersegeralah sebelum segala sesuatunya terlambat. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَتُوبُوٓاْ إِلَى ٱللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ لَعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ
“Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (an-Nur: 31).
Referensi sebagai berikut ini ;