Kedzaliman Sumber Kebangkrutan Dunia Bahkan Diakherat, “Dan orang-orang yang zalim di antara mereka akan ditimpa akibat buruk dari usahanya dan mereka tidak dapat melepaskan diri.” (QS. Az Zumar: 51)
Sungguh mengerikan akibat perbuatan zalim itu. Tak hanya mendapat balasan setimpal di dunia, di akhirat pun pelaku kezaliman akan mengalami kebangkrutan sekalipun telah banyak berbuat amalan shaleh. Dari Abi Hurairah radiyallaahu ‘anhu, Nabi SAW bersabda: “Tahukah kamu siapa yang bangkrut itu?“ Mereka (sahabat) berkata: “Ya Rasulullah, orang yang bangkrut menurut kami ialah orang yang tidak punya kesenangan dan uang.” (Kemudian) Rasulullah menjawab: "Sesungguhnya orang yang bangkrut dari umatku ialah orang yang datang (pada hari kiamat) membawa pahala sholat, zakat, puasa dan haji. Sedang (ia) pun datang (dengan membawa dosa) karena memaki-maki orang, memukul orang, dan mengambil harta benda orang (hak–hak orang), maka kebaikan-kebaikan orang (yang menzalimi) itu diambil untuk diberikan kepada orang-orang yang terzalimi. Maka tatkala kebaikan orang (yang menzalimi) itu habis, sedang hutang (kezalimannya) belum terbayarkan, maka diambilkan kajahatan-kejahatan dari mereka (yang terzalimi) untuk diberikan kepadanya (yang menzalimi), kemudian ia (yang menzalimi) dilemparkan ke dalam neraka." (HR. Muslim). Ya Allah Ampuni dosa-dosa hambamu ini, semoga Allah Swt mengampuni sebagian besar dari dosa-dosa hambanya tersebut.
Sahabat, sudah semestinya setiap kita menjauhi perbuatan zalim. Kezaliman itu sendiri terbagi menjadi 3 macam sebagaimana Rasulullah SAW bersabda:
“Kezaliman itu ada 3: Kezaliman yang tidak diampunkan Allah, Kezaliman yang dapat diampunkan Allah Swt, dan kezaliman yang tidak dibiarkan oleh Allah Swt. Adapun kezaliman yang tidak diampunkan Allah Swt adalah syirik, firman Allah SWT: “Sesungguhnya syirik itu kezaliman yang amat besar!”
Adapun kezaliman yang dapat diampunkan Allah adalah kezaliman seseorang hamba terhadap dirinya sendiri di dalam hubungan dia terhadap Allah Swt, Tuhannya (Allah Swt).
"DAN KEZALIMAN YANG TIDAK DIBIARKAN ALLAH ADALAH KEZALIMAN HAMBA-HAMBA-NYA DI ANTARA SESAMA MEREKA, KARENA PASTI DITUNTUT KELAK OLEH MEREKA YANG DIZALIMI." (HR. al-Bazaar & ath-Thayaalisy)
1. Zalim terhadap Allah Swt
Berbuat zalim pada Allah misalnya dengan menyembah sesuatu selain Allah, atau menjadikan sesuatu lebih prioritas daripada Allah Swt. Padahal jelas Allah yang paling berhak atas diri kita. Termasuk kezaliman pada Allah adalah menuduhkan Allah memiliki anak, mempercayai ramalan dari tukang tenung, dan meminta pertolongan pada kekuatan selain Allah Swt. Zalim terhadap Allah dengan menyekutukannya dengan makhlukNya merupakan perbuatan yang tidak diampuni.
2. Zalim terhadap diri sendiri
Contoh perbuatan zalim terhadap diri sendiri misalnya menyakiti diri sendiri, membiarkan diri tetap dalam keadaan bodoh dan tak berilmu, mengonsumsi makanan dan minuman haram, memakan uang riba, mengubah bentuk ciptaan Allah Swt, dan lainnya. Meskipun Allah Swt dapat mengampuni dosa kezaliman seorang hamba terhadap dirinya sendiri jika ia mau bertaubat, namun tentu saja kita perlu menghindari berbuat zalim pada diri sendiri karena amat merugikan dunia akhirat.
3. Zalim terhadap sesama manusia
Inilah bentuk kezaliman yang takkan dibiarkan Allah dan dapat menjadikan kita sebagai orang yang mengalami kebangkrutan di akhirat meskipun sudah banyak menabung amal shaleh. Dosa berbuat zalim terhadap manusia hanya bisa dimaafkan oleh manusia yang dizalimi, sedangkan Allah akan membela hambaNya yang terzalimi. Kezaliman yang bisa dilakukan seseorang terhadap orang lain misalnya tidak membayar utang, melakukan penghinaan, ghibah, fitnah, atau adu domba terhadap sesama, dan lain sebagainya.
Bahkan dalam sebuah hadits dinyatakan seorang yang mati syahid sekalipun bisa terhenti langkahnya di depan pintu surga dikarenakan belum melunasi utangnya pada orang lain semasa hidup. Sahabat, semoga Allah menjauhkan kita dari segala bentuk perilaku kezaliman, baik zalim terhadap Allah, diri sendiri, maupun zalim terhadap sesama manusia. Juga dari kezaliman yang disadari maupun yang tidak disadari.