Sesunggunya Allah telah menjamin rezeki setiap manusia, tak terkecuali hewan melata yang bersembunyi di atas batu yang hitam di kelam malam, semua tak luput dari curahan rezeki-Nya, curahan dan limpahan-Nya terhampar seluas langit dan bumi, bahkan sudah tertakar dan tak akan tertukar, demikian itu Allah rumuskan melalui firmanya QS. Hud ayat 6 dan QS. Adz-Dzariat ayat 22. Tapi mengapa ada diantara manusia yang berkeluh kesah tentang rezekinya, berbagai upaya dan usaha telah disurihkan, hasilnya tak jauh berbeda, ada pula yang berpangku tangan dengan sedikit upaya, namun rezeki menghampirinya. Kunci jawabannya bukan hanya pada ikhtiarnya tetapi pada levelnya.
Hakikatnya rezeki terbagi kepada dua macam, yaitu rezeki yang ditentukan dan yang diupayakan. Untuk menjemput rezeki yang diupayakan, ikhtiar diperlukan untuk mematuhi sistem yang telah dibuatnya, sistem itu sempurna dengan ditundukkan-Nya segala apa yang ada di bumi untuk mengikuti kehendak dan memenuhi kebutuhan manusia, maka ketika manusia menanam biji, bumi akan memberinya buah. Hukum alam yang Allah tetapkan memberikan manfaat bagi manusia. Sehingga manusia dapat memanfaatkan cahaya bahkan udara untuk memenuhi kebutuhannya, dengan begitu manusia berupaya (ikhtiar) melalui pengetahuannya memanfaatkan udara, radiasi dari energi elektromagnetik yang terlepas ke udara pun dapat dimanfaatkan untuk mentrasfer suara atau materi lainnya dari kejauhan, hingga dari belahan bumi lainnya.
Dalam konteks upaya itu, Al-Qur’an memberikan kunci suksesnya. Penelaahan ulama terhadap diksi ayat tentang rezeki melahirkan sebuah konklusi, bahwa rezeki diklasifikasikan kepada 3 (tiga) level. Level yang dimaksud bukanlah tingkatan yang harus dilalui satu persatu tingkatannya, yang dimaksud adalah metafor tingginya derajat rezeki yang dihasilkan.
Level pertama adalah rezeki universal, tidak dibedakan antara orang yang beriman dan yang tidak beriman, semua mendapat hak yang sama sesuai dengan ikhtiarnya. Al-Qur’an mendeskripsikan level ini dengan diksi “An-Nass” yaitu menunjuk kepada seluruh manusia sebagai makhluk sosial, sebagaimana terdapat pada QS. al-Baqorah ayat 168 “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi…”. Substansinya Allah menghamparkan segala apa yang terdapat di bumi untuk dapat dimanfaatkan manusia dengan jalan berikhtiar dan menyeleksi yang dihalalkan lagi baik, Dengan kata lain upayakan maka kamu dapatkan.
Level kedua rezeki yang diperuntukkan orang beriman, terdapat pada ayat seterusnya QS. al-Baqorah ayat 172 “Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah”. Pada ayat ini seruannya tidak lagi menggunakan diksi “An-Nass”, pilihan katanya adalah “Aamanuu” yaitu khusus untuk orang-orang beriman. Ulama tafsir Abdurrahman bin Nasir Al-Sa’di dalam kitabnya Taisir al-Karim al-Rahman fi Tafsir Kalam al-Manan menjelaskan Penyebutan “Aamanuu” tanpa disandingkan kata halal pada ayat ini menegaskan bahwa keimanan kepada Allah adalah legalitas pelaksanaan setiap pembebanan dari Allah swt, sehingga iman akan menuntunnya untuk menjemput rezeki yang halal.
Kemudian al-Qur’an menyandingkan dengan kata “Razaqnakum” yang dilengkapi dengan kata “Thayyibaat”. Menyiratkan bahwasanya Allah yang memberikan atau mendekatkan rezeki bagi orang-orang beriman dengan imbalan bonus “Thayyibat” yaitu keberkahan yang berlipat ganda. Jika pada ayat sebelumnya kata “Thayyiba” bentuknya mufrad (tunggal), maka pada ayat ini al-Qur’an mengupgrade ke dalam bentuk jamak (plural), itu menunjukkan keberkahannya Allah tambahkan dari harta yang terlihat sedikit tapi banyak dalam manfaatnya.
Selanjutnya level yang ketiga, rezeki yang dikhususkan bagi orang-orang yang beriman lagi taqwa. Penjelasannya termuat dalam surah al-A’raf ayat 96 ” Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi…”. Pada level ini, keberkahan rezeki yang Allah sajikan berlipat-lipat ganda, segala yang ada di langit Allah curahkan dan segala yang terdapat di bumi Allah hamparkan. Keberkahan tidak hanya pada tataran individu, lebih-lebih meliputi penduduk Negeri, dengan limitasi keimanan plus taqwa. Selain itu, ditawarkan bonus yang sifatnya immateri yaitu penyempurnaan amal dan imun terhadap krisis moral, sehingga menjadi Negeri yang aman dan tentram. Janji itu Allah suratkan dalam QS. Al-Ahzab 70-71 “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar. niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosam”.
Maka dari itu, sebelum seseorang mengeluhkan tentang rezekinya, di sinilah perlu evaluasi “kita berada di level berapa?”. Level pertama dengan mengerahkan segala upaya untuk mendapatkannya, di level kedua menjemput rezeki dengan iman, dan Allah dekatkan serta ditambah keberkahannya, atau berada di level yang paling mulia, dikejar keberlimpahan dan keberkahan rezeki. Wallahu ‘Alam bisshowab.
Referensi sebagai Berikut ini ;