Rabu, 20 Juli 2022

Etika dalam mencari Nafkah dalam hukum islam

Sering kita dengar ungkapan “Cari yang haram aja susah, apalagi cari yang Halal”. Ungkapan ini seolah olah telah menjadi legalitas untuk mencari harta dengan cara-cara yang tak halal. Begitulah sebagian kenyataan yang ada. Khususnya dalam urusan mencari rezeki, hanya sedikit yang mau peduli dengan rambu-rambu syari’at.

14 abad yang lalu, Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam telah mengingatkan dan mengabarkan kepada umatnya akan perilaku-perilaku yang tidak benar, perilaku-perilaku yang menyimpang, sebagaimana yang termuat di dalam hadits, yang diriwayatkan oleh al-Imam al-Bukhari (semoga Allah merhmatinya) dari Sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, bahwa Nabi Shalallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, ”Akan datang suatu masa pada umat manusia, mereka tidak peduli lagi dengan cara untuk mendapatkan harta, apakah melalui cara yang halal ataukah dengan cara yang haram.

Dan sekarang ini, banyak kita dapati atau kita saksikan lewat berbagai media, dimana banyak orang untuk mendapatkan harta,  mereka menggunakan cara-cara yang diharamkan, bahkan mereka memuaskan kebutuhannya dengan benda-benda yang haram, baik haram zatnya, haram sumbernya maupun haram cara mendapatkannya. Padahal, Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam telah menyampaikan ancaman, terhadap orang-orang yang memakan harta yang haram (baik itu haram zatnya, haram sumbernya atau haram cara mendapatkannya). Sebagaimana hadits yang diriwayatkan al-Imam al-Bukhari dan Ad Darimi (semoga Allah merahmati mereka), dimana Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, ”Sesungguhnya tidak akan masuk surga daging yang tumbuh dari harta yang haram. Neraka lebih pantas untuknya.”

Dan ketahuilah bahwa Allah Azza Wa jalla marah terhadap orang-orang yahudi, karena sifat mereka yang suka memakan  harta haram , sebagaimana al-Qur’an Surah Al-Maidah ayat 42 : “Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan yang haram”

Al-Imam Al-Qurtubi Rahimahullah dalam tafsirnya yang kami nukil dari As-Sunnah menyebutkan, bahwa salah satu bentuk memakan harta yang haram adalah menerima SUAP. Jadi jangan pernah coba-coba untuk menyuap atau menerima suap.

Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam sangat-sangat menekankan, agar kita umatnya mencari harta dari sumber dan cara yang halal. Karna ada dua pertanyaan ketika kiamat yang terarah berkaitan dengan harta, yakni tentang asal harta dan bagaimana membelanjakannya. Diaman di dalam hadits yang diriwayatkan oleh al-Imam At Tirmidzi dan al-Imam Ad-Darimi (semoga Allah merahmati mereka) dari Abu Barzah Al Aslam Radhiyallahu Anhu, Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, ”Tidak akan bergeser telapak kaki seorang hamba pada hari kiamat, sampai ia ditanya tentang empat perkara. (yaitu) tentang umurnya untuk apa ia habiskan, tentang jasadnya untuk apa ia gunakan, tentang hartanya darimana ia mendapatkannya dan tentang ilmunya, apa yang telah ia amalkan.”

Di dalam hadits yang dibawakan oleh Al Hakim dan yang lainnya, dari Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu Anhu, Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam menjelaskan kepada kita urgensi mencari rezeki yang halal, dimana beliau bersabda,  ”Tidak ada satupun amalan yang mendekatkan kalian ke surga, melainkan telah aku perintahkan kalian kepadanya. Dan tidak ada satu pun amalan yang mendekatkan kalian ke neraka melainkan aku telah melarang kalian darinya. Janganlah kalian menganggap rezeki kalian terhambat. Sesungguhnya, malaikat Jibril telah mewahyukan ke dalam hati sanubariku, bahwa tidak ada seorangpun meninggalkan dunia ini, melainkan telah sempurna rezekinya. Bertakwalah kamu kepada Allah, wahai sekalian manusia. Carilah rezeki dengan cara yang baik. Jika ada yang merasa rezekinya terhambat, maka janganlah ia mencari rezeki dengan berbuat maksiat, karena karunia Allah tidaklah didapat dengan perbuatan maksiat”.

Sebuah petunjuk yang agung. Yang dapat kita jadikan hujah dan tuntunan kita dalam mencari rezeki. Dimana kita diperintahkan agar memeriksa setiap rezeki yang telah kita peroleh.  Dimana kita harus bersiap diri dengan dua pertanyaan, dari mana harta diperoleh dan kemana dibelanjakan? Oleh karena itu, kita mesti mengambil yang halal dan menyingkirkan yang haram. Jauhkan rizky yang didapat dengan cara haram. Mulai sekarang stop harta haram.  Baik zat, sumber dan cara mendapatkannya. Bahkan, sebaiknya harta yang mengandung syubhat, hendaknya juga kita jauhi.

Di dalam sebuah hadits dari An-Nu’man bin Basyir Radhiyallahu Anhu, Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, ”Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu juga jelas. Diantara keduanya ada perkara-perkara syubhat yang tidak di ketahui oleh kebanyakan manusia. Maka barang siapa yang menjaga diri dari perkara syubhat, berarti ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Dan barangsiapa terjerumus kedalam perkara syubhat, maka ia akan terjerumus kepada perkara haram.” Hadits ini diriwayatkan oleh Muttafaqun ‘Alaih. 

Jadi, Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam dan para sahabat Ridwanallahu ‘Alaihim Jami’an telah mencontohkan prinsip-prinsip penting tersebut secara jelas. Betapa ketatnya mereka dalam memperhatikan urusan rezeki ini. Mereka selalu memastikan dengan sungguh-sungguh, apakah rezeki yang mereka peroleh itu halal lagi baik ataukah haram. Dan inilah yang harus kita contoh. Sikap inilah yang harus kita terapkan dalam kehidupan kita sehari-hari sebagai suatu gaya hidup yang islami yang sesuai dengan Sunnah nabawiyah yang shohihah. Wallahu ‘Alam.

Di dalam sebuah atsar para sahabat Ridwanallahu ‘Alaihim Jami’an, yang diriwayatkan oleh al-Imam Al-Bukhari (Semoga Allah Merahmatinya), dari ‘Aisyah Radiallahu Anha,  ia bercerita, bahwa Abu Bakar (ayahnya) memiliki seorang budak yang ditugaskan membawa bekal untuknya setiap hari. Dan Abu Bakar Radhiyallahu Anhu selalu makan dari bekal tersebut. Pada suatu hari, budak itu datang membawa makanan. Maka Abu Bakar menyantap makanan tersebut. Kemudian budak itu bertanya,”Tahukah tuan, dari mana makanan itu?” Abu Bakar balik bertanya, ”Mengapa ? Berkata si Budak,”Pada masa jahiliyah dulu, aku pernah berlagak menjadi dukun untuk mengobati seseorang, padahal aku tidak mengerti perdukunan, hanya semata-mata untuk menipunya. Lalu ia bertemu lagi denganku dan memberiku makanan yang engkau makan itu.” Mendengar hal itu, spontan Abu Bakar Radhiyallahu Anhu memasukkan jarinya ke dalam mulut dan mengorek-ngoreknya sehingga memuntahkan semua isi perutnya.  Subhanallah !!

Ada beberapa prasyarat mencari nafkah yang ditulis oleh al-ustadz Abu Ihsan Al Atsari Al Maidani Hafidzahullah, yang di kutip dari As-Sunnah, dimana hal ini tentunya perlu diperhatikan oleh kita selaku seorang muslim.

Adapun Prasyarat Yang pertama yakni Ilmu. Jadi kita haruslah Berilmu sebelum berkata dan berbuat. Dan prinsip ini adalah prinsip yang disepakati . Demikian juga dalam hal jual beli. Kita hendaklah memahami apa saja yang wajib kita ketahui berkaitan dengan amalan yang akan kita kerjakan. Dala sebuah atsar di dalam As-Sunnah, Ummar ibnu Khaththab Radhiyallahu Anhu pernah melarang para pedagang yang tidak mengetahui hukum-hukum jual beli untuk memasuki pasar.

Selain itu dilarang berlaku curang dalam timbangan dan takaran. Hal ini Allah Azza Wa jalla tegaskan dalam firman-Nya surah Muthaffifiin ayat 1-3

“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang.   (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi,. Dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi.”

Dan bagi pekerja kantoran atau pegawai pemerintahan, maka harus tahu, apa saja yang dilarang berkaitan dengan pekerjaan. Satu contoh  bahwa didalam islam, seorang pegawai pemerintah dilarang mengambil hadiah pada saat bertugas atau dinas atas nama Jabatan yang diamanahkan. Karena hal ini termasuk GHULUL (komisi) yang diharamkan. Sebagaimana hadits dari Abu Humaid As-Saa’idi Radhiyallahu Anhu, bahwasanya Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, ”Hadiah bagi para amil (pegawai) termasuk GHULUL !, hadits ini shohih, dan dishohihkan oleh Al-Alamah Syaikh Muhammad Nashirudin al-Albani (semoga Allah Merahmatinya) di dalam Irwaaul Ghalil.

Prasyarat yang kedua yakni TAKWA, Takwa adalah sebaik-baik bekal. Pedagang , pegawai atau apapun profesinya maka haruslah memiliki bekal takwa. Dan secara umum Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam telah mengingatkan agar menjauhi sifat fajir yakni sifat yang tidak mengindahkan rambu-rambu syariat. Sehingga  terjatuh kedalam larangan-larangan, seperti bersumpah palsu, menipu, khianat curang dan lain sebagianya. Demikian juga untuk para pegawai, bagi pegawai harus berbekal takwa. Maraknya kasus-kasus korupsi , suap menyuap, kecurangan, pungli, serta menarik biaya yang tidak dibebankan kepada masyarakat untuk kocek pribadi merupakan akibat hilangnya ketakwaan. Sehingga membuat seseorang menjadi gelap mata saat melihat gemerlapnya dunia.

Ketahuilah didalam islam tidak dikenal istilah Robin Hood. Yang mencuri untuk rakyat miskin. Sungguh, Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam telah bersabda, ”Barang siapa mengumpulkan harta haram kemudian menyedekahkannya, maka ia tidak memperoleh pahala darinya dan dosanya terbebankan pada dirinya.” Hadits ini shohih diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dari Jalur Darraj Abu Samah dari Ibnu Hujairah dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu.

Jadi, Allah itu baik dan tidak menerima kecuali yang baik-baik. Maka jadilah pedagang dan pegawai  yang berilmu dan bertakwa. Sebab, ilmu dan takwa merupakan kunci sukses dalam mencari rezeki yang halal lagi baik. Wallahu ‘alam bishowa.

Referensi sebagai berikut ini ;